Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KULIAH KERJA ADMINISTRASI (KKA)

ANGKATAN XIV TAHUN AKADEMIK 2022/2023

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBINAAN


LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL OLEH
DINAS SOSIAL PROVINSI SUMATERA
SELATAN

Oleh :

Andi Salwa Mufidah


NIM. 07011281924090

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRLAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KULIAH KERJA ADMINISTRASI (KKA)


ANGKATAN XIII TAHUN AKADEMIK 2022/2023

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBINAAN LEMBAGA


KESEJAHTERAAN SOSIAL OLEH DINAS SOSIAL
PROVINSI SUMATERA SELATAN

Oleh :

ANDI SALWA MUFIDAH

07011281924090

Telah diperiksa dan dinyatakan diterima sebagai salah satu bukti telah mengikuti Kuliah
Kerja Administrasi (KKA) dari tanggal 20 Juni sampai dengan 12 Agustus Tahun 2022.
Indralaya, Oktober 2022
Jurusan Ilmu Administrasi Publik

Pembimbing Teknis Dosen Pembimbing KKA

Hardiyanto, S.IP Drs. Syaifudin Zakir, M.Sc


NIP. 197710252007011005 NIP.196512071992031004

Mengetahui,

Ketua Jurusan

Dr. M. Nur Budiyanto, S.Sos., MPA. NIP.

196911101994011001

i
KATA PENGANTAR

Kegiatan Kuliah Kerja Administrasi (KKA) telah dilaksanakan selama 40 hari di


Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan khususnya di Bidang Pemberdayaan Sosial Seksi
Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Sosial Dinas Sosial Provinsi Sumatera
Selatan yang mana telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Administrasi di Dinas Sosial
Provinsi Sumatera Selatan dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBINAAN
LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL OLEH DINAS SOSIAL PROVINSI
SUMATERA SELATAN” kegiatan KKA ini merupakan salah satu kewajiban dalam
menempuh Program Studi S1 Ilmu Administrasi Publik.
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga
laporan KKA ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bapak Prof. Dr. Alfitri, M.Si
2. Kepala Jurusan Ilmu Administrasi Publik Bapak Dr. M. Nur Budiyanto, S.Sos., MPA.

3. Bapak Drs. Syaifudin Zakir, M.Sc yang telah memberikan bimbingan selama penulis

melaksanakan kegiatan KKA dan dalam penulisan laporan ini

4. Kedua Orang Tua Tercinta; Bapak Ir. Andi M. Baso Amir dan Ibu Nursiah S.Ag yang

selalu memberikan dukungan dan memenuhi segala kebutuhan penulis.

5. Kakak; Andi Muhammad Fakhri Afdhal yang telah membantu menarahkan penulis

dalam pembuatan tugas.

6. Kedua Adik; Andi Wilda Khairiah dan Andi Nabila Sidqiah yang selalu memberikan

hiburan dan semangat

7. Bapak Hardiyanto, S.IP sebagai Pembimbing Teknis selama melaksanakan KKA di

Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan

8. Bapak Mirwansyah, SKM, MKM selaku Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumatera

Selatan

9. Bapak Martindra Mirlansyah, SKM, MKM selaku Sekertariat Dinas Sosial Provinsi

ii
Sumatera Selatan.

10. Bapak Drs, Adi Darmadi selaku Kepala Bagian pemberdayaan Sosial Dinas Sosial

Provinsi Sumatera Selatan.

11. Bapak MS. Yulianto, S,Sos. selaku Kepala Seksi Pemberdayaan masyarakat dan

Kelembagaan Sosial Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan.

12. Seluruh Staff Karyawan dan Pegawai Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan.

13. Seluruh Staff Bagian Akademik dan Kemahasiