Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

OTONOMI DAERAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

“Kewarganegaraan”

Dosen Pengampu : Indra Fajar S.Pd.,M.Ag.

Disusun Oleh :

Kelompok 8

Annisa Qurrotul Ayuni (18104010013)


Risky Halim Putra (18104010018)
Ismi Nur Azizah (18104010028)
Rima Nurkhasanah (18104010029)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kami. Sehingga
kami mampu menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan bantuan dari
berbagai buku dan jurnal sehingga bisa memperlancar dalam pembuatan makalah
ini. Dan juga dalam rangka melengkapi tugas dari Mata Kuliah Kewarganegaraan
dengan judul “Otonomi Daerah”.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat, maupun isi dari makalah dan tata
bahasanya. Maka dari itu, kami dengan senang hati untuk menerima masukan dan
kritik yang bersifat membangun dari pembaca, harapannya agar kami bisa
melakukan perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberi manfaat atau
inspirasi kepada pembaca.

Yogyakarta, 10 Maret 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Pengertian dan Landasan Otonomi Daerah 3


B. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia 5
C. Visi dan Tujuan Dibentuknya Otonomi Daerah 6
D. Prinsip Otonomi Daerah 9
E. Dampak yang ditimbulkan dari Otonomi Daerah 13
BAB III PENUTUP...............................................................................................16

A. Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang memiliki
letak geografis kepulauan. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam penataan
pemerintahan yang efisien dan mandiri di Indonesia, maka dibentuklah suatu
kebijakan pemerintah pada tingkat daerah yang biasa disebut dengan otonomi
daerah.
Adanya kebijakan tersebut sesuai dengan landasan konstitusi pemerintah
yaitu pada UUD 1945 pasal 18 (2) yang berbunyi “pemerintah daerah provinsi,
daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Dan pasal 18 (5)
yang berbunyi “pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat”.1
Pengelolaan pemerintah pada tingkat daerah dimaksudkan agar
pembangunan daerah-daerah di Indonesia bisa teratasi dengan baik. Selain itu,
dengan adanya otonomi daerah, diharapkan mampu mengembangkan potensi-
potensi yang terdapat pada daerah dan sekaligus mengembangannya. Akan
tetapi, pengelolaan otonomi daerah tetap dibawah pengawasan dari pemerintah
pusat.
Untuk memperluas wawasan mengenai otonomi daerah, pada makalah ini
akan dijelaskan bagaimana hakekat otonomi daerah di Indonesia dan tujuan apa
yang hendak dicapai dari kebijakan otonomi daerah. Di dalam makalah ini juga
akan dipaparkan beberapa dampak yang ditimbulkan dari adanya otonomi
daerah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian dan landasan dari otonomi daerah?


2. Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3. Bagaimana tujuan dibentuknya otonomi daerah?

1
Syarbaini, Syahrial, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2014) hlm. 168

iv
4. Bagaimana prinsip dari otonomi daerah?
5. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh otonomi daerah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dan landasan dari otonomi daerah.


2. Untuk mengetahui sejarah otonomi daerah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui tujuan dibentuknya otonomi daerah.
4. Untuk mengetahui prinsip dari otonomi daerah.
5. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh otonomi daerah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Landasan Otonomi Daerah


Kata “otonomi daerah” memiliki arti secara etimologi yakni berasal dari
“autos” yang berarti “sendiri” dan “namos” berarti “aturan/undang-undang”.
Dapat diartikan bahwa otonomi ialah mengatur atau memerintah sendiri
daerahnya . Pemerintah daerah memiliki kuasa penuh atas lingkungan dan
masyarakat daerahnya, dengan tetap dimonitori oleh pemerintah pusat dari
jauh.

v
Seperti yang tertera dalam UU No.23 Tahun 2014 dan UU No. 9 Tahun
2015 tentang Pemerintah Daerah bahwa otonomi daerah ialah hak, wewenang
dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
segala urusan terkait daerahnya (kabupaten/kota) dan kepentingan masyarakat
setempat serta tidak menyalahi peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Otonomi


Daerah merupakan kewenangan dari Daerah Otonom untuk mengatur serta
mengurus kepentingan dari masyarakat setempat berdasar prakasa sendiri atas
aspirasi masyarakat sesuai dengan UU. Seperti yang tertera dalam pasal 7
ayat 1 UU No. 22 Tahun 1999, “ Kewenangan yang diberikan oleh daerah
otonom ialah meliputi semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan
fiskal, serta agama”.

Menurut salah satu ahli yakni Ateng Syarifuddin “Otonomi bermakna


kemandirian atau kebebasan, namun bukan bentuk kemerdekaan melainkan
suatu bentuk kebebasan terbatas yang terwujud atas pemberian kesempatan
yang harus dipertanggungjawabkan”. Sedangkan menurut Philip Malwood
“Otonomi Daerah ialah kebebasan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah
yang berinisiatif dalam rangka mengelola sumber daya yang dimiliki oleh
daerahnya sendiri”.2

Berdasarkan ketetapan MPR No.IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi


Kebijakan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah terkhusus di bagian
lampirannya salah satunya memuat “Dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah, dibentuklah tim koordinasi antar-instansi pada masing-masing daerah
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada”.3

Otonomi daerah merupakan bentuk perwujudan kehidupan demokrasi


dalam konteks negara kesatuan dimana rakyat turut serta dalam
penyelenggaraan pemerintah yang berdasar otonomi daerah yang telah

2
Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2017), hlm. 156
3
Bernadus Barat Daya, Otonomi Daerah versus Ketidakmampuan Institusi Politik Lokal,
(Yogyakarta: Smart Writing, 2013), hlm.45

vi
dibangun dalam sistem pemerintahan desentralisasi dengan kata lain rakyat
menjadi peran utama dalam proses otonomi daerah. Otonomi daerah harus
bertanggungjawab yang artinya pemberian otonomi itu harus sesuai dengan
tujuannya yakni melancarkan proses pembangunan di pelosok negara untuk
menjadi daerah berkembang dan tidak tertinggal.4

Pemekaran provinsi dan kabupaten/kota dalam jumlah yang sangat besar


merupakan salah satu dampak adanya pelaksanaan otonomi daerah disisi lain
penyediaan anggaran dana oleh pemerintah pusat memerlukan nominal yang
cukup besar dikarenakan pendapatan pemerintah daerah masing-masing itu
relatif sangat kecil. Sekitar 65-70 persen dari total dana anggaran pemerintah
dialokasikan untuk daerah dan diharapkan didaerah tersebut mampu
berkembang, mengentaskan dari kemiskinan, meningkatkan pendapatan
perkapita dan lain sebagainya.5

Jadi yang dimaksud otonomi daerah adalah bagaimana pemerintah daerah


itu mampu mengelola daerahnya tanpa adanya kesenjangan atau ketimpangan
antara masyarakat dengan pemerintah, dengan masyarakatnya sendiri.6

B. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

UU No. 1 Tahun 1945 merupakan peraturan perundang-undangan pertama


kali yang ditetapkan dan mengatur tentang pemerintah daerah pascaproklamasi
kemerdekaan. Di dalamnya berisi tentang sejarah pemerintahan di masa
kerajaan-kerajaan dan kolonial. UU ini menetapkan adanya 3 jenis daerah
otonom, karasidenan, kabupaten dan kota. Selama 3 tahun UU ini
diberlakukam dan dikarenakan sangat terbatas, maka waktu itu belum ada
peraturan pemerintah yang mengatur tentang penyerahan kewenangan dari
pusat ke daerah (desentralisasi). Dan kemudian digantikan oleh UU No. 22
tahun 1948. Dalam UU No. 22 tahun 1948 ini terfokus pada susunan
pemerintahan daerah demokratis. Ada 2 jenis daerah otonom yakni daerah

