Anda di halaman 1dari 28

Farmakodinamik

Structure-Activity Relationship
Erlina Santoso
Pembimbing: dr. Wawaimuli Arozal, M.Biomed,
Ph.D
Pendahuluan

 Sebagian besar reseptor obat merupakan suatu protein.


Awalnya ikatan obat-reseptor digunakan untuk
mengidentifikasi protein reseptor dari jaringan, sehingga
reseptor ditemukan setelah obat berikatan dengan
reseptor tersebut.
 Perkembangan biologi molekuler dan sekuensing genom
memungkinkan untuk mengidentifikasi reseptor dengan
memperkirakan struktur homologi terhadap reseptor lain
yang sudah diketahui.
 Orphan r e c e p t o r → karena ligan nya masih belum
d i k e t a h u i → target untuk perkembangan obat di
maa
s depan.
Definisi SAR
 Hubungan struktur aktivitas (SAR) merupakan hubungan
antara struktur kimia atau tiga dimensi dari suatu molekul
dan aktivitas biologisnya.
 Analisis mengenai bergantungnya efek biologis suatu
bahan kimia pada struktur molekulnya.
Mengapa SAR ada?
 Interaksi dari molekul obat dengan protein tergantung dari
struktur kimianya.
 Afinitas obat terhadap reseptor dan aktivitas interinsiknya
ditentukan oleh struktur kimia obat tersebut.
 SAR memungkinkan terjadinya modifikasi efek atau
potensi senyawa bioaktif obat dengan mengubah struktur
kimianya.
Metode SAR
 Menghapus atau menutupi gugus fungsional
 Menguji aktivitas analog
 Mengubah struktur menjadi sederhana atau lebih rumit
 Analisis SAR memungkinkan sintesis agen
terapeutik yang b a r u → p e r u b a h a n konfigurasi
molekuler tidak mengubah semua aksi dan efek
obat secara sama, kadang-kadang mungkin untuk
mengembangkan ‘congener’ yang memiliki efek
terapeutik yang lebih baik dan efek samping yang
lebih sedikit, meningkatkan selektivitas antara
jaringan atau sel yang berbeda, atau karakteristik
sekunder yang lebih baik dari obat utamanya.
 Dengan informasi tentang struktur molekul dan aktivitas
farmakologis dari grup besar ‘congener’, sangat
memungkinkan menganalisa menggunakan computer untuk
mengidentifikasi komponen kimia (seperti:
pharmacophore) yang dibutuhkan untuk kerja optimal dari
reseptor: ukuran, bentuk, posisi, dan orientasi ionik, dll.
 Modifikasi minor molekul obat menimbulkan perubahan
besar pada ciri farmakologi berdasarkan perubahan
afinitas pada satu atau lebih reseptor.
 Modifikasi struktur molekul secara sistematik →congeneric
s e r i e s → isomer.
ISOMER
 Isomer dibagi menjadi 2:
1. Isomer Constitutional/Struktural
 Mempunyai formula molekul yang sama tetapi berbeda penempatan atom
dalam molekul (berbeda dalam urutan atom yang berikatan).
 Berbeda:
a. Backbone/ skeletal/ cabang hidrokarbon
 molekul dengan rumus molekul yang sama, tetapi struktur kerangka karbon
yang berbeda.
 Contoh: C5H12
b. Lokasi/ posisi grup fungsional/substitusi
 molekul dengan rumus molekul yang sama, tetapi struktur yang berbeda
karena perbedaan posisi dari gugus fungsi yang sama pada kerangka karbon
yang sama.
 Contoh: C3H7Br

c. Grup fungsional
 molekul dengan rumus molekul yang sama, tetapi dengan atom yang tersusun
memberikan gugus fungsi yang berbeda.
 Contoh: C2H6O
2. Stereoisomer
 Stereoisomer memiliki formula molekul dan struktur yang sama(dengan
urutan ikatan yang sama), tetapi berbeda dalam pengaturan spasial.
A. Isomer konformasi
 Stereoisomer yang dapat diubah satu sama lain dengan rotasi di sekitar
ikatan
tunggal.
 E c l i p s e d → grup yang identik semua sejalan satu sama lain.
 G a u c h e → grup yang identic 60 derajat satu dengan yang lain.
 A n t i → grup yang identic 180 derajat satu dengan yang lain.
Asetilkolin
 Mempunyai 2 bentuk konformasi:
 Bentuk konformasi tertutup (quasi ring=cysoid)
 Atom H dari N-metil letaknya berdekatan dengan atom O dari gugus asetoksi
sehingga terjadi ikatan hydrogen intermolekul membentuk struktur tertutup.
Bentuk ini dapat berinteraksi dengan reseptor nikotinik .
 Bentuk konformasi memanjang penuh (transoid)
 Atom H dari N-metil letaknya berjauhan dengan atom O sehingga membentuk
struktur yang memanjang. Bentuk ini dapat berinteraksi dengan reseptor
muskarinik.
Histamine

 Tripolidine, senyawa antagonis H1, diduga merupakan antagonis spesifik histamin bentuk
konformasi A.
 Simetidine, senyawa antagonis H2, diduga merupakan antagonis dari histamin bentuk
konformasi B.
B. Isomer konfigurasi
 Isomer yang tidak dapat diubah menjadi yang lain dengan rotasi dari ikatan
tunggal.
 Ada 2:
 Isomer geometric
 Isomer yang disebabkan adanya atom-atom atau gugus-gugus yang terikat secara
langsung pada suatu ikatan rangkap atau struktur cincin (ring).
 Cis digunakan jika struktur diidentifikasi berada pada sisi yang sama
dibidang
molekul, Trans digunakan jika berada pada sisi yang berlawanan dari bidang.
Dietilstilbestrol
 Obat yang disintesis untuk meniru hormone alam estradiol
 Isomer trans mempunyai aktivitas estrogenik 14 kali lebih besar dibanding
isomer cis.
 Perbedaan dapat terlihat pada aktivitas biologis isomer geometrik mungkin
disebabkan karena perbedaan jarak antar atomik gugus esensial yang
menimbulkan respon.
 Isomer optic
 Mempunyai sifat kimia fisika sama dan hanya berbeda pada kemampuan dalam
memutar bidang cahaya terpolarisasi atau berbeda rotasi optiknya.
 Hanya bisa memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri atau ke kanan saja.
 Isomer (+), isomer putar kanan (D) memutar cahaya ke kanan (searah jarum jam).
 Isomer (-), isomer putar kiri (L) memutar cahaya ke kiri (berlawan dengan arah
jarum jam).
 Contoh:
• D-(-)-Adrenalin, aktivitas vasokonstriktornya 12-15 kali lebih besar dibanding isomer
+
• (-)-α-Metildopa, mempunyai efek antihipertensi, sedang isomer + tidak ada efek anti
hipertensi
• (+)-α-Propoksifen, mempunyai efek analgesic, sedang isomer (-) mempunyai efek anti
batuk.
 Dalam isomer optik perbedaan yang dihasilkan terhadap aktivitas farmakologi
disebabkan karena distribusi isomer-isomer itu, atau perbedaan sifat
kombinasi obat reseptor jika jumlah pengikatan tersedia kurang optimal.
 Asam tartat dengan 2 bentuk isomernya memiliki perbedaan kelarutan,
koefisien partisi, dan titik l e b u r n y a → perbedaan aktivitas farmakologi karena
sifat fisiknya.
Manfaat dari studi SAR
• Pengembangan turunan senyawa yang memiliki :
1. Rasio efikasi >> toksisitas.
2. Selektivitas yang tinggi di antara sel-sel atau jaringan yang
berbeda.
3. Karakteristik sekunder yang lebih dapat
diterima
dibandingkan senyawa pendahulunya.

• Dasar pemahaman mekanisme resistensi obat dan


mencari/
melakukan pencegahannya.

