Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk


mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan
kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang


terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif,
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD
dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi
mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah. Dengan demikian maka DPRD dan
kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang
mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi
pembentukan Perda, anggaran dan pengawasan, sedangkan
kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan
kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD
dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.

I-1
Di samping perkembangan sistem ketatanegaraan, pembentukan
Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dimaksudkan pula sebagai upaya
untuk meningkatkan kinerja masing-masing lembaga perwakilan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan prinsip
saling mengimbangi checks and balances, yang dilandasi prinsip
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta
sekaligus meningkatkan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat
terhadap fungsi representasi lembaga perwakilan yang
memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan
Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan
diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Pemberian otonomi yang
seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di
samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis
globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada Daerah


dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara
kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau

I-2
pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada Daerah.
Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada
Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah akan tetap ada ditangan Pemerintah Pusat. Untuk itu
Pemerintahan Daerah pada negara kesatuan merupakan satu
kesatuan dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan dengan itu,
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan
bagian integral dari kebijakan nasional. Pembedanya adalah
terletak pada bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi,
daya saing, dan kreativitas Daerah untuk mencapai tujuan
nasional tersebut di tingkat lokal yang pada gilirannya akan
mendukung pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan.

Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang


mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus
Daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya
sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional
dan kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang
lebih luas kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus
kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat dalam membentuk
kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya
Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam bentuk
Perda maupun kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikan
kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta
keseimbangan antara kepentingan nasional yang sinergis dan
tetap memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam
penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.

Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat sebagai


satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk

I-3
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan yang
diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dan dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dengan
dibantu oleh Perangkat Daerah. Urusan Pemerintahan yang
diserahkan ke Daerah berasal dari kekuasaan pemerintahan yang
ada ditangan Presiden. Konsekuensi dari negara kesatuan adalah
tanggung jawab akhir pemerintahan ada ditangan Presiden. Agar
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah
berjalan sesuai dengan kebijakan nasional maka Presiden
berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Terkait kedududukan DPRD kabupaten/kota, Pasal 148 Undang-


Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
menyebutkan bahwa:
(1) DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan
rakyat Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
kabupaten/kota.
(2) Anggota DPRD kabupaten/kota adalah pejabat Daerah
kabupaten/kota.

Terkait fungsi DPRD kabupaten/kota, Pasal 149 Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
menyebutkan bahwa:
(1) DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi:
a. pembentukan Perda Kabupaten/Kota;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.

I-4
(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di Daerah
kabupaten/kota.
(3) Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), DPRD kabupaten/kota menjaring
aspirasi masyarakat.

Bersamaan dengan pergeseran paradigma pemerintahan dari pola


sentralis menjadi pola desentralisasi maka dibutuhkan
peningkatan kapasitas kelembagaan DPRD. Pola pendekatan pada
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus dapat diadopsi
sesuai dengan kewenangannya. Pendekatan tersebut antara lain :
1. Partisipatif artinya melibatkan seluruh unsur masyarakat dan
swasta (dunia usaha) untuk berperan serta dalam
pembangunan.
2. Transparansi artinya keterbukaan dari berbagai aspek
perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan pengawasan.
3. Akuntabilitas artinya dapat dipertanggung jawabkan baik
dalam administrasi maupun fisik. Dialogis artinya adanya
komunikasi yang harmonis.

Salah satu kendala yang dihadapi DPRD Kota Cilegon agar dapat
melaksanakan fungsi DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah adalah belum tersediannya pedoman, tata cara, SOP dalam
meyelenggarakan tugas dan fungsinya secara lengkap dan detail.

Berpijak pada upaya untuk memfasilitasi DPRD Kota Cilegon


dalam melaksanakan tugas dan fungsi DPRD sebagai bentuk
implementasi amanat kebijakan dan memenuhi kebutuhan
masyarakat Kota Cilegon, Pemerintah Kota Cilegon melalui

I-5
Sekretariat DPRD pada Tahun Anggaran 2014 memandang perlu
untuk melaksanakan Kegiatan/Pekerjaan Penyusunan Naskah
Akademik Peraturan Internal DPRD Kota Cilegon (Pedoman
Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Pengawasan). Keberadaan
Pedoman Penyelenggaraan Fungsi Pembentukan Perda Kota ini
diharapkan mampu menjadi panduan bagi DPRD Kota Cilegon
dalam menyelenggarakan salah satu fungsinya sebagaimana yang
diamantkan dalam peraturan perundang-undangan.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam Penyusunan


Naskah Akademis/Peraturan Internal DPRD Kota Cilegon
(Pedoman Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan) adalah sebagai
berikut:
1. Belum tersediannya pedoman, tata cara, SOP dalam
meyelenggarakan tugas dan fungsi DPRD dalam bidang
Pengawasan.
2. Belum optimalnya pelaksanaan fungsi DPRD dalam bidang
Pengawasan.
3. Perlunya upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan
kualitas anggota DPRD secara konsisten dan berkelanjutan
dalam memahami dan mengimplementasikan fungsinya
dalam bidang Pengawasan.

I-6
1.3. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENYUSUNAN NASKAH
AKADEMIK

Merujuk pada pasal 1 UU No. 12 tahun 2011 tentang


Pembentukan Perundang-undangan dinyatakan Naskah akademik
adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Undang-
Undang, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai
solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat.

Bertitik tolak dari perumusan tersebut maka dapat diartikan


bahwa naskah akademik merupakan suatu hasil penelitian
ataupun pengkajian yang menjadi dasar ilmiah dari pengaturan
suatu norma hukum dalam rangka kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Adapun tujuan dan kegunaan naskah
akademik secara umum adalah untuk memberikan ‘dasar ataupun
landasan” yang bersifat ilmiah atas pengaturan suatu norma
hukum di masyarakat.

Selain bersifat umum maka tujuan dan kegunaan naskah


akademik memiliki kekhususan, yaitu berhubungan dengan
materi atau muatan yang akan diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Dalam hal ini naskah akademik ini terkait
dengan Naskah Akademis/Peraturan Internal DPRD Kota Cilegon
(Pedoman Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan).

I-7
Seiring dengan permasalahan yang telah diidentifikasi, tujuan dari
penyusunan Naskah Akademis/Peraturan Internal DPRD Kota
Cilegon (Pedoman Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan) adalah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi permasalahan dan hal-hal yang menjadi
dasar pertimbangan perlunya penyusunan Rancangan
Peraturan Internal DPRD (Pedoman Penyelenggaraan Fungsi
Pengawasan).
2. Mengetahui landasan filosofis, sosiologis dan yuridis atas
pembentukan Rancangan Peraturan Internal DPRD (Pedoman
Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan).
3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dari Rancangan
Peraturan Internal DPRD (Pedoman Penyelenggaraan Fungsi
Pengawasan).
4. Merumuskan pedoman penyelenggaraan fungsi pembentukan
perda kota yang diharapkan mampu menjadi panduan bagi
DPRD Kota Cilegon dalam melaksanakan fungsi, tugas dan
wewenang serta hak dan kewajiban anggotanya pada bidang
Pengawasan.

Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademis/Peraturan


Internal DPRD Kota Cilegon (Pedoman Penyelenggaraan Fungsi
Anggaran) adalah sebagai berikut:
1. Menjadi panduan bagi anggota DPRD dan kelembagaan DPRD
dalam menyelenggarakan fungsi pada bidang Pengawasan.
2. Meningkatkan kapasitas dan kinerja kelembagaan dan
anggota DPRD pada bidang Pengawasan.
3. Mendukung upaya untuk mewujudkan kinerja dan tata kelola
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah

I-8
yang akuntabel, transparan dan berkualitas untuk
mendukung upaya pembangunan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

1.4. METODE

Penyusunan Naskah Akademis/Peraturan Internal DPRD Kota


Cilegon (Pedoman Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan) ini
dilakukan dengan mengacu pada UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan serta praktek
penyusunan Naskah Akademik yang selama ini dilakukan di
Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan
naskah akademik ini adalah metode pendekatan yuridis
normatif dengan menggunakan data sekunder. Metode yuridis
normatif ini dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah data
sekunder, baik berupa produk peraturan perundang-undangan,
hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya.

Pada dasarnya metode penelitian melalui pendekatan yuridis


normatif yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik
ini, utamanya menggunakan data sekunder yang dianalisis secara
kualitatif, namun demikian data primer juga tetap digunakan
sebagai penunjang dan untuk mengkomfirmasi data sekunder.
Selain itu juga, penggunaan metode yuridis normatif ini juga
diperkuat dengan wawancara, diskusi (focus group discussion),
konsultansi publik dan rapat dengar pendapat untuk menyerap
aspirasi dari seluruh pelaku pembangunan (pemerintah,
masyarakat dan swasta).

I-9

Anda mungkin juga menyukai