Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

Halaman Sampul.......................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................1`
Kata Pengantar.........................................................................................................2

BAB I Pendahuluan...................................................................................................3
A.    Latar Belakang........................................................................................3
B.    Tujuan Penulisan....................................................................................4
C.    Rumusan Masalah..................................................................................4

BAB II        Pembahasan...........................................................................................5


A.    Pengertian Otonomi Daerah...................................................................5
B.    Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia..........................6
C.    Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah............................9
D.    Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah.............................................11
E.    Dampak Otonomi Daerah.......................................................................12

BAB III       Penutup...................................................................................................14


A.    Kesimpulan.............................................................................................14
B.    Saran......................................................................................................14

Daftar Pustaka..........................................................................................................15

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas
izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat saya rampungkan tepat
pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pemerintahan Daerah. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana
ini mengenai Otonomi Daerah.

Saya menyadari akan kemampuan saya yang masih amatir. Dalam makalah ini saya
sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi saya yakin makalah ini masih banyak
kekurangan disana-sini. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan juga kritik
membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.

Saya berharap makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi
kami dalam mengarungi masa depan. Saya juga berharap agar makalah ini dapat
berguna bagi orang lain yang membacanya.

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding


fathers telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek pemerintahan
Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS, UUDS
1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden
5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi
senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu
periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai  perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah
penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa
keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun demikia,
kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam realisasinya.
Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai kenyataan yang
telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah
terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea rah
Otonomi Daerah yang sebenarnya.

Beberapa faktor-faktor yang  menetukan prospek otonomi daerah diantaranya yaitu :


 Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor
dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini
haruslah baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini
mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan
DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan
lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.

 Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan  Daerah. Salah stu cirri daerah
otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam
bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat
memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah,
hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang
sah, haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.

3
 Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah
cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi
penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan sangat
berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

 Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan


organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan
tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian
yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari para
penyelenggara pemerintahan daerah.

Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor


tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih
menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita
berkeinginan untuk merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan
perhatian yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas.

B.     Tujuan Penulisan

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun Tingkat II


mampu mengelola daerah nya sendiri. Untuk kepentingan rakyat dan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial ekonomi yang merata.

C.    Rumusan Masalah

Makalah ini di buat dengan rumusan masalah:


1.      Apa itu Otonomi Daerah?
2.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
3.      Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah?
4.      Apa salah satu yang paling berperan di dalam Otonomi Daerah?
5.      Apa dampak yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari 2 kata yaitu ,  auto berarti sendiri,nomosberarti rumah


tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus
rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata
daerah,maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna
memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah
tangga pemerintahan daerah sendiri.

Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan
oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan
otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
-   Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
-   Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi
seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di
dalam UUD 1945.
-   Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti
Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
-   DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para
wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
-   Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom
untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus
berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-   Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-
batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya
berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem  NKRI.
-   Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

5
B.     Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

a)       Warisan Kolonial

Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329


yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai
keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No.
137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan
sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah
provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya
menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang
merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan
sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan
demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan
dengan dua administrasi pemerintahan.

b)       Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai


Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil
menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina,
serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar
tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup
fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-
wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan
undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki
kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.

c)       Masa Kemerdekaan

1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945


Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas
dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu
oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing
dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)    Provinsi
2)    Kabupaten/kota besar
3)    Desa/kota kecil.

6
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.

2.       Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948


Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah
UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli
1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat
yakni:
a)    Propinsi
b)    Kabupaten/kota besar
c)    Desa/kota kecil
d)   Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.         

3.       Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957


Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah
swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus
rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1)     Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2)    Daerah swatantra tingkat II
3)     Daerah swatantra tingkat III.

UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-


luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4.       Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959


Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959
menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan
memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur
rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah
tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa
ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan
pamong praja.

5.       Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965


Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)    Provinsi (tingkat I)
2)     Kabupaten (tingkat II)
3)     Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan


kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi
antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan

7
menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat.
Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin
pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan
dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar
pengadilan.

6.       Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974


UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah
tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah,
yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut
tingkatannya menjadi:
1)     Provinsi/ibu kota negara
2)     Kabupaten/kotamadya
3)     Kecamatan

Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi
aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.

7.       Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No.
22 tahun  1999 adalah sebagai berikut:
 Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
 Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi
adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
 Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
 Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan
masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan
dan kesejahteraan bagi masyarakat.

8.       Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah
Daerah yang  dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan
berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan
tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki
antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan

8
asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak
melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya,
demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan
kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di
perjelas.

C.    Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah

1.       Dasar Hukum


Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita
bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan
dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1)      Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2)      Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3)      Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber
keuangan negara.

Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga
menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi
daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang
berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di
miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.

2.       Landasan Teori


Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a.       Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas
tersebut sebagai berikut:
·         Asas tertib penyelenggara negara
·         Asas Kepentingan umum
·         Asas Kepastian Hukum
·         Asas keterbukaan
·         Asas Profesionalitas
·         Asas efisiensi
·         Asas proporsionalitas
·         Asas efektifitas
·         Asas akuntabilitas

b.       Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik

9
Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena
dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan
tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat
dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang
dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi
antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien
untuk memenuhi kebutuhan lokal.

c.        Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara
adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah
ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan
wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan
tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan
yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan
oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa
banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan
diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu
arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

10
D.     Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)


Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di sini saya akan
membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan
yang merupakan salah satu indikator penting  dalam   menghadapi otonomi daerah.
Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat
penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya
dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan
pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria
untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di
dalam membiayai kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan
kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli
Daerah harus menjadi bagian yang  terbesar dalammemobilisasi dana
penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila
PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan
tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.

          Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi


kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial,sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan suatu anggaran.Mardiasmo mendefinisikan nya sebagai berikut
,anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi
keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan
belanja dan aktifitasSecara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik
merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan :
1)       Berapa biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan
2)       Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana
tersebut(pendapatan)
          Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam
PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa
APBD adlah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.
Ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan
pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-
sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan
lokal.

11
E.     Dampak Otonomi Daerah

a.        Dampak Positif


Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah
makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga
pariwisata.

b.       Dampak Negatif


Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-
oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara
dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-
kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat
menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau
bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti
Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi
daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan
di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat
peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.

Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :


1)       Korupsi Pengadaan Barang Modus :
a.        Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b.       Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.

2)       Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)


Modus :
-          Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
-          Menjual inventaris kantor     
           untuk kepentingan pribadi.

3)       Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan


pensiun dan sebagainya.
Modus :
Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

12
4)       Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo)
Modus :
Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat
(setiap meja).

5)       Bantuan fiktif


Modus :
Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke
pihak luar.

13
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi


daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan
mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif
dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki
kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis
mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan
berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut
kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun
perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

B.      Saran
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam
Mengontrol Otonomi Daerah:
1.       Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di t
ingkat propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2.       Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan
pelayanan pada masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-
daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
3.       Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu
menjalankan segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-
sektor yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat
segera diserahkan.
4.       Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung
jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi
menuntut koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet
(Ekuin,Kesra & Taskin, dan Polkam).

Upaya Yang Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat  Daerah Untuk Mengatasi
Ketimpangan Yang Terjadi :
1.       Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang
berada di pusat dapat terdistribusi ke daerah.
2.       Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan
melalui pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat,
media massa dan lainnya.
3.       Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
4.       Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
5.       Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.

14
DAFTAR PUSTAKA

 Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,


Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

 DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam
Menjawab Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.

 http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-
daerah-di.html

15

Anda mungkin juga menyukai