4
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintah Daerah, (Bandung: Nusa Media, 2017), hlm.91
5
Rahardjo Adisasmita, Manajemen Pemerintah DaerahI, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm.6
6
Bungaran Antonius Simanjuntak, Dampak Otonomi Daerah di Indonesia: Merangkai Sejarah
Politik dan Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013), Hlm. 67

vii
otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tingkatan daerah yaitu
provinsi, kabupaten/kota besar, dan desa/kota kecil.7
Munculnya otonomi daerah di Indonesia merupakan akibat dari adanya
sentralisasi pada masa Orde Baru dimana selama 30 tahun tidak membawa
perubahan pengembangan daerah. Tahun 1997 Indonesia mengalami krisis
ekonomi yang mengakibatkan terjadinya permasalahan yang mendatangkan
korupsi, kolusi dan nepotisme. Sejarah otonomi daerah di Indonesia tidak lepas
dari lahirnya berbagai produk perundangan-undangan baru yang selalu
menggantikan produk lama. Adanya perubahan itu menandai dinamika arah
pembangunan Indonesia dari masa ke masa yang bisa dikatakan jauh lebih
baik. Namun jika dilihat dari sisi lain, adanya pergantian peranturan
perundang-undangan ini merupakan eksperimen/uji coba pemerintah dalam
pelaksanaan kebijakannya. Adapun UU yang muncul setelah UU No. 22 Tahun
1948 yakni, UU No. 1 Tahun1957 sebagai peraturan tunggal pertama yang
berlaku di Indonesia, UU No. 18 Tahun 1965 yang berisi tentang otonomi yang
seluas-luasnya, dan UU No. 5 Tahun 1974 mengatur pokok-pokok
penyelenggaraan tugas pemerintah pusat di daerah. Dengan menerapkan
prinsip otonomi nyata dan bertanggungjawab. Kemudian UU ini diganti
dengan UU No. 22 Tahun 1999 masa orde baru dan UU No. 25 Tahun 1999
setelah tuntutan reformasi dikumandangkan.8
Pembahasan terkait otonomi daerah tetap terikat dengan penyerahan
sebagian kewenangan pusat kepada daerah sebagai bentuk pembagian
kekuasaan. Hal ini tertera dalam Pasal 10 ayat (3) UU PEMDA 2004, yang
berisi pembagian secara tegas antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah.
Dibahas lebih lanjut dalam UU PEMDA 2004 Pasal 1 ayat 5.9

C. Visi dan Tujuan Dibentuknya Otonomi Daerah


1. Visi Otonomi Daerah

7
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dam Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016),
hlm.180
8
Yudi Suparyanto, Otonomi Daerah dalam Kerangka NKRI, (Klaten: Cempaka Putih, 2019), Hlm.6-
7
9
Vieta Imelda Cornelis, Hukum Pemerintah Daerah (Pengaturan dan Pembentukan Daerah
Otonomi Baru di Wilayah Perbatasan dan Pedalaman dalam Perspektif Kedaulatan Bangsa),
(Surabaya: Aswaja Pressindo, 2016), Hlm.79

viii
Empat ruang lingkup utama yang bisa dirumuskan dari visi
otonomi daerah sebagai salah satu kerangka penyelenggara pemerintahan
diantaranya adalah politik, ekonomi, administratif, serta sosial dan budaya,
yang memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya.10
a. Bidang politik
Otonomi merupakan hasil dari kebijakan desentralisasi dan
demokrasi. Dalam mewujudkan kebijakan tersebut, maka harus
dipahami bahwa visi otonomi daerah pada bidang ini adalah
“proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis,
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan
memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat
pada asas pertanggungjawaban publik”.11
b. Bidang Ekonomi
Pencapaian otonomi daerah di Indonesia yang ingin
direalisasikan pada bidang ekonomi adalah untuk
mengoptimalkan bagi pemerintah daerah dalam
mengembangkan kebijakan regional maupun lokal dalam hal
pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya masing-
masing.12
c. Bidang administratif
Pencapaian otonomi daerah di Indonesia dalam bidang ini yaitu
ingin mewujudkan suatu sistem pelaksanaan pemerintah
dengan cara pembagian urusan pemerintah pusat dan
pemerintah di daerah.
d. Bidang sosial dan budaya
Visi dari otonomi daerah pada bidang sosial dan budaya adalah
untuk menjaga atau memelihara dan mengembangkan berbagai
tradisi, nilai, karya seni, karya cipta, bahasa serta karya sastra
lokal yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia untuk dapat

10
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dam Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016),
hlm.179
11
Ibid, hlm. 179
12
Suparyanto, Yudi, Otonomi Daerah dalam kerangka NKRI (Klaten : Cempaka Putih, 2019)

ix
memberikan suatu pandangan positif kepada masyarakat dalam
memahami dinamika kehidupan.13
2. Tujuan Otonomi Daerah
Salah satu alasan mengapa Indonesia tidak menggunakan sistem
sentralisasi yaitu karena keadaan wilayah NKRI yang sangat luas,
sehingga dirasa kurang efektif jika hanya diatur melalui pemerintah pusat
saja. Pada UUD 1945 (amandemen kedua) Pasal 18 (1) menyatakan bahwa
“Negara Kesatuan RI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang setiap provinsi, kabupaten
dan kota itu mempunyai pemerintah daerah yang diatur oleh Undang-
Undang”. Sesuai dengan pasal tersebut maka terbitlah landasan Undang-
Undang Otonomi daerah yaitu UU No. 32 tahun 2004 yang mana tujuan
otonomi ialah “pelayanan kepada rakyat oleh pemerintah daerah”. Dengan
mengacu bahwa14 :
 “Pemerintah daerah ada karena adanya rakyat”
 “Rakyat memberikan legitimasi politik kepada pemerintah daerah”

Sesuai amanat Undang-Undang tersebut maka pemerintah daerah


mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri berbagai
urusan pemerintahannya sesuai dengan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Adapun beberapa tujuan dari adanya otonomi daerah adalah
sebagai berikut :

a. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia


dengan melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan
peran serta masyarakat.
b. Mampu meningkatkan daya saing pada level daerah dengan
tetap memerhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan
keanekaragaman berbagai daerah dalam sistem NKRI.15

Dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas


pemerintah daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan
13
Ubaedillah, A, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Dan
Pencegahan Korupsi (Jakarta : Prenadamedia Group, 2015) hlm. 193
14
Syahri, M, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi (Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang, 2013) hlm. 107
15
Suprihatini, Amin, Otonomi Daerah dari Masa ke Masa (Klaten : Cempaka Putih, 2018) hlm.6

x
juga mampu untuk memerhatikan hubungan antar susunan pemerintahan
dan antar pemerintahan daerah, potensi serta keanekaragaman daerah.
Selain itu, mampu melihat berbagai peluang dan tantangan di dalam
persaingan global dengan cara memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sehingga, untuk mewujudkan peran tersebut,
daerah diberikan kewenangan dan hak serta kewajiban untuk
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintah negara.

D. Prinsip Otonomi Daerah


Otonomi daerah menjadi kosa kata baru bagi sebagian besar penduduk
Indonesia setelah pemerintah mengumanndangkan dua undang-undang (UU)
pada tahun 1999 yang berkenaan dengan pelaksanaan otda di Indonesia.
Kedua UU tersebut di revisi pada tahun 2004 dengan tidak mengubah nama,
yakni UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, serta UU 33/2004 tentang
pertimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah.16

Amandemen konstitusi membawa perubahan yang signifikan terhadap


pelaksanaan otonomi daerah. Baru tentang pemerintahan daerah dalam
undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 memuat
berbagai paradigma baru dalam arah politik pemerintahan daerah yang baru.
Pasal baru tentang pemerintahan daerah tercermin dari prinsip-prinsip
pelaksanaan otonomi daerah yang sesuai ketentuan dalam undang-undang
dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Adapun prinsip-prinsip
pelaksanaan otonomi daerah sebagai berikut.

a. Prinsip Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan


pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan pasal
(18 ayat (2)). Pasal ini menegaskan bahwa pemerintahan daerah
adalah suatu pemerintahan yang otonom dalam negara kesatuan
Republik Indonesia. Ketentuan ini menjelaskan bahwa sudah tidak

16
Bungaran Antonius Simanjuntak, Otonomi Daerah, Etnonasionalisme, dan Masa Depan
Indonesia. (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) hlm. 1

xi
ada pemerintahan yang sentralistik. Gubernur, bupati, dan walikota
adalah penyelenggara pemerintahan di daerah.

b. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan


umum (pasal 18 ayat 3). Ketentuan ini sudah terlaksana dalam
rangka pemilihan kepala daerah. Gubernur, bupati, dan walikota
dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerahnya masing-
masing.

c. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (pasal 18 ayat (5)).


Pemerintahan daerah berhak dalam rangka mengurus urusan rumah
tangganya sendiri yang tidak ditentukan sebagai tugas dari
pemerintahan pusat.

d. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah, pasal 18 A ayat 1. Pasal


ini menjelaskan bahwa dalam pembentukan daerah otonom tidak
perlu sama atau uniformitas. Bentuk dan kondisi dari daerah
ditentukan oleh berbagai keadaan khususnya daerah tersebut.

e. Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara


Selaras dan adil pasal 18 A ayat 2.

f. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hak-hak


tradisionalnya (pasal 18 B ayat 2). Maksud dari masyarakat hukum
adat adalah masyarakat hukum yang berdasarkan hukum adat atau
istiadat seperti desa, Marga, Nagari, Gampong, dan negorij.
Pengakuan diberikan sepanjang masyarakat hukum dan hak-hak
tradisional masih nyata dan ada berfungsi sesuai prinsip negara
kesatuan.

g. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang


bersifat khusus dan istimewa pasal 18b ayat 1. Prinsip ini
mendukung keberadaan satuan pemerintah bersifat khusus atau

xii
istimewa, baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota maupun
desa.17

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan


aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan


bertanggung jawab.

Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian


daerah otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada
lagi wilayah administrasi.18

Indonesia merupakan negara kesatuan dengan system desentralisasi. Suatu


negara kesatuan hanya ada satu pemerintah negara yang berdaulat dan sah.
Karena wilayah Indonesia demikian luas dan penduduknya sangat banyak dan
beragam suku, maka untuk melaksanakan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia itu strukturnya dibagi menjadi daerah pusat dan provinsi,
daerah provinsi kemudian dibagi lagi menjadi daerah yang lebih kecil atau
disebut juga dengan kabupaten atau kota.19. Otonomi daerah tidak jauh
berbeda dengan daerah pusat. Semua sistemnya sama hanya saja wilayahnya
berbeda. Hal ini dikarenakan tidak ada pembeda antara politik pusat dan
politik provinsi maupun kota selain pada cakupan wilayahnya saja.. 20 Dengan
pembagian wilayah mampu meningkatkan efisiensi perwakilan pemerintah
pusat sehingga dapat dikerjakan lebih efektif oleh pegawai daerah dan
mampu meningkatkan partisipasi penduduk dalam perancangan
pembangunan.21

17
Yudi Suparyanto. Otonomi Daerah dalam Kerangka NKRI. (Yogyakarta:Cempaka Putih, 2019).
hlm. 17
18
A. Ubadillah. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Masyarakat Madani. (Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2016) hlm.182
19
Bungaran Antonius Simanjuntak. Konsepku Mensuksekan Otonomi Daerah (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2017) hlm. 3.
20
Catur Wibowo BS, Desentralisasi, Otonomi Daerah, dan Politik Lokal Indonesia. (Jakarta Selatan:
Indocamp, 2018) hlm. 26.
21
Tjahjanulin Domai, Desentralisasi (Paradigma Baru dalam Pemerintahan Lokal dan Hubungan
antar Pemerintah Daerah) (Malang: UB Press, 2020) hlm.8

xiii
Alasan pemilihan prinsip desentralisasi dapat diketahui dari pidato laporan
Soekarno sebagai ketua panitia perancang UUD dan laporan Supomo sebagai
ketua panitia kecil dari panitia perancang UUD, yaitu dalam pembahasan
rancangan UUD pada tanggal 15 sampai tanggal 17 Juli 1945 dalam sidang
BPUPKI.

Prinsip desentralisasi atau otonomi daerah yang tertuang dalam pasal UUD
1945 lebih tegas dituangkan dalam penjelasannya yang menyatakan:

Indonesia adalah negara eenheidstaat, maka Indonesia tak akan


mempunyai daerah di dalam lingkungan yang bersifat staat juga. Daerah-
daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan
dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat
otonomi (streek dan local rechts gemenschappen) atau daerah bersifat
administrasi belaka, semua menurut aturan yang akan ditetapkan dengan
undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonomi akan diadakan badan
perwakilan daerah. Oleh karena itu, di daerah pun pemerintahan akan
bersendi atas dasar permusyawaratan.

Dalam teritorial Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturendhe


landshappen dan volksgemeen schappen, seperti desa di jawa dan Bali, nagari
di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-
daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap
sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Indonesia menghormati
kedudukan daerah-daerah istimewa dan segala peraturan negara yang
menyangkut daerah-daerah tersebut akan mengingati hak-hak asal-usul
daerah tersebut. Kemudian mengenai otonomi daerah ini dikuatkan dan
diuraikan lagi secara rinci dalam UUD 1945 Hasil perubahan. Penguatan itu
berkaitan dengan prinsip negara kesatuan dan prinsip otonomi daerah yang
tidak bisa dipisahkan, sebagaimana tercermin dalam keterkaitan antara pasal
1 ayat 1 UUD 1945 dan pasal 18 UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah

xiv
perubahan. Dengan demikian, dapat disimpulkan antara lain bahwa dalam
kerangka NKRI dan memperhatikan tujuan pemberian otonomi kepada
daerah, maka penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah daerah
merupakan subsistem dan sistem pemerintahan negara. Hal ini khususnya
terkait dengan kekuasaan eksekutif yang diselenggarakan oleh pemerintahan
pusat, pemerintahan daerah sampai pemerintahan desa. Tiap-tiap tingkatan
pemerintahan tersebut diberi kekuasaan sesuai dengan kewenangannya.

Karena luasnya wilayah Republik Indonesia yang terbagi dalam bentuk


kepulauan, serta daerah-daerah dalam menjalankan pemerintahan, maka
prinsip negara kesatuan Republik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari prinsip
desentralisasi atau otonomi daerah yang berdasarkan pada pasal 18 UUD
1945. Dinyatakan bahwa: “Pembagian daerah Indonesia atas dasar besar dan
kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-
undang dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat
istimewa”22

E. Dampak yang ditimbulkan dari Otonomi Daerah

Mengamati perkembangan otonomi daerah di Indonesia merupakan kajian yang


sangat menarik, apalagi membicarakan kata dampak. Otonomi daerah bukan saja
fenomena hukum, tetapi juga fenomena pemerintahan, politik, bahkan juga sosial
budaya23. Di dalam sebuah teori administratif negara bahwa pemerintah negara
pada hakikat yang susungguhnya menjalankan dua fungsi, yakni fungsi
pengaturan dan fungsi pelayan. Baik fungsi pengaturan ataupun pelayanan itu
menyangkut segi kehidupan, berbangsa dan bernegara.24

Pasang surut pelaksanaan otonomi daerah telah berjalan selama 23 tahun. Hingga
kini terdapat 542 daerah otonom baru yang terdiri dari 34 provinsi, 415
kabupaten, dan 93 kota. Secara umum otonomi daerah sudah berjalan dengan

22
Agus Santoso. Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015) hlm. 108-113.
23
Agus Santoso, Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013), hlm. 131.
24
Hardiyansah, Komunikasi Pelayanan Publik Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gava Media,
2015), hlm. 239.

xv
baik, ditandai dengan berbagai macam inovasi bermunculan. Kendati begitu masih
banyak kekurangan yang harus dibenahi

Berbicara tentang perjalanan otonomi daerah yang telah lalu, lekat pula dengan
kata dampak. Apa sih dampak dari adanya otonomi daerah ?

Nah dalam setiap penyelenggaraan pasti menimbulkan dampak positif maupun


negatif. Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan dampak positif dan
negatif yang ditimbulkan oleh otonomi daerah itu sendiri.

a. Dampak postif

Dampak postif yang ditimbulkan otonomi daerah dalam


pemerintah daerah (perda) akan mendapatkan kesempatan untuk
menampilkan beberapa hal dan identitas lokal yang ada di masyarakat itu
sendiri khususnya. Amrah Muslimin di dalam bukunya menjelaskan
bahwa pengertian otonomi daerah tidaklah semata mengarah kepada
negara kesatuan, akan tetapi otonomi dalam arti umum dan melekat juga di
negara serikat dimana otonomi itu lebih luas daripada negara kesatuan.25

Indonesia merupakan negara kesatuan. Hakikat negara kesatuan


yang sesungguhnya kedaulatan yang tidak terbagi baik di luar maupun ke
dalam kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi26. Lalu dengan otonomi
daerah, energi positif yang muncul adalah berkurang wewenang dan
kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dan pemerintah
daerah dalam menghadapi masalah yang berada di derahnya sendiri. Selain
dana yang diperoleh lebih banyak daripada dana yang didapatkan melalui
jalur birokrasi, dari pemerintah pusat sehingga dengan dana yang banyak
tersebut dapat digunakan untuk peningkatan kualitas lokal, promosi
kebudayaan di daerah tersebut dan juga pariwisata yang memungkinkan
akan lebih baik lagi ke depannya.

b. Dampak Negatif

25
Amrah Sumantri, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 17
26
Buddy Sudjijono dan Deddy Rudianto, Manajemen Pemerintah Federal, Perspektif Indonesia
Masa Depan, (Jakarta: Citra Mandala Pratama, 2003), hlm. 25.

xvi
Dalam praktek otonomi daerah yang berdampak negatif ditandai
dengan masalah yang paling mendasar yakni ketika di awal dana yang
didapatkan dari pemerintah pusat itu banyak, maka timbul istilah bagi
hasil. Hal ini sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia. Selain itu
muncul berbagai macam kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. Salah satu
contoh seperti korupsi. Sudah terlalu banyak berita mengabarkan adanya
korupsi oknum pejabat di dearah tertentu. Tujuan otonomi daerah antara
lain agar tiap-tiap daerah dapat mengelola dana yang didapatkan menjadi
lebih baik lagi secara mandiri, baik dalam hal pengembangan sumber daya
manusia, keuangan dan sumber lainnya. Tetapi amanah yang telah
diberikan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Sebagai perumpamaan
kasus. Di daerah A melakukan pembatalan kerja sama antara pemerintah
daerah A dengan investor B yang menyebabkan kerugian negara sebesar
Rp.1,3 miliar. Selain itu, di daerah C, seorang pejabat terlibat kasus
korupsi swakelola perbaikan jalan dengan kerugian Rp.2,3 miliar. Tidak
hanya itu, ada lagi kasus pengalihan tanah negara yang dilakukan pejabat
daerah sehingga negara dirugikan sekitar Rp. 288 juta. Jika fenomena yang
telah tampak di depan mata tersebut terus menerus dilakukan oleh
sejumlah pejabat daerah yang ada di Indonesia maka kata rakyat sejahtera
hanya fiktif belaka.

