Anda di halaman 1dari 57

BAB III

TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

3.1. TINJAUAN TEORI

3.1.1 Pengertian Kumuh

Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya pemukiman berasal


dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata
human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan
tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana lingkungan.
Perumahan menitik beratkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land
settlement. Pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan
pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga
pemukiman menitik beratkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda
mati yaitu manusia (human).

Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakikatnya saling
melengkapi (Kurniasih, 2007). Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah
dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun
sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik
standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan
sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang
terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007).

Pemukiman kumuh adalah lingkungan hunian atau tempat tinggal/rumah beserta


lingkungannya, yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan sebagai sarana
pembinaan keluarga, tetapi tidak layak huni ditinjau dari tingkat kepadatan
penduduk, sarana dan prasarananya, fasilitas pendidikan, kesehatan serta sarana
dan prasarana sosial budaya masyarakat.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 1


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Menurut Sinulingga (2005) ciri kampung/pemukiman kumuh terdiri dari:


1. Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/ha. Pendapat para ahli perkotaan
(MMUDP,90) menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah
mencapai 80 jiwa/ha maka timbul masalah akibat kepadatan ini, antara
perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi memiliki persyaratan
fisiologis, psikologis dan perlindungan terhadap penyakit.
2. Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena
sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap
rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain.
3. Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan-
jalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah akan
tergenang oleh air.
4. Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada diantaranya
yang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah,
ataupun ada juga yang membuangnya ke sungai yang terdekat.
5. Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur
dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan

Permukiman kumuh pada umumnya terjadi di kawasan perkotaan karena


keterbatasan oleh keahlian tenaga kerja mengakibatkan masyarakat tersebut
menempati lokasi yang pada umumnya ilegal dan mendirikan bangunan dengan
sangat berdekatan sehingga menimbulkan kawasan semrawut, kawasan kumuh
dibagi menjadi dua yaitu slum area dan kawasan quarter.
1. Kawasan kumuh atau slum area adalah suatu wilayah permukiman dengan
kondisi bangunan dan kondisi lingkungan yang tidak sehat dan tergolong
kotor dengan kurang kesadarannya akan pentingnya kesehatan lingkungan,
namun umumnya tidak menyalahi aturan seperti peruntukannya yang sesuai,
legalitas kepemilikan dan tidak menyalahi peraturan perundangan lainnya.
2. Kawasan quarter yaitu merupakan suatu sekumpulan lahan yang dihuni oleh
permukiman-permukiman liar, dimana kondisi bangunan ada yang baik dan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 2


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

buruk tetapi permasalahannya terdapat pada status lahan yang illegal. (Utomo
Is Hadri, 2000).

Daerah squater jika diartikan dalam kamus sosiologi adalah kondisi dimana
seseorang dikatakan illegal dalam bertempat tinggal pada suatu tempat
(Sukamto Soerjono, 1985). Sedangkan dalam kamus ilmu-ilmu sosial daerah
squater diartikan sebagai seseorang yang menempati tanah-tanah tanpa ijin
resmi (Peading Hugo F, 1986). Wilayah squater adalah wilayah yang dihuni
oleh masyarakat dimana pada umumnya jenis bangunan semi permanen dan
dibangun di lahan yang illegal karena merupakan lahan yang tidak jelas status
kepemilikan lahan, sebagain besar adalah lahan negara sebagai kawasan
lindung.

Suatu kawasan dapat dikatakan sebagai permukiman kumuh memiliki beberapa


karakteristik dari berbagai sektor seperti:
1. Permukiman padat penduduk dimana umumnya berada di perkotaan karena
diakibatkan urbanisasi perpindahan penduduk dari desa ke kota.
2. Tingkat mata pencaharian yang tidak tetap mengakibatkan penghasilan
masyarakat tergolong rendah.
3. Kondisi bangunana tergolong semi permanen karena ketidakmampuan untuk
membeli bahan bangunan yang kokoh.
4. Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah.
5. Pelayanan sarana prasarana lingkungan tidak memadai.
6. Kondisi persil antar satu bangunan dengan bangunan lainnya tidak tertata
dengan baik, tergolong semrawut.
7. Umumnya dihuni oleh kondisi sosial ekonomi menengah kebawah.
8. Status kepemilikan tanah yang tidak jelas dimana sebagian besar adalah tanah
milik negara. (Utami Trisni, 1997).

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 3


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Tipologi Permukiman Kumuh

Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan pengelompokan


perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi secara
geografis. Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh terdiri dari
perumahan kumuh dan permukiman kumuh (Permen PUPR No. 14 Tahun 2018):
1. di atas air.
suatu permukiman masyarakat yang bertempat tinggal diatas air, baik daerah
pasang surut, rawa, sungai atau laut yang menitikberatkan kepada kearifan
lokal, karena lokasi tersebut cenderung berdampak kepada terjadinya
permukiman kumuh dan dapat dilihat dari sarana prasarana yang tersedia
pada umumnya dibawah standar, sedangkan jika dilihat dari sistem
pengelolaan sarana prasarana tidak memperhatikan dampak terhadap
lingkungan.
2. di tepi air.
permukiman kumuh yang berlokasi ditepi badan air seperti tepi sungai,
pantai, danau, waduk dan sebagainya, dalam hal ini banyak perumahan yag
berlokasi disepanjang garis sempadan badan air dengan menitikberatkan
kepada kearifan lokal tanpa mempertimbangkan aspek-aspek yang diperlukan
dalam mengelola
suatu permukiman sehingga tidak terciptanya lingkungan kumuh.
3. di dataran rendah.
perumahan dan permukiman kumuh yang berada pada kemiringan lereng
<10% umumnya berada pada perkotaan serta dekat dengan pusat kegiatan
sosial ekonomi, seperti permukiman kumuh padat perkotaan, permukiman
kumuh bantaran rel kereta api, permukiman kumuh pinggiran kota,
permukiman kumuh pedesaan.
4. di perbukitan.
perumahan dan permukiman kumuh berada di daerah dataran tinggi dengan
kemiringan lereng >10% dan 40%

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 4


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

5. di daerah rawan bencana.


perumahan dan permukiman kumuh yang berada di daerah rawan bencana
khususnya seperti : bencana longsor, banjir dan gempa bumi.

Penanganan Permukiman Kumuh

Terdapat beberapa penanganan mengenai permukiman kumuh yang dilakukan


dengan menitik beratkan pada prasarana, Sarana dan Utilitas lingkungan.
Komponen Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum penting untuk menjamin
pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang teratur dan sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Prioritas penanganan wilayah
di permukiman kumuh diutamakan jarak lokasi yang dekat dengan pusat
perkotaan, berikut merupakan penanganan sarana prasarana lingkungan antara
lain:
1. Prasarana Lingkungan:
a. Jaringan Jalan: pelebaran jalan sesuai dengan standar syarat jalan
lingkungan, membuat kelengkapan jalan, membuat permukaan jalan
sesuai dengan standar syarat jalan lingkungan agar dengan mudah
masyarakat melakukan mobilitas.
b. Jaringan Drainase : membersihkan penyumbatan, menghubungkan
dengan drainase perkotaan
c. Persampahan : menyediakan sistem pengelolaan sampah
d. Pengelolaan Air Limbah : menyediakan system pengelolaan air limbah
sesuai dengan standar syarat pengolahan limbah di perkotaan
e. Air minum: menyediakan pelayanan air minum sesuai standar kesehatan
bagi masyarakat.
2. Sarana Lingkungan:
a. Ruang Terbuka Hijau
b. Sarana Umum
3. Utilitas Umum lingkungan paling sedikit tersedianya jaringan listrik.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 5


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Penanganan permukiman kumuh tidak hanya menyoroti Sarana, prasarana dan


utilitas lingkungan juga perlu dilakukan beberapa pendekatan penanganan
sebagaimana pendekatan penanganan pada program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh)
dengan menggunakan pembobotan vitalitas ekonomi dan sosial.
 Pendekatan Property Development
Pendekatan ini berdasarkan pemahaman bahwa kawasan permukiman kumuh
menjadi fokus utama dalam peningkatan kondisi sosial ekonomi karena
memiliki dalam hal ini masyarakat berkedudukan sebagai kelompok sasaran
perumahan,dan pemerintah sebagai pemilik aset tanah. Dengan kriteria
sebagai berikut:
o Kriteria Vitalitas ekonomi dan non ekonomi tinggi
o Kriteria status kepemilikan tanah sebagian besar tanah negara
 Pendekatan Community Based Development
Pendekatan ini berdasarkan pemahaman bahwa kawasan tidak memiliki nilai
ekonomis yang tinggi sehingga masyarakat menjadi objek utama dalam
meningkatkan ekonomi dengan pemberian modal dan pelatihan. Dengan
kriteria sebagai berikut:
o Kriteria vitalitas ekonomi dan non ekonomi rendah
o Kepemilikan tanah sebagian besar adalah tanah milik
o Keadaan sarana prasarana dengan skor tinggi
o Komitmen pemerintah rendah
 Pendekatan Guide Land Development
Tidak memiliki nilai komersial sehingga ditangani oleh GLD, lebih
mengutamakan penduduk untuk tinggal di lokasi semula. Dengan kriteria
sebagai berikut:
o Kriteria vitalitas nilai ekonomis rendah
o Status kepemilikan tanah adalah hak milik
o Kriteria vitalitas non ekonomis rendah
o Kriteria sarana prasarana sedang

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 6


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

3.1.2 Sosial Ekonomi Pada Permukiman Kumuh

Masalah Sosial

Selain sarana prasarana yang tidak baik masalah sosial menjadi penyebab utama
terjadinya permukiman kumuh, hal ini menjadi aspek dalam menentukan
karakteristik permukiman kumuh berdasarkan tipologinya adalah lama tinggal,
jarak rumah ketempat kerja, asal daerah dan menjadi fokus utama terbentuknya
kawasan kumuh adalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dalam sifat
manusia untuk menentukan penyesuaian lebih tinggi bagi mahluk manusia yang
telah berkembang secara fisik dan mental, bebas dan sadar kepada tuhan seperti
manifestasi dalam membentuk intelektual, emosional dan kemanusiaan dari
manusia, menjadi perubahan signifikan bagi kehidupan manusia itu sendiri
(H.Home). Menurut Philip.H.Coombs (Odang Mochtar, 1976:8) sistem
pendidikan juga memiliki peran dalam menentukan kehidupan suatu wilayah,
input pendidikan dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Ilmu pengetahuan : nilai-nilai dan tujuan yang berlaku didalam masyarakat
2. Penduduk dan tenaga kerja yang tersedia
3. Faktor ekonomi

Dari faktor-faktor diatas merupakan input pendidikan guna mengurangi dampak


yang ditimbulkan dari pendidikan rendah dan mempengaruhi kondisi ekonomi
masyarakat.

Masalah Ekonomi

Aspek ekonomi menjadi fundamental dalam terciptanya kawasan kumuh karena


mayoritas permukiman kumuh dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah
kebawah, mata pencaharian atau pekerjaan akan berbanding lurus dengan
penghasilan masyarakat karena pekerjaan tidak hanya apa yang dilakukan
manusia untuk hidup, tetapi ada peran dari sumber daya yang menyediakan
mereka dengan kapabilitas untuk membangun kehidupan yang memuaskan, faktor
beresiko dimana setiap individu harus memperhatikan dalam mengurus sumber

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 7


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

daya, lembaga serta hubungan politik juga membantu dan menghalangi dalam
tujuan mereka agar dapat hidup dan meningkatkan tarif hidup (Frank Ellis,2004),
dari keterangan umum tentang mata pencaharian tersebut dapat ditentukan bahwa
pengertian yang sesuai dengan penelitian mengenai permukiman kumuh, yaitu
suatu pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya
yang tersedia merupakan faktor penting dalam mengurus sumber daya, lembaga
serta hubungan politik juga membantu dan menghalangi dalam tujuan mereka
agar dapat hidup dan meningkatkan tarif hidup (Frank Ellis,2004), dari keterangan
umum tentang mata pencaharian tersebut dapat ditentukan bahwa pengertian yang
sesuai dengan penelitian mengenai permukiman kumuh, yaitu suatu pekerjaan
pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya yang tersedia
merupakan faktor penting dalam mengelolanya sehingga dalam keadaan apapun
akan ada celah dalam memanfaatkan sumber daya tersebut serta dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan Ditjen Cipta Karya mengenai
pengembangan kawasan permukiman kumuh dijelaskan bahwa indikator ekonomi
yang mempengaruhi terjadinya kawasan permukiman kumuh antara lain:
 Mata pencaharian: pekerjaan merupakan suatu cara untuk mendapatkan
penghasilan, jika mata pencaharian tergolong baik dan tetap maka jumlah
penghasilan yang didapat menjadi semakin besar.
 Penghasilan: semakin tinggi penghasilan setiap individu masyarakat akan
semakin besar pelayanan sarana prasarana lingkungan yang didapat, karena
pelayanan sarana prasarana lingkungan membutuhkan sejumlah biaya khusus
diluar untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.

Setelah mata pencaharian sudah terencana dengan baik maka pada umumnya akan
berbanding lurus dengan pendapatan bagi masyarakat, jika mata pencaharian
sudah dikatakan layak maka pendapatan akan mengikutinya.

Prasarana Lingkungan Permukiman

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 8


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Dalam sistem perencanaan permukiman yang terintegrasi dengan sistem


prasarana, Sarana dan utilitas umum baik kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan. Prasarana Lingkungan Kumuh menjadi variabel indikator antara lain:
1. Jaringan Jalan.
Jalan adalah prasarana darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan maupun perlengkapan yang ada di sekitar jalan diperuntukan bagi
pergerakan lalu lintas baik yang berada di permukaan tanah maupun diaats
permukaan tanah kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Infrastruktur merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas masyarakat dapat
berlangsung khususnya infrastruktur jalan, yaitu merupakan penghubung
antar satu wilayah dengan wilayah lain serta dapat membuka akses kegiatan
di permukiman kumuh dengan kegiatan diluar (Jafar M.2007). Infrastruktur
jaringan jalan di Indonesia merupakan prasarana transportasi darat yang
didominasi (90% angkutan barang dengan menggunakan moda jalan dan 95%
angkutan penumpang menggunakan moda jalan) dan mempunyai peranan
yang strategis dalam mendukung terlaksananya kegiatan ekonomi, sosial,
masyarakat, sehingga harus dipertahankan fungsinya dengan baik melalui
sistem pemeliharaan yang baik.

Terciptanya permukiman kumuh salah satunya dengan tidak tersedianya


jaringan jalan yang terintegrasi antar hirarki jalan sehingga dari tingkatan
jalan yang paling tinggi yaitu arteri primer hingga tingkatan paling rendah
yaitu jalan lingkungan belum terintegrasi dengan baik, sementara itu dalam
meningkatkan ekonomi maka jaringan jalan juga menjadi faktor penting
dalam terciptanya pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek maupun
jangka panjang karena jaringan jalan menjadi akses utama bagi masyarakat
untuk menuju ke suatu tempat kegiatan selain itu jaringan jalan menjadi objek
dalam melakukan distribusi barang.

Klasifikasi jaringan jalan yang terintegrasi antar hirarki maka akan membuat
fungsi jalan dari tertinggi yaitu arteri primer dengan terendah yaitu jalan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 9


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

lingkungan dapat berkaitan dengan baik, berikut adalah klasifikasi jalan


berdasarkan fungsinya:
a. Jalan Arteri merupakan jalan yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri-cirinya seperti perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata
tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.

Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan


perumahan di perkotaan, menjelaskan bahwa jalan Lingkungan merupakan
jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah yang memiliki lebar
jalan ± 4 mete.

2. Sistem Jaringan Drainase.


Drainase mempunyai arti merupakan saluran yang berfungsi sebagai
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.

Sistem drainase adalah rekayasa infrastruktur di suatu kawasan untuk


menanggulangi adanya genangan banjir Secara umum, drainase didefinisikan
sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat
difungsikan secara optimal.

Dalam proses pengaliran drainase di perkotaan seharusnya pada setiap rumah


sudah memiliki aliran tersendiri dan terpisah dengan aliran air hujan dimana

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 10


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

aliran air hujan dapat dimanfaatkan kembali untuk digunakan sebagai air
bersih.

Drainase yang sudah digunakan maupun dicampur oleh limbah rumah tangga
harus melalui IPAL terlebih dahulu agar air limbah yang dihasilkan saat
bermuara ke badan air sudah tidak mengandung bahan kimia berbahaya, dan
meminimalisir terjadinya pencemaran air sungai (Kodoatie, 2003). Hanya air
yang telah memiliki baku mutu tertentu yang dimasukkan ke dalam badan air
penerima, biasanya sungai, sehingga tidak merusak lingkungan (Suripin,
2004). Berdasarkan teori yang didasari oleh penelitian tersebut terdapat
beberapa manfaat atau fungsi drainase seperti:
a. Mengalirkan air pada suatu wilayah agar tidak terjadi genangan.
b. Menghubungkan dari drainase tersier hingga bermuara ke dainase primer.
c. Meminimalisir terjadinya pengikisan air tanah dan kerusakan pada jalan
dan bangunan akibat air yang tidak mengalir dengan baik.
d. Mengalirkan air hujan ke tempat yang sesuai agar tidak menggenang dan
terjadi banjir.

SNI-036967-2003 tentang drainase perumahan memberi ketentuan lebar


drainase 1 meter, perkerasan beton dan bentuk penampang setengah
lingkaran.

3. Jaringan Air Bersih


Penyediaan pelayanan air bersih bagi masyarakat sangat diperlukan karena air
merupakan sumber kehidupan bagi manusia yang diatur dalam pasal 33 UUD
1945 ayat (3) berisi bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya
demi kemakmuran rakyat, dan dipertegas kembali dalam UU No.23 Tahun
2014 tentang pemerintahan daerah bahwa pemenuhan air bersih bagi
masyarakat merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dan pemerintah
daerah sebagai bagian dari pelayanan publik. Sebagai perencana dalam

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 11


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

merencanakan kebutuhan air bersih bagi masyarakat harus menitikberatkan


pada konsep 3K yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas:
a. Kualitas adalah dengan berfokus pada air yang sudah tidak mengandung
zat-zat kimia berbahaya, tidak berwarna, berbau dan berasa
b. Kuantitas adalah jumlah air yang dihasilkan harus sudah memenuhi
kebutuhan air bersih bagi masyarakat sehingga tidak terjadi kekeringan
pada wilayah perencanaan.
c. Kontinuitas merupakan air yang telah berkualitas dengan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat harus terjaga kondisinya dalam
waktu yang lama agar dapat digunakan oleh masyarakat secara terus
menerus. (Dharmasetiawan Martin, 2001).

Air baku merupakan salah satu sumber air yang dapat digunakan sebagai air
bersih dalam memenuhi kebutuhan kegiatan masyarakat, air bersih harus
memenuhi ketentuan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu peraturan
pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Air bersih menjadi sumber
kehidupan bagi masyarakat, setelah air baku maka diolah kembali menjadi air
bersih hingga air minum jika pengelolaannya sudah dilakukan memenuhi
standar, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. .907/MENKES/VII/ 2002, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas
air minum, syarat-syarat air baku agar dapat dijadikan sebagai air bersih
bahkan menjadi air minum adalah sebagai berikut :
 Air tidak boleh berwarna
 Tidak berbau
 Tidak berasa
 Bebas dari pantogen organik

Sumber air bersih yang baik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.122

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 12


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Tahun 2015 mengenai sistem penyediaan air minum, dimana dijelaskan


bahwa
sumber air bersih adalah berasal dari air permukaan antara lain: air sungai, air
danau,air tanah, air hujan, dan air laut yang kemudian diolah untuk digunakan
sebagai sumber air bersih maupun air minum. Persyaratan air minum diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.32 Tahun 2017 mengenai baku mutu
air dimana harus terbebas dari permasalahan seperti: berbau, berasa, dan
berwarna sehingga air tersebut aman untuk digunakan dalam kegiatan sehari-
hari.

4. Saluran Pembuangan Air Limbah Black Water dan Grey Water/Sanitasi.


Salah satu kebutuhan dasar yang di butuhkan oleh masyarakat adalah
tersediannya fasilitas MCK atau mandi, cuci, kakus merupakan sarana
fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa keluarga dalam
memenuhi kebutuhannya seperti mandi, cuci, dan buang air di lokasi
permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat
kemampuan ekonomi rendah (Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D),
2002). Ada konsep yang dapat digunakan sebagai alternatif seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan tidak diimbangi dengan lahan yang
memadai yaitu dengan adanya MCK komunal/umum merupakan sarana yang
dapat digunakan oleh masyarakat umum pada suatu permukiman dengan
berlandaskan pada wilayah tersebut tergolong kepadatan penduduk tinggi
yaitu sekitar 300-500 orang/Ha.

Pembuangan limbah black water dan grey water diatur dalam Permen PU
No.4/PRT/M/2017 tentang penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah
domestik dimana dijelaskan bahwa pembuangan black water dibuang ke
septictank maupun kemudian dikelola di saluran pengolahan limbah yang
disebut IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) oleh pihak berwenang
yang berasal dari subsistem pengolahan setempat. Pembuangan limbah grey
water dilakukan pembuangan ke saluran terpisah dengan jaringan drainase

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 13


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

agar tidak tercampur oleh aliran air hujan, karena aliran air hujan dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari- hari. Peraturan penyedotan tinja diatur
dalam Buku E Panduan Perencanaan Pelayanan Lumpur Tinja Ditjen Cipta
Karya Tahun 2016 bahwa penyedotan tinja secara rutin yaitu dapat dilakukan
24- 36 bulan sekali, guna menghindari kepenuhan berlebih pada septictank
baik bersifat individu maupun Komunal.

5. Pengolahan Sampah.
Menurut World Health Organization (WHO) definisi sampah adalah suatu
barang yang sudah tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang dibuang bersumber dari hasil kegiatan manusia dan tidak terjadi
dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah
Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari - hari
manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. Juli Soemirat
(1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki
oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan yang
dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai,
tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan
biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya.
B. Malik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak
digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh
kegiatan manusia.

Berdasarkan SNI 19-2454-2002 mengenai cara teknik pengelolaan sampah


perkotaan terdapat beberapa cara agar kondisi lingkungan tetap besih dan
sehat
serta jauh dari indikator kawasan kumuh. Cara yang dilakukan adalah harus
dilakukan oleh petugas kebersihan dan tidak membuang sampah ke lahan
kosong maupun tempat sembarangan lainnya karena akan menimbulkan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 14


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

kawasan kumuh dan pencemaran tanah, maka langkah yang harus ditetapkan
antara lain sebagai berikut:
 Pengumpulan timbulan sampah di simpan pada suatu wadah baik tong
sampah maupun bak sampah yang tersedia disetiap rumah dan
lingkungan.
 Melakukan pemilahan sampah antara sampah organik dan anorganik,
dimana sampah organik dapat digunakan untuk pupuk maupun kegiatan
ramah lingkungan lainnya, sementara sampah anorganik dapat didaur
ulang kembali agar tidak langsung dibuang ketanah karena membutuhkan
waktu lama untuk dapat diurai.
 Pengangkutan sampah oleh petugas kebersihan menuju ke TPS (Tempat
Pembuangan Sementara) untuk kemudian dilakukan pemilahan kembali.
 Pengangkutan ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) kemudian dilakukan
pengolahan sampah untuk digunakan kembali dan diuraikan.

Menurut Widyadmoko (2002) Sampah berdasarkan kelompoknya dapat


dibagi dalam jenisnya, antara lain: Pertama, sampah basah atau sampah yang
terdiri dari bahan-bahan organik yang mudah membusuk dimana sebagian
besar sampah ini berasal dari sisa-sisa makanan, potongan hewan, dan lain-
lain sebagainya. Kedua, sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam
seperti besi tua, kaleng bekas, dan sampah kering non logam, misalnya
kertas,kaca,keramik,batu-batuan, dan sisa kain. Ketiga, sampah lembut,
misalnya debu yang berasal dari penyapuan lantai rumah, gedung dan
penggergajian kayu. Keempat, sampah besar, sampah yang berasal dari
bangunan rumah tangga yang besar, seperti meja,kursi,kulkas,radio dan
peralatan lain sebagai pendukung rumah tangga.

Terdapat metode pengelolaan sampah yaitu menggunakan lubang resapan


biopori adalah suatu metode dengan dibuatnya lubang sedalam 100 cm,
berdiameter 10 cm sehingga dapat menampug baik sampah organik dan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 15


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

resapan air hujan. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan


kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman (Tim Biopori
IPB, 2011).

Hambatan dalam pengelolaan sampah di Indonesia terdapat beberapa kendala


yang rumit seperti:
 Lokasi yang sulit terjangkau oleh petugas kebersihan
 Jarak dari TPS ke TPA tergolong jauh sehingga memerlukan biaya
akomodasi lebih besar Jumlah lahan TPA pada suatu wilayah terbatas
 Sulit untuk dilakukan pemilahan karena pada dasarnya masyarakat tidak
melakukan pemilahan sampah mandiri pada setiap rumah.
 Lokasi pembuangan sampah masyarakat lebih memilih ke tempat yang
dilarang
 Biaya pengelolaan sampah relatif sulit terjangkau oleh masyarakat kelas
menengah kebawah.(Rohani, 2007).

sarana Lingkungan Permukiman

Sarana lingkungan yang menjadi standar kebutuhan untuk skala Kampung


menggunakan besaran kepadatan penduduk. Dalam merencanakan kebutuhan
lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada beberapa ketentuan mengacu
pada SNI 03-1733-2004, yaitu:
1) besaran standar direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan penduduk
<200 jiwa/ha;
2) untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana dapat
dibangun secara bergabung dalam satu lokasi atau bangunan dengan tidak
mengurangi kualitas lingkungan secara menyeluruh;
3) untuk kawasan yang berkepadatan >200 jiwa/ha diberikan reduksi 15-30%
terhadap persyaratan kebutuhan lahan; dan
4) perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan
harus direncanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan keberadaan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 16


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

prasarana dan sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan
kuantitas secara menyeluruh.

Tabel 3.1
Reduksi Kebutuhan Lahan Untuk Sarana Lingkungan Berdasarkan Kepadatan
Penduduk

Kepadatan
Klasifikasi Kawasan
Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat
Kepadatan Penduduk < 150 jiwa/ha 151-200 jiwa/ha 201-400 jiwa/ha > 400 jiwa/ha
Reduksi Terhadap - - 15% (maksimal) 30% (maksimal)
Kebutuhan Lahan
Sumber : SNI. SNI 03-1733-2004

Jenis Sarana kebutuhan dari satu kawasan antara lain:


1. Sarana Pemerintahan/Pelayanan Umum
a. Pelayanan administrasi pemerintahan dan administrasi kependudukan
b. kantor pelayanan utilitas umum dan jasa; seperti layanan air bersih
(PAM), listrik (PLN), telepon, dan pos.
c. pos-pos pelayanan keamanan dan keselamatan; seperti pos keamanan dan
pos pemadam kebakaran.
Kebutuhan sarana berdasarkan jenjang kawasan antara lain:
 Sarana pada unit RW/Kampung (2.500 jiwa penduduk)
- balai pertemuan warga luas lahan minimal 300 m2
- pos hansip luas lahan minimal 12 m2
- bak sampah kecil luas lahan minimal 30 m2
- Parkir umum luas lahan minimal 100 m2
 Sarana pada unit Kelurahan/Desa
- Kantor kelurahan luas lahan minimal 1.000 m2
- Pos kamtib luas lahan minimal 200 m2
- Pos pemadam kebakaran luas lahan minimal 200 m2
- Bak sampah besar luas lahan minimal 60 m2
- Parkir umum luas lahan minimal 500 m2
- Gedung serba guna luas lahan minimal 500 m2
 Sarana pada unit Kecamatan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 17


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

- Kantor kecamatan luas lahan minimal 2.500 m2


- Kantor Polisi luas lahan minimal 1.000 m2
- Pos pemadam kebakaran luas lahan minimal 1.000 m2
- Kantor Pos pembantu luas lahan minimal 1.000 m2
- Stasiun telepon otomat luas lahan minimal 1.000 m2
- balai nikah / KUA / BP4 luas lahan minimal 1.000 m2
- Parkir umum luas lahan minimal 2.000 m2
- Gedung serba guna luas lahan minimal 2.500 m2

2. Sarana Pendidikan
Dasar penyediaan sarana pendidikan adalah untuk melayani setiap unit
administrasi pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang
formal (Kelurahan, Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata pada
jumlah penduduk yang akan dilayani oleh sarana tersebut.

Dasar penyediaan sarana pendidikan ini juga mempertimbangkan pendekatan


desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal
ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya
terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan
fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait
dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada
area tertentu.

Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan


yang akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan
menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh
karena itu dalam merencanakan sarana pendidikan harus memperhatikan:
a. berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan;
b. optimasi daya tampung dengan satu shift;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 18


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

c. effisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara


terpadu;
d. pemakaian sarana dan prasarana pendukung;
e. keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan
berbagai jenis sarana lingkungan lainnya.

3. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan
kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan
jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.

Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain


keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini
dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk
sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas
ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan
kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area
tertentu.

Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan adalah:


a. posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-
anak usia balita;
b. balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada
penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada
penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan pada waktu-
waktu tertentu juga untuk vaksinasi;
c. balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin), yang
berfungsi melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan
serta melayani anak usia sampai dengan 6 tahun;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 19


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

d. puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana


pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan
kepada penduduk dalam penyembuhan penyakit, selain melaksanakan
program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah
kerjanya;
e. puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit
pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan
terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup
wilayah yang lebih kecil;
f. tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan
pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada
usaha penyembuhan tanpa perawatan; dan
g. apotik, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-
obatan, baik untuk penyembuhan maupun pencegahan.

Kebutuhan sarana kesehatan berdasarkan jumlah penduduk yang dicakupi


antara lain:
 Posyandu mencakup 1.250 jiwa dengan radius 500 m2
 Balai Pengobatan Warga mencakup 2.500 jiwa dengan radius1.000m2
 Klinik Bersalin mencakup 30.000 jiwa dengan radius4.000m2
 Pustu/BP Lingkungan mencakup 30.000 jiwa dengan radius1.500m2
 Puskesmas mencakup120.000 jiwa dengan radius3.000m2
 Praktek dokter mencakup 5.000 jiwa dengan radius1.500m2
 Apotik/Toko obat mencakup 30.000 jiwa dengan radius1.500m2

4. Sarana Peribadatan
Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan
memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara
atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 20


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Jenis sarana ibadah untuk agama islam, direncanakan sebagai berikut:


 kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar;
 kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid;
 kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid kelurahan; dan
 kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan.

Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan sebagai berikut:


 katolik mengikuti paroki;
 hindu mengikuti adat; dan
 budha dan kristen protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hirarki
lembaga.

Untuk sarana ibadah agama Islam dan Kristen Protestan dan Katolik,
kebutuhan ruang dihitung dengan dasar perencanaan 1,2 m /jemaah, termasuk
ruang ibadah, ruang pelayanan dan sirkulasi pergerakan. Untuk agama lain,
kebutuhan ruang dan lahan disesuaikan dengan kebiasaan penganut agama
setempat dalam melakukan ibadah agamanya.

5. Sarana perdagangan dan niaga


Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah
dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan
jumlah penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan
pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada.
Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan / blok yang
nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan
penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area
layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk
melayani pada area tertentu.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 21


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga


adalah:
a. toko/warung (skala pelayanan unit RT ≈ 250 penduduk), yang menjual
barang-barang kebutuhan sehari-hari;
b. pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-
barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa
seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya;
c. pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit
kelurahan ≈ 30.000 penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari
termasuk sayur, daging, ikan, buah buahan, beras, tepung, bahan-bahan
pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alatalat pendidikan, alat-alat
rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet dan sebagainya.
d. pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000
penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang
kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi,
unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta
kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan
lain-lain.

Kebutuhan ruang dan lahan untuk sarana ini akan berkaitan juga dengan daya
dukung lingkungan dan jalan yang ada di sekitar bangunan sarana tersebut.
Besaran kebutuhan ruang dan lahan menurut penggolongan jenis sarana
perdagangan dan niaga adalah:
(1) warung / toko
Luas lantai yang dibutuhkan ± 50 m termasuk gudang kecil.
Apabila merupakan bangunan tersendiri (tidak bersatu dengan rumah
tinggal), luas tanah yang dibutuhkan adalah 100 m2.
(2) pertokoan (skala pelayanan untuk 6.000 penduduk) Luas lantai yang
dibutuhkan 1.200 m2. Sedangkan luas tanah yang dibutuhkan 3.000 m2.
Bangunan pertokoan ini harus dilengkapi dengan:

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 22


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

a. tempat parkir kendaraan umum yang dapat dipakai bersama kegiatan


lain pada pusat lingkungan;
b. sarana-sarana lain yang erat kaitannya dengan kegiatan warga;
c. pos keamanan.
(3) pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit
kelurahan ≈ 30.000 penduduk) Luas tanah yang dibutuhkan: 10.000 m.
Bangunan pusat pertokoan / pasar lingkungan ini harus dilengkapi
dengan:
a. tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;
b. terminal kecil atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;
c. pos keamanan;
d. sistem pemadam kebakaran;
e. musholla/tempat ibadah.
(4) pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kelurahan ≈ 120.000
penduduk) Luas tanah yang dibutuhkan adalah 36.000 m2. Bangunan
pusat perbelanjaan harus dilengkapi:
a. tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;
b. terminal atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;
c. pos keamanan;
d. sistem pemadam kebakaran;
e. musholla/tempat ibadah.
6. Sarana kebudayaan dan rekreasi
Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan
untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti
gedung pertemuan, gedung serba guna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-
lain. Bangunan dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana
pemerintahan dan pelayanan umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan
bangunan ini dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-waktu
yang berbeda.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 23


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Penetapan jenis/macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu daerah


sangat tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut
faktor-faktor:
 tata kehidupan penduduknya;
 struktur sosial penduduknya.

Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi


meliputi:
a. balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW ≈ 2.500
penduduk);
b. balai serbaguna (skala pelayanan unit Kelurahan ≈ 30.000 penduduk);
c. gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan ≈
120.000 penduduk);
d. bioskop (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk).

7. Sarana ruang terbuka


Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang
mempunyai arti sebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi
dalam lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau budidaya
tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah sebagai areal
berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga kehidupan wilayah perkotaan.

Penggolongan sarana ruang terbuka hijau di lingkungan perumahan


berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk.
Keseluruhan jenis ruang terbuka hijau tersebut adalah :
 setiap unit RT ≈ kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1
untuk taman yang dapat memberikan kesegaran pada kota, baik udara
segar maupun cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 24


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

 setiap unit RW ≈ kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan sekurang-


kurangnya satu daerah terbuka berupa taman, di samping daerah-daerah
terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk sebaiknya,
yang berfungsi sebagai taman tempat main anak-anak dan lapangan olah
raga kegiatan olah raga;
 setiap unit Kelurahan ≈ kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan
taman dan lapangan olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan
penduduk di area terbuka, seperti pertandingan olah raga, upacara serta
kegiatan lainnya;
 setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus
memiliki sekurangkurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang
berfungsi sebagai tempat pertandingan olah raga (tenis lapangan, bola
basket dan lain-lain), upacara serta kegiatan lainnya yang membutuhkan
tempat yang luas dan terbuka;
 setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus
memiliki sekurangkurangnya 1 (satu) ruang terbuka yang berfungsi
sebagai kuburan/pemakaman umum;
 selain taman dan lapangan olah raga terbuka, harus disediakan jalur-jalur
hijau sebagai cadangan/sumber-sumber alam, sekaligus berfungsi sebagai
filter dari polusi yang dihasilkan oleh industri, dengan lokasi menyebar.
 diperlukan penyediaan jalur hijau sebagai jalur pengaman lintasan kereta
api, dan jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota, dengan lokasi
menyebar;
 pada kasus tertentu, mengembangkan pemanfaatan bantaran sungai
sebagai ruang terbuka hijau atau ruang interaksi sosial (river walk) dan
olahraga.

Kebutuhan luas lahan ruang terbuka hijau berdasarkan kapasitas pelayanan


sesuai jumlah penduduk, dengan standar 1 m/penduduk. Kebutuhan lahan
tersebut adalah:

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 25


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

a. taman untuk unit RT ≈ 250 penduduk, sekurang-kurangnya diperlukan


250 m2 atau dengan standar 1 m2/penduduk.
b. taman untuk unit RW ≈ 2.500 penduduk, dibutuhkan minimal 1.250 m2
atau dengan standar 0,5 m2 /penduduk yang lokasinya dapat disatukan
dengan pusat kegiatan RWlainnya, seperti balai pertemuan, pos hansip
dan sebagainya.
c. taman dan lapangan olah raga untuk unit Kelurahan ≈ 30.000 penduduk,
diperlukanlahan seluas 9.000 m2/penduduk.
d. taman dan lapangan olah raga untuk unit Kecamatan ≈ 120.000
penduduk, diperlukan lahan seluas 24.000 m2 atau dengan standar 0,3
m2/penduduk.
e. dibutuhkan jalur hijau seluas 15m2 (2,4 hektar) atau dengan standar
0,2m2/ penduduk yang lokasinya menyebar; dan
f. besarnya lahan kuburan/pemakaman umum tergantung dari sistem
penyempurnaan yang dianut sesuai agama dan kepercayaan masing-
masing. Acuan perhitungan luasan berdasarkan angka kematian setempat
dan/atau sistem penyempurnaan.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 26


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Utilitas Lingkungan Permukiman Lainnya

Utilitas lingkungan Permukiman didasarkan pada jenjang kawasan berdasarkan


luasan dan jumlah jiwa, utilitas lingkungan Permukikan selain pada Utilitas
Prasarana antara lain:
1. Jaringan Listrik
Pemasangan seluruh instalasi di dalam lingkungan perumahan ataupun dalam
bangunan hunian juga harus direncanakan secara terintegrasi dengan
berdasarkan peraturanperaturan dan persyaratan tambahan yang berlaku,
seperti:
a. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL);
b. peraturan yang berlaku di PLN wilayah setempat; dan
c. peraturan-peraturan lain yang masih juga dipakai seperti antara lain
AVE.

Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan listrik yang harus disediakan


pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
 kebutuhan daya listrik; dan
 jaringan listrik
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
 Penyediaan kebutuhan daya listrik
- setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari
PLN atau dari sumber lain; dan
- setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum
900 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total
kebutuhan rumah tangga.
 Penyediaan jaringan listrik
- disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki
pelayanan, dimana besar pasokannya telah diprediksikan
berdasarkan jumlah unit hunian;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 27


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

- disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan


pada area damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak
menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar;
- disediakan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang
ditempatkan pada lahan yang bebas dari kegiatan umum;
- adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux
dengan tinggi > 5 meter dari muka tanah;
- sedangkan untuk daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak
dimanfaatkan untuk tempat tinggal atau kegiatan lain yang bersifat
permanen karena akan membahayakan keselamatan

2. Jaringan Telekomunikasi
Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan telekomunikasi sesuai
ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan / perundangan
yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan
telepon lingkungan perumahan di perkotaan.

Jenis prasarana dan utilitas jaringan telepon yang harus disediakan pada
lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
a. Jaringan telekomunikasi kabel
1) Pembangunan jaringan prasarana telekomunikasi yang mengikuti
jaringan jalan utama dan berhirarki sesuai dengan klasifikasi jalan
dengan cakupan pelayanan ke seluruh pusat pelayanan dan wilayah
pengembangannya.
2) Pengembangan dan peningkatan jaringan telepon umum pada
kawasan pusat-pusat pelayanan umum, seperti pasar serta jalan-jalan
utama di tiap-tiap pusat pelayanan dan wilayah pengembangannya.
3) Sistem jaringan telepon yang akan dikembangkan masih tetap
memanfaatkan sentral telepon otomat (STO) yang sudah ada
sehingga akan menghemat dalam pembangunan jaringannya. Dari
sentral telepon tersebut, kemudian diteruskan ke Rumah-rumah

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 28


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Kabel (RK) dan diteruskan ke jaringan transmisi yang selanjutnya ke


drop wire dan akhirnya ke rumah-rumah atau ke tempat kegiatan
lainnya.
4) Sistem jaringan kabel primer dan sekunder menggunakan kabel
bawah tanah, hanya dari kabel rumah box telepon pembagi
menggunakan kabel atas (untuk waktu yang akan datang dapat
diarahkan menggunakan kabel bawah tanah juga). Untuk kawasan
baru hendaknya sistem kabel atas dari rumah box telepon pembagi
ke rumah-bangunan sudah sistem bawah tanah/sistem instalasi yang
menyatu dengan rencana kawasan tersebut
Untuk kabel primer dan sekunder di bawah tanah harus diatur pola
jaringannya dengan mengikiuti pola jaringan jalan yang ada di sisi
jaringan jalan sebelah kanan, tidak satu jalur dengan jaringan pipa air
bersih dan dengan jaringan kabel listrik. Begitu juga dengan jaringan
kabel atas dari
rumah box telepon pembagi ke rumah-rumah bangunan-bangunan
hendaknya mengikuti pola jaringan jalan atau gang/lorong yang ada disisi
sebelah kanan. Kabel primer-sekunder bawah tanah tersebut hendaknya
ditempatkan dalam satu box utilitas telepon khusus. Penempatan box
utilitas telepon tersebut hendaknya disesuaikan dengan kondisi jalan
yang ada dan atau rencana jalan yang ada.

Untuk rumah box pembagi telepon harus diatur peletakannya agar


tercipta keindahan dan kerapian kota. Rumah box pembagi telepon
tersebut hendaknya diletakkan pada luasan tertentu. Tidak terletak di
bahu jalan atau trotoar dan untuk box telepon umum direncanakan pada
pusat pusat kegiatan kota, mulai dari pusat utama kota, pusat sub kota
bagian wilayah kota, pusat kota kecamatan, pusat sub pembagian
kota/kelurahan/pusat lingkungan dan kawasan-kawasan fungsional kota
dan ruas-ruas jalan utama serta pertemuan 3 jalan utama atau lebih serta
di komplek fasilitas bangunan rumah. Sebagai acuan, standar pengadaan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 29


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

sarana telepon adalah 4unit untuk setiap 100 penduduk. Berdasar standar
tersebut, maka pengembangan jaringan telepon direncanakan dengan
mengembangkan/meningkatkan STO serta menambah RumahKabel (RK)
guna meningkatkan kapasitas sambungan telepon terpasangnya.
b. Jaringan Telekomunikasi Nirkabel
Dalam merencanakan jaringan nirkabel memperhatikan:
- Mengembangkan sistem telekomunikasi nirkabel (selular) sebagai
alternatif pengganti telekomunikasi sistem kabel, melalui
pembangunan BTS di seluruh wilayah provinsi sehingga dapat
menjangkau daerah yang jauh sekalipun.
- Pada pembangunan BTS nantinya harus dapat memperhatikan
kebutuhan lahan dan lokasi penempatan BTS. Tower BTS harus
tersebar merata agar dapat digunakan dan dirasakan oleh semua
masyarakat serta lokasinya tidak dekat dengan permukiman atau
tempat kegiatan/aktifitas penduduk.
- Membatasi pembangunan tower BTS dan menerapkan sistem
penggunaan tower bersama.

Dalam hal pemerintah daerah perlu mempertahankan kualitas visual


ruang sebagai pembentuk karakter kota/kawasan dari keberadaan fisik
menara, pemerintah daerah dapat menetapkan:
- Zona bebas menara; dan
- Sub zona menara bebas visual yang merupakan bagian dari zona
menara.

Penetapan zona bebas menara dan sub zona menara bebas visual
dilakukan dalam rangka:
- Mempertahankan kualitas ruang kawasan yang diarahkan dalam
rencana tata ruang wilayah atau rencana rinci tata ruang;
- Menjaga penguatan citra kawasan; dan
- Menjamin akses terhadap kawasan.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 30


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 31


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

3. Jaringan Transportasi Lokal


Lingkungan perumahan direkomendasikan untuk dilalui sarana jaringan
transportasi lokal atau memiliki akses yang tidak terlampau jauh (maksimum
1 km) menuju sarana transportasi tersebut. Lingkungan perumahan harus
dilengkapi jaringan transportasi sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang
diatur dalam peraturan / perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai
tata cara perencanaan umum jaringan transportasi lingkungan perumahan di
perkotaan.

Pendekatan perencanaan desain jaringan transportasi lokal pada suatu


lingkungan perumahan harus mempertimbangkan konsep perencanaan
pengembangan lingkungan yang berorientasi transit (Transit-Oriented
Development-TOD). Secara umum konsep ini menetapkan adanya desain
suatu pusat lingkungan yang memiliki beragam kegiatan sebagai sarana
lingkungan yang sekaligus juga merupakan pusat kegiatan pergerakan transit
lokal baik antar moda transit yang sama maupun dengan berbagai moda
transit yang berbeda, dengan mempertimbangkan aspek jangkauan
kenyamanan berjalan kaki sebagai orientasi utamanya.

Pendekatan desain pada konsep ini tidak hanya menyangkut desain sistem
transportasi –dalam hal ini sistem transit– saja, melainkan juga akan terkait
dengan bagaimana alokasi dan penataan berbagai elemen rancangan ruang
kota yang lain, seperti peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata
bangunan, ruang terbuka dan tata hijau, sistem sirkulasi dan penghubung, dan
lain sebagainya.

Beberapa prinsip umum pada konsep perencanaan lingkungan yang


berorientasi transit (TOD) ini adalah:
a. pendekatan perencanaan berskala regional yang mengutamakan
kekompakan dengan penataan kegiatan transit;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 32


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

b. perencanaan yang menempatkan sarana lingkungan dengan peruntukan


beragam dan campuran pada area pusat lingkungan dan pusat transit ini;
c. pembentukan lingkungan yang sangat mendukung / ‘ramah’ bagi pejalan
kaki;
d. perencanaan desain yang mempertahankan area cadangan terutama area
hijau;
e. pendekatan desain dengan mengutamakan kenyamanan kehidupan pada
ruang publik dan pusat lingkungan bersama selain pada ruang privat; dan
f. pengembangan yang mampu memicu / mendorong pembangunan area
sekitar pusat transit baik berupa pembangunan penyisipan, revitalisasi
maupun bentuk penataan / perencanaan lain.

3.2. TINJAUAN KEBIJAKAN

3.2.1 Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum tertinggi di Indonesia


menyebutkan pada pasal 28H ayat (1): “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”. hal tersebut mengamanhkan
bahwa bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik merupakan hak
asasi manusia dikarenakan pasal 28H masuk di dalam Bab “XA: Hak Asasi
Manusia”.

Selanjutnya masih dalam Bab yang sama pada pasal 28I ayat (4) berbunyi;
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah” artinya pemerintah termasuk
Provinsi dan Daerah berdasarkan kewenangannya bertanggung jawab terhadap
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak akan tempat tinggal dan
lingkungan hidup yang baik.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 33


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

3.2.2 RPJPN Tahun 2005-2025

Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan


bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan
berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun1945.

Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan
nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran
pokok, untuk sasaran pokok yang berkaitan dengan pencapaian peningkatan
kualitas kawasan permukiman kumuh adalah “Terwujudnya pembangunan yang
lebih merata dan berkeadilan”. Untuk terwujudnya pembangunan yang lebih
merata dan berkeadilan yang berkaitan dengan pencapaian peningkatan kualitas
kawasan permukiman kumuh ditandai oleh “Terpenuhi kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat
yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh”.

Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di
berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam
pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi
konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Arah
pembangunan hingga Tahun 2025 untuk mencapai sasaran pokok “Terwujudnya
pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan” berkaitan dengan peningkatan
kualitas kawasan permukiman kumuh adalah Pertumbuhan kota-kota besar dan
metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan
yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan
pembangunan yang berkelanjutan melalui:
1. penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian
pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 34


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan
fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota
tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town)
saja, tetapi juga menjadi kota mandiri;
2. pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti
industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta
peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan
3. perevitalan kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan
melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan
fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik,
terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi
antarmoda.

Selain itu juga dalam penerapan tata ruang maka Rencana tata ruang digunakan
sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor,
maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan.
Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka
mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan
a. kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang penataan
ruang,
b. kualitas rencana tata ruang, dan
c. efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan,
pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang.

Arah untuk pemenuhan permukiman yang layak adalah Pemenuhan perumahan


beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada:
1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai,
layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh
prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang
dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 35


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

2) penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana


pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan
yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja,
serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan
3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana
pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup.

Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-3,


RPJM ke-4 ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri,
maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang
dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh
berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh
SDM berkualitas dan berdaya saing.

3.2.3 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan


dan Kawasan Permukiman, program penanganan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh menjadi satu amanah yang wajib dilakukan oleh pemerintah.
Dalam hal ini, disebutkan bahwa pemerintah melakukan pembinaan dan fungsi
fasilitasi dalam peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan
permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan


permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 36


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya


perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. Pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.
1. Pencegahan
Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru mencakup:
a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi;
b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana,
sarana dan utilitas umum; dan
d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah.

Pencegahan dilaksanakan melalui:


1) pengawasan dan pengendalian; dan
2) pemberdayaan masyarakat

Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan,


standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang


perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan
informasi.

2. Peningkatan Kualitas
Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dengan pola-pola penanganan:

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 37


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

a. Pemugaran;
b. peremajaan; atau
c. pemukiman kembali.
Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi
persyaratan:
 kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata
ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
 kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;
 kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi
persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;
 tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;
 kualitas bangunan; dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

Pemugaran merupakan upaya perbaikan atau dapat pula dilakukan melalui


pembangunan kembali kawasan permukiman agar menjadi layak huni.

Peremajaan merupakan upaya untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan,


permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik dengan tujuan untuk
melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar.

Untuk meremajakan suatu kawasan, terlebih dahulu perlu menyediakan


tempat tinggal bagi masyarakat yang terkena dampak.

Peremajaan harus menghasilkan rumah, perumahan, dan permukiman dengan


kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.

Pemukiman kembali dilakukan apabila lokasi kumuh eksisting adalah lokasi


yang tidak diperuntukkan bagi kawasan permukiman menurut RTRW atau
merupakan lokasi yang rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi
orang yang mendiami kawasan/ lokasi tersebut. Pemukiman kembali

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 38


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

merupakan upaya memindahkan masyarakat dari lokasi eksisting yang


dilakukan oleh dukungan Pemerintah dan pemerintah daerah yang juga
menetapkan lokasi untuk pemukiman kembali dengan turut melibatkan peran
masyarakat.

Mengacu pada Undang – Undang No.1 Tahun 2011, upaya peningkatan kualitas
permukiman kumuh pada dasarnya meliputi 4 (empat) tahapan utama yakni
pendataan, penetapan lokasi, pelaksanaan dan pengelolaan. Selain itu, UU
No.1/2011 juga mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan
melibatkan peran masyarakat. Terkait hal ini, masing-masing stakeholder
memiliki peran, tugas dan fungsi sesuai dengan kapasitasnya dalam
penyelenggaraan kawasan permukiman, termasuk di dalamnya terkait upaya
pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh.
Gambar 3.1
Pembagian Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat Dalam
Pencegahan dan Peningkatan Permukiman Kumuh

Sumber : Panduan Penyusunan RP2KPKP

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 39


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

3.2.4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman bersifat multisektoral


dan melibatkan banyak pihak. Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan leading
sector dalam pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman, namun
bukan sebagai pelaku tunggal. Perlu upaya terpadu dan sinkron dari berbagai
pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Dalam penyelenggaraannya, pembangunan dan pengembangan kawasan


permukiman dilakukan secara terdesentralisasi oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Pemerintah (baik pusat maupun
daerah) akan lebih berperan sebagai pembina, pengarah, dan pengatur, agar terus
dapat tercipta suasana yang semakin kondusif.

Antara pemerintah dengan pemerintah daerah, juga terdapat pembagian peran


dalam pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengendalian mengacu pada
peraturan perundangan yang berlaku. Disamping itu agar terjadi efisiensi dan
efektivitas dalam pembangunan perumahan dan permukiman, baik di kawasan
perkotaan maupun di kawasan perdesaan, pelaksanaannya harus dilakukan secara
terpadu (baik sektornya, pembiayaannya, maupun pelakunya) dan dilakukan
berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan dan penataan ruang yang
berlaku. Pembagian peran dan kewenangan dalam pembangunan dan
pengembangan kawasan permukiman secara luas.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 40


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Gambar 3.2
Peran Pemangku Kepentingan
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman

Sumber : Panduan Penyusunan RP2KPKP

Terkait penanganan permukiman kumuh, undang-undang ini mengamanatkan


bahwa pemerintah pusat dapat turun langsung dalam upaya pencegahan dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan dengan beberapa prasyarat,
antara lain:
1. Kawasan permukiman kumuh berada pada lingkup Kawasan Strategis
Nasional (KSN); dan
2. Kawasan permukiman kumuh memiliki luas minimal 15 Ha.

Secara rinci pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota untuk sub urusan kawasan permukiman serta
perumahan dan kawasan permukiman kumuh dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 41


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Tabel 3.2
Pembagian Urusan Pemerintah Sub Urusan “Kawasan permukiman” dan
“Perumahan Kawasan Permukiman Kumuh”

No Sub Urusan Pemerintah pusat Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/Kota


2. Kawasan a. Penetapan sistem Penataan dan a. Penerbitan izin
Permukiman kawasan permukiman. peningkatan kualitas pembangunan dan
b. Penataan dan kawasan permukiman pengembangan
peningkatan kualitaskumuh dengan luas 10 kawasan permukiman.
kawasan permukiman (sepuluh) ha sampai b. b. Penataan dan
kumuh dengan luas 15dengan di bawah 15 peningkatan kualitas
(lima belas) ha atau(lima belas) ha. kawasan permukiman
lebih. kumuh dengan luas di
bawah 10 (sepuluh)
ha.
3. Perumahan dan --- --- Pencegahan perumahan
Kawasan dan kawasan
Permukiman permukiman kumuh pada
Kumuh Daerah kabupaten/kota.
Sumber : lampiran UU. No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

3.2.5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016


Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(diubah dengan PP. No. 12 Tahun 2021)

untuk melaksanakan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang


Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Pasal 185 huruf b
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Permukiman dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2021.

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Perumahan dan Kawasan
Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan Perumahan, penyelenggaraan kawasan Permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 42


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan


sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi


sebagai tempat hunian. Sedangkan Permukiman kumuh adalah permukiman yang
tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta Sarana dan Prasarana yang tidak
memenuhi syarat.

Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh


dilakukan

dengan pola-pola penanganan:


1) Pemugaran.
Dilakukan melalui tahap
a) identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan pemugaran;
b) sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
c) pendataan masyarakat terdampak;
d) penyusunan rencana pemugaran;
e) musyawarah untuk penyepakatan;
f) proses pelaksanaan konstruksi;
g) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi;
h) pemanfaatan; dan
i) pemeliharaan dan perbaikan
2) peremajaan.
dilakukan melalui tahap
a) identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan peremajaan;
b) penghunian sementara untuk masyarakat terdampak;
c) sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d) pendataan masyarakat terdampak;
e) penyusunan rencana peremajaan;
f) musyawarah dan diskusi penyepakatan;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 43


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

g) proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil


kesepakatan;
h) penghunian sementara masyarakat terdampak pada lokasi lain;
i) proses pelaksanaan konstruksi peremajaan pada lokasi Permukiman
eksisting;
j) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi peremaaan;
k) proses penghunian kembali masyarakat terdampak;
l) pemanfaatan; dan
m) pemeliharaan dan perbaikan.
3) pemukiman kembali.
Dilakukan melalui tahap
a) kajian pemanfaatan ruang dan/ atau kajian legalitas tanah;
b) penghunian sementara untuk masyarakat di Perumahan dan Permukiman
Kumuh pada lokasi rawan bencana;
c) sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d) pendataan masyarakat terdampak;
e) penyusunan rencana pemukiman baru, rencana pembongkaran
pemukiman eksisting dan rencana pelaksanaan pemukiman kembali;
f) musyawarah dan diskusi penyepakatan;
g) proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil
kesepakatan;
h) proses legalisasi tanah pada lokasi pemukiman baru;
i) proses pelaksanaan konstruksi pembangunan Perumahan dan
Permukiman baru;
j) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi pemukiman kembali;
k) proses penghunian kembali masyarakat terdampak;
l) proses pembongkaran pada lokasi pemukiman eksisting;
m) pemanfaatan; dan
n) pemeliharaan dan perbaikan

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 44


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali perumahan


kumuh dan permukiman kumuh menjadi perumahan dan permukiman yang layak
huni. Sedangkan peremajaan dan pemukiman kembali dilakukan untuk
mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna
melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar.

Pemilihan pola penanganan dengan memperhatikan klasifikasi kekumuhan dan


status tanahnya diatur dengan ketentuan:
1) dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dan sedang dengan
status tanah legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;
2) dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dan sedang dengan
status tanah ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman
kembali;
3) dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status tanah
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemugaran; dan
4) dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status tanah
ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali.

Pasca peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh


dilakukan pengelolaan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas Perumahan
dan Permukiman secara berkelanjutan, Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat
secara swadaya. Pengelolaan dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan Perumahan dan
Permukiman layak huni.

Pengelolaan terdiri atas:


1. pembentukan kelompok swadaya masyarakat
a. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat merupakan upaya untuk
mengoptimalkan peran masyarakat dalam mengelola Perumahan dan
Permukiman layak huni dan berkelanjutan.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 45


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

b. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat dilakukan pada tingkat


komunitas sampai pada tingkat kota sebagai fasilitator pengelolaan
Perumahan dan Permukiman layak huni.
c. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
d. Pembiayaan kelompok swadaya masyarakat selain secara swadaya oleh
masyarakat, dapat diperoleh melalui kontribusi setiap orang.
e. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat dapat difasilitasi oleh
Pemerintah Daerah dilakukan dalam bentuk:
i. penyediaan dan sosialisasi norma, standar, pedoman, dan kriteria;
ii. pemberian bimbingan, pelatihan/ penyuluhan, supervisi, dan
konsultasi; dan
iii. pemberian kemudahan dan/ atau bantuan
2. pemeliharaan dan perbaikan
a. Pemeliharaan dan perbaikan merupakan upaya menjaga kondisi
Perumahan dan Permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.
b. Pemeliharaan dan perbaikan dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

3.2.6 RPJMN 2020-2024

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 pada saat ini telah
sampai pada tahap keempat, ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia
yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di
berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang
kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung
oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.

Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat ditunjukkan oleh makin tinggi


dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat dengan jangkauan lembaga
jaminan sosial yang lebih menyeluruh; mantapnya sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh meningkat dan meratanya

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 46


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan
efektifnya manajemen pelayanan pendidikan; meningkatnya kemampuan Iptek;
meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya
tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak; dan terwujudnya
kesetaraan gender; bertahannya kondisi dan penduduk tumbuh seimbang. Sejalan
dengan tingkat kemajuan bangsa, sumber daya manusia Indonesia diharapkan
berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral berdasarkan
falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan
masyarakat Indonesia yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong royong,
patriotik, dinamis dan berorientasi Iptek. Kesadaran, sikap mental, dan perilaku
masyarakat makin mantap dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan
sehingga masyarakat mampu berperan sebagai penggerak bagi konsep
pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada arah Kebijakan dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah


meningkatkan akses masyarakat secara bertahap terhadap perumahan dan
permukiman layak dan aman yang terjangkau untuk mewujudkan kota yang
inklusif dan layak huni. Strategi difokuskan pada tiga aspek, yakni sisi permintaan
(demand side), dari sisi pasokan (supply side), dan lingkungan yang mendukung
(enabling environment).

Strategi untuk terpenuhinya perumahan dan permukiman layak untuk rumah


tangga antara lain:
1. Sisi Permintaan
a. Pemantapan sistem pembiayaan primer dan sekunder perumahan,
termasuk optimalisasi pemanfaatan sumber pembiayaan jangka panjang
seperti Tabungan dan Asuransi Pensiun (TASPEN) dan BPJS
Ketenagakerjaan;
b. Reformasi subsidi perumahan yang lebih efisien dan tepat sasaran;

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 47


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

c. Perluasan fasilitas pembiayaan perumahan terutama bagi masyarakat


berpenghasilan tidak tetap dan membangun rumahnya secara swadaya;
d. Pengembangan layanan Badan Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera)
untuk memperluas akses pembiayaan perumahan.
2. Sisi Pasokan
a. Peningkatan penyediaan perumahan yang sesuai dengan tata ruang dan
terpadu dengan layanan infrastruktur dasar permukiman, termasuk sistem
transportasi publik;
b. Pengembangan sistem perumahan publik berbasis rumah susun di
perkotaan;
c. Peremajaan kota secara inklusif dan konsolidasi tanah dalam rangka
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh;
d. Pemanfaatan tanah milik negara/BUMN untuk mendukung penyediaan
perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah;
e. Pengembangan peran dunia usaha termasuk BUMN/BUMD dalam
penyediaan perumahan, yaitu Perusahaan Umum Pembangunan
Perumahan Nasional (Perumnas), PT. Sarana Multigriya Finansial (PT.
SMF), dan Bank Tabungan Negara (BTN).
3. aspek penciptaan lingkungan yang mendukung
a. Penguatan implementasi standar keandalan dan tertib bangunan,
kemudahan perizinan dan administrasi pertanahan, serta pengembangan
teknologi dan bahan bangunan murah;
b. Peningkatan kapasitas pemerintah/pemerintah daerah, masyarakat dan
dunia usaha dalam penyediaan perumahan;
c. Peningkatan kolaborasi antara pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat dan dunia usaha dalam penyediaan perumahan;
d. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam penyediaan
perumahan;
e. Pengembangan badan layanan umum perumahan nasional dan daerah

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 48


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

3.2.7 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals


(SDGS)

Esensi dari pembangunan berkelanjutan adalah internalisasi dampak setiap


tindakan sosial dan ekonomi terhadap lingkungan hidup. Artinya, setiap kegiatan
sosial dan ekonomi perlu menghindari/mencegah atau memperhitungkan
dampaknya terhadap kondisi lingkungan hidup, agar lingkungan hidup tetap dapat
menjalankan fungsinya untuk menopang kehidupan saat ini dan di masa
mendatang.

SDGs merupakan tujuan pembangunan yang tidak hanya lebih holistik dan
komprehensif, tetapi yang juga mencerminkan keterkaitan antara satu tujuan
dengan tujuan lainnya dan antar target.

Pada Tujuan 11 SDGs yaitu “Membuat Kota dan Pemukiman Penduduk yang
Inklusif, Aman, Tangguh, dan Berkelanjutan” target yang menjadi acuan pada
peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh adalah Target 11.1: Pada tahun
2030, menjamin akses bagi semua terhadap perumahan yang layak, aman,
terjangkau, dan pelayanan dasar , serta menata kawasan kumuh. Dengan indikator:
1. Proporsi populasi penduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh,
permukiman liar atau rumah yang tidak layak.
2. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan
terjangkau.
3. Jumlah kawasan perkotaan metropolitan yang terpenuhi standar pelayanan
perkotaan(SPP).
4. Jumlah kota sedang dan kota baru yang terpenuhi SPP.

Keselarasan Target dan Tujuan di Indonesia adalah dengan Target Meningkatkan


standar hidup di pemukiman kumuh dan memperluas lapangan kerja di perkotaan
dengan indikator Persentase peduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh
atau pemukiman informal. Indikator ini dihitung dengan mengambil jumlah orang
yang tinggal di daerah kumuh kota dibagi dengan jumlah penduduk kota tersebut

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 49


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

dan dinyatakan sebagai persentase. Di tingkat nasional, persentase ini dapat


dihitung dengan mengambil jumlah orang yang tinggal di daerah kumuh semua
kota dibagi dengan total penduduk yang tinggal di semua kota.

UN-Habitat telah mengembangkan definisi dari rumah tangga kumuh agar dapat
dilakukan survei atau sensus di tingkat rumah tangga untuk mengidentifikasi
penghuni kawasan kumuh di kalangan penduduk perkotaan. Rumah tangga dalam
permukiman kumuh (slum household) adalah kelompok individu yang tinggal di
bawah satu atap di daerah perkotaan yang tidak mempunyai salah satu dari
indikator berikut:
 Rumah yang kokoh, yang dapat melindungi penghuninya dari kondisi cuaca
yang ekstrim,
 Ruang huni yang cukup, yang berarti tidak lebih dari 3 orang menghuni 1
ruang bersama,
 Akses yang mudah ke air bersih (aman) dalam jumlah yang cukup dan harga
yang terjangkau,
 Akses ke sanitasi yang memadai, dalam bentuk toilet pribadi atau toilet
bersama,
 Kepastian atau rasa aman bermukim (secure tenure), yang dapat melindungi
penghuninya dari penggusuran paksa.

Tidak semua permukiman kumuh sama dan tidak semua penghuni kawasan
kumuh menderita kekurangan pada tingkat yang sama. Tingkat kekurangan
tergantung pada seberapa banyak dari lima kondisi tersebut tidak dimiliki oleh
rumah tangga kumuh. Sekitar seperlima dari rumah tangga kumuh hidup dalam
kondisi sangat miskin.

Standar prasarana peningkatan kualitas kawasan permukiman pada SDGs antara


lain:
1. Prasarana Jalan
a. Tujuan 9: membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri
inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong inovasi,

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 50


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

- Target Mengembangkan infrastruktur yang berkualitas, andal,


berkelanjutan dan tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas
batas, untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan
manusia, dengan fokus pada akses yang terjangkau dan merata bagi
semua.
• Indikator Populasi penduduk desa yang tinggal dalam jarak 2
km terhadap jalan yang layak.
2. Sanitasi
a. Tujuan 1: Mengakhiri Kemiskinan Dalam Segala Bentuk Dimanapun.
- Target: Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan
perempuan, khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak
yang sama terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap
pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk
kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, teknologi baru, dan
jasa keuangan yang tepat, termasuk keuangan mikro. Dengan
Indikator:
• Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan
sanitasi layak dan berkelanjutan.
b. Tujuan 6: Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan
sanitasi berkelanjutan untuk semua
- Target: Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan
kebersihan yang memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan
praktik buang air besar di tempat terbuka, memberikan perhatian
khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok
masyarakat rentan. Dengan indikator:
• Proporsi populasi yang menggunakan layanan sanitasi yang
dikelola secara aman, termasuk fasilitas cuci tangan dengan air
dan sabun.
• Persentase rumah tangga yang memilikiakses terhadap layanan
sanitasi layak.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 51


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

• Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan Sanitasi Total


Berbasis Masyarakat (STBM).
• Jumlah desa/kelurahan yang Open Defecation Free (ODF)/ Stop
Buang Air Besar Sembarangan (SBS).
• Jumlah kabupaten/kota yang terbangun infrastruktur air limbah
dengan sistem terpusat skala kota, kawasan dan komunal.
• Proporsi rumah tangga (RT) yang terlayani sistem pengelolaan
air limbah terpusat.
- Target: Pada tahun 2030, meningkatkan kualitas air dengan
mengurangi polusi, menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan
pelepasan material dan bahan kimia berbahaya, mengurangi setengah
proporsi air limbah yang tidak diolah, dan secara signifikan
meningkatkan daur ulang, serta penggunaan kembali barang daur
ulang yang aman secara global. Dengan Indikator:
• Jumlah kabupaten/kota yang ditingkatkan kualitas pengelolaan
lumpur tinja perkotaan dan dilakukan pembangunan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
• Proporsi rumah tangga yang terlayani sistem pengelolaan
lumpur tinja.
3. Air Bersih
a. Tujuan 1: Mengakhiri Kemiskinan Dalam Segala Bentuk Dimanapun.
- Target: Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan
perempuan, khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak
yang sama terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap
pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk
kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, teknologi baru, dan
jasa keuangan yang tepat, termasuk keuangan mikro. Dengan
Indikator:
• Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan
sumber air minum layak dan berkelanjutan.

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 52


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

b. Tujuan 6: Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan


sanitasi berkelanjutan untuk semua
- Target: Pada tahun 2030, mencapai akses universal dan merata
terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua. Dengan
indikator:
• Proporsi populasi yang menggunakan layanan air minum yang
dikelola secara aman.
• Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan
sumber air minum.
• Kapasitas prasarana air baku untuk melayani rumah tangga,
perkotaan dan industri, serta penyediaan air baku untuk pulau-
pulau.
• Proporsi populasi yang memiliki akses layanan sumber air
minum aman dan berkelanjutan.

3.2.8 Tinjauan Kebijakan Ruang Dan Sektoral Provinsi Banten

RTRW Provinsi Banten Tahun 2010-2030

Arahan Provinsi RTRW Provinsi Banten terkait permukiman adalah antara lain:
1. Pola ruang kawasan peruntukan permukiman seluas lebih kurang 249.840,27
(dua ratus empat puluh sembilan ribu delapan ratus empat puluh dua
tujuh)hektar
2. Kawasan peruntukan permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan
tersebar di seluruh wilayah Provinsi Banten.
a. Arahan Pengelolaan Kawasan Permukiman Pedesaan meliputi:
i. pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang sudah ada;
ii. pengembangan permukiman perdesaan sedapat mungkin
menghindari terjadinya alih fungsi lahan produktif; dan
iii. penataan kawasan permukiman perdesaan melalui konsolidasi tanah
b. Arahan pengelolaan kawasan permukiman perkotaan meliputi:

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 53


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

i. pengaturan perkembangan pembangunan permukiman perkotaan


baru;
ii. pengembangan permukiman perkotaan dengan memperhitungkan
daya tampung perkembangan penduduk, sarana, dan prasarana yang
dibutuhkan;
iii. penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan dapat dilakukan
melalui pembangunan rumah susun; dan
iv. penataan kawasan permukiman perkotaan melalui konsolidasi tanah
c. Pembangunan dan Pengembangan SPAM di Provinsi Banten.
3. Rencana pengembangan Kota Baru Publik Maja.
4. Rencana peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh di Provinsi
Banten.
Gambar 3.3
Peta Rencana Pola Ruang Provinsi Banten

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 54


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Penanganan Kumuh Pada RPJMD Provinsi Banten

Prioritas Unggulan terkait penanganan kumuh pada RPJMD Provinsi Banten yang
tertera pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 7 Tahun 2017 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Banten Tahun 2017-
2022 adalah Membangun dan Meningkatkan Kualitas Infrastruktur pada angka 10.
“Penataan Kawasan Kumuh Kampung Nelayan, Perdesaan/Perkotaan”.

Tabel 3.3
Tujuan, Sasaran, Program dan Kegiatan Terkait Peningkatan Kualitas
Infrastruktur
SATU 2016 RENCANA (TARGET) KINERJA
AN (KON 2018 S.D
TUJUAN/ SASARAN/ PROGRAM/ 2023 PERANGKAT
INDIKATOR INDI DISI 2022
KEGIATAN 2018 2019 2020 2021 2022 (TRANS DAERAH (PD)
KAT AWAL (KONDISI
ISI)
OR ) AKHIR)
                                 
MISI 2 : MEMBANGUN DAN MENINGKATKAN KUALITAS INFRASTRUKTUR  
                                 
2.1 Meningkatnya                        
infrastruktur daerah
yang berkualitas
dalam mendukung
kelancaran arus
barang, orang dan
jasa yang berorientasi
pada peningkatan
pembangunan wilayah
dan perekonomian
daerah
2.1.4 Tersedianya                        
Perumahan dan
Pemukiman yang
layak.Ketersediaan
Air Minum dan
Sanitasi lingkungan,
Pengelolaan Sampah
regional
          1 Luasan Kawasan Kumuh Ha 375,29 114,60 203,20 274,60 333,30 375,29 375,29 375,29 Dinas Perumahan
Rakyat dan
Permukiman
          2 Persentase Rumah Layak % 82,86 84,02 85,18 86,34 87,50 88,66 88,66 88,66 Dinas Perumahan
Huni Rakyat dan
Permukiman
1       Urusan Wajib                        
1 01     Urusan Wajib                        
Pelayanan Dasar
1 01 04   Perumahan Rakyat dan                       Dinas Perumahan
Kawasan Permukiman Rakyat dan
Permukiman
1 01 04 15 Program         87.434.89 89.954.89 114.351.50 162.329.89 172.340.696 626.411.886.   Dinas Perumahan
Penyelenggaraan 6.540 6.540 0.000 6.540 .540 160 Rakyat dan
Kawasan Permukiman Permukiman
dan Perumahan
            Luas Kawasan Kumuh Ha 375,29 114,60 203,20 274,60 333,30 375,29     Bid. Kawasan
yang di Tata Permukiman
            Persentase Rumah Layak % 82,86 84,02 85,18 86,34 87,50 88,66     Bid. Perumahan
Huni yang ditangani
                                 

Arahan RTRW Kabupaten Serang Tahun 2011-2031

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 55


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Arahan RTRW Kabupaten Serang Tahun 2011-2031 terkait kawasan peruntukan


permukiman Kabupaten Serang antara lain:
1. Kawasan permukiman seluas 36.084 hektar terdiri atas kawasan permukiman
perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan.
2. Kawasan permukiman perkotaan seluas 32.127 hektar, meliputi: Kec. Anyar,
Kec. Bandung, Kec. Baros, Kec. Binuang, Kec. Bojonegara, Kec. Carenang,
Kec. Cikande, Kec. Cikeusal, Kec. Cinangka, Kec. Ciomas, Kec. Ciruas, Kec.
Gunungsari, Kec. Jawilan, Kec. Kibin, Kec. Kopo, Kec. Kragilan, Kec.
Kramatwatu, Kec. Lebakwangi, Kec. Mancak, Kec. Pabuaran, Kec.
Padarincang, Kec. Pamarayan, Kec. Petir, Kec. Pontang, Kec. Pulo Ampel,
Kec. Tanara, Kec. Tirtayasa, Kec. Tunjungteja dan Kec. Waringinkurung.
3. Kawasan permukiman perdesaan dengan luas kurang lebih 3.957 hektar
meliputi: Kec. Anyar, Kec. Bandung, Kec. Baros, Kec. Binuang, Kec.
Bojonegara, Kec. Carenang, Kec. Cikande, Kec. Cikeusal, Kec. Cinangka,
Kec. Ciomas, Kec. Ciruas, Kec. Gunungsari, Kec. Jawilan, Kec. Kibin, Kec.
Kopo, Kec. Kragilan, Kec. Kramatwatu, Kec. Lebakwangi, Kec. Mancak,
Kec. Pabuaran, Kec. Padarincang, Kec. Pamarayan, Kec. Petir, Kec. Pontang,
Kec. Tanara, Kec. Tirtayasa, Kec. Tunjungteja dan Kec. Waringinkurung.

Gambar 3.4
Pola Ruang Kabupaten Serang

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 56


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG
BAB III TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

DED PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH KEWENANGAN PROVINSI III - 57


DI DESA SUKABARES KECAMATAN WARINGIN KURUNG, KABUPATEN SERANG

Anda mungkin juga menyukai