Anda di halaman 1dari 50

Hubungan struktur, aspek stereokimia

dan aktivitas biologis obat

Susilowati
10113121

Pendahuluan

Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas biologis obat oleh karena itu
pengetahuan tentang hubungan aspek stereokimia dengan aktivitas farmakologis obat sangat menarik
untuk dipelajari.
Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus mencapai sisi reseptor dan sesuai dengan
permukaan reseptor. Faktor sterik yang ditentukan oleh stereokimia molekul obat dan permukaan sisi
reseptor, memegang peran penting dalam menentukan efisiensi interaksi obat reseptor. Oleh karena itu
agar berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis, molekul obat harus mempunyai
struktur dengan derajat kespesifikan tinggi.
Pada interaksi obat reseptor ada dua nilai yang sangat penting yaitu distribusi muatan elektronik dalam
obat dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan reseptor. Oleh karena itu aktivitas obat tergantung
pada tiga faktor struktur yang penting, yaitu:
a.
Stereokimia molekul obat
b.
Jarak antar atom atau gugus
c.
Distribusi elektronik dan konfigurasi molekul
. Perbedaan aktivitas farmakologis dari beberapa stereoisomer disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
a.
Perbedaan dalam distribusi isomer dalam tubuh
b.
Perbedaan dalam sifat-sifat interaksi obat-reseptor
c.
Perbedaan dalam adsorpsi isomer-isomer pada permukaan reseptor yang sesuai
Dua hal penting yang perlu diketahui adalah modifikasi isosterisme dan pengaruh isomer terhadap aktivitas
biologis obat.

A. MODIFIKASI ISOSTERISME
Untuk memperoleh obat dengan aktivitas yang lebih tinggi, dengan
efek samping atau oksisitas yang lebih rendah dan bekerja lebih
selektif, perlu dilakukan modifikasi struktur molekul obat.
Langmuir (1919) mencoba mencari hubungan yang dapat
menjelaskan adanya persamaan. Sifat fisik dari olekul yang bukan
isomer, dan memberikan batasan bahwa isosteris adalah senyawasenyawa, kelompok atom-atom, radikal atau molekul yang
mempunyai jumlah dan pengaturan elektron yang sama, bersifat
isoelektrik dan mempunyai kemiripan sifat-sifat fisik.
Contoh: molekul N2 dan CO masing-masing mempunyai total
elektron = 14, sama-sama tidak bermuatan ditunjukkan sifat fisik
yang relatif sama, seperti kekentalan, kerapatan, indeks refraksi,
tetapan dielektrik dan kelarutan. Hal ini berlaku pula untuk molekulmolekul N2O dan CO2, N3 dan NCO- serta CH2N2 dan CH2 = Co.
Grimm (1925), memperkenalkan hukum pergantian hibrida yang
menyatakan bahwa penambahan atom H, suatu elektron sunyi,
pada atom atau molekul yang kekurangan elektron pada orbital
terluarnya (pseudo atom), dapat menghasilkan pasangan isosterik.

Contoh konsep Grimm tentang pergantian


hibrida dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Contoh : gugus CH = dan atom N =,


masing-masing mempunyai total elektron
= 7 dan bersifat sebagai pseudo atom.
Penambahan atom H akan menghasilkan
pasangan isosterik CH2- dan -NH- .
Erlenmeyer (1948), memperluas definisi
isosteris yaitu atom, ion atau molekul yang
jumlah, bentuk, ukuran, dan polaritas
elektron pada lapiran terluar sama,dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 13

Arti isosteris secara umum adalah kelompok atomatom dalam molekul, yang mempunyai sifat kimia
atau fisika mirip, karena mempunyai persamaan
ukuran, keelektronegatifan atau stereokimia.
Contoh pasangan isosterik yang mempunyai sifat
sterik dan konfigurasi elektronik sama adalah :
a. Ion karboksilat (-COO-) dan ion sulfonamida (-SO2NR-)
b. Gugus keton (-CO-) dan gugus sulfon (-SO 2-)
c. Gugus klorida (-Cl) dan gugus trifluorometil (-CF 3)
. Gugus-gugus divalen eter (-O-), sulfida (-S-), amin (NH-) dan metilen (-CH2-) meskipun berbeda sifat
elektroniknya tetapi hampir sama sifat steriknya
sehingga sering pula dipergantikan pada suatu
modifikasi struktur.

