Susilowati
10113121
Pendahuluan
Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas biologis obat oleh karena itu
pengetahuan tentang hubungan aspek stereokimia dengan aktivitas farmakologis obat sangat menarik
untuk dipelajari.
Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus mencapai sisi reseptor dan sesuai dengan
permukaan reseptor. Faktor sterik yang ditentukan oleh stereokimia molekul obat dan permukaan sisi
reseptor, memegang peran penting dalam menentukan efisiensi interaksi obat reseptor. Oleh karena itu
agar berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis, molekul obat harus mempunyai
struktur dengan derajat kespesifikan tinggi.
Pada interaksi obat reseptor ada dua nilai yang sangat penting yaitu distribusi muatan elektronik dalam
obat dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan reseptor. Oleh karena itu aktivitas obat tergantung
pada tiga faktor struktur yang penting, yaitu:
a.
Stereokimia molekul obat
b.
Jarak antar atom atau gugus
c.
Distribusi elektronik dan konfigurasi molekul
. Perbedaan aktivitas farmakologis dari beberapa stereoisomer disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
a.
Perbedaan dalam distribusi isomer dalam tubuh
b.
Perbedaan dalam sifat-sifat interaksi obat-reseptor
c.
Perbedaan dalam adsorpsi isomer-isomer pada permukaan reseptor yang sesuai
Dua hal penting yang perlu diketahui adalah modifikasi isosterisme dan pengaruh isomer terhadap aktivitas
biologis obat.
A. MODIFIKASI ISOSTERISME
Untuk memperoleh obat dengan aktivitas yang lebih tinggi, dengan
efek samping atau oksisitas yang lebih rendah dan bekerja lebih
selektif, perlu dilakukan modifikasi struktur molekul obat.
Langmuir (1919) mencoba mencari hubungan yang dapat
menjelaskan adanya persamaan. Sifat fisik dari olekul yang bukan
isomer, dan memberikan batasan bahwa isosteris adalah senyawasenyawa, kelompok atom-atom, radikal atau molekul yang
mempunyai jumlah dan pengaturan elektron yang sama, bersifat
isoelektrik dan mempunyai kemiripan sifat-sifat fisik.
Contoh: molekul N2 dan CO masing-masing mempunyai total
elektron = 14, sama-sama tidak bermuatan ditunjukkan sifat fisik
yang relatif sama, seperti kekentalan, kerapatan, indeks refraksi,
tetapan dielektrik dan kelarutan. Hal ini berlaku pula untuk molekulmolekul N2O dan CO2, N3 dan NCO- serta CH2N2 dan CH2 = Co.
Grimm (1925), memperkenalkan hukum pergantian hibrida yang
menyatakan bahwa penambahan atom H, suatu elektron sunyi,
pada atom atau molekul yang kekurangan elektron pada orbital
terluarnya (pseudo atom), dapat menghasilkan pasangan isosterik.
Tabel 13
Arti isosteris secara umum adalah kelompok atomatom dalam molekul, yang mempunyai sifat kimia
atau fisika mirip, karena mempunyai persamaan
ukuran, keelektronegatifan atau stereokimia.
Contoh pasangan isosterik yang mempunyai sifat
sterik dan konfigurasi elektronik sama adalah :
a. Ion karboksilat (-COO-) dan ion sulfonamida (-SO2NR-)
b. Gugus keton (-CO-) dan gugus sulfon (-SO 2-)
c. Gugus klorida (-Cl) dan gugus trifluorometil (-CF 3)
. Gugus-gugus divalen eter (-O-), sulfida (-S-), amin (NH-) dan metilen (-CH2-) meskipun berbeda sifat
elektroniknya tetapi hampir sama sifat steriknya
sehingga sering pula dipergantikan pada suatu
modifikasi struktur.
2. Bioisosterisme nonklasik
a. Susbtitsi gugus akan memberikan pengaturan
elektronik dan sterik yang serupa dengan senyawa
induk
. Contoh: penggantian H dengan F
. Contoh gugus bioisosterik nonklasik dapat dilihat pada
tabel 14
b.
Penggantian gugus dengan gugus lain yang tidk
mempunyai persamaan sifat elektronik aau sterik tetapi
masih menimbulkan aktivitas biologis yang sama.
Contoh : penggantian gugus alkilsulfonamido (-SO 2NH-R)
dengan gugus hidroksi (-OH) pada turunan katekolamin
c. Penggantian cincin dengan struktur nonsiklik
Contoh : penggantian cincin benzen dengan heksatriena
(H2C=CH-CH=CH-CH=CH2)
Tabel 14
Dari tabel dapat terlihat gugus 4-Cl dan 3-OC2H5 mempunyai nilai
dan hampir sama dan menghasilkan efek biologis yang hampir
sama pula, sehingga keduanya dikategorikan sebagai isometrik
bioisosterik.
2. Nonisometrik bioisosterik
(bioisosterik parsial), dimana gugus-gugus
yang saling dipergantikan mempunyai
persmaan kualitatif tetapi tidak sama sifat
kuantitatifnya.
Contoh : penggantian gugus 4-F dengan
4-NO2 dari turunan arilamida, dan diuji
aktivitasnya pembentukan kompoleks
terhadap alkohol dehidrogenase, hasilnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
6. Antimetabolit purin
Adenin dan hipoxantin merupakan metabolit normal dalam tubuh.
Gugus NH2 dan OH pada C6 memegang peranan penting pada
interaksi yang melibatkan ikatan hydrogen dari kedua basa, pada
proses replikasi asam nukleat dalam biosintesis protein sel.
Penggantian gugus-gugus tersebut dengan gugus SH, contoh : 6merkaptopurin, akan memperlemah ikatan hidrogen, terjadi
hambatan sebagian dari proses interaksi di atas sehingga
kecepatan sintesissel menurun dan senyawa berfungsi sebagai
antimetabolit (antikanker).
Selain gugus isosterik dan bioisosterik dikenal pula gugus
haptoforik dan gugus farmakoforik. Gugus haptoforik adalah gugus
yang membantu pengikatan obat-reseptor, sedang farmakoforik
adalah gugus yang bertanggung-jawab terhadap respons biologis..
Contoh gugus haptoforik adalah gugus-gugus besar
sepertidifenilmetil yang terdapat pada difenhidramin (antihistamin),
metadon (analgesik narkotika) dan DDT (insektisida), atau gugus
fenotiazin, seperti yang terdapat pada prometazin (antihistamin)
dan klorpromazin (tranquilizer).
Tabel 18
Count,,,,,,,
Trimeperidin adalah senyawa narkotik analgesik
poten pada struktur molekulnya bentuk konfirmasi
ekuatorial atau aksial ditunjang dan berorientasi
pada gugus fenil dan gugus alisiklik. Gugus fenil
cendrung dipertahankan dalam bidang cincin pada
kedudukan ekuatorial. Untuk mengubah
kedudukan aksial dibutuhkan energi lebih kurang7
kilo kalori/mol. Isomer aksial dan ekuatorial dari
trimeperidin mempunyai analgesik sama. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh bentuk isomer
konfirmasi terhadap aktivitas analgesik
trimeperidin sangat kecil.
Count.....
1. Amfetamin yang mempunyai cincin aromatik
lebih aktif dibanding analog jenuhnya. Aktivitasnya
ditunjang oleh planaritas cincin yang menigkatkan
kemampuan senayawa untuk mengikat reseptor
yang juga mempunyai permukaan planar melalui
ikatan vander waals yang relatif kuat. Pada
interaksi obat yang tidak planar dengan reseptor
planarikatan van der waals relatif rendah.
2. Aktivitas pemblok adrenergik dari haloalkilamin tergantung pada koplanaritas
substituen pada cincin benzen.
1. Asetil kolin
Asetilkolin memiliki dua bentuk konfirmasi yaitu
a. bentuk konfirmasi tertutup
Pada bentuk ini atom H dari N-metil letaknya
berdekatan demgam atom O dari gugus
asetoksi sehingga terjadi ikatan hidrogen
intermolekul membentuk struktur tertutup.
Bentuk konfirmasi ini dapoat berinteraksi
dengan reseptor nikotinik dari ganglia dan
penghubung saraf otot.
2. 2-Asetoksisiklopropiltrimetilamonium iodida
Pada bentuk (+) trans, atom H dari N-metil letaknya
berjauhan dan terpisah dari atom O gugus asektosi
sehingga mempunyai bentuk konfirmasi memanjang
seperti asetilkolin. Senyawa ini memiliki derajat
kekakuan yang lebih besar dari asetilkolin dan
mempunyai aktivitas muskarinik pada pembuluh darah
anjing 5 kali lebih besar dari asetilkolin.
Bentuk isomer (+) trans juga mudah dihidrolisis
oleh enzim esterase dengan kecepatan yang sama seperti
hidrolisis asetilkolin. Bentuk isomer (-) trans, (+)cis, dan
(-) cis, aktivitas muskariniknya sangat rendah.
3. histamin
Histamin mempunyai tiga bentuk isomer
konformasi, yaitu 2 bentuk konformasi
memanjang dan bentuk konformasi tertutup.
Pada struktur triprolidin, senyawa antagonis
H1, jarak antara kedua atom N=4,88 0,2
angstrom dan diduga berfungsi sebagai
antagonis spesifik terhadap histamin bentuk
konfirmasi A. senyawa antagonis H2, seperti
simetidin diduga merupakan antagonis dari
histamin bentuk konfirmasi B.
Perbedaan interaksi dengan reseptor dari senyawasenyawa diastereoisomer dapat dilihat pada
gambar berikut.
Keterangan :
Nilai koefisien partisi lemak/air isomer cis tidak
sama dengan isomer trans atau log P (cis) =
log P (trans).
A,B, dan C : gugus-gugus pada Isomer
A,B,dan C : tempat yang sesuai pada
reseptor
Gambar. Interaksi diasterioisomer dengan
reseptor biologis
aktifitas optic.
Contoh : efedrin, mempunyai 2 atom C asimetrik
dengan 4 bentuk aktif optis, dapat membentuk
diasterioisomer (+-) eritro dan (+-) itreo, yang
dapat dilihat pada gambar:
Kesimpulan
Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam
aktivitas biologis obat oleh karena itu pengetahuan
tentang hubungan aspek stereokimia dengan aktivitas
farmakologis obat sangat menarik untuk dipelajari.
Pada interaksi obat reseptor ada dua nilai yang sangat
penting yaitu distribusi muatan elektronik dalam obat
dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan
reseptor. Oleh karena itu aktivitas obat tergantung pada
tiga faktor struktur yang penting, yaitu:
1. Stereokimia molekul obat
2. Jarak antar atom atau gugus
3. Distribusi elektronik dan konfigurasi molekul