KULIAHKERJALAPANGAN(KKL)
Jalan. Jl. Kapten F. Tendean Kel No.4, Sungai Pangeran, Kec. Ilir
Dibuat Oleh:
NIM : 02011381823380
Dibuat Oleh :
Mengetahui,
Ketua Laboratorium Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas ridho dan hidayah-Nya, sehingga
Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini dapat diselesaikan. Laporan Kuliah Kerja
Lapangan ini berjudul “Pelaksanaan Penertiban Manusia Silver sebagai PGOT
(Pengemis,Gelandangan, dan Orang Terlantar) oleh Satuan Polisi Pamong Praja
pada Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Perda No.2 Tahun 2017 tentang
Ketentraman,Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat” ini ditujukan
untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan do’a dari berbagai
pihak, Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalan proses penulisan
Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini, yaitu kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaf, MSCE selaku Rektor Universitas
Sriwijaya
Sriwijaya
4. Ibu Dr. Henny Yuningsih, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing Kuliah
Kerja Lapangan
Penulis
5
DAFTAR ISI
BAB I ..................................................................................................... 5
A. Latar Belakang................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 15
BAB II ..................................................................................................
PEMBAHASAN...................................................................................
BAB III..................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................
B. Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
LAMPIRAN..........................................................................................
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ini terjadi karena adanya kesadaran pemerintah bahwa kegagalan mengatasi persoalan
dan politik di tengah- tengah masyarakat. Upaya serius pemerintah untuk mengatasi
sosial yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 Pasal 1
kebutuhan material, spritual dan sosial warga negara agar dapat dapat hidup layak dan
sendiri bertujuan untuk mewujudkan hidup yang lebih baik dari sebelumnya, karena
7
dari kemiskinan di setiap tahunnya yaitu, disebabkan kurangnya atau tidak adanya
pendidikan, tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan pasar kerja, sedikit
lapangan kerja yang tersedia, penghasilan yang diperoleh kurang memadai, dan lahan
sering dialami masyarakat Ibukota. Salah satu dari ketidaktertiban itu adalah
keberadaan pedagang kaki lima di trotoar dan pinggir jalan. Ketidaktertiban itu
terdahulu. Padahal, keberadaan pedagang kaki lima yang memenuhi jalan raya
menyebabkan dampak buruk bagi kondisi jalan raya maupun masyarakat sekitar.
Dampak tersebut berupa terganggunya arus lalu lintas yang menimbulkan kemacetan,
manusia silver di tengah-tengah jalan yang terbilang jalan umum yang penting juga
pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak, tetapi pada kenyataannya kemudahan
kehidupan yang lebih layak malah membuahkan kesulitan, yang akhirnya para
penduduk desa yang tidak memperhitungkan kemampuan diri bisa saja menjadi
8
mengakibatkan dampak tersendiri bagi wilayah berupa kemacetan lalu lintas yang
cukup parah. Hal ini dikarenakan adanya penumpukan pada lalu lintas hingga satu
jalur jalan. Permasalahan seperti ini memang masalah tragis yang sering dialami
berada di berbagai titik lampu merah di kota Palembang, Masalah seperti ini
selalu mendatangkan kepastian akan kehidupan yang lebih baik bagi para pelaku
urbanisasi. Hal ini dikarenakan kehidupan lebih baik yang dimaknai oleh para pelaku
kesulitan yang lebih jauh. Kota terus- menerus dilenggengkan oleh urbanisasi sebagai
stigma yang dengan penuh kemajuan tanpa pernah memandang desa dalam
pengemis, gelandangan, dan orang terlantar menjadi salah satu penyakit masyarakat
gelandangan, dan orang terlantar itu sendiri merupakan orang- orang yang hidup
dalam keadaan yang tidak sesuai norma sosial dan kurangnya kesejahteraan sosial.
Masalah umum gelandangan, pengemis, dan orang terlantar erat kaitannya dengan
pengemis, gelandangan, dan orang terlantar tersebut tidak segera ditertibkan, maka
dari itu diperlukan usaha-usaha dalam penertiban pengemis, gelandangan, dan orang
dari pemerintah pusat sampai ke daerah. Hal itu dapat dilihat dari kenyataan bahwa
hampir di seluruh kabupaten atau kota di Indonesia memiliki kebijakan terkait dengan
penertiban jalan dari manusia manusia silver yang sekarang seperti mewabah
mendungkung yang berisi tentang tugas atau peran satpol PP Provinsi Sumatera
Selatan, yang disebutkan dalam pasal 69 PERDA No.2 Tahun 2017 sebagai Berikut :
Gubernur, dan dilaksanakan Oleh Satuan Polisi Pamong Praja”, yang dimana dalam
pengemis, gelandangan, dan orang terlantar tidak segera mendapat penanganan maka
dampaknya sangat merugikan bagi masyarakat di kota Palembang sendiri dan para
wisatawan yang datang ke kota Palembang sebagai ibukota dari Sumatera Selatan.
Peran aparatur pemerintah daerah dalam hal ini khususnya Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) Provinsi Sumatera Selatan harus ada upaya untuk menangani
banyaknya pengemis, gelandangan, dan orang terlantar di Kota Palembang, karena itu
pembagian tugas, serta pengawasan dan tindakan oleh Satpol-PP Kota Palembang
dalam penanganan sesuai dengan prosedur atau peraturan daerah yang sudah ada.
B. Kasus Posisi
2 Tahun 2017 dan adanya program penertiban melalui proses asosiatif. Maka
penertiban yang dilakukan seperti ini berperan dalam upaya penataan kota menjadi
tertib dan layak, baik ditinjau dari segi keindahan, keamanan, dan kenyamanan.
menempatkan pedagang kaki lima di lokasi yang mendapatkan izin dari Pemerintah.
Jalanan Kota Palembang, Sumatera Selatan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
Terlantar) oleh Satuan Polisi Pamong Praja pada Provinsi Sumatera Selatan
Perlindungan Masyarakat”.
11
C. Rumusan Masalah
manusia silver sebagai pengemis pada fasilitas umum jalanan kota Palembang ?
2. Apa Hambatan Pelaksanaan Penetiban Manusia Silver Oleh Satuan Polisi Pamong
BAB II
PEMABAHASAN
menegakkan peraturan daerah yang dimana dalam laporan akhir ini penulis ingin
menjelaskan lebih lanjut peran Satpol PP Provinsi Sumatera Selatan yang terkandung
dalam Peraturan Daerah Sumatera Selatan Nomor 2 Tahun 2017 yang berisi tentang
beberapa penyakit masyarakat seperti, Pekerja Seks Komersil (PSK), Minuman keras
(Miras), Perjudian, dan Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT). Dalam
hal ini penulis menspesifikasikan dari beberapa penyakit masyarakat yang ada dengan
mengambil salah satu dari penyakit masyarakat tersebut yaitu Pengemis, Gelandangan,
bawa disini adalah Pengemis yang menjadi manusia silver sebagai sarana baru untuk
Selatan ada beberapa cara dan proses yang harus dilakukan oleh Satpol PP Sumatera
Selatan. Pernyataan ini disampaikan oleh Bapak Ade Jaya Martin selaku kepala bidang
mengguanakan mobil tertutup dari Satpol PP, hal ini dilakukan agar para PGOT tidak
mengetahui dengan kedatangan Satpol PP pada saat penertiban, karena apabila saat
kebocoran informasi, yang sehingga para PGOT akan kabur terlebih dahulu sebelum
Dan untuk proses penertiban juga disampaikan oleh Bapak Ade Jaya Marti
bahwa : dalam penertiban PGOT yang kami lakukan yaitu ada beberapa proses yaitu
pengawasan dan penertiban. Pengawasan yang kami lakukan yaitu dengan patroli
wilayah oleh Satpol PP, dan pada saat patroli wilayah ini Satpol PP dapat langsung
14
melakukan brifing yang dimana dalam brifing tersebut ada beberapa pembagian tugas,
salah satunya yaitu pembagian tempat untuk penertiban yang sudah di tentukan oleh
pemimpin brifing seperti misal di alun-alun Taman Kambang Iwak, Masjid Agung
Palembang, dan di beberapa titik Lampu Merah seperti Lampu Merah JKB-Kertapati-
Plaju serta Lampu Merah Jend.Sudirman. Setelah brifing dilakukan kami terjun ke
penangkapan dan pendataan yang dilakukan dari Satpol PP kepada PGOT, kemudian
PP Sumatera Selatan ini memiliki bebarapa proses yaitu yang pertama, melakukan
titik-titik yang biasanya dimana para PGOT berada, seperti di Kawasan Masjid Agung
Palembang, dan biasanya tersebar secara Merata di beberapa Lampu Merah di Kota
Palembang yang biasanya terdapat pada Jalanan Jend. Sudirman, dan pada saat patroli
selanjutnya yaitu brifing untuk melakukan beberapa sosialisasi kepada para anggota
Satpol PP yang akan mengikuti kegiatan penertiban PGOT tersebut, dalam brifing ini
para anggota Satpol PP di berikan tugas untuk penempatan tempat yang sudah
ditentukan oleh pemimpin brifing, brifing ini dipimpin langsung oleh kepala bidang
15
Produk Hukum dan Daerah yaitu Bapak Ade Jaya Martin, S.E.
penertiban sesuai arahan pada saat brifing. Dalam proses penertiban ini tidak hanya
diawali dari pengawasan saat patroli wilayah saja, melainkan adanya laporan dari
masyarakat atau Dinas Sosial yang dimana nantinya akan dilanjutkan penertiban oleh
Satpol PP selanjutnya menyerahkan para PGOT yang sudah ditangkap ke Dinas Sosial
untuk direhabilitasi.
Pengawasan ini juga tidak hanya dilakukan oleh Satpol PP melainkan ada
kerjasama dari Dinas Sosial dan masyarakat Kota Palembang yang nantinya akan
penertiban PGOT ini, Satpol PP terlebih dahulu melakukan brifing, yang dimana
dalam brifing ini pemimpin brifing membagikan tugas untuk para anggota Satpol PP
yang ikut serta dalam menertibkan PGOT, seperti pembagian tempat penangkapan
Penangkapan PGOT dilakukan secara diam-diam oleh para anggota Satpol, dan dalam
kegiatan penangkapan ini Satpol PP menggunakan mobil yang tertutup hal ini
dimaksudkan agar para PGOT tidak mengetahui akan kedatangan anggota Satpol PP,
jika Satpol PP melakukan kegiatan penangkapan ini tidak dengan cara diam-diam atau
16
langsung menggunakan mobil patroli, maka akan terjadi kebocoran informasi yang
nantinya para PGOT akan kabur terlebih dahulu sebelum para anggota Satpol PP
datang.
dengan baik, setelah penangkapan PGOT dilaksanakan para PGOT dibawa ke kantor
Satpol PP lalu dilakukan pendataan dan setelah itu par PGOT diserahkan ke Dinas
Sosial untuk pembinaan lebih lanjut. Adapula anak jalanan yang Satpol PP tangkap
tidak langsung dibawa ke Dinas Sosial, melainkan diberi sanksi sosial dan menyita
semua aksesoris yang dipakai oleh para anak jalanan yang tertangkap tersebut. Peran
Satpol PP dalam penertiban PGOT ini sangat berpengaruh dalam kebijakan bidang
Berikut ini adalah TahapanProses Perencanaan Program dari Pihak SATPOL PP Kota Palembang dalam
menertibkan PGOT (Pengemis, Gelandang, Orang Terlantar)
menyikapinya dengan atak acuh pada peraturan yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah akan pentingnya suatu ketertiban dan ketentraman sehingga mereka tidak
pernah melaksanakan perintah aparat Satpol PP dan masih tetap berkeliaran di lokasi
yang telah dilarang, sebagian dari mereka juga masih ada yang tidak mengetahui
aturan didalam Perda bahwa lokasi tempat mereka biasa berkumpul ini dilarang, Ini
menjadi perhatian khusus kepada Satpol PP kota Palembang untuk terus melakukan
Sementara faktor internalnya yaitu sarana dan prasarana yang dimiliki Satpol
PP kota Palembang kurang lengkap seperti kendaraan mobil dan motor patroli, truk
besar, kecil dan sedang serta perangkat hukum lainnya seperti borgol, tameng, ransel,
Satpol PP kurang maksimal, dan juga Dalam pelaksanakan kegiatan penertiban yang
dilakukan oleh Satpol PP Provinsi Sumatera Selatan terhadap PGOT, tidak begitu
19
saja selesai dengan mudah, dalam penertiban ini ditemui kendala-kendala yang
kendala yang harus dihadapi oleh Satpol PP Sumatera Selatan, yang dimana dengan
kurangnya alat transportasi atau armada ini menghambat dalam penertiban PGOT,
karena dalam penertiban PGOT yang dilakukan oleh Satpol PP ini dilakukan dengan
cara diam- diam mengguanakan armada yang tertutup seperti minibus atau mobil
yang tidak bertuliskan Satpol PP di bagian mobil tersebut, hal ini bertujuan agar para
PGOT yang akan ditertibkan tidak mengetahui kedatangan dari Satpol PP, dan untuk
sendiri hanya memiliki 2 (dua) mobil patroli, 1 (satu) truk angkut barang, 1 (satu)
truk dalmas dan 1 (satu) mobil avanza. Jumlah armada yang ada tersebut masih dirasa
kurang dalam menunjang kegiatan penertiban PGOT yang dilakukan oleh Satpol PP
Sumatera Selata.