Secara umum prinsip isosterisme ini digunakan untuk:


a. Mengubah struktur senyawa sehingga didapatkan
senyawa dengan aktivitas biologis yang dikehendaki.
b. Mengembangkan analog dengan efek biologis yang
lebih selektif
c. Mengubah struktur senyawa sehingga bersifat
antagonis terhadap normal metabolit (antimetabolit)
Friedman (1951) memperkenalkan istilah
bioisosterisme, yang kemudian berkembang menjadi
salah sau konsep dasar sebagai hipotesis untuk
perkembangan kimia medisinal. Idealnya, bioisosterisme
melibatkan pergantian gugus fungsi dalam struktur
molekul yang spesifik aktif dengan gugus lain dan
pergantian tersebut akan menghasilkan senyawa baru
dengan aktvitas biologis yang lebih baik.

Burger (1970) menghasilkan


bioisosterisme sebagai berikut:
1. Bioisosterisme klasik
a. Atom atau gugus monovalen, contoh : R-X-Hn, di mana
X adalah atom C, N, O atau atom S, dan R-X, dimana X
adalah atom F,Cl, Br, dan I
b. Atom atau gugus divalen, contoh : R-X-R', dimana X
adalah O, S, CH2 atau NH
c. Atom atau gugus trivalen, contoh : R-N=R', R-CH=R', RP=R', R-As=R', dan R-Sb=R
d. Atom atau gugus tetravalen, contoh : R=N +=R',
R=C=R', R=P+=R', R=As+=R' dan R=Sb+=R
e. Kesamaan cincin, contohnya: pergantian gugus dalam
satu cincin, seperti gugus -S-, -O-, -NH-, -CH 2-, -CH=CH-

2. Bioisosterisme nonklasik
a. Susbtitsi gugus akan memberikan pengaturan
elektronik dan sterik yang serupa dengan senyawa
induk
. Contoh: penggantian H dengan F
. Contoh gugus bioisosterik nonklasik dapat dilihat pada
tabel 14
b.
Penggantian gugus dengan gugus lain yang tidk
mempunyai persamaan sifat elektronik aau sterik tetapi
masih menimbulkan aktivitas biologis yang sama.
Contoh : penggantian gugus alkilsulfonamido (-SO 2NH-R)
dengan gugus hidroksi (-OH) pada turunan katekolamin
c. Penggantian cincin dengan struktur nonsiklik
Contoh : penggantian cincin benzen dengan heksatriena
(H2C=CH-CH=CH-CH=CH2)

Tabel 14

Hansch mengklasifikasikan bioisosterisme


berdasarkan persamaan kualitatif (aktivitas
biologis) dan kuantitatif melalui parameter sifat
kimia fisika seperti , dan Es sebagai berikut

1. Isometrik bioisosterisme (bioisosterisme


sebenarnya), dimana gugus-gugus yang saling
dipergantikan mempunyai persamaan kualitatif
dn kuantitatif, yaitu mempunyai nilai tetapan
kimia fisika hampir sama dan dapat
menghasilkan respons biologis yang serupa pula.
Contoh : penggantian gugus 4-Cl dengan
gugus 3-OC2H5 dari turunan sulfonamida, yang
diuji aktivitas penghambatan terhadap
pertumbuhan Escherichia coli, hasilnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 15 aktivitas penghambatan turunan


sulfonamida terhadap pertumbuhan E.coli

Dari tabel dapat terlihat gugus 4-Cl dan 3-OC2H5 mempunyai nilai
dan hampir sama dan menghasilkan efek biologis yang hampir
sama pula, sehingga keduanya dikategorikan sebagai isometrik
bioisosterik.

2. Nonisometrik bioisosterik
(bioisosterik parsial), dimana gugus-gugus
yang saling dipergantikan mempunyai
persmaan kualitatif tetapi tidak sama sifat
kuantitatifnya.
Contoh : penggantian gugus 4-F dengan
4-NO2 dari turunan arilamida, dan diuji
aktivitasnya pembentukan kompoleks
terhadap alkohol dehidrogenase, hasilnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Pada tabel terlihat bahwa gugus 4-F dengan


4-NO2 mempunyai nilai parameter kimia fisika
sangat berbeda tetapi dapat menghasilkan
respons biologis yang relatif sama, sehingga
kedua gugus tersebut dikategorikan sebagai
nonisometrik bioisosterik.

