Anda di halaman 1dari 5

RESUME KIMIA ORGANIK

PERKEMBANGAN STEREOKIMIA DALAM PERKEMBANGAN


OBAT

OLEH:

NI KOMANG TRIA KUSUMA DEWI

2209482010049

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
PERKEMBANGAN STEREOKIMIA DALAM PERKEMBANGAN OBAT

Stereokimia, atau Stereoisomer, mempelajari struktur molekul 3 dimensi, yaitu bagaimana


atom-atom molekul tersusun dalam ruang dalam hubungannya satu sama lain. Selain menjadi
salah satu faktor terpenting dalam aktivitas biologis obat, pengetahuan tentang hubungan
antara aspek stereokimia dan aktivitas farmakologi obat sangat menarik dipelajari . Isomer
yang termasuk dalam kategori stereoisomer adalah isomer geometri atau biasa disebut isomer
cis-trans dan isomer optik. Isomer geometrik (cis-trans) ini disebabkan adanya ikatan
rangkap yang membuat molekul menjadi kaku, sehingga susunan atomnya tetap.

Isomer optik terjadi pada senyawa dengan atom C asimetris. Atom C asimetris adalah atom
C yang keempat gugus/atom yang terikat padanya memiliki keelektronegatifan yang tidak
sama.
BARU SEGINI AJA DI PARAFASEEEEEEEE YANG DIBAWAH BELUM!!!!!

Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus mencapai daerah reseptor dan
berikatan dengan permukaan reseptor. Faktor sterik, ditentukan oleh stereokimia molekul
obat dan permukaan situs reseptor, memainkan peran penting dalam menentukan efektivitas
interaksi obat-reseptor. Oleh karena itu, spesifisitas struktur molekul obat harus tinggi agar
dapat berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis.

Pada interaksi obat-reseptor ada dua nilai yang sangat penting yang distribusi muatan
elektronik dalam obat dan reseptor, serta bentuk konformasi obat dan reseptor, oleh karena
itu aktivitas obat tergantung pada tiga faktor struktur yang penting, yaitu:
a. streokimia molekul obat
b. jarak antara atom atau gugus
c. distribusi elektronik dan konfigurasi molekul
Perbedaan aktivitas farmakologis dari beberapa stereoisomer oleh tiga faktor yaitu:
a. perbedaan dalam distribusi isomer dalam tubuh
b. perbedaan dalam sifat-sifat interaksi obat-reseptor
c. perbedaan dalam adsorpsi isomer-isomer pada permukaan reseptor yang sesuai.
dua hal penting yang perlu diketahui adalah :

A. MODIFIKASI ISOSTERISME

Untuk memperoleh obat dengan aktivitas yang lebih tinggi, dengan efek samping atau
toksisitas yang lebih rendah dan bekerja lebih selektif, perlu dilakukan modifikasi struktur
molekul obat. Istilah isosterisme telah digunakan secara luas untuk menggambarkan seleksi
dari bagian struktur yang karena kerekteristik sterik, elektronik dan sifat kelarutannya,
memungkinkan untuk saling dipergantikan pada modifikasi struktur molekul obat. Arti
isosteris secara umum adalah kelompok atom-atom dalam molekul, yang mempunyai sifat
kimia atau fisika mirip, karena mempunyai persamaan ukuran, keelektronegatifan atau
stereokimia.
Contoh pasangan isosterik yang mempunyai sifat sterik dan konfigurasi elektronik sama
adalah:

a. ion karboksilat (-COO-)dan ion sulfonamido (-SO2NR)


b. gugus keton (-CO-) dan gugus sulfon (-SO2-)
c. gugus klorida (-Cl)dan gugus trifluorometil (-CF3)

Gugus-gugus divalen eter (-O-), sulfida (-S-), amin (-NH-), dan metilen (-CH2-) meskipun
berbeda sifat elektroniknya tetapi hampir sama sifat steriknya sehingga sering pula
dipergantikan pada suatu modifikasi struktur.

Secara umum prinsip isosterisme ini digunakan untuk:


a. mengubah struktur senyawa sehingga didapatkan senyawa dengan aktivitas biologis
yang dikehendaki.
b. mengembangkan analog dengan efek biologis yang lebih selektif.
c. mengubah struktur senyawa sehingga bersifat antagonis terhadap normal metabolit
(antimetabolit).

Friedman (1951) memperkenalkan istilah bioisosterisme, yang kemudian berkembang


menjadi salah satu konsep dasar sebagai hipotesis. Idealnya, bioisosterisme melibatkan
pergantikan gugus fungsi dalam struktur molekul yang spesifik aktif dengan gugus lain
dan pergantian tersebut akan menghasilkan senyawa baru dengan aktivitas biologis yang
lebih baik.

Burger (1970) mengklasifikasikan bioisosterisme sebagai berikut:


1. Bioisosterisme kOSlasik
2. Bioisosterisme nonklasik

Hansch mengklasifikasikan bioisosterisme berdasarkan persamaan kualitatif (aktivitas


biologis) dan kuantitatif melalui parameter sifat kimia fisika seperti л, O, dan Es sebagai
berikut:
1. isometrik bioisosterisme (bioisosterisme sebenarnya).
2. nonisometrik bioisosterik (bioisosterik parsial).

Pada modifikasi isosterisme tidak ada hukum yang secara umum dapat memperkirakan
apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan aktifitas biologis. Meskipun demikian
isosterisme masih layak dipertimbangkan sebagai dasar rancangan obat dan modifikasi
molekul dalam rangka menemukan obat baru.

contoh modifikasi isosterisme :


1. Pergantian gugus sulfida(-S-) pada sistem cincin fenotiazin dan cincin tioxanten,
dengan gugus etilen (-CH2CH2-), menghasilkan sistem cincin dihidrodibenzazepin dan
dibenzosiklo- heptadien berkhasiat berlawanan.
2. Turunan dialkiletilamin
R-X-CH2-CH2-N-(R')2
X=O, NH, CH2, S : senyawa antihistamin
X= COO, CONH, COS: senyawa pemblok adrenergik
3. Turunan ester etiltrimetilamonium
4. Obat antidiabetes turunan sulfonamida
5. Prokain dan prokainamid
6. Antimetabolit purin

B. ISOMER DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT


Sebagian besar obat yang termasuk golongan farmakologis sama, pada umumnya
mempunyai gambaran struktur tertentu. Gambaran struktur ini disebabkan oleh orientasi
gugus-gugus fungsional dalam ruang dan pola yang sama. Dari gambaran sterik dikenal
beberapa macam struktur isometri, antara lain adalah isomer geometri, isomer
konformasi, diastereoisomer, dan isomer optik. Bentuk-bentuk isomer tersebut dapat
mempengaruhi aktivitas biologis obat.

1. Isomer Geometrik dan Aktivitas Biologis


Isomer geometri atau isomer cis-trans adalah isomer yang disebabkan adanya atom-atom
atau gugus-gugus yang terikat secara langsung pada suatu ikatan rangkap atau dalam suatu
sistem alisiklik tersebut membatasi gerakan atom dalam mencapai kedudukan yang stabil
sehingga terbentuk isomer cis-trans.

2. Isomer Konformasi dan Aktivitas Biologis


Isomer konformasi adalah isomer yang terjadi karena ada perbedaan pengaturan ruang
dari atom-atom atau gugus-gugus dalam struktur molekul obat. Isomer konformasi lebih
stabil pada struktur senyawa non aromatik.

3. Diastereoisomer dan Aktifitas Biologis


Diastereoisomer adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa yang mempunyai dua
atau lebih pusat atom asimetrik, mempunyai gugus fungsional sama dan memberikan tipe
reaksi yang sama pula. Kedudukan gugus-gugus substitusi terletak pada ruang yang
relatif berbeda sehingga diastereoisomer mempunyai sifat fisik, kecepatan reaksi dan sifat
biologis yang berbeda pula. Perbedaan sifat-sifat di atas berpengaruh terhadap distribusi,
metabolisme, dan interaksi isomer dengan reseptor.

4. Isomer Optik dan Aktivitas Biologis


Isomer optik (Enantiomorph, Optical antipode) adalah isomer yang disebabkan oleh
senyawa yang mempunyai atom C asimetrik. Isomer optik mempunyai sifat kimia fisika
sama dan hanya berbeda pada kemampuan dalam memutar bidang cahaya terpolaritas
atau berbeda rotasi optiknya. Masing-masing isomer hanya dapat memutar bidang cahaya
terpolarisasi ke kiri atau ke kanan saja dengan sudut pemutaran sama.
Isomer optik kadang-kadang mempunyai aktivitas biologis yang berbeda karena ada
perbedaan dalam interaksi isomer-isomer dengan reseptor biologis.

C. JARAK ANTAR ATOM DAN AKTIVITAS BIOLOGIS


Hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas biologis sering ditunjang oleh konsep
kelenturan reseptor. Pada beberapa tipe kerja biologis, jarak antar gugus-gugus
fungsional molekul dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis obat. Hal ini dapat
diperkirakan dari "jarak identitas" atau jarak antar ikatan-ikatan peptida struktur protein
yang memanjang.
Contoh :
1. Obat parasimpatomimetik
2. Obat kurare
3. Hormon estrogen non steroid
Daftar Pustaka
Siswandono Soekardjo, Bambang. 2008. Kimia Medisinal 1. Airlangga University Press.
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai