KEWARGANEGARAAN
” OTONOMI DAERAH ”
Disusun Oleh:
Ravica Yaslina (2014050056)
Muhammad Farel (2014050054)
Khairiyyatul Hanifah (2014050050)
Dosen Pengampu:
Hj.Wahyuli Lius Zen SE.,M.Pd
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Administari
Pendidikan
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan, dimana di dalamnya termasuk pendidik.
Makalah ini disusun agar dapat membantu pembaca dalam memahami yang kami sajikan
berdasarkan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusunan dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya untuk penulis, kritik
dan saran dari pembaca akan sangat perlu untuk memperbaiki dalam penulisan makalah dan
akan diterima dengan senang hati. Serta semoga makalah ini tercatat menjadi motivator bagi
penulis untuk penulisan makalah yang lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
.
1. Latar belakang
..
2. Rumusan Masalah
..
3. Tujuan Penulisan
..
BAB II
PEMBAHASAN
..
1. Pengertian Otonomi Daerah
2. Latar Belakang Otonomi Daerah
3. Dampak Otonomi Daerah
BAB III
PENUTUP
.
Kesimpulan
...
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otonomi daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca Reformasi 1998, banyaknya
perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi dari desentralisasi kekuasaan
pemerintahan mendorong Pemerintah untuk secara sungguh‐sungguh merealisasikan
konsep otonomi daerah secara jujur, penuh kerelaan dan konsekuen mengingat
wacana dan konsep otonomi daerah memiliki sejarah yang sangat panjang seiring
berdirinya Republik ini. Menurut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul
dalam UU No. 1 tahun 1945 sampai dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi
daerah sudah kelihatan dan menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan di
daerah. Hanya saja semangat para penyelenggara pemerintahan masih jauh dari
idealisme konsep otonomi daerah itu sendiri. Bahasa yang digunakan juga belum
seringkas dan selugas otonomi daerah, masih seputar bagaimana mengatur urusan
rumah tangga (Marbun, 2005:45).
Sejak tahun 1945 sampai era Orde Baru, pemerintahan bersifat sentral dan di era
Reformasi ini diganti dengan asas desentralisasi atau otonomi yang pertama kali
diturunkan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, yang kemudian dilanjutkan dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah pusat memberikan keleluasaan
kepada masyarakatnya untuk mengelola dan memanajemen potensi yang dimiliki
masing-masing daerah yang diwadahi oleh pemerintah daerah. Bagian Penjelasan
Umum Undang-undang No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa:
Hal tersebut telah jelas bahwa pemberian otonomi kepada daerah pada intinya adalah
untuk memberikan keleluasaan daerah dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan
yang tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah demi terciptanya peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pegembangan kehidupan demokrasi,
keadilan dan pemerataan serta keserasian hubungan antara pusat dan daerah sesuai
dengan prakarsa dan aspirasi masyarakat di daerah. Sungguhpun demikian, selama
kurun waktu hampir satu dasa warsa pelaksanaan otonomi daerah pasca Reformasi
1998, masih saja ditemui kesenjangan posisi, kewenangan dan tanggung jawab serta
implementasi dari regulasi‐regulasi yang telah ditetapkan.
1.3 Tujuan:
1. Mengetahui pengertian otonomi daerah.
2. Mengetahui latar belakang otonomi daerah.
3. Mengetahui dampak dari otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri. Sedangkan makna
yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan demikian berarti
mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi
sesuai yang dibutuhkan daerah maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya
(mampu) untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari
pihak luar dan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau tidak bergantung
kepada orang lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu
3. bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah
adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
masyarakat.
berbagai kewenangan yang selama 20 tahun Pemerintahan Orde Baru menjalankan mesin
disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa menjadi tiang utama
tegaknya sentralisasi kekuasaan Orde Baru. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang
sebelumnya tumbuh sebelum Orde Baru berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah
menjadi alasan pertama bagi Orde Baru untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang
tumbuh dari rakyat. Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong
lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal yang
didorong oleh berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua,
kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai
Selama lima tahun pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999, otonomi daerah telah menjadi
kebutuhan politik yang penting untuk memajukan kehidupan demokrasi. Bukan hanya
politiknya, namun juga otonomi sudah menjadi alas bagi tumbuhnya dinamika politik
yang diharapkan akan mendorong lahirnya prakarsa dan keadilan. Walaupun ada upaya
kritis bahwa otonomi daerah tetap dipahami sebagai jalan lurus bagi eksploitasi dan
baik (good will) penguasa, maka otonomi daerah dapat menjadi jalan alternatif bagi
Pada saat rakyat Indonesia disibukkan dengan pelaksanakan Pemilu 2004, Departemen
Dalam Negeri (Depdagri) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan revisi
terhadap UU No. 22 tahun 1999. Dilihat dari proses penyusunan revisi, paling tidak ada
dua cacat yang dibawa oleh UU yang baru (UU No. 32 tahun 2004) yakni, proses
hajatan besar pemilu. Padahal UU otonomi daerah adalah kebijakan yang sangat penting
demokrasi. Kedua, UU tersebut disusun oleh DPR hasil pemilu 2004 dimana pada waktu
penyusunan revisi tersebut anggota DPR sudah mau demisioner. Tanggal 29 September
2004 bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan anggota DPR periode 1999-2004,
pemilu 2004 dilantik. Secara de facto DPR pemilu 1999 sudah kehilangan relevansinya
desentralisasi yang diwarnai dengan tarik ulur kepentingan pusat dan daerah harus segera
Sehubungan dengan itu, maka diperlukan upaya yang sistematis untuk melakukan
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dampak otonomi daerah dalam aspek politik, ekonomi dan pendidikan. Dalam
Desentralisasi politik adanya sebuah birokrasi yang muncul, dalam pendidikan
otonomi daerah menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam berperilaku untuk
mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan
kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Dalam bidang
ekonomi diharapkan munculnya kemandirian dalam mengelola keuangan daerah.
3.2 Saran
Melalui makalah ini kami menyarankan agar Sebaiknya para aparatur pemerintah
daerah dibekali dengan pendidikan yang cukup yang dapat dimiliki oleh aparatur
daerah dalam menjalankankan tugas dan wewenangnya masing-masing. Dan dapat
menjalankan tugas dan wewenangnya dengan bijaksana dan adil.
DAFTAR PUSTAKA
Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Rajagrafindo Banten.
Skripsi pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi