Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakikatnya saling
melengkapi (Kurniasih, 2007). Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah
dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun
sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik
standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan
sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang
terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007).
buruk tetapi permasalahannya terdapat pada status lahan yang illegal. (Utomo
Is Hadri, 2000).
Daerah squater jika diartikan dalam kamus sosiologi adalah kondisi dimana
seseorang dikatakan illegal dalam bertempat tinggal pada suatu tempat
(Sukamto Soerjono, 1985). Sedangkan dalam kamus ilmu-ilmu sosial daerah
squater diartikan sebagai seseorang yang menempati tanah-tanah tanpa ijin
resmi (Peading Hugo F, 1986). Wilayah squater adalah wilayah yang dihuni
oleh masyarakat dimana pada umumnya jenis bangunan semi permanen dan
dibangun di lahan yang illegal karena merupakan lahan yang tidak jelas status
kepemilikan lahan, sebagain besar adalah lahan negara sebagai kawasan
lindung.
Masalah Sosial
Selain sarana prasarana yang tidak baik masalah sosial menjadi penyebab utama
terjadinya permukiman kumuh, hal ini menjadi aspek dalam menentukan
karakteristik permukiman kumuh berdasarkan tipologinya adalah lama tinggal,
jarak rumah ketempat kerja, asal daerah dan menjadi fokus utama terbentuknya
kawasan kumuh adalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dalam sifat
manusia untuk menentukan penyesuaian lebih tinggi bagi mahluk manusia yang
telah berkembang secara fisik dan mental, bebas dan sadar kepada tuhan seperti
manifestasi dalam membentuk intelektual, emosional dan kemanusiaan dari
manusia, menjadi perubahan signifikan bagi kehidupan manusia itu sendiri
(H.Home). Menurut Philip.H.Coombs (Odang Mochtar, 1976:8) sistem
pendidikan juga memiliki peran dalam menentukan kehidupan suatu wilayah,
input pendidikan dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Ilmu pengetahuan : nilai-nilai dan tujuan yang berlaku didalam masyarakat
2. Penduduk dan tenaga kerja yang tersedia
3. Faktor ekonomi
Masalah Ekonomi
daya, lembaga serta hubungan politik juga membantu dan menghalangi dalam
tujuan mereka agar dapat hidup dan meningkatkan tarif hidup (Frank Ellis,2004),
dari keterangan umum tentang mata pencaharian tersebut dapat ditentukan bahwa
pengertian yang sesuai dengan penelitian mengenai permukiman kumuh, yaitu
suatu pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya
yang tersedia merupakan faktor penting dalam mengurus sumber daya, lembaga
serta hubungan politik juga membantu dan menghalangi dalam tujuan mereka
agar dapat hidup dan meningkatkan tarif hidup (Frank Ellis,2004), dari keterangan
umum tentang mata pencaharian tersebut dapat ditentukan bahwa pengertian yang
sesuai dengan penelitian mengenai permukiman kumuh, yaitu suatu pekerjaan
pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya yang tersedia
merupakan faktor penting dalam mengelolanya sehingga dalam keadaan apapun
akan ada celah dalam memanfaatkan sumber daya tersebut serta dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan Ditjen Cipta Karya mengenai
pengembangan kawasan permukiman kumuh dijelaskan bahwa indikator ekonomi
yang mempengaruhi terjadinya kawasan permukiman kumuh antara lain:
Mata pencaharian: pekerjaan merupakan suatu cara untuk mendapatkan
penghasilan, jika mata pencaharian tergolong baik dan tetap maka jumlah
penghasilan yang didapat menjadi semakin besar.
Penghasilan: semakin tinggi penghasilan setiap individu masyarakat akan
semakin besar pelayanan sarana prasarana lingkungan yang didapat, karena
pelayanan sarana prasarana lingkungan membutuhkan sejumlah biaya khusus
diluar untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.