xvii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Otonomi Daerah merupakan suatu bentuk kewenangan pemerintah
daerah mengolal dan mengurus sendiri sumber daya yang ada di daerahnya
dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah pusat mengalokasikan dana
yang cukup besar untuk pemerintah daerah, hal ini diharapkan supaya
pemerintah daerah mampu membangun daerahnya ke yang lebih baik dan
jangan sampai daerahnya menjadi daerah tertinggal dan kekurangan segala
bentuk kesejahteraan serta fasilitas yang telah didanai oleh pemerintah pusat.

Munculnya Otonomi daerah di Indonesia tidak lepas dari pergantian


peraturan perundang-undangan. Adanya perubahan itu menandai adanya arah
pembangunan Indonesia menjadi lebih baik dan tertata. Otonomi daerah di
Indonesia merupakan akibat dari adanya sentralisasi di masa Orde Baru.

Otonomi daerah ini dilaksanakan untuk memberdayakan serta


menciptakan daerah yang lebih maju dan terarah, dan untuk menciptakan
masyarakat yang unggul. Dan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan lainnya.

xviii
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah I.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Amrah Sumantri, 1978. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung:


Alumni.

Antonius Simanjuntak, Bungaran. 2017. Konsepku Mensukseskan


Otonomi Daerah. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Antonius Simanjuntak, Bungaran. 2011. Otonomi Daerah,


Etnonasionalisme, dan Masa Depan Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Antonius Simanjuntak, Bungaran. 2013. Dampak Otonomi Daerah di


Indonesia: Merangkai Sejarah Politik dan Pemerintahan Indonesia. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Daya, Bernadus Barat. 2013. Otonomi Daerah versus Ketidakmampuan


Institusi Politik Lokal. Yogyakarta: Smart Writing.

Deddy Rudianto Sudjijono, Buddy. 2003. Manajemen Pemerintah Federal,


Perspektif Indonesia Masa Depan. Jakarta: Citra Mandala Pratama.

Domai, Tjahjanulin. 2020. Desentralisasi (Paradigma Baru dalam


Pemerintahan Lokal dan Hubungan antar Pemerintah Daerah). Malang: UB Press.

Hardiyansah. 2015. Komunikasi Pelayanan Publik Konsep dan Aplikasi.


Yogyakarta: Gava Media.

Huda, Ni’matul. 2017. Hukum Pemerintah Daerah. Bandung: Nusa Media.

Imelda Cornelis, Vieta. 2016. Hukum Pemerintah Daerah (Pengaturan Dan


Pembetukan Daerah Otonomi Baru Di Wilayah Perbatasan Dan Pedalaman Dalam
Perspektif Kedaulatan Bangsa). Surabaya: Aswaja Pressindo.

xix
Rahayu, Ani Sri. 2017. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn).
Jakarta: PT Bumi Aksara.

Santoso, Agus. 2015. Menyingkap Tabir Otonomi Daerah di Indonesia.


Yogyakrata: Pustaka Pelajar.

Suparyanto, Yudi. 2019. Otonomi Daerah dalam Kerangka NKRI.


Yogyakarta: Cempaka Putih.

Soemantri, Sri.2014. Otonomi Daerah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Syahri, M. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.


Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Suprihatini, Amin. 2018. Otonomi Daerah dari Masa ke Masa. Klaten :


Cempaka Putih.

Syarbaini, Syahrial. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan


Tinggi. Bogor : Ghalia Indonesia.

Ubaedillah, A. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)


Pancasila, Demokrasi, Dan Pencegahan Korupsi. Jakarta : Prenadamedia Group.

Ubaedillah A. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)


Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah.

Wibowo BS, Catur. 2018. Desentralisasi, Otonomi Daerah, dan Politik


Lokal di Indonesia. Jakarta Selatan: Indocamp

xx

Anda mungkin juga menyukai