Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN STRUKTUR, ASPEK STEREOKIMIA DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam aktifitas biologis obat, oleh karena itu
pengetahuan tentang hubungan aspek stereokimia dengan aktivitas farmakologis obat sangat menarik
untuk dipelajari.

Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus mencapai sisi reseptor dan sesuai dengan
permukaan reseptor. faktor sterik yang ditentukan oleh stereokimia molekul obat dan permukaan sisi
reseptor, memegang peran penting dalam menetukan efisiensi interaksi obat-reseptor. oleh karena itu
agar berinteraksi dengan resptor dan menimbulkan respon biologis, molekul obat harus mempunyai
struktur dengan derajat kespesifikan tinggi.

Pada interaksi obat-reseptor ada dua nilai yang sangat penting yang distribusi muatan elektronik
dalam obat dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan reseptor. oleh karena itu aktivitas obat
tergantung pada tiga faktor struktur yang penting, yaitu :

a. streokimia molekul obat

b. jarak antara atom atau gugus

c. distribusi elektronik dan konfigurasi molekul

A. MODIFIKASI ISOSTERISME

Untuk memperoleh obat dengan aktivitas yang lebih tinggi, dengan efek samping atau toksisitas yang
lebih rendah dan bekerja lebih selektif, perlu dilakukan modifikasi struktur molekul obat.

Istilah isosterisme telah digunakan secara luas untuk menggambarkan seleksi dari bagian struktur yang
karena kerekteristik sterik, elektronik dan sifat kelarutannya, memungkinkan untuk saling dipergantikan
pada modifikasi struktur molekul obat.

Arti isosteris secara umum adalah kelompok atom-atom dalam molekul, yang mempunyai sifat kimia
atau fisika mirip, karena mempunyai persamaan ukuran, keelektronegatifan atau stereokimia.

Contoh pasangan isosterik yang mempunyai sifat sterik dan konfigurasi elektronik sama adalah :

a. ion karboksilat (-COO-)dan ion sulfonamido (-SO2NR)

b. gugus keton (-CO-) dan gugus sulfon (-SO2-)

c. gugus klorida (-Cl)dan gugus trifluorometil (-CF3)


Gugus-gugus divalen eter (-O-), sulfida (-S-), amin (-NH-), dan metilen (-CH2-) meskipun berbeda sifat
elektroniknya tetapi hampir sama sifat steriknya sehingga sering pula dipergantikan pada suatu
modifikasi struktur.

Secara umum prinsip isosterisme ini digunakan untuk :

a. mengubah struktur senyawa sehingga didapatkan senyawa dengan aktivitas biologis yang
dikehendaki.

b. mengembangkan analog dengan efek biologis yang lebih selektif.

c. mengubah struktur senyawa sehingga bersifat antagonis terhadap normal metabolit (antimetabolit).

Friedman (1951) memperkenalkan istilah bioisosterisme, yang kemudian berkembang menjadi salah
satu konsep dasar sebagai hipotesis. Idealnya, bioisosterisme melibatkan pergantikan gugus fungsi
dalam struktur molekul yang spesifik aktif dengan gugus lain dan pergantian tersebut akan menghasilkan
senyawa baru dengan aktivitas biologis yang lebih baik.

Burger (1970) mengklasifikasikan bioisosterisme sebagai berikut :

1. Bioisosterisme kOSlasik

2. Bioisosterisme nonklasik

Hansch mengklasifikasikan bioisosterisme berdasarkan persamaan kualitatif (aktivitas biologis) dan

kuantitatif melalui parameter sifat kimia fisika seperti π, Ơ, dan Es sebagai berikut :

1. isometrik bioisosterisme (bioisosterisme sebenarnya).

2. nonisometrik bioisosterik (bioisosterik parsial).

Pada modifikasi isosterisme tidak ada hukum yang secara umum dapat memperkirakan apakah
akan terjadi peningkatan atau penurunan aktifitas biologis.

Meskipun demikian isosterisme masih layak dipertimbangkan sebagai dasar rancangan obat dan
modifikasi molekul dalam rangka menemukan obat baru.
contoh modifikasi isosterisme :

1. Pergantian gugus sulfida(-S-) pada sistem cincin fenotiazin dan cincin tioxanten, dengan gugus

etilen (-CH2CH2-), menghasilkan sistem cincin dihidrodibenzazepin dan dibenzosiklo-heptadien

berkhasiat berlawanan.

2. Turunan dialkiletilamin

R-X-CH2-CH2-N-(R')2

X= O, NH, CH2, S : senyawa antihistamin

X= COO, CONH, COS : senyawa pemblok adrenergik

3. Turunan ester etiltrimetilamonium

4. Obat antidiabetes turunan sulfonamida

5. Prokain dan prokainamid

6. Antimetabolit purin

B. ISOMER DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

Sebagian besar obat yang termasuk golongan farmakologis sama, pada umumnya mempunyai
gambaran struktur tertentu. Gambaran struktur ini disebabkan oleh orientasi gugus-gugus fungsional
dalam ruang dan pola yang sama. Dari gambaran sterik dikenal beberapa macam struktur isometri,
antara lain adalah isomer geometri, isomer konformasi, diastereoisomer, dan isomer optik. Bentuk-
bentuk isomer tersebut dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat.

1. Isomer Geometrik dan Aktivitas Biologis

Isomer geometri atau isomer cis-trans adalah isomer yang disebabkan adanya atom-atom atau gugus-
gugus yang terikat secara langsung pada suatu ikatan rangkap atau dalam suatu sistem alisiklik tersebut
membatasi gerakan atom dalam mencapai kedudukan yang stabil sehingga terbentuk isomer cis-trans.

2. Isomer Konformasi dan Aktivitas Biologis


Isomer konformasi adalah isomer yang terjadi karena ada perbedaan pengaturan ruang dari atom-
atom atau gugus-gugus dalam struktur molekul obat. Isomer konformasi lebih stabil pada struktur
senyawa non aromatik.

3. Diastereoisomer dan Aktifitas Biologis

Diastereoisomer adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang mempunyai dua atau lebih pusat
atom asimetrik, mempunyai gugus fungsional sama dan memberikan tipe reaksi yang sama pula.
Kedudukan gugus-gugus substitusi terletak pada ruang yang relatif berbeda sehingga diastereoisomer
mempunyai sifat fisik, kecepatan reaksi dan sifat biologis yang berbeda pula.

Perbedaan sifat-sifat di atas berpengaruh terhadap distribusi, metabolisme, dan interaksi isomer dengan
reseptor.

4. Isomer Optik dan Aktivitas Biologis

Isomer optik (Enantiomorph, Optical antipode) adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang
mempunyai atom C asimetrik. Isomer optik mempunyai sifat kimia fisika sama dan hanya berbeda pada
kemampuan dalam memutar bidang cahaya terpolaritas atau berbeda rotasi optiknya. Masing-masing
isomer hanya dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri atau ke kanan saja dengan sudut
pemutaran sama.

Isomer optik kadang-kadang mempunyai aktivitas biologis yang berbeda karena ada perbedaan dalam
interaksi isomer-isomer dengan reseptor biologis.

C. JARAK ANTAR ATOM DAN AKTIVITAS BIOLOGIS

Hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas biologis sering ditunjang oleh konsep kelenturan
reseptor. Pada beberapa tipe kerja biologis, jarak antar gugus-gugus fungsional molekul dapat
berpengaruh terhadap aktivitas biologis obat. Hal ini dapat diperkirakan dari "jarak identitas" atau jarak
antar ikatan-ikatan peptida struktur protein yang memanjang.

Contoh :

1. Obat parasimpatomimetik

2. Obat kurare

3. Hormon estrogen non steroid

Anda mungkin juga menyukai