Setelah mata pencaharian sudah terencana dengan baik maka pada umumnya akan
berbanding lurus dengan pendapatan bagi masyarakat, jika mata pencaharian
sudah dikatakan layak maka pendapatan akan mengikutinya.
Klasifikasi jaringan jalan yang terintegrasi antar hirarki maka akan membuat
fungsi jalan dari tertinggi yaitu arteri primer dengan terendah yaitu jalan
aliran air hujan dapat dimanfaatkan kembali untuk digunakan sebagai air
bersih.
Drainase yang sudah digunakan maupun dicampur oleh limbah rumah tangga
harus melalui IPAL terlebih dahulu agar air limbah yang dihasilkan saat
bermuara ke badan air sudah tidak mengandung bahan kimia berbahaya, dan
meminimalisir terjadinya pencemaran air sungai (Kodoatie, 2003). Hanya air
yang telah memiliki baku mutu tertentu yang dimasukkan ke dalam badan air
penerima, biasanya sungai, sehingga tidak merusak lingkungan (Suripin,
2004). Berdasarkan teori yang didasari oleh penelitian tersebut terdapat
beberapa manfaat atau fungsi drainase seperti:
a. Mengalirkan air pada suatu wilayah agar tidak terjadi genangan.
b. Menghubungkan dari drainase tersier hingga bermuara ke dainase primer.
c. Meminimalisir terjadinya pengikisan air tanah dan kerusakan pada jalan
dan bangunan akibat air yang tidak mengalir dengan baik.
d. Mengalirkan air hujan ke tempat yang sesuai agar tidak menggenang dan
terjadi banjir.
Air baku merupakan salah satu sumber air yang dapat digunakan sebagai air
bersih dalam memenuhi kebutuhan kegiatan masyarakat, air bersih harus
memenuhi ketentuan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu peraturan
pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Air bersih menjadi sumber
kehidupan bagi masyarakat, setelah air baku maka diolah kembali menjadi air
bersih hingga air minum jika pengelolaannya sudah dilakukan memenuhi
standar, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. .907/MENKES/VII/ 2002, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas
air minum, syarat-syarat air baku agar dapat dijadikan sebagai air bersih
bahkan menjadi air minum adalah sebagai berikut :
Air tidak boleh berwarna
Tidak berbau
Tidak berasa
Bebas dari pantogen organik
Sumber air bersih yang baik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.122
Pembuangan limbah black water dan grey water diatur dalam Permen PU
No.4/PRT/M/2017 tentang penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah
domestik dimana dijelaskan bahwa pembuangan black water dibuang ke
septictank maupun kemudian dikelola di saluran pengolahan limbah yang
disebut IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) oleh pihak berwenang
yang berasal dari subsistem pengolahan setempat. Pembuangan limbah grey
water dilakukan pembuangan ke saluran terpisah dengan jaringan drainase
agar tidak tercampur oleh aliran air hujan, karena aliran air hujan dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari- hari. Peraturan penyedotan tinja diatur
dalam Buku E Panduan Perencanaan Pelayanan Lumpur Tinja Ditjen Cipta
Karya Tahun 2016 bahwa penyedotan tinja secara rutin yaitu dapat dilakukan
24- 36 bulan sekali, guna menghindari kepenuhan berlebih pada septictank
baik bersifat individu maupun Komunal.
5. Pengolahan Sampah.
Menurut World Health Organization (WHO) definisi sampah adalah suatu
barang yang sudah tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang dibuang bersumber dari hasil kegiatan manusia dan tidak terjadi
dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah
Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari - hari
manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. Juli Soemirat
(1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki
oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan yang
dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai,
tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan
biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya.
B. Malik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak
digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh
kegiatan manusia.
kawasan kumuh dan pencemaran tanah, maka langkah yang harus ditetapkan
antara lain sebagai berikut:
Pengumpulan timbulan sampah di simpan pada suatu wadah baik tong
sampah maupun bak sampah yang tersedia disetiap rumah dan
lingkungan.
Melakukan pemilahan sampah antara sampah organik dan anorganik,
dimana sampah organik dapat digunakan untuk pupuk maupun kegiatan
ramah lingkungan lainnya, sementara sampah anorganik dapat didaur
ulang kembali agar tidak langsung dibuang ketanah karena membutuhkan
waktu lama untuk dapat diurai.
Pengangkutan sampah oleh petugas kebersihan menuju ke TPS (Tempat
Pembuangan Sementara) untuk kemudian dilakukan pemilahan kembali.
Pengangkutan ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) kemudian dilakukan
pengolahan sampah untuk digunakan kembali dan diuraikan.
prasarana dan sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan
kuantitas secara menyeluruh.
Tabel 3.1
Reduksi Kebutuhan Lahan Untuk Sarana Lingkungan Berdasarkan Kepadatan
Penduduk
Kepadatan
Klasifikasi Kawasan
Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat
Kepadatan Penduduk < 150 jiwa/ha 151-200 jiwa/ha 201-400 jiwa/ha > 400 jiwa/ha
Reduksi Terhadap - - 15% (maksimal) 30% (maksimal)
Kebutuhan Lahan
Sumber : SNI. SNI 03-1733-2004
2. Sarana Pendidikan
Dasar penyediaan sarana pendidikan adalah untuk melayani setiap unit
administrasi pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang
formal (Kelurahan, Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata pada
jumlah penduduk yang akan dilayani oleh sarana tersebut.
3. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan
kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan
jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.
4. Sarana Peribadatan
Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan
memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara
atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya.
Untuk sarana ibadah agama Islam dan Kristen Protestan dan Katolik,
kebutuhan ruang dihitung dengan dasar perencanaan 1,2 m /jemaah, termasuk
ruang ibadah, ruang pelayanan dan sirkulasi pergerakan. Untuk agama lain,
kebutuhan ruang dan lahan disesuaikan dengan kebiasaan penganut agama
setempat dalam melakukan ibadah agamanya.
Kebutuhan ruang dan lahan untuk sarana ini akan berkaitan juga dengan daya
dukung lingkungan dan jalan yang ada di sekitar bangunan sarana tersebut.
Besaran kebutuhan ruang dan lahan menurut penggolongan jenis sarana
perdagangan dan niaga adalah:
(1) warung / toko
Luas lantai yang dibutuhkan ± 50 m termasuk gudang kecil.
Apabila merupakan bangunan tersendiri (tidak bersatu dengan rumah
tinggal), luas tanah yang dibutuhkan adalah 100 m2.
(2) pertokoan (skala pelayanan untuk 6.000 penduduk) Luas lantai yang
dibutuhkan 1.200 m2. Sedangkan luas tanah yang dibutuhkan 3.000 m2.
Bangunan pertokoan ini harus dilengkapi dengan:
2. Jaringan Telekomunikasi
Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan telekomunikasi sesuai
ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan / perundangan
yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan
telepon lingkungan perumahan di perkotaan.
Jenis prasarana dan utilitas jaringan telepon yang harus disediakan pada
lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
a. Jaringan telekomunikasi kabel
1) Pembangunan jaringan prasarana telekomunikasi yang mengikuti
jaringan jalan utama dan berhirarki sesuai dengan klasifikasi jalan
dengan cakupan pelayanan ke seluruh pusat pelayanan dan wilayah
pengembangannya.
2) Pengembangan dan peningkatan jaringan telepon umum pada
kawasan pusat-pusat pelayanan umum, seperti pasar serta jalan-jalan
utama di tiap-tiap pusat pelayanan dan wilayah pengembangannya.
3) Sistem jaringan telepon yang akan dikembangkan masih tetap
memanfaatkan sentral telepon otomat (STO) yang sudah ada
sehingga akan menghemat dalam pembangunan jaringannya. Dari
sentral telepon tersebut, kemudian diteruskan ke Rumah-rumah
sarana telepon adalah 4unit untuk setiap 100 penduduk. Berdasar standar
tersebut, maka pengembangan jaringan telepon direncanakan dengan
mengembangkan/meningkatkan STO serta menambah RumahKabel (RK)
guna meningkatkan kapasitas sambungan telepon terpasangnya.
b. Jaringan Telekomunikasi Nirkabel
Dalam merencanakan jaringan nirkabel memperhatikan:
- Mengembangkan sistem telekomunikasi nirkabel (selular) sebagai
alternatif pengganti telekomunikasi sistem kabel, melalui
pembangunan BTS di seluruh wilayah provinsi sehingga dapat
menjangkau daerah yang jauh sekalipun.
- Pada pembangunan BTS nantinya harus dapat memperhatikan
kebutuhan lahan dan lokasi penempatan BTS. Tower BTS harus
tersebar merata agar dapat digunakan dan dirasakan oleh semua
masyarakat serta lokasinya tidak dekat dengan permukiman atau
tempat kegiatan/aktifitas penduduk.
- Membatasi pembangunan tower BTS dan menerapkan sistem
penggunaan tower bersama.
Penetapan zona bebas menara dan sub zona menara bebas visual
dilakukan dalam rangka:
- Mempertahankan kualitas ruang kawasan yang diarahkan dalam
rencana tata ruang wilayah atau rencana rinci tata ruang;
- Menjaga penguatan citra kawasan; dan
- Menjamin akses terhadap kawasan.
Pendekatan desain pada konsep ini tidak hanya menyangkut desain sistem
transportasi –dalam hal ini sistem transit– saja, melainkan juga akan terkait
dengan bagaimana alokasi dan penataan berbagai elemen rancangan ruang
kota yang lain, seperti peruntukan lahan, intensitas pemanfaatan lahan, tata
bangunan, ruang terbuka dan tata hijau, sistem sirkulasi dan penghubung, dan
lain sebagainya.
Selanjutnya masih dalam Bab yang sama pada pasal 28I ayat (4) berbunyi;
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah” artinya pemerintah termasuk
Provinsi dan Daerah berdasarkan kewenangannya bertanggung jawab terhadap
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak akan tempat tinggal dan
lingkungan hidup yang baik.
Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan
nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran
pokok, untuk sasaran pokok yang berkaitan dengan pencapaian peningkatan
kualitas kawasan permukiman kumuh adalah “Terwujudnya pembangunan yang
lebih merata dan berkeadilan”. Untuk terwujudnya pembangunan yang lebih
merata dan berkeadilan yang berkaitan dengan pencapaian peningkatan kualitas
kawasan permukiman kumuh ditandai oleh “Terpenuhi kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat
yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh”.
Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di
berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam
pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi
konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Arah
pembangunan hingga Tahun 2025 untuk mencapai sasaran pokok “Terwujudnya
pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan” berkaitan dengan peningkatan
kualitas kawasan permukiman kumuh adalah Pertumbuhan kota-kota besar dan
metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan
yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan
pembangunan yang berkelanjutan melalui:
1. penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian
pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti
dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan
fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota
tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town)
saja, tetapi juga menjadi kota mandiri;
2. pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti
industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta
peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan
3. perevitalan kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan
melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan
fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik,
terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi
antarmoda.
Selain itu juga dalam penerapan tata ruang maka Rencana tata ruang digunakan
sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor,
maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan.
Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka
mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan
a. kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang penataan
ruang,
b. kualitas rencana tata ruang, dan
c. efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan,
pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang.
Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan
permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
2. Peningkatan Kualitas
Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dengan pola-pola penanganan:
a. Pemugaran;
b. peremajaan; atau
c. pemukiman kembali.
Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi
persyaratan:
kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata
ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;
kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi
persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;
tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;
kualitas bangunan; dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.
Mengacu pada Undang – Undang No.1 Tahun 2011, upaya peningkatan kualitas
permukiman kumuh pada dasarnya meliputi 4 (empat) tahapan utama yakni
pendataan, penetapan lokasi, pelaksanaan dan pengelolaan. Selain itu, UU
No.1/2011 juga mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan
melibatkan peran masyarakat. Terkait hal ini, masing-masing stakeholder
memiliki peran, tugas dan fungsi sesuai dengan kapasitasnya dalam
penyelenggaraan kawasan permukiman, termasuk di dalamnya terkait upaya
pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh.
Gambar 3.1
Pembagian Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat Dalam
Pencegahan dan Peningkatan Permukiman Kumuh
Gambar 3.2
Peran Pemangku Kepentingan
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Secara rinci pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota untuk sub urusan kawasan permukiman serta
perumahan dan kawasan permukiman kumuh dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 3.2
Pembagian Urusan Pemerintah Sub Urusan “Kawasan permukiman” dan
“Perumahan Kawasan Permukiman Kumuh”
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Perumahan dan Kawasan
Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan Perumahan, penyelenggaraan kawasan Permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 pada saat ini telah
sampai pada tahap keempat, ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia
yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di
berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang
kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung
oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.
akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan
efektifnya manajemen pelayanan pendidikan; meningkatnya kemampuan Iptek;
meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya
tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak; dan terwujudnya
kesetaraan gender; bertahannya kondisi dan penduduk tumbuh seimbang. Sejalan
dengan tingkat kemajuan bangsa, sumber daya manusia Indonesia diharapkan
berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral berdasarkan
falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan
masyarakat Indonesia yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong royong,
patriotik, dinamis dan berorientasi Iptek. Kesadaran, sikap mental, dan perilaku
masyarakat makin mantap dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan
sehingga masyarakat mampu berperan sebagai penggerak bagi konsep
pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
SDGs merupakan tujuan pembangunan yang tidak hanya lebih holistik dan
komprehensif, tetapi yang juga mencerminkan keterkaitan antara satu tujuan
dengan tujuan lainnya dan antar target.
Pada Tujuan 11 SDGs yaitu “Membuat Kota dan Pemukiman Penduduk yang
Inklusif, Aman, Tangguh, dan Berkelanjutan” target yang menjadi acuan pada
peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh adalah Target 11.1: Pada tahun
2030, menjamin akses bagi semua terhadap perumahan yang layak, aman,
terjangkau, dan pelayanan dasar , serta menata kawasan kumuh. Dengan indikator:
1. Proporsi populasi penduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh,
permukiman liar atau rumah yang tidak layak.
2. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan
terjangkau.
3. Jumlah kawasan perkotaan metropolitan yang terpenuhi standar pelayanan
perkotaan(SPP).
4. Jumlah kota sedang dan kota baru yang terpenuhi SPP.
UN-Habitat telah mengembangkan definisi dari rumah tangga kumuh agar dapat
dilakukan survei atau sensus di tingkat rumah tangga untuk mengidentifikasi
penghuni kawasan kumuh di kalangan penduduk perkotaan. Rumah tangga dalam
permukiman kumuh (slum household) adalah kelompok individu yang tinggal di
bawah satu atap di daerah perkotaan yang tidak mempunyai salah satu dari
indikator berikut:
Rumah yang kokoh, yang dapat melindungi penghuninya dari kondisi cuaca
yang ekstrim,
Ruang huni yang cukup, yang berarti tidak lebih dari 3 orang menghuni 1
ruang bersama,
Akses yang mudah ke air bersih (aman) dalam jumlah yang cukup dan harga
yang terjangkau,
Akses ke sanitasi yang memadai, dalam bentuk toilet pribadi atau toilet
bersama,
Kepastian atau rasa aman bermukim (secure tenure), yang dapat melindungi
penghuninya dari penggusuran paksa.
Tidak semua permukiman kumuh sama dan tidak semua penghuni kawasan
kumuh menderita kekurangan pada tingkat yang sama. Tingkat kekurangan
tergantung pada seberapa banyak dari lima kondisi tersebut tidak dimiliki oleh
rumah tangga kumuh. Sekitar seperlima dari rumah tangga kumuh hidup dalam
kondisi sangat miskin.
Arahan Provinsi RTRW Provinsi Banten terkait permukiman adalah antara lain:
1. Pola ruang kawasan peruntukan permukiman seluas lebih kurang 249.840,27
(dua ratus empat puluh sembilan ribu delapan ratus empat puluh dua
tujuh)hektar
2. Kawasan peruntukan permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan
tersebar di seluruh wilayah Provinsi Banten.
a. Arahan Pengelolaan Kawasan Permukiman Pedesaan meliputi:
i. pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang sudah ada;
ii. pengembangan permukiman perdesaan sedapat mungkin
menghindari terjadinya alih fungsi lahan produktif; dan
iii. penataan kawasan permukiman perdesaan melalui konsolidasi tanah
b. Arahan pengelolaan kawasan permukiman perkotaan meliputi:
Prioritas Unggulan terkait penanganan kumuh pada RPJMD Provinsi Banten yang
tertera pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 7 Tahun 2017 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Banten Tahun 2017-
2022 adalah Membangun dan Meningkatkan Kualitas Infrastruktur pada angka 10.
“Penataan Kawasan Kumuh Kampung Nelayan, Perdesaan/Perkotaan”.
Tabel 3.3
Tujuan, Sasaran, Program dan Kegiatan Terkait Peningkatan Kualitas
Infrastruktur
SATU 2016 RENCANA (TARGET) KINERJA
AN (KON 2018 S.D
TUJUAN/ SASARAN/ PROGRAM/ 2023 PERANGKAT
INDIKATOR INDI DISI 2022
KEGIATAN 2018 2019 2020 2021 2022 (TRANS DAERAH (PD)
KAT AWAL (KONDISI
ISI)
OR ) AKHIR)
MISI 2 : MEMBANGUN DAN MENINGKATKAN KUALITAS INFRASTRUKTUR
2.1 Meningkatnya
infrastruktur daerah
yang berkualitas
dalam mendukung
kelancaran arus
barang, orang dan
jasa yang berorientasi
pada peningkatan
pembangunan wilayah
dan perekonomian
daerah
2.1.4 Tersedianya
Perumahan dan
Pemukiman yang
layak.Ketersediaan
Air Minum dan
Sanitasi lingkungan,
Pengelolaan Sampah
regional
1 Luasan Kawasan Kumuh Ha 375,29 114,60 203,20 274,60 333,30 375,29 375,29 375,29 Dinas Perumahan
Rakyat dan
Permukiman
2 Persentase Rumah Layak % 82,86 84,02 85,18 86,34 87,50 88,66 88,66 88,66 Dinas Perumahan
Huni Rakyat dan
Permukiman
1 Urusan Wajib
1 01 Urusan Wajib
Pelayanan Dasar
1 01 04 Perumahan Rakyat dan Dinas Perumahan
Kawasan Permukiman Rakyat dan
Permukiman
1 01 04 15 Program 87.434.89 89.954.89 114.351.50 162.329.89 172.340.696 626.411.886. Dinas Perumahan
Penyelenggaraan 6.540 6.540 0.000 6.540 .540 160 Rakyat dan
Kawasan Permukiman Permukiman
dan Perumahan
Luas Kawasan Kumuh Ha 375,29 114,60 203,20 274,60 333,30 375,29 Bid. Kawasan
yang di Tata Permukiman
Persentase Rumah Layak % 82,86 84,02 85,18 86,34 87,50 88,66 Bid. Perumahan
Huni yang ditangani
Gambar 3.4
Pola Ruang Kabupaten Serang