Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH OTONOMI DAERAH

MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

DOSEN PENGAMPU:
Pak Mahendra Kusuma, SH, MH
Disusun oleh
1. Deva Bunga Fatehah (30523007)
2. Dwi Anggita (30523010)
3. Elmatiana dara sandi (30523013)
4. Rohanie Surya (30523019)
5. Suwa alfariza (30523026)
6. Nahdiya survei putri (30523037)

STIKES ABDURRAHMAN PALEMBANG


PRODI S1 KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Kewarganegaraan dengan judul
“OTONOMI DAERAH”.

Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, Kami
mengharapkan kritik serta salam dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Palembang, 20 Desember 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1

1.1 Latar belakang....................................................................1


1.2 Rumusan masalah..............................................................1
1.3 Tujuan penulisan................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................3

2.1 Pengertian Otonomi Daerah...............................................3

2.2 Sejarah perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.......3

2.3 Landasan Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah.....3

2.4 Dampak Otonomi Daerah...................................................3

BAB III PENUTUP............................................................................5

3.1 Kesimpulan........................................................................5

3.2 Saran..................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................6
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk


mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut di atas maka akan
tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk
mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.

Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah


pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU
otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25
Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi.

Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah,


diantaranya, yaitu:

Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor


Dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini
haruslah Baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini
mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD,
aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan lingkungan
tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.

Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung


bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah satu ciri daerah
otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya atau mandiri
dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat
memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung


Bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada
haruslah cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis
dari segi penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan
sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Тапра


kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan
pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh
sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari
para penyelenggara pemerintahan daerah.

Sejarah perkembangan otonomi daerah membuktikan bahwa keempat


faktor tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya otonomi
daerah masih menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan oleh
sebab itu apabila kita berkeinginan untuk merealisasi cita-cita otonomi daerah
maka pembenahan dan perhatian yang sungguh-sungguh perlu diberikan
kepada empat faktor di atas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan materi yang kami bawa, kami merumuskan beberapa


rumusan masalah antara lain sebagai berikut:

1. Apa itu Otonomi Daerah?


2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia?
3. Apa Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah?
4. Apa dampak yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui Pengertian Otonomi Daerah.


2. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah.
4. Untuk mengetahui Dampak Yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah.
5. Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi berasal dari 2 kata yaitu, auto berarti sendiri, nomos berarti
rumah tangga atau urusan pemerintahan. Otonomi dengan demikian berarti
mengurus ramah tangga sendiri. Dengan mendampingkan kata ekonomi
dengan kata daerah, maka istilah mengurus rumah tangga sendiri mengandung
makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggara-
kan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di
tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memiliki kaitan dan
hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang
yaitu sebagai berikut:
 Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu
daerah.
 Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus
menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem
NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.
 Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat
daerah seperti Lurah, Camat serta Gubernur sebagai pemimpin
pemerintahan daerah tertinggi.
 DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam
DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi
rakyat. Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
 Otonomi daerah adalah wewenang, hak dan kewajiban suatu
daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan
pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat
yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di
dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan
daerah di mana progaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri
namun sesuai dengan sistem NKRI
 Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat
adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.2 Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

1. Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No.
329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan
Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah
kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan
ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan
groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu
juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat
setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu dikat oleh pemerintahan kolonial
dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek).
Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat
dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
2. Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur


mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini
berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS
di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang
singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan
yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah
di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa
mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi
pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading

3. Masa Kemerdekaan

 Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas


dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap
perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-
masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni

a) Provinsi
b) Kabupaten/ kota besar
c) Desa/ kota kecil
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan
segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja
dan tidak memiliki penjelasan.

 Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948


Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia
adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada
tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI
tersusun dalam tiga tingkat yaitu:
a) Propinsi
b) Kabupaten/kota besar.
c) Desa/kota kecil.
d) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri
 Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah
daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang
berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
a) Daerah swatantra tingkat 1, termasuk kotapraja Jakarta Raya.
b) Daerah swatantra tingkat II.
c) Daerah swatantra tingkat III.

UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah


seluas-kasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

 Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959


Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November
1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah,
dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak
mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat
II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada
masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama
dari kalangan pamong praja.
 Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yaitu
a) Provinsi (tingkat I).
b) Kabupaten (tingkat II).
c) Kecamatan (tingkat III).

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang


pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan
koordinasi antarjabatan pemerintah pusat di daerah, melakukan
pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya
oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah
mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan
daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

 Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974


UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah
tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan
daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-
bagi menurut tingkatannya menjadi:
a) Provinsi/ibu kota Negara.
b) Kabupaten/kotamadya.
c) Kecamatan.
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah
tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti
dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

 Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang lebih mengutamakan desentralisasi Pokok pikiran dalam penyusunan UU
No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam
kerangka NKRI.
b) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
c) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi
d) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi


daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai
perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan
belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

 Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa
dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan
mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara
provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan
kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi,
dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi
terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar
antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

2.3 Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah

1. Dasar Hukum

Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita
bahas. Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa
peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:

a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.


b) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang
pemerintahan daerah.
c) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang
sumber keuangan negara.

Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,


kami juga menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,
yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta
meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersaing
dengan daerah otonom lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam
otonomi daerah:
A. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan
di sini. Asas-asas tersebut sebagai berikut:
 Asas tertib penyelenggara Negara
 Asas Kepentingan umum
 Asas Kepastian Hukum
 Asas keterbukaan
 Asas Profesionalitas
 Asas efisiensi
 Asas proporsionalitas
 Asas efektifitas
 Asas akuntabilitas
B. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah
tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya
dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, dengan adanya
desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan
daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.
Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi
akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena
dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab, kewenangan, dan sumber- sumber daya (dana, manusia dll) dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang
melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan
keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung
pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan
umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap
mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah
dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan
perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi
diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
C. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara
adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang Pembahasan
masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber
daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan "baik" dari perimbangan ini adalah pelayanan negara
terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik
yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi
merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di
mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang.
Situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat
bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa
desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat”
bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu
proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua "sasi" itu adalah
masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah
daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal
perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran
yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

2.4 Dampak Otonomi Daerah

1. Dampak Positif

Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah


maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitas local yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan
juga pariwisata.

2. Dampak Negatif

Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan


bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang
dapat merugika Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain
itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan
konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu
dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti
contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal
tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat
akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena
memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat
tidak begitu berarti.

Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD:

1. Korupsi Pengadaan Barang


2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, kenaikkan pangkat,
pengurusan pensiun dan sebagainya.
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah,
panti asuhan dan jompo)
5. Bantuan fiktif
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya
otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun
program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan
berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila orang/badan
yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi
dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila
orang/badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang
mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta
analisis dampak yang akan terjadi.
3.2 Saran
Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol
Otonomi Daerah:
1. Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di
tingkat propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara
bertahap.
2. Menyusun sebuah rencana memperhatikan faktor-faktor implementasi
desentralisasi dengan yang menyangkut penjaminan kesinambungan
pelayanan pada masyarakat, perlakuan perimbangan antara daerah-
daerah, dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
3. Untuk mempertahankan momentum desentralisasi, pemerintah pusat
perlu menjalankan segera langkah desentralisasi, akan tetapi terbatas
pada sektor-sektor yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan
Kota dan dapat segera diserahkan.
4. Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan
tanggung jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,
akan tetapi menuntut koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang
dalam kabinet (Ekuin, Kesra & Taskin, dan Polkam).
Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat dijadikan
pedoman kita dalam pembelajaran. Apabila ada kekurangan dalam penulisan
makalah ini, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah.
http://aenicomdev.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-otonomi-daerah-
diindonesia.html.
http://bowandy.blogspot.co.id/2012/04/makalah-otonomi-daerah.html
http://merinaastuti.blogspot.co.id/2013/09/mengetahui-dampak-positif-dan-
negatif html
http://dilihatya.blogspot.co.id/2014/05/ini-dia-contoh-makalah-otonomi
daerah.html

Anda mungkin juga menyukai