• Farmakogenetik → variasi reseptor dan karakteristik


alamiahnya → diagnosis molekuler setiap individu
→  ekfiasi maksimal suatu obat.
Opioid
 Opioid → semua senyawa yang bekerja pada reseptor opioid.
 Opiate → alkaloid natural: morfin, kodein, thebaine, papaverine.
 Ada 3 reseptor mayor opioid: mu (μ), kappa (κ), dan delta (δ).
 Stimulasi reseptor:
 mu ( μ ) → Physical dependence, Euphoria, Analgesia (supraspinal), Respiratory
depression
 kappa ( κ ) → Sedation, Analgesia (spinal), Miosis
 delta ( δ ) → Analgesia (spinal dan supraspinal), Release growth hormone
 Sigma ( σ ) → dysphoria (opposite of euphoria), hallucination (visual
& auditory), respiratory and vasomotor stimulation, mydriasis
Struktur Morfin
 Yang paling melimpah dari 24 alkaloid opium.
 A. Cincin aromatic
 B. Cincin cyclohexane
 C. Cincin alcohol
 D. Cincin piperidine
 E. Cincin Tetrahydrofuran
Morfin
 Aktivitas biologisnya tergantung dari:
1. Phenolic hydroxyl group
2. 6 hydroxyl
3. Double bound between 7 & 8 c
4. N-methyl group
5. Ether (E) bridge
6. Aromatic ring
Phenolic hydroxyl group
 R = methyl group
 Kodein adalah metil-morfin, yang ada dalam
opium.
 Digunakan untuk nyeri sedang dan batuk.
 Prodrug : Kodein dimetobilsme dihati untuk
menjadi morfin
 Kurang kuat dibandingkan morfin (1/10
sebagai analgesik) diinjeksi otak. Jika
kodein diberikan pada perifer efektivitasnya
hanya 20 % dibanding dengan morfin.
 Agonis parsial pada μ opioid reseptor.
6 hydroxyl
 Analog morfin mampu mencapai reseptor analgesik lebih efisien di
banding morfin karena reseptornya terletak di otak dan
membutuhkan senyawa tidak terlalu polar untuk melewati membran
di otak.
 Morfin memiliki 3 gugus polar sedangkan analog ini kehilangan satu
gugus alkohol polar di ganti dengan gugus alkil atau asil. Sehingga
memudahkan senyawa analog morfin ini untuk masuk ke otak dan
lebih mudah untuk terakumulasi di situs reseptor karenanya efek
anagesiknya lebih baik.
 Perbedaan aktivitas morfin dan analognya berupa dimorfin (heroin),
6-asetilmorfin dimana senyawa yang paling berbahaya dari
ketiganya adalah 6-asetilmorfin 4 kali lebih aktif dibanding morfin,
heroin 2 kali lebih aktif dibanding morfin. 6-asetilmorfin lebih cepat
masuk ke membran otak.
 Namun baik heroin maupun 6-asetilmorfin memiliki efek samping
lebih besar dan memiliki toleransi ketergantungan yang lebih parah.
Dimorphine/
diacetylmorphine/heroine
Double bound between 7 & 8 c

 Dihydromorphine adalah opioid semi


sintetik yang diturunkan dari morfin.
 Dihidromorfin adalah analgesik yang cukup
kuat dan digunakan secara klinis dalam
pengobatan nyeri dan juga merupakan
metabolit aktif dihidrokodein.
 Dihydromorphine bertindak sebagai agonis
di reseptor μ-opioid (mu), δ-opioid (delta)
dan κ-opioid (kappa).
 Struktur alkene ini tidak penting untuk
binding.
N-methyl group

 Nitrogen esensial untuk


b i n d i n g →  kija dihilangkan
aktivitas analgesiknya juga hilang.
 Penggantian gugus N-metil dengan
proton mengurangi aktvitas
tetapi tidak menghilangkannya
efek analgesiknya.
 Kelompok NH lebih polar dibandingkan
dengan N metil tersier karena itu
lebih sulit untuk melintasi sawar batas
membran otak yang menyebabkan
penurunan aktivitas analgesiknya.
N-methyl group

 Obat antagonis opioid murni nalokson,


naltrexone, dan nalmefene adalah
turunan morfin substituen pada posisi
N17.
 Memiliki afinitas yang relatif tinggi
terhadap reseptor pengikatan μ-opioid.
 afinitas untuk reseptor lain lebih rendah
tetapi bisa sebagai reverse agonis di situs
δ dan κ.

Anda mungkin juga menyukai