Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SUBSTANSI HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH


DI INDONESIA
Dosen Pengampu: Dr.Novi J.R Zulkarnain
S.H.M.H

Disusun oleh:
Nama : M. Asory Tarigan .
NPM :20.021.111.005.
MATA KULIAH :Hukum Pemerintahan Daerah.
UNIVERSITAS DARMA AGUNG MEDAN
T.A 2023/2024.
KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT,
karena berkat rahmat serta hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang Pemerintahan Daerah ini dengan
baik.Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini .
Penulis menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi penulis.
Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Atas segala per
hatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan
baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling
berhubungan satusama lain dalam kesatuan untuk mewujudkan nilai-
nilai kebangsaan sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan
tanggung jawabnya masing-masing. Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi yang dibagi lagiatas
daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah
kabupaten,dan daerah kotamempunyai lembaga pemerintahan daerah
yang diatur dengan undang-undang. Perangkat Daerah adalah
organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Lembaga pemerintahan daerah memiliki
kedudukan yang penting dalam sistem pemerintahan Negara
Indonesia.Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana struktur dan
fungsi lembaga pemerintahan daerah ini karena sebagai warga negara
kita memiliki kewajiban untuk ikut mengawasi jalannya
pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah kita sendiri. Apalagi
pada saat ini daerah sudah memiliki otonomi sehingga lembaga
pemerintahan daerah memiliki posisi yang benar-benar penting dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah.
Hal inilah yang melatar belakangi saya sebagai penulis untuk
membahas mengenai lembaga pemerintahan daerah dalam sistem
pemerintahan Negara Indonesia di dalam makalah ini agar pembaca
mendapatkan pengetahuan mengenai lembaga pemerintahan daerah
yang memiliki peran, kedudukan sertafungsi yang penting di dalam
jalannya penyelenggaraan kegiatan pemerintahan didaerah.
B.Rumusan Masalah:
1.Arti dan terminology pemerintahan daerah.
2.Daerah otonom dan otonomi daerah.
3.Pembaharuan pasal 18 tahun 1945.
4.Konsep pemekaran daerah.
5.Sejarah tentang pemerintahan daerah.
6.Dasar pemikiran tentang pemerintahan daerah.
7.Produk hukum di daerah.

BAB II
PEMBAHASAN
1.Arti dan Terminologi Pemerintahan Daerah.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan administrasi
pemerintahan oleh pemerintah di daerah dan dewan perwakilan rakyat
dengan landasan dasar otonomi dan tugas.Pemerintahan daerah
merujuk pada otoritas administratif di suatu daerah yang lebih kecil
dari sebuah negara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
Provinsi. Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupatendan
daerah Kota. Setiap daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah
Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dengan undang-
undang. Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara
Pemerintahan Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar 1945.Pemerintah Daerah adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan Perangka tDaerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Perangkat Daerah adalah
organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan di daerah.Pada DaerahProvinsi, Perangkat Daerah
terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah. Pada Daerah Kabupaten/Kota, Perangkat Daerah terdiri atas
Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis
Daerah,Kecamatan, dan Kelurahan. Perangkat Daerah dibentuk oleh
masing-masingDaerah berdasarkan pertimbangan karakteristik,
potensi, dan kebutuhan Daerah.Organisasi Perangkat Daerah
ditetapkan denganPeraturan Daerah setempa tdengan berpedoman
kepada Peraturan Pemerintah. Pengendalian organisasi perangkat
daerah dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk Provinsi dan
olehGubernur untuk Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.Formasi dan persyaratan jabatan perangkat
daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan
pemerintahan yang menjad iurusan Pemerintah Pusat meliputi:
1.Politik luar negeri.
2.Pertahanan.
3.Keamanan.
4.Yustisi.
5.Moneter dan fiskal national dan
6.Agama.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan
pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan
wewenang,keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam, dan sumber dayalainnya. Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam,dan sumber daya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dansumber daya
lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar
susunan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten atau daerah kota yang terdiri atas pemerintah daerah
kabupaten atau kota dan DPRD kabupatenatau kota.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat
menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan
dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan
kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk
pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yangdikelola dalam
sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah
dimaksud dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel,
tertib,adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Setiap
daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala
daerah.
Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten
disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu
oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil
Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota
disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki
tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepaladaerah juga
mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada masyarakat. Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan
juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsiyang
bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendekrentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi
Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan
kabupaten dan kota. Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah
pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab
kepadaPresiden.
2.Daerah Otonom dan Otonomi Daerah.
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk
dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk
mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu
mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI,
yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah
sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut
oleh undang -undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan
ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”
Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam UndangUndang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena
dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka
aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober
2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan
UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi
daerah sebagai berikut.
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom
sebagai berikut.
“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”
Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sedangkan
dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di
daerah dan/atay kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari
pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah
provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pemberlakuan otonomi daerah beserta akibatnya memang amat
perlu dicermati. Tidak saja memindahkan potensi korupsi dari Jakarta
ke daerah, otonomi daerah juga memunculkan raja-raja kecil yang
mempersubur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping itu, dengan
adanya otonomi daerah, arogansi DPRD semakin tidak terkendali
karena mereka merupakan representasi elite lokal yang berpengaruh.
Karena perannya itu, di tengah suasana demokrasi yang belum
terbangun di tingkat lokal, DPRD akan menjadi kekuatan politik baru
yang sangat rentan terhadap korupsi.
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan
identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan
kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah
daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri.
Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah
serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.

3.Pembaharuan Pasal 18 Tahun 1945.


Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa
“Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
“Zelfbesturende landschappen” da “Volksgemeenschappen”, seperti
desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan
asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat
istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan
daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang
mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah
tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan
diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pencantuman tentang pemerintah daerah di dalam Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi
daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal
itu dilakukan setelah belajar dari praktik ketatanegaraan pada era
sebelumnya yang cenderung sentralistis, adanya penyeragaman sistem
pemerintahan seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1947
tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 5 Tahun
1979 tentang Pemerintahan Desa, serta mengabaikan kepentingan
daerah. Akibat kebijakan yang cenderung sentralistis itu, pemerintah
pusat menjadi sangat dominan dalam mengatur dan mengendalikan
daerah sehingga daerah diperlukan sebagai objek, bukan sebagai
subjek yang mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan
potensi dan kondisi objektif yang dimilikinya.
Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan
otonomi daerah yang dalam era reformasi menjadi salah satu agenda
nasional. Melalui penerapan bab tentang pemerintahan daerah
diharapkan lebih mempercepat terwujudnya kemajuan daerah dan
kesejahteraan rakyat daerah, serta meningkatkan kualitas demokrasi
daerah. Semua ketentuan itu dirumuskan tetap, dalam kerangka
menjamin dan memperkuat NKRI, sehingga dirumuskan hubungan
kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah. Ditegaskan
setelah perubahan Pasal 18 UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia bahwa pemerintah daerah (baik provinsi, kabupaten,
maupun Kota) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penegasan ini menjadi
dasar hukum bagi seluruh pemerintahan daerah untuk menjalankan
roda pemerintahan (termasuk menetapkan peraturan daerah dan
peraturan lainnya) secara lebih leluasa dan bebas serta sesuai dengan
kebutuhan, kondisi, dan karakteristik daerahnya masing-masing,
kecuali untuk urusan pemerintahan yang dinyatakan oleh undang-
undang sebagai urusan pemerintah pusat, Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Keberagaman karakteristik dan jenis desa, atau yang disebut
dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa
(founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk
negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu Negara
Kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan
Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan
terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya. Pasal 1 ayat 1
UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan
bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Desa terbagi atas
dua, yaitu desa dan desa adat. Desa mempunyai karakter yang berlaku
umum, ssedangkan Desa adat mempunyai karakter yang berbeda dari
pada umumnya, terutama karena kuatnya pengaruh adat terhadap
sistem pemerintahan lokal, pengelolaan sumber daya lokal, dan
kehidupan sosial budaya masyarakat desa. Desa adat pada prinsipnya
merupakan warisan organisasi kepemerintahan masyarakat lokal yang
dipelihara secara turun temurun yang tetap diakui dan diperjuangkan
oleh pemimpin dan masyarakat desa adat agar dapat berfungsi
mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal. Desa
adat memiliki hak asal usul yang lebih dominan dari pada hak asal
usul desa sejak desa adat itu lahir sebagai komunitas asli yang hidup
ditengah masyarakat. Desa adat adalah sebuah kesatuan masyarakat
hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilayah dan
identitas wilayah yang terbentuk atas dasar territorial yang berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa berdasarkan
asal usul.
Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dengan tegas menyatakan bahwa
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantu. Sedang pada ayat (5) dinyatakan bahwa pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh Undang – Undang sebagai urusan pemerintah
pusat.Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 menyatakan negara mengakui
serta menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pasal ini merupakan
dasar dari pembentukan pemerintahan desa, rangka dalam efisiensi
kinerja penyelenggaraan pemerintahan desa dengan menempatkan
kepala desa beserta perangkatnya selaku pemerintahan desa.

4.Konsep Pemekaran Daerah.


Perubahan sistem kekuasaan Negara pasca reformasi tahun 1998
terutama pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (yang direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004) memberi
peluang otonomi daerah yang luas. Pengertian otonomi daerah
menurut UU No. 32 Tahun 2004 sebagai amandemen UU No. 22
Tahun 1999 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, orientasi pembangunan diubah dari prinsip
efisiensi dan pertumbuhan menjadi prinsip kemandirian dan keadilan.
Dalam kondisi orientasi pembangunan yang demikian, maka orientasi
penyelenggaraan pembangunan bergeser ke arah desentralisasi. Salah
satu implikasi dari perubahan paradigma penyelenggaraan
pembangunan tersebut adalah timbulnya fenomena pemekaran
wilayah.
Pemekaran wilayah pada otonomi daerah seakan punya daya tarik
tersendiri, sehingga tidak heran jika terus menjadi perbincangan di
berbagai kalangan. Kuatnya wacana tersebut juga semakin
menguatkan kontroversi dan perdebatan antar elit, kelompok
masyarakat bahkan pembuat kebijakan sekalipun. Belum lagi
tanggapan masyarakat beragam yang sedikit banyak meramaikan
kontroversi tersebut. Banyak yang mempertanyakan urgensi gagasan
manuver tersebut dengan berbagai alasan mendasar seperti alasan
politis, sosiologis, religius bahkan historis.
Pemekaran wilayah (propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa)
merupakan dinamika kemauan politik masyarakat pada daerah-daerah
yang memiliki cakupan luasan wilayah administratif cukup luas.
Ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 78 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan
Daerah, pemerintah telah memberikan ruang bagi daerah untuk
melakukan pemekaran wilayah dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara merata pada setiap tingkatan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pemekaran daerah dapat berupa
penggabungan dari beberapa daerah atau bagian daerah yang
berdekatan atau pemekaran dari satu daerah menjadi lebih dari satu
daerah. Sedangkan secara substansi, pemekaran daerah bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan pemerintah pada masyarakat dalam
rangka percepatan pembangunan ekonomi daerah, peningkatan
keamanan dan ketertiban untuk mewujudkan keserasian pembangunan
antar pusat dan daerah. Selain itu diatas, pemekaran daerah dapat
dijadikan sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal untuk
sesuai potensi dan cita-cita daerah.
Gagasan pemekaran wilayah dan pembentukan Daerah Otonom
Baru memiliki dasar hukum yang cukup kuat. Secara yuridis landasan
yang memuat persoalan pembentukan daerah terdapat dalam pasal 18
UUD 1945 yang intinya, bahwa membagi daerah Indonesia atas
daerah besar (provinsi) dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah
yang lebih kecil. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberi peluang
pembentukan daerah dalam suatu NKRI, yaitu daerah yang dibentuk
berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan
pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah.
Dari sisi pemerintah pusat, proses pembahasan pemekaran
wilayah yang datang dari berbagai daerah melalui dua tahapan besar
yaitu proses teknokratis (kajian kelayakan teknis dan administratif),
serta proses politik karena selain harus memenuhi persyaratan
teknokratis yang telah diatur dalam UU dan Peraturan Pemerintah,
proposal pemekaran harus didukung secara politis oleh DPR Dalam
rangka memahami proses kebijakan pemekaran, perlu digambarkan
bagaimana pemerintah nasional meloloskan usulan pemekaran daerah
otonom. Prosedur pembahasan ditingkat pusat untuk “meluluskan atau
tidak meluluskan”. , pada Pasal 16 dimana ada beberapa prosedur
yang harus dilalui oleh daerah Kabupaten/Kota yang akan
dimekarkan, yaitu:
1. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk
Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan
atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon
cakupan wilayah Kabupaten/Kota yang akan dimekarkan.
2. DPRD Kabupaten/Kota dapat memutuskan untuk menyetujui
atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dalam bentuk Keputusan DPRD bersadarkan aspirasi sebagian
besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa
atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk
kelurahan atau nama lain;
3. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak
aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk
keputusan Bupati/ Walikota berdasarkan hasil kajian daerah;
4. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan
pembentukan Kabupaten/Kota berdasarkan evaluasi terhadap
kajian daerah.
5. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon
Kabupaten/Kota kepada DPRD Propinsi;
6. DPRD Propinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak
usulan pembentukan Kabupaten/Kota;
7. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan
Kabupaten/Kota, Gubernur mengusulkan pembentukan
Kabupaten/Kota kepada Presiden melalui Menteri dengan
melampirkan:
a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/Kota;
b. Hasil kajian daerah;
c. Peta wilayah calon Kabupaten/Kota;
d. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota dan keputusan
Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2)
huruf a dan huruf b;
e. Keputusan DPRD Propinsi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 ayat (1) huruf c.
f.Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
ayat (1) huruf d.
Perkembangan pemekaran wilayah dalam kurun waktu sembilan tahun
terakhir ini cukup banyak mendapat respon masyarakat. Sampai tahun
2005, pemerintah telah mengesahkan pemekaran wilayah sebanyak
148 daerah otonom baru, terdiri dari 7 propinsi, 114 kabupaten, dan 27
kota (tahun 1999-2004). Sampai tahun 2007 telah terbentuk 173
daerah otonom, terdiri dari 7 propinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota.
Dalam versi lain pemekaran wilayah selama tahun 1999-2007, telah
terbentuk 7 propinsi, 144 kabupaten, dan 27 kota. Pada tahun 2007,
DPR telah memutuskan 12 wilayah dari usulan 39 wilayah yang
diterima sebagai daerah pemekaran yang disahkan oleh Departemen
Dalam Negeri.15 Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri,
antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2009, telah terbentuk 205
Daerah Otonom Baru, yang terdiri atas 7 provinsi, 165 kabupaten, dan
33 kota.

5.Sejarah Tentang Pemerintahan Daerah.


Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi bahwa
unsur-unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah gubernur,
bupati, atau walikota dan perangkat daerah.
Sejarah Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia tidaklah
berusia pendek. Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah lokal
ini telah mengisi perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu
pemerintahan daerah telah mengalami perubahan bentuknya.
Setidaknya ada tujuh tahapan hingga bentuk pemerintahan daerah
seperti sekarang ini (2009). Pembagian tahapan ini didasarkan pada
masa berlakunya Undang-Undang yang mengatur pemerintahan lokal
secara umum. Tiap-tiap periode pemerintahan daerah memiliki bentuk
dan susunan yang berbeda-beda berdasarkan aturan umum yang
ditetapkan melalui undang-undang. Patut juga dicatat bahwa konstitusi
yang digunakan juga turut memengaruhi corak dari undang-undang
yang mengatur pemerintahan daerah. Dalam artikel ini tidak semua
hal yang ada pada pemerintahan daerah dikemukakan. Dalam artikel
ini hanya akan dibahas mengenai susunan daerah otonom dan
pemegang kekuasaan pemerintahan daerah di bidang legislatif dan
eksekutif serta beberapa kejadian yang khas untuk masing-masing
periode pemerintahan daerah.
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Sebelum Diamandemen;
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan
UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD
1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut
sebagai berikut.
1.Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2. . Sistem Konstitusional.
3.Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi
dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5.Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
6.Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem
pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem
pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa
pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto.
Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang
amat besar pada lembaga kepresidenan.Hampir semua kewenangan
presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat.
Karena itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR,
maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat
disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar
pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat
mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga
mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem
pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik
dan pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam
praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata
kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan
bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Pasca Diamandemen:
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa
transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem
pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan
beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem
pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan
berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Pokokpokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
1.Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas.
Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
2.Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem
pemerintahan presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk
masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan
wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu
paket.
4.Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab
kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah 16 (DPD). Para anggota
dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif
dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan
peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsure-unsur dari sistem
pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk
menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem
presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di
Indonesia adalah sebagai berikut.
1.Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul
dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan megawasi presiden
meskipun secara tidak langsung.
2.Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan
atau persetujuan dari DPR.
3.Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan
atau persetujuan dari DPR.
4.Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk
undangundang dan hak budget (anggaran).

6.Dasar Pemikiran Tentang Pemerintahan Daerah.


Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan
hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah,
potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu
diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global
dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah
diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian
hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi
yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu
prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah
ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis
otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab
adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar
sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah
harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh
dalam masyarakat.
Kepentingan dan aspirasi masyarakat tersebut harus dapat
ditangkap oleh Pemerintah Daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai representasi perwakilan rakyat dalam struktur
kelembagan pemerintahan daerah yang menjalankan fungsi
pemerintahan, yang bertujuan sebagaimana yang disebutkan di atas.
Pemerintah daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan DPRD
menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran (budgeting) dan
fungsi pengawasan.
Sebagai unsur pemerintahan daerah DPRD turut serta melahirkan
kebijakan-kebijakan di daerahnya, terutama yang dituangkan dalam
Peraturan Daerah. Secara umum peran ini diwujudkan dalam tiga
fungsi, yaitu:
1. Regulator yaitu mengatur seluruh kepentingan daerah, baik yang
termasuk urusan-urusan rumah tangga daerah (otonomi) maupun
urusanurusan pemerintah pusat yang diserahkan pelaksanannya ke
daerah (tugas pembantuan);
2. Policy Making yaitu merumuskan kebijakan pembangunan dan
perencanaan program-program pembangunan di daerahnya;
3. Budgeting yaitu Perencanaan Anggaran Daerah (APBD);
Lebih khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU Susduk dan UU Pemerintahan Daerah), implementasi
kedua peran DPRD tersebut lebih disederhanakan perwujudannya ke
dalam tiga fungsi, yaitu :
1. . Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah,
2. Fungsi anggaran;
3. Fungsi pengawasan.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD seyogyanya
merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat
kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga
pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar,
artinya tidak saling membawahi. Hal ini dapat dicerminkan dalam
membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan
kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD
adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah
untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-
masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan
kerja yang sifatnya saling mendukung (sinergi) bukan merupakan
lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi
masing-masing.

7.Produk hukum di daerah.


Produk hukum adalah setiap putusan, ketetapan, peraturan, dan
keputusan yang dihasilkan oleh Mahkamah dalam rangka pelaksanaan
tugas, wewenang, dan kewajibannya
.Database produk hukum perundang-undangan dan instrument hukum
lainnya;
 Undang-undang (UU) (12)
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
 Peraturan Pemerintah (PP) (10)
 Peraturan Presiden (PERPRES) (9)
 Keputusan Presiden (KEPPRES) (2)
 Intruksi Presiden (INPRES)
Produk Hukum nasional;
 Undang-Undang
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Presiden
 Peraturan Menteri
 Peraturan Kepala BNPB
 Keputusan Presiden
 Surat Keputusan Menteri
 Rencana Aksi Nasional - Rencana Nasional
 Produk Hukum Lainnya.
Produk Hukum Daerah adalah Peraturan Daerah,Peraturan
Walikota, Peraturan Bersama Walikota, Keputusan Bersama
Walikota, Keputusan Walikota dan Instruksi Walikota dalam rangka
pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Produk hukum daerah:
 Undang-Undang
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Presiden
 Peraturan Menteri
 Peraturan Kepala BNPB
 Keputusan Presiden
 Surat Keputusan Menteri
 Rencana Aksi Nasional - Rencana Nasional
 Produk Hukum Lainnya.
Hukum Daerah dapat diperoleh dari dua macam kegunaan, yakni
secara teoritis dan praktis.
1.Kegunaan teoritis.
a.Memberikan gambaran yang tertulis sehingga dapat menjadi
panduan bagi pihak-pihak terkait, khususnya Bupati dalam hal ini
melalui bagian hukum untuk melakukan kajian lebih lanjut terhadap
perlunya produk legislasi.
b.Diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan
terhadap Perangkat Daerah Kabupaten Situbondo mengenai
urgensinya Peraturan Daerah Kabupaten Situbondo Tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
c.Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
mewujudkan tertib hukum terutama mengenai kedudukan hukum
terhadap Pembentukan Produk Hukum Daerah.
2.Kegunaan Praktis.
a.Diharapkan dengan adanya penulisan naskah ini dapat berguna dan
menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam penyusunan
Peraturan Daerah.
b. Diharapkan dapat memberikan paradigma baru tentang substansi
Peraturan Daerah.
Poses Pembentukan Produk Hukum;
1.Dasar Hukum.
 Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
 Undang- Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
 Peraturan Presiden No. 87 tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2.Mekanisme Pelaksanaan.
Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
PeraturanPerundang-Undangan, Peraturan Daerah terbagi menjadi 2
bagian, yaitu Peraturan DaerahProvinsi dan Peraturan Daerah Kota/
Kabupaten. Perda sendiri termasuk dalam hierarki peraturan
perundang-undangan dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2011,
berada di Pasal 7 butir f, dan PERDA Kota/ Kabupaten di Pasal 7 butir
g. Materi muatan Peraturan DaerahProvinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi
khususdaerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
Mekanisme penyusunan PERDA terbagi menjadi 4 bagian, yaitu
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, penetapan dan
pengundangan.Peran serta masyarakat dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan dapat diartikan sebagai partisipasi politik , oleh
Huntington dan Nelson partisipasi politik diartikan sebagai kegiatan
warga negara sipil (pivate citizen) yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan
baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling
berhubungan satusama lain dalam kesatuan untuk mewujudkan nilai-
nilai kebangsaan sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan
tanggung jawabnya masing-masing. Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi yang dibagi lagiatas
daerah kabupaten dan daerah kot a.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan
administrasi pemerintahan oleh pemerintah di daerah dan dewan
perwakilan rakyat dengan landasan dasar otonomi dan
tugas.Pemerintahan daerah merujuk pada otoritas administratif di
suatu daerah yang lebih kecil dari sebuah negara.
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan
identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan
kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah
daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri.
Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah
serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
Produk hukum adalah setiap putusan, ketetapan, peraturan, dan
keputusan yang dihasilkan oleh Mahkamah dalam rangka pelaksanaan
tugas, wewenang, dan kewajibannya.Produk Hukum Daerah adalah
Peraturan Daerah,Peraturan Walikota, Peraturan Bersama Walikota,
Keputusan Bersama Walikota, Keputusan Walikota dan Instruksi
Walikota dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan
daerah.

Anda mungkin juga menyukai