Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraaan Dosen Pengampu : Eka Selvi Handayani M.Pd
Oleh : 1. Riwan 2. Maria Magdalena 3. Maulidya Meisya Ayu Putri
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS
ILMU KEGURUAN DAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS WIDYA GAMA MAHAKAM SAMARINDA 2023 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat kesehatan jasmani dan rohani. Sehingga kita masih dapat merasakan berkah ilmu serta kemudahan untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang luas lagi berharga dari sang pencipta. Penulis merasa sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Good Governance Dan Otonomi Daerah” ini dengan baik. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Pancasila. Tak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari secara penuh bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi kaidah penggunaan bahasa maupun penulisan. Oleh karena itu,kritik serta saran dari pembaca hendaknya kami terima dengan lapang dada demi kemajuan penulisan makalah lainnya dimasa yang akan datang. DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi merupakan prinsip bangsa atau negara dalam menjalankan pemerintahannya. Semenjak mula meluncurnya era reformasi, demokrasi semakin sering menjadi perbincangan seluruh lapisan bangsa Indonesia. Demokrasi menjadi kosa kata umum yang digunakan masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya. Hal ini didasarkan pada pengertian demokrasi menurut Abraham Lincoln. Demokrasi menurut sudut pandang Abraham Lincoln adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Salah satu bentuk perwujudan dari sistem demokrasi di Indonesia adalah otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hal, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan adanya peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini otonomi daerah diatur menurut UU No. 32 Tahun 2004, peraturan ini merupakan pembaruan dari peraturan sebelumnya tentang otonomi daerah. Dengan demikian, masyarakat suatu daerah memperoleh kebebasan dalam mengatur dan membangun daerahnya. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintahan Indonesia di era reformasi ini berbanding terbalik dengan orde baru. Jika orde baru menerapkan sistem pemerintahannya secara sentralisasi kepada pemerintah pusat, maka pada era reformasi ini dengan adanya otonomi daerah, sistem pemerintahannya menjadi desentralisasi. Tujuan diberlakukannya otonomi daerah secara umum yakni agar pembangunan dan pembagian kekayaan alam di setiap daerah merata, kesenjangan sosial antar daerah tidak mencolok, dan tidak adanya ketimpangan sosial (Arianto, 2006). Peraturan perundang-undangan yang pertama kali mengatur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 Tahun 1945. Undang – undang ini menekankan aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Di dalam UU ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yakni keresidenan, kabupaten, dan kota. Periode berlakunya UU ini sangat terbatas. Sehingga dalam periode waktu tiga tahun belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penyerahan urusan (desentralisasi) kepada daerah. Undang – undang ini kemudian diganti dengan Undang – Undang No. 22 Tahun 1948. Undang – Undang No. 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam UU ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa. Perjalanan sejarah otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu produk perundang – undangan yang menggantikan produk sebelumnya. Perubahan tersebut pada suatu sisi menandai dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia dari masa ke masa. Periode otonomi daerah di Indonesia pasca UU No. 22 Tahun 1948 diisi dengan munculnya beberapa UU tentang pemerintahan daerah, yaitu UU Nomor 1 Tahun 1957 (sebagai pengaturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU No. 18 Tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas – luasnya), dan UU No. 5 Tahun 1974. Prinsip yang dipakai pada UU No. 5 Tahun 1974 dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi "otonomi yang riil dan seluas – luasnya," tetapi "otonomi yang nyata dan bertanggung jawab". Alasannya, pandangan otonomi daerah yang seluas – luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan prinsip – prinsip yang digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada pembangunan dalam arti luas. Undang – undang ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun, dan baru diganti dengan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 setelah tuntutan reformasi bergilir. Sejalan dengan tuntutan reformasi, tiga tahun setelah implementasi UU No. 22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap undang – undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah. Good Governance dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi masalah publik. Oleh karena itu, lingkungan good governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada lingkungan masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi bukan pemerintah dan sektor swasta. Pemerintah yang baik adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, mendapat dukungan dari rakyat, serta terbebas dari gerakan – gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan laju pembangunan (Rasul, 2009). B. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai otonomi daerah di Indonesia serta membahas permasalahan – permasalahan yang ada. 1. Menjelaskan pengertian definisi dari Good governance dan otonomi daerah. 2. Memberikan penjabaran terkait permasalahan yang terjadi akibat otonomi daerah. 3. C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah dan good governance?
2. Adakah permasalahan yang terjadi akibat otonomi daerah? 3. Bagaimana korupsi bisa menjadi akibat dari penyalahgunaan otonomi daerah. 4. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah dan Good Governance
Istilah otonomi daerah dan desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian
kewenangan kepada organ – organ penyelenggara negara, sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut. Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Otonomi adalah hasil dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, oleh karena visi otonomi daerah di bidang politik harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang bergantian terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu proses pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Visi otonomi daerah di bidang ekonomi mengandung makna bahwa otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah. Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Visi otonomi daerah di bidang sosial dan budaya mengandung pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni sosial. Visi otonomi daerah di bidang sosial dan budaya yang lainnya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, Bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespons dinamika positif kehidupan di sekitarnya dan kehidupan yang lokal.
Prinsip – prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memerhatikan beberapa aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah. 2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. 3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh ditempatkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan pada daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas. 4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. 5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dikarenakan dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. 6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. 7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi. Dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. 8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melampirkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan dengan
prinsip negara kesatuan, tetapi dengan semangat vandalisme. Otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata, dan bertanggungjawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pemerintah pusat (seperti, pada negara federal); disebut nyata karena kewenangan yang diselenggarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan berkembang di daerah; dan disebut bertanggung jawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah antar daerah. Di samping itu, otonomi seluas – luasnya (keleluasaan otonomi) juga mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.