Meskipun tidak memungkinkan mencapai


isosterisme murni, prinsip isosterisme dan
bioisosterisme masih banyak digunakan untuk
memodifikasi senyawa biologis aktif. Subtitusinya
tidak hanya menghasilkan produk yang
mempunyai efek identik tetapi juga produk yang
bersifat antagonis.
Contoh :
1. Aminopirin, senyawa isosteriknya mempunyai
aktivitas analgesik-antipiretik yang sama
2. Asetilkolin dan karbakol mempunyai aksi
muskarinik yang serupa
3. 2-Tenilalanin yang merupakan senyawa
antagonis biologis dari fenilalanin

Penggantian gugus atau atom tertentu dari normal metabilot


dengan gugus deseptor, pada umumnya, walaupun tidak
selalu akan menghasilkan senyawa antagonis kompetitif.
Gugus deseptor dapa dilihat pada tabel dibawah ini.

Pada modifikasi isosterisme tidak ada hukum yang secara


umum dapat memperkirakan apakah akan terjadi peningkatan
atau penurunan aktivitas biologis. Meskipun demikian
isosterisme masih layak dipertimbangkan sebagai dasar
rancangan obat dan modifikasi molekul dalam rangka
menentukan obat baru.
Contoh modifikasi isosterisme:

1. Penggantian gugus sulfida (-S-)


pada sistem cincin fenotiazin dan
cincin tioxanten, dengan gugus etilen
(-CH2CH2-), menghasilkan sistem
cincin dihidrodibenzazepin, dan
dibenzosiklo-heptadien yang
berkhasiat berlawanan.

Contoh : gugus S pada promazin dan klorprotixen, suatu


obat penekan sistem saraf pusat (tranquilizer), bila diganti
dengan gugus etilen, menghasilkan imipramin dan
amitriptilin yang berkhasiat sebagai perangsangan sistem
saraf pusat (antidepresi).

2). Turunan dialkiletilamin


R X CH2 CH2 - N (R)2
X = O, NH, CH2, S : senyawa
antihistamin
X = COO, CONH, COS : senyawa
pemblok adrenergik
3). Turunan Ester etiltrimetilamonium
R-COO-CH2-CH2-N+(CH3)3

CH3 Asetilkolin : masa kerja muskarinik singkat


NH2 Karbamikolin : masa kerja muskarinik panjang
Penggantian gugus CH3 dengan gugus NH2 yang bersifat penarik
elektron dapat meningkatkan kestabilan ester terhadap proses
metabolime sehingga karbamilkolin, mempunyai masa kerja
muskarinik lebih panjang disbanding asetilkolin.

4) Obat antidiabetes turunan sulfonamida


Tolbutamid dan klorpropamid mempunyai waktu
paro biologis (t1/2) lebih panjang dan toksisitas
yang lebih rendah dibanding karbutamid karena
gugus tolbutamid merupakan gugus yang relatif
labil dibanding gugus Cl, dan pada in vivo mudah
teroksidasi menjadi asam karboksilat (t1/2 = 5,7
jam). Gugus Cl pada klorpropamid lebih tahan
terhadap proses oksidasi sehingga masa kerja
obat lebih panjang (t1/2 lebih besar dari 33 jam).

5. Prokain dan prokainamid


Gugus dipol C=O mempunyai peran spesifik dalam
konduksi saraf. Resonansi dari gugus amida
prokainamid akan kekuatan dipol gugus C=O,
sehingga prokainamid mempunyai aktivasi
anestesi setempat lebih rendah dibanding prokain.
Struktur prokainamid lebih lebih stabil dibanding
prokain karena lebih tahan terhadap hidrolisis oleh
enzim esterase sehingga secara oral dapat
digunakan untuk pengobatan aritmia jantung
karena mempunyai masa kerja yang lebih panjang.

6. Antimetabolit purin
Adenin dan hipoxantin merupakan metabolit normal dalam tubuh.
Gugus NH2 dan OH pada C6 memegang peranan penting pada
interaksi yang melibatkan ikatan hydrogen dari kedua basa, pada
proses replikasi asam nukleat dalam biosintesis protein sel.
Penggantian gugus-gugus tersebut dengan gugus SH, contoh : 6merkaptopurin, akan memperlemah ikatan hidrogen, terjadi
hambatan sebagian dari proses interaksi di atas sehingga
kecepatan sintesissel menurun dan senyawa berfungsi sebagai
antimetabolit (antikanker).
Selain gugus isosterik dan bioisosterik dikenal pula gugus
haptoforik dan gugus farmakoforik. Gugus haptoforik adalah gugus
yang membantu pengikatan obat-reseptor, sedang farmakoforik
adalah gugus yang bertanggung-jawab terhadap respons biologis..
Contoh gugus haptoforik adalah gugus-gugus besar
sepertidifenilmetil yang terdapat pada difenhidramin (antihistamin),
metadon (analgesik narkotika) dan DDT (insektisida), atau gugus
fenotiazin, seperti yang terdapat pada prometazin (antihistamin)
dan klorpromazin (tranquilizer).

Contoh gugus farmakoforik adalah


gugus sulfonilurea (antidiabetes),
sulfonamida (antibakteri), dan gugus
sulfon (penghambat karbonik
anhidrase)
Gugus haptoforik dan farmakoforik
dapat berinteraksi melalui
mekanisme yang berbeda dengan
tipe reseptor, hal ini terjadi pada
turunan sufonik seperti yang terlihat
pada Tabel 18.

Tabel 18

B. ISOMER DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

Sebagian besar obat yang termasuk


golongan farmakologis sama, pada
umumnya mempunyai gambaran struktur
tertentu. Gambaran struktur ini disebabkan
oleh orientasi gugus-gugus fungsional dalam
ruang dan pola yang sama. Dari gambaran
sterik dikenal beberapa macam struktur
isometri, antara lain adalah isomer
geometrik, isomer konformasi,
diastereoisometri dan isomer optik. Bentukbentuk isomer tersebut dapat
mempengaruhi aktivitas biologis obat.

1). Isomer Geometrik dan Aktivitas Biologis


1. Isomer geometrik dan aktivitas biologis
Isomer geometri atau isomer cis trans adalah
isomer yang disebabkan adanya atom-atom atau
gugus-gugus yang terikaat secara langsung pada
suatu ikatan rangkap atau dalam suatu sistem alisiklik.
Ikatan rangkap dan sistem alisiklik membatasi gerakan
atom dalam mencapai kedudukan yang stabil sehingga
terbantuk isomer cis-trans dan isomer cistrans
cenderung menahan gugus-gugus daklam molekul
pada ruang yang relatif berbeda dan perbedaan letak
gugus-gugus tersebut dapat menimbulkan perbedaan
kimia fisika. Akibatnya, distribusi isomer dalam media
biologis juga berbeda, dan berbeda pula kemampuan
isomer untuk interaksi dengan reseptor biologis.

2. Isomer konfirmasi dan aktivitas biologis


Isomer konfirmasi adalah isomer yang terjadi
karena ada perbedaan pengaturan ruang dari atom-atom
atau gugus-gugus dalam struktur molekul obat. Isomer
konfirmasi lebih stabil pada struktur senyawa non
aromatik. Contoh sikloheksan dapat membentuk 3
konfomer yaitu bentuk kursi, perahu, dan melipat.
Sikloheksan cenderung dalam bentuk konfirmasi kursi
dibanding bentuk konfirmasi perahu atau melipat.
Substituen atau gugus pada cincin sikloheksan
cenderung ditahan pada kedudukan equatorial oleh
karena bentuk aksial lebih muda terpengaruh oleh efek
sterik.

Pada bentuk 1,3 diaksial, subtituennya


cenderung tolak-menolak satu sama lain
sehingga mengubah kelenturan cincin dan
menmpatkan substituen pada kedudukan
ekuatorial yang kurang terpengaruh oleh efek
sterik. Pada cincin non aromatik, atom atau
gugus yang terikat dapat pada kedudukan
ekuatorial atau aksial atau kedua-duanya dan
dapat menunjukkan aktivitas biologis yang
sama atau berbeda. Contoh ,

Count,,,,,,,
Trimeperidin adalah senyawa narkotik analgesik
poten pada struktur molekulnya bentuk konfirmasi
ekuatorial atau aksial ditunjang dan berorientasi
pada gugus fenil dan gugus alisiklik. Gugus fenil
cendrung dipertahankan dalam bidang cincin pada
kedudukan ekuatorial. Untuk mengubah
kedudukan aksial dibutuhkan energi lebih kurang7
kilo kalori/mol. Isomer aksial dan ekuatorial dari
trimeperidin mempunyai analgesik sama. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh bentuk isomer
konfirmasi terhadap aktivitas analgesik
trimeperidin sangat kecil.

Planaritas pada bagian tertentu molekul obat sangat


penting untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis
pada umumnya. Pada umumnya akan menunjang
rigiditas molekul obat dan ini terjadi pada cincin
aromatik atau suatu sistem kerkonjugasi yang lain .
atom atau gugus yang terikat secara langsung pada
cincin atau sistem tersebut akan berada pada ruang
yang sama.
Kadang-kadang aktivitas biologis senyaswa tidak
berhubungan dengan gugus fungsi tetapi hanya
bergantung pada aromatik atau karakteristik planar dari
molekul.
Contoh :

Count.....
1. Amfetamin yang mempunyai cincin aromatik
lebih aktif dibanding analog jenuhnya. Aktivitasnya
ditunjang oleh planaritas cincin yang menigkatkan
kemampuan senayawa untuk mengikat reseptor
yang juga mempunyai permukaan planar melalui
ikatan vander waals yang relatif kuat. Pada
interaksi obat yang tidak planar dengan reseptor
planarikatan van der waals relatif rendah.
2. Aktivitas pemblok adrenergik dari haloalkilamin tergantung pada koplanaritas
substituen pada cincin benzen.

Kadang-kadang suatu molekul senyawa tertentu memberikan


lebih dari satu efek biologis karena mempunyai bentuk
konfirmaasi yang unik dan lentur sehingga dapat berinteraksi
dengan reseptor-reseptor yang berbeda.
Contoh

1. Asetil kolin
Asetilkolin memiliki dua bentuk konfirmasi yaitu
a. bentuk konfirmasi tertutup
Pada bentuk ini atom H dari N-metil letaknya
berdekatan demgam atom O dari gugus
asetoksi sehingga terjadi ikatan hidrogen
intermolekul membentuk struktur tertutup.
Bentuk konfirmasi ini dapoat berinteraksi
dengan reseptor nikotinik dari ganglia dan
penghubung saraf otot.

b. bentuk konfirmasi memanjang


penuh
pada bentuk ini atom H dari N-metil
letaaknya berjauhan dengan atom O
sehingga membentuk struktur
memanjang. Bentuk konfirmasi ini
dapat berinteraksi dengan reseptor
muskarinik dari saraf post ganglionik
parasimpatik dan mudah dihidrolisis
oleh enzim asetilkolinesterase,

2. 2-Asetoksisiklopropiltrimetilamonium iodida
Pada bentuk (+) trans, atom H dari N-metil letaknya
berjauhan dan terpisah dari atom O gugus asektosi
sehingga mempunyai bentuk konfirmasi memanjang
seperti asetilkolin. Senyawa ini memiliki derajat
kekakuan yang lebih besar dari asetilkolin dan
mempunyai aktivitas muskarinik pada pembuluh darah
anjing 5 kali lebih besar dari asetilkolin.
Bentuk isomer (+) trans juga mudah dihidrolisis
oleh enzim esterase dengan kecepatan yang sama seperti
hidrolisis asetilkolin. Bentuk isomer (-) trans, (+)cis, dan
(-) cis, aktivitas muskariniknya sangat rendah.

3. histamin
Histamin mempunyai tiga bentuk isomer
konformasi, yaitu 2 bentuk konformasi
memanjang dan bentuk konformasi tertutup.
Pada struktur triprolidin, senyawa antagonis
H1, jarak antara kedua atom N=4,88 0,2
angstrom dan diduga berfungsi sebagai
antagonis spesifik terhadap histamin bentuk
konfirmasi A. senyawa antagonis H2, seperti
simetidin diduga merupakan antagonis dari
histamin bentuk konfirmasi B.

3. Diastereoisomer dan Aktivitas Biologis

Diastereoisomer adalah isomer yang


disebabkan oleh senyawa yang mempunyai
dua atau lebih pusat atom asimetrik,
mempunyai gugus fungsional sama dan
memberikan tipe reaksi yang sama pula.
Kedudukan gugus-gugus substitusi terletak
pada ruang yang relatif berbeda sehingga
diastereoisomer mempunyai sifat fisik,
kecepatan reaksi dan sifat biologis yang
berbeda pula. Perbedaan sifat-sifat di atas
berpengaruh terhadap distribusi, metabolisme
dan interaksi isomer dengan reseptor.

Perbedaan interaksi dengan reseptor dari senyawasenyawa diastereoisomer dapat dilihat pada
gambar berikut.

Keterangan :
Nilai koefisien partisi lemak/air isomer cis tidak
sama dengan isomer trans atau log P (cis) =
log P (trans).
A,B, dan C : gugus-gugus pada Isomer
A,B,dan C : tempat yang sesuai pada
reseptor
Gambar. Interaksi diasterioisomer dengan
reseptor biologis

aktifitas optic.
Contoh : efedrin, mempunyai 2 atom C asimetrik
dengan 4 bentuk aktif optis, dapat membentuk
diasterioisomer (+-) eritro dan (+-) itreo, yang
dapat dilihat pada gambar:

Aktifitas presor relative (APR) isomer-isomer


efedrin dapat dilihat pada table.
Dari gambar dan table terlihat bahwa aktivitas
maksimal dicapai bila pusat C berada pada
kedudukan (S) dan pusat C pada kedudukan
(R). Jadi hanya bentuk D (-) efedrin yang
secara nyata dapt memblok reseptor adrenergik dan menurunkan tekanan darah.

4. Isomer Optik dan Aktivitas Biologis

Isomer Optik adalah isomer yang disebabkan oleh


senyawa yang mempunyai atom C asimetrik. Isomer optic
mempunyai sifat kimia Fisika sama dan hanya berbeda
pada kemampuan dalam memutar bidang cahaya
terpolarisasi atau berbeda rotasi optiknya. Masing-masing
isomer hanya dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi
ke kiri atau ke kanan saja dengan sudut pemutaran yang
sama.
Isomer optic kadang-kadang mempunyai aktivitas biologis
yang berbeda karena ada perbedaan dalam interaksi
isomer-isomer dengan reseptor biologis.
Menurut Beckett, perbedaan interaksi isomer-isomer optic
dengan reseptor biologis diilustrasikan seperti pada gambar

Contoh obat yang dapat membentuk isomer optic dengan


aktivitas biologis berbeda :
1. (-)- Hiosiamin, aktivasi medriatiknya 15-20 kali lebih besar disbanding isomer (+)
2. D-(-)adrenalin, aktivitas vasokonsttiktornya 12-15 kali lebih basar disbanding
isomer (+)
3. (-)-Sinefrin, aktivitas presornya 60 kali lebih besar disbanding isomer (+)
4. (-)--Metildopa, mempunyai efek antihipertensi, sedang isomer (+) tidak
menimbulkan efek antihipertensi
5. D-(-)-treo-Kloramfenikol mempunyai efek antibakteri, sedang isomer L (+) eritro
efeknya negative
6. (+)-Norhormoepinefrin, aktivitas presosnya 160 kali lebih besar disbanding isomer
(-)
7. (+)--Propoksifen mempunyai efek analgesikm d\sedang isomer (-) mempunyai
efek antibatuk
8. L-(+)-Asam askorbat mempunyai efek antiskorbut, sedang isomer (-) efeknya
negarif
9. S-(+)-Indometasin mempunyai efek antiradang, sedang isomer R(-) efeknya
negative
10.Isomer (-) dan (+)-klorokuin mempunyai efek antimalaria yang sama, hal ini
berarti bahwa aspek steriokimia sedikit berpengaruh terhadap aktivitas biologis
kliekuin

Perbedaan aktivitas dari isomer-isomer optic dapat dijelaskan


dengan beberapa perkiriraan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan distribusi dari isomer-isomer dalam tubuh,
tanpa memandang perbedaan kerja pada sisi reseptor.
Perbedaan ini disebabkan isomer optic diseleksi terlebih dahulu
oleh system biologis sebelum mencapai reseptor spesifiknya.
Contoh :
a. Isomer optic berinteraksi dengan senyawa aktif optic dalam
cairan tubuh, missal protein plasma, membentuk
diasterioisomer sehungga terjadi perbedaan absorbs, distribusi
dan metabolism isomer-isomer tersebut.
b. Salah satu isomer optic cenderung dimetabolisis oleh enzim
yang bersifat stereospesifik
c. Salah satu isomer diabsorbsi secara selektif pada sisi
kehilangan yang stereospesifik, missal pengikatan oleh protein
plasma tertentu

2. Menurut Cushny , perbedaan aktivitas tersebut disebabkan


karena isomer optic berinteraksi denga sisi reseptor yang aktif optis,
menghasilkan diasterioisomer dengan sifat kimia fisika berbeda
sehingga terjadi perbedaan dalam distribusi dan interaksi dengan
reseptor spesifik.
3. Menurut Easson dan Stedman, struktur isomer optic secara
teoritis dapat menimbulkan efek fisiologis yang berbeda karena ada
perbedaan dalam hal pengaturan molekul sehingga salah satu isomer
dapat berinteraksi dengan reseptor hipotesis sedang isomer yang lain
tidak dapat berinteraksi.
Interaksi reseptor hipotesis dengan isomer optic dapat dijelaskan pada
gambar 35
Easson-Stedman juga memberikan postulat bahwa isomer optic dari
epinefrin, suatu obat adenergik, dapat menimbulkan aktivitas presor
yang berbeda karena mempunyai perbedaan dalam interaksi dengan
permukaan reseptor.

C. JARAK ANTAR ATOM DAN AKTIVITAS


BIOLOGIS

Hubungan antar struktur kimia dengan


aktivitas biologis sering ditunjan oleh
konsep kelentura reseptor. Pada beberapa
tipe kerja biologis, jarak antar gugusgugus fungsional molekul dapat
berpengaruh terhadap aktivitas biologis
obat. Hal ini dapat diperkirakan dari jarak
identitas atau jarak antar ikatan-ikatan
peptide struktus protein yang memanjang
Contoh :

1. Obat parasimpatomimetik, seperti turunan asetikolin (karbakol) dan


parasimpatolitik, seperti obat pemblok adrenergic, jarak antara ester
karbonil dengan atom N-metil adalah 7,2 , yang berarti 2 x 3,61
2. Obat kurare, seperti dekametonium, jarak antar atom N-kuarterner
adalah 14,5 , yang berarti 4 x 3,61
3. Hormone estrogen nonsteriod, seperti dietilstiolbestrol, gugus-gugus
hidroksilnya juga dipisahkanoleh ikatan hydrogen dengan jarak 14,5
. Selain jarak antara ikatan peptide, jarak antara dua struktur -heliks
protein (5,5 ) didapatkan sama dengan jarak antar gugus-gugus
fungsional dari banyak obat.
. Didapatkan pada obat-obat yang termasuk golongan anestesi setempat,
seperti prokain, antihistamin, seperti difendiramin, spasmolitik, seperti
adifenin dan obat pemblok adrenergic, seperti piperoksan.
. Konfigurasi dan jarak antar atom dari senyawa antagonis metabolic juga
penting untuk aktivitas
. Contoh : turunan sulfanilamide mempunyai jarak antar atom yang serupa
dengan asam p-aminobenzoat dan dapat berfungsi sebagai antimetabolit
. Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa jarak antar atom dari gugusgugus fungsional berperan dalam proses interaksi obat dengan tempat
reseptor spesifik.

Kesimpulan
Stereokimia merupakan salah satu faktor penting dalam
aktivitas biologis obat oleh karena itu pengetahuan
tentang hubungan aspek stereokimia dengan aktivitas
farmakologis obat sangat menarik untuk dipelajari.
Pada interaksi obat reseptor ada dua nilai yang sangat
penting yaitu distribusi muatan elektronik dalam obat
dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan
reseptor. Oleh karena itu aktivitas obat tergantung pada
tiga faktor struktur yang penting, yaitu:
1. Stereokimia molekul obat
2. Jarak antar atom atau gugus
3. Distribusi elektronik dan konfigurasi molekul

Anda mungkin juga menyukai