Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

OTONOMI DAERAH
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Tomi Mulyana, SH.,MH

Disusun Oleh : 1. Alwali Intan Sari NPM: 18.131.0005


2. Muhammad Rizki NPM: 18.131.0011
3. Neng Riska FA NPM: 18.131.0015
4. Ade Isep NPM: 18.131.0028
5. Salsabila Siti Nurfakhriyah NPM: 18.131.0037
6. Nurul Aji Hidayah NPM: 18.131.0046
7. Adi Sumara NPM: 18.131.0048

Kelompok: 1
Kelas: 3 Keuangan dan Perbankan

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)


“YASA ANGGANA”
GARUT
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya yang karena-Nya, kami diberikan kekuatan dan
kelancaran untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Otonomi Daerah” ini
dengan lancar.
Adapun penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Lewat penyusunan makalah ini
tentunya kami mengalami beberapa hambatan, tantangan serta kesulitan, namun
karena binaan dan dukungan dari semua pihak, akhirnya semua hambatan tersebut
dapat teratasi.
Dengan sepenuh hati, kami pun sadar bahwa makalah ini masih penuh
dengan kekurangan dan keterbatasan, oleh sebab itu kami memerlukan kritik serta
saran yang membangun sehingga dapat menjadikan makalah ini lebih baik.
Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya
kepada segenap pihak yang telah memberikan dukungan, baik berupa bantuan,
doa maupun dorongan dan beragam pengalaman selama proses penyelesaian
penulisan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, tentunya kami berharap setiap
bantuan yang telah diberikan oleh segenap pihak dapat menjadi ladang kebaikan.
Dan semoga makalah ini dapat memberikan nilai dan manfaaat yang berguna bagi
kemajuan kita semua.

Garut, Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah..........................................................................2
1.3 Maksud Dan Tujuan..........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1 Pengertian Otonomi Daerah..............................................................3
2.2 Tujuan Otonomi Daerah....................................................................4
2.3 Prinsip Otonomi Daerah....................................................................5
2.4 Asas Otonomi Daerah........................................................................8
2.5 Dasar Hukum Otonomi Daerah.........................................................9
2.6 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia......................9
2.7 Aspek Otonomi Daerah.....................................................................12
2.8 Permasalahan Otonomi Daerah.........................................................13
2.9 Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia................................14
2.10 Pelaksana Otonomi Daerah..............................................................16
2.11 Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.............19
BAB III PENUTUP.........................................................................................22
3.1 Kesimpulan........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keadaan geografis indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap
mekanisme pemerintahan negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang
berupa kepulauan ini menyebabkan pemerinyah sulit mengkoordinasi
pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau
penataan pemerintahan, maka diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan
yang dapat nerjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat.
Di era revormasi ini, sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang
memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di
bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut sangat dibutuhkan karena
mulai munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut
ditandai dengan banyaknya daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan
salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang
menegakan pengolahan sumber daya alam yang merupakan sumner
pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Seperti yang kita
ketahui, bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang
harus lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat
membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang
disebut Otonomi Daerah.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan
begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-
undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang
diambil oleh pemerintah daerah. Apakan sudah sesuai dengan tujuan nasional,
yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah republik Indonesia
berdasarkan pada sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.

1
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa Pengertian Otonomi Daerah?
2. Apa Tujuan Dilaksanakannya Otonomi Daerah?
3. Apa saja Prinsip Otonomi Daerah?
4. Apa saja Asas-asas Pelaksanaan Otonomi Daerah?
5. Bagaimana Dasar Hukum Otonomi Daerah?
6. Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia?
7. Apa saja Aspek Otonomi Daerah?
8. Bagaimana Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah?
9. Bagaimana Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia?
10. Siapa saja Pelaksana Otonomi Daerah?
11. Bagaimana Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah?

1.3 Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi
tugas Pendidikan Kewarganegaraan.
b. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Otonomi Daerah
2. Untuk Mengetahui Tujuan Dilaksanakannya Otonomi Daerah
3. Untuk Mengetahui Prinsip Otonomi Daerah
4. Untuk Mengetahui Asas- asas Pelaksanaan Otonomi Daerah
5. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Otonomi Daerah
6. Untuk Mengetahui Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di
Indonesia
7. Untuk Mengetahui Aspek Otonomi Daerah
8. Untuk Mengetahui Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
9. Untuk Mengetahui Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia
10. Untuk Mengetahui Siapa Pelaksana Otonomi Daerah
11. Untuk Mengetahui Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah


Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah.
Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos
berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat
dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan
untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan
daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah.
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan
namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi
dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman(1997)
mengemukakan bahwa :
1) F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2) Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
3) Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan
memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan
kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat
inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah.
Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian
otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat
berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud
kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan
demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk
menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk
melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat
tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent
Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk
mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap
menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi
daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan
daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan
kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas,
dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi
daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa Otonomi Daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini merupakan
kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan
kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah.
Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan
kemauan untuk melaksanakan yaitu Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah
bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu
saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum yaitu perundang-undangan.

2.2 Tujuan Otonomi Daerah


Adapun tujuan utama dikeluarkannya atau diterapkannya otonomi
daerah adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban-
beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia
berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan
global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama Pemerintah
Pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan
makro (luas atau bersifat umum dan mendasar) yang bersifat strategis. Di
lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses
pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas
pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuan daerah dalam
mengatasi berbagai masalah domestik atau daerah akan semakin kuat.
Desentralisasi merupakan simbol atau tanda adanya kepercayaan
pemerintah pusat kepada daerah. Ini dengan sendirinya akan mengembalikan
harga diri pemerintah dan masyarakat daerah( Syaukani, Gaffar dan Rasyid ,
2002 :172 ).
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah :
a. Peningkatan pelayanan dari kesejahteraan masyarakat yang semakin baik
b. Pengembangan kehidupan demokrasi
c. Keadilan
d. Pemerataan
e. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah serta antardaerah dalam rangka keutuhan NKRI.
f. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat
g. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

2.3 Prinsip Otonomi Daerah


Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh
masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas
bahwa untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan
batas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan
kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada
dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada
pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi secara
terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta
kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan
kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh
provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom,
maka memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik
provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota
yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan
pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan
bertanggungjawab di masa mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun
1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang
perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan
keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah
otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali
kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan
otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah
untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang
secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di
daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab
adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan
kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi
daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a) Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan ke aneka
ragaman daerah yang terbatas.
b) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
c) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan
otonomi yang terbatas.
d) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara
sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta
antar daerah.
e) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak
ada lagi wilayah administrasi.
f) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g) Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan
kewenangan sebagai wakil daerah.
h) Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada
desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.

2.4 Asas Otonomi Daerah


Ada 3 asas dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
a. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
(pusat) kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU
No.32 tahun 2004).
b. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari
pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
c. Asas tugas pembantuan yaitu penugasan dari Pemerintah (pusat) kepada
daerah dan/atau desa, dan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten /kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Selain ketiga asas tersebut ada beberapa asas lainnya dalam pelaksanaan
otonomi daerah yaitu:
1. Asas kepastian hukum, maksudnya adapun yang dilakukan pemerintah
pemerintah daerah haruslah berdasarkan hukum yang berlaku.
2. Asas tertib penyelenggaranan negara, maksudnya penyelenggaraan
pemerintah daerah harus dilaksanakan sesuai dengan tertib administrasi
negara.
3. Asas kepentingan umum, maksudnya apapun yang dilakukan oleh
pemerintah daerah haruslah untuk kepentingan umum.
4. Asas keterbukaan, maksudnya masyarakat harus tahu apa yang dilakukkan
oleh pemerintahnya dan tidak boleh ditutup-tutupi.
5. Asas proporsionalitas, maksudnya penyelenggaraan negara harus seimbang,
tidak boleh berat sebelah.
6. Asas profesionalitas, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus
dilakukan oleh orang yang ahli dibidang masing-masing.
7. Asas akuntabilitas, maksudnya pemerintah harus bisa mempertanggung
jawabkan tindakannya kepada masyarakat.
8. Asas efisiensi, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus bisa
dijalankan dengan baik tanpa menghabiskan waktu dan tenaga.
9. Asas efektivitas, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus
bekerja dengan baik, sesuai dengan tujuan semula.

2.5 Dasar Hukum Otonomi Daerah


Pada zaman Hindia Belanda, prinsip-prinsip otonomi daerah sudah
diterapkan. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
otonomi daerah sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah di Indonesia.Hal tersebut bisa dilihat dari adanya berbagai macam
peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah sejak kemerdekaan
hingga sekarang.
Undang-undang mengenai otonomi daerah yang pernah berlaku di
Indonesia adalah :
a. UU Nomor 1/1945(menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil).
b. UU Nomor 2/1948 (menganut otonomi dan mebedewind yang seluas-
luasnya).
c. UU Nomor 1/1957 (menganut otonomi rill yang seluas-luasnya)
d. UU Nomor 5/1974 (menganut otonomi daerah yang nyata dan bertanggung
jawab)
e. UU Nomr 22 /1999 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab)
f. UU Nomor 32/2004 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab).

2.6 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia


Peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang
pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Noomor 1
tahun 1945. Ditetapkannnya undang-undang ini erupakan hasil (resultante)dari
berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan dimasa kerajaan-
kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonialisme. Undang-undang ini
menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan
pembentukan badan perwakilan tiap daerah.Dalam undang-undang ini
ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota.
Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas. Sehingga dalam kurun
waktu tiga tahun belum da peraturan pemerintahan yang mengatur mengenai
penyerahan urusan (desentralisasi) kepada daerah. Undang-undang ini
berumur lebih kurang tiga gtahun karena diganti dengan Undang-undang
Nomor 22 tahun1948.(Muhammad.Arthut 2012 :10)Undang-undang Nomor
22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan
daerah yang demokratis.
Di dalam undang-undang ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu
daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah
yaitu provinsi, kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil. Mengacu pada
ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948, penyerahan sebagian urusan
pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah. Pemberian
otonomi kepada daerah berdasarkan Undang-undang tentang pembentukan,
telah dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan pemerintahan
tentang penyerahan sebagaian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.
Perjalanan sejarah otonomi daerah diIndonesia selalu ditandai dengan
lahirnya suatu produk perundang-undangan yang menggantikan produk
sebelumnya. Perubahan tersebut pada suatu sisi menandai dinamika orientasi
pembangunan daerah di Indoneia dari masa kemasa. Tapi disisi lain hal ini
dapat pula dipahami sebagai bagian dari “eksperimen politik” penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi daerah di Indonesia pasca UU
Nomor 22 tahun 1948 diisi dengan munculnya beberapa UU tentang
pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun 1957 (sebagai pengaturan
tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU Nomor
18 tahun 1965.( yang menganut sistem otonomi yang seluasluasnya) dan UU
Nomor 5 tahun 1974.
UU yang disebut terakhir mengatur pokok-pokok penyelenggara
pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah. Prinsip yang
dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi “otonomi yang
riil dan luas-luasnya” tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggung jawab”.
Alasannya, pandangan otonomi daerah yang seluas-luasnya dapat
menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak serasi dengan maksud dan
tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan prinsip-prinsip yang
digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada pembangunan dalam arti luas.
Undang-undang ini berumur paling panjang yaitu 25 tahun, dan baru diganti
dengan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang nomor 25
tahun 1999 setelah tuntunan reformasi dikomandangkan.Kehadiran Undang-
undang Nomor 22 tahun 1999 tidak terlepas dari perkembangan situasi yang
terjadi pada masa itu, dimana rezim otoriter orde baru lengser dan semua
pihak berkehendak untuk melakukan reformasi disemua aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara. Berdasarkan kehendak reformasi itu, sidang
Istimewa MPR tahun 1998 yang lalu menetapkan ketetapan MPR Nomor
XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.Satu hal yang paling menonjol dari pergantian Undang-
undang Nomor 5 tahun 1974 dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
adalah adanya perubahan mendasar pada format otonomi daerah dan substansi
desentralisasi.
Perubahan tersebut dapat diamati dari kandungan materi yang tertuang
dalam rumusan pasal demi pasal pada undangundang tersebut. Beberapa butir
yang terkandung di dalam kedua undang-undang tersebut (UU No. 22 tahun
1999 dan No. 25 tahun 1999) secara teoritis akan menghasilkan suatu
kesimpulan bahwa desentralisasi dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1974
lebih cenderung pada corak dekonsentrasi. Sedangkan desentralisasi dalam
Undangundang Nomor 22 tahun 1999 lebih cenderung pada corak devolusi.
Hal ini akan lebih nyata jika dikaitkan dengan kedudukan kepala daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1974, kepala daerah adalah
sekaligus kepala wilayah yang merupakan kepangjangan tangan dari
pemerintah. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
kenyataan menunjukkan peran sebagai kepala wilayah yang melaksanakan
tugastugas dekonsentrasi lebih dominan dibanding sebagai kepala daerah. Hal
ini dimungkinkan karena kepala daerah bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri, dan bukan kepada DPRD sebagai representasi
dari rakyatdi daerah yang memilihnya.
Dengan demikian yang melatarbelakangi dilaksanankannnya otonomi
daerah secara nyata di Indonesia adalah ketidakpuasan masyarakat yang
berada di daerah yang kaya sumber daya alam namun kehidupan
masyarakatnya tetap berada dibawah garis kemiskinan.Walaupun secara
Undang-Undang sudah sering diterbitkan namun dalam kenyataannya
pengelolaan kekayaan alam dan sumber daya alam daerah masih diatur oleh
pusat.Sehingga masyarakat daerah yang kaya sumber daya alamnya merasa
sangat dirugikan.Akhirnya,pada masa reformasi mereka menuntut
dilaksanakannya otonomi daerah. Sehingga lahirlah UU no 22 tahun 1999 dan
pelaksanaan otonomi daerahmulai terealisasi sejak tahun 2000 secara
bertahap.Setelah dilaksanakannya otonomi daerah maka perimbangan
keuangan sesuai,UU no 25 tahun 1999 memberikan peluang kepada daerah
untuk mendapatkan 70% dari hasil pengelolaan kekayaan alamnya sendiri
untuk dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya sendiri.

2.7 Aspek Otonomi Daerah


Otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1 Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
2 Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari
pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka
pemerintahan nasional.
3 Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai
perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama
kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya
kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam
bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya.
Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan
pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan
pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan
sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor
23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus
mampu :
1)Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan
kebijaksanaan sendiri
2) Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3) Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4) Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

2.8 Permasalahan Otonomi Di Daerah


Perubahan regulasi yang terlalu sering dilakukan tersebut merupakan
salah satu indikasi bahwa konsepsi otonomi daerah yang dilaksanakan bukan
hanya sedang mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat, melainkan
pada dasarnya memang belum komprehensif dan masih mencari bentuk yang
paling tepat. Faktanya saat ini kita masih membahas persoalan mekanisme
pemilihan Gubernur yang rencananya akan dikembalikan dari pemilihan
langsung menjadi pemilihan tidak langsung atau melalui lembaga perwakilan
rakyat daerah. Artinya regulasi yang telah ditetapkan melalui undang-undang
pemerintahan daerah akan diubah kembali ke bentuk semula.
Selain itu, terdapat permasalahan lain, yang dapat membuat pemerintah
daerah bimbang dalam membuat keputusan, yaitu lambatnya penetapan
peraturan pelaksana atas undang-undang. Salah satu contohnya adalah
lambatnya penetapan peraturan pemerintah tentang tanggung jawab sosial dan
lingkungan perseroan terbatas. Peraturan pemerintah tersebut baru disahkan
pada tahun 2012 padahal Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang
telah memerintahkan pembentukan pemerintah tersebut telah disahkan sejak
tahun 2007. Butuh waktu sekitar 5 tahun untuk menyusun peraturan
pemerintah yang semestinya dapat segera ditindaklanjuti oleh pemerintah
daerah untuk menyusun peraturan daerah.
Peraturan serupa yang memiliki gejala yang hampir sama adalah
Undang-Undang tentang Kesehatan yang telah ditetapkan pada tahun 2009.
Hingga saat ini pemerintah belum menetapkan seluruh peraturan pelaksana
yang telah diperintahkan oleh undang-undang tersebut. Diantaranya adalah
kewajiban bagi daerah untuk mengalokasikan anggaran minimal sebesar 10%
dari APBD untuk kesehatan
Selanjutnya adalah pelaksanaan otonomi daerah dan permasalahannya di
daerah. Daerah juga hingga saat ini dianggap belum siap dalam melaksanakan
otonomi daerah. Salah satu indikasinya adalah lemahnya kemampuan daerah
dalam menyusun peraturan daerah yang sesuai dengan ketentuan. Sejumlah
peraturan daerah telah dianulir oleh Kementerian Dalam Negeri karena
dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berpotensi
menghambat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah merebaknya kasus korupsi
di daerah. Masyarakat luas bisa melihat sendiri melalui media massa sejumlah
kepala daerah dan pejabatnya yang menjadi tersangka kasus korupsi. Ini
membuktikan bahwa Otonomi daerah masih menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi
kita semua.

2.9 Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia


Otonomi daerah diselenggarakan dengan tujuan tertentu. Agar otonomi
daerah dapat mencapai tujuan tersebut, maka dalam penyelenggaraan
pemerintahan, Pemerintah Pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas
pembantuan dan dekonsentrasi. Sedangkan Pemerintah Daerah menggunakan
asas otonomi dan tugas pembantuan, sesuai dengan amanat UUD pasal 18 ayat
(2) ditegaskan bahwa “ Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan”. Dengan demikian terdapat dua asas yang
digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu asas otonomi
dan tugas pembantuan.
Asas otonomi dalam ketentuan tersebut memiliki makna bahwa
pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara
langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri. Sedangkan asas tugas
pembantuan dimaksudkan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut
dapat dilaksanakan melalui penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah
kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke
desa (penjelasan UU RI No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah).
Adapun prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah sebagai
berikut :
a. Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
b. Penyelenggaraan asas desntralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan
di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dan
c. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Provinsi,
Daerah Kabupaten; Daerah Kota, dan Desa.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali : kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan di bidang
lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk
kewenangan yang utuh dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.
Dalam penyelenggaraan otonomi, daerah memiliki hak, yaitu :
a. Mengatur dn mengurus sendiri urusan pemerintahannya
b. Memilih pimpinan daerah
c. Mengelola aparatur daerah
d. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
e. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah.
f. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
Selain memiliki hak, daerah juga memiliki kewajiban, yaitu :
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan NKRI.
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi
d. Mewujudkan keadilan dan pemerintahan
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
g. Menyediakan fasilitas umum sosial dan umum yang layak
h. Mengembangkan sistem jaminan sosial
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah
k. Melestarikan lingkungan hidup
l. Mengelola admininstrasi penduduk
m. Melestarikan nilai sosial budaya

2.10 Pelaksana Otonomi Daerah


1. DPRD
DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana
untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD sebagai Badan
Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah
Daerah.
Dalam pasal 40 UU RI nomor 32 tahun 2004 dinyatakan, bahwa DPRD
merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai
unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu dalam pasal 41
dinyatakan, bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan
pengawasan.
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam kedudukannya
seperti itu, DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Fungsi legislasi berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah, yang
meliputi pembahasan dan memberikan persetujuan terhadap Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda), serta hak anggota DPRD mengajukan Rapenda.
Fungsi anggaran berkaitan dengan kewenangannya dalam hal anggaran
daerah (APBD). Sedangkan fungsi pengawasan berkaitan dengan mengontrol
pelaksanaan Perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.
Tugas dan Wewenang DPRD
1. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama;
2. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama
dengan Kepala Daerah;
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan
pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah,
dan kerjasama internasional di daerah;
4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil kepala
daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur bagi DPR kabupaten/kota;
5. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil
kepala daerah;
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah;
8. Menerima laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
9. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
10. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
11. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antardaerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Hak DPRD
DPRD juga mempunyai hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU
RI No. 32 Tahun 2004, yaitu hak interpelasi, angket dan hak menyatakan
pendapat. Hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan yang
dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan bahwa
pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, hak interpelasi ialah hak anggota DPRD
untuk anggota DPRD untuk meminta keterangan keterangan atau
pertanggungjawaban kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakannya
dalam suatu bidang.

2. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur, sedangkan
pemerintah daerah kabupaten/kota dipimpin oleh Bupati/Walikota.
Gubernur/Bupati/Walikota yang biasa disebut kepala daerah memiliki
kedudukan yang sederajat dan seimbang dengan DPRD masing-masing
daerah.
Tugas dan Wewenang Pemerintah Daerah
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD;
2. Mengajukan rancangan Perda;
3. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD
untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2.11 Kewenangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dikeluarkannya kebijakan tentang pelaksanaan otonomi daerah
membawa dampak pada terjadinya berbagai perubahan kewenangan
sebagaimana diatur dalam pasal 13 dan 14 Undang-undang RI nomor 32
tahun 2004. Adapun uraian rinci mengenai berbagai kewenangan provinsi
diatur dalam pasal 13 yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan dalam skala provinsi yang meliputi :
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan
f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial
g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk
lintas kabupaten/kota
j. Pengendalian lingkungan hidup
k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota
l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. Pelayanan administrasi penanaman modal, termasuk lintas
kabupaten/kota
o. Penyelenggraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota, dan
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan
2. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
Sementara itu uraian rinci mengenai berbagai kewenangan
kabupaten/kota diaturdalam pasal 14 yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan
f. Penyelenggaraan pendidikan
g. Penanggulangan masalah sosial
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
j. Pengendalian lingkungan hidup
k. Pelayanan pertanahan
l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. Pelayanan administrasi penanaman modal,
o. Penyelenggraan pelayanan dasar lainnya dan
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan
Tugas dan Wewenang DPRD
a. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama
dengan Kepala Daerah;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil
kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur bagi DPR kabupaten/kota;
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil kepala daerah;
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. Menerima laporan keteran gan pertanggungjawaban kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antardaerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Menurut UU nomor 32 tahun 2004, terdapat beberapa istilah dalam
pelaksanaan otonomi daerah, yaitu : Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
DPRD, Desentralisas, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Otonomi daerah,
Daerah otonom, Wilayah Administrasi, Instansi vertikal, Pejabat yang
berwenang, Kecamatan, Kelurahan, dan Desa.
3. Susunan pemerintah daerah terdiri atas DPRD dan Kepala Pemerintah
Daerah.
4. Tujuan dibentuknya Otonomi Daerah ialah untuk membebaskan pemerintah
pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik,
sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai
kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya.
DAFTAR PUSTAKA

 Muhammad Yusuf Husein, PENDIDIKAN KEWAARGANEGARAAN (CIVIL


EDUCATION)
• http://otonomidaerah.com/otonomi-daerah-dan-permasalahannya
• http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2011/09/otonomi-daerah.html
 http://wikipedia.org/otonomi_daerah

Anda mungkin juga menyukai