lumrah terjadi yaitu gangguan dimana banyak PGOT menggunakan fasilitas umum,
berjualan diatas trotoar, dan menjadikan tempat berdagang diri mereka ini menjadi
tempat tinggal. Hal ini tentunya mengganggu pengguna jalan, juga mengganggu
fasilitas umum yang sudah tertata dengan baik sesuai dengan tata ruang kota.
sebagai salah satu tugas utama dari Satpol PP, tentunya tidak semudah membalikkan
oleh kewenangan represif yang sifatnya non yustisial. Karenanya, aparat Satpol PP
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan uraian penulis pada tulisan ini, maka penulis dapat
menjalankan perannya, Satpol PP menertiban PGOT dengan cara atau proses yang
melakukan Brifing yang dipimpin oleh Kasubag Produk Hukum dan Daerah
saat brifing, setelah kegiatan penertiban atau penangkapan kemudian para PGOT
dibawa ke kantor Satpol pp kemudian para PGOT didata dan diserahkan ke Dinas
Satpol PP melakukan kerjasama dengan beberapa pihak yaitu masyarakat dan Dinas
melakukan perannya dengan baik, dan melakukan penertiban yang sudah sesuai
berbagai hambatan, hambatan tersebut yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eskternalnya yaitu kebudayaan dan kesadaran masyarakat yang masih kurang
sehingga tidak mengindahkan perintah aparat dan tetap melakukan kegiatan yang
adalah sarana dan prasarana yang masih kurang dan minim sehingga tidak Satpol PP
lapangan.
B. Saran
penjagaan, pengawasan, teguran baik lisan dan tulisan dengan pendekatan yang
persuasif sehingga dapat membuat para PGOT sadar dan tidak lagi mengulangi
kebiasaan mereka dilokasi yang telah dilarang. Dan juga diharapkan Pemerintah
memberikan Fasilitas atau tunjangan yang layak bagi para PGOT ini untuk mereka
mempertahankan hidup mereka di kala perekonomian yang sedang tidak stabil seperti
sekarang ini
barang, truk, serta kendaraan mobil dan motor patroli dengan meminta penambahan
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2004 tentang Pedoman Polisi Pamong Praja
Scott, John 2011. Sosiologi : The Key Concept. Rajawali Pers, Jakarta Suparlan.
Erwan Agus Purwanto. 2007. Mengkaji Usaha Kecil Menengah (UKM) Untuk
Membuat Kebijakan Anti Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Vol. 10. No. 3. Maret 2007.
wal'Iqram, S. (2017). Peran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda dalam
Penertiban Pengemis di Pasar Pagi Kecamatan Samarinda Ilir. eJournal Administrasi
Negara
https://satuanpolisipamongprajasumateraselatan.blogspot.com/p/software.html
Umam, Saiful. 2010. Istilah “Ngemis” Ternyata Bermula dari Santri dalam dalam
http://www.lareosing.org/archive/index.php/t-1691.html (diunduh pada: 10 Juli 2022,
22:59 )
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
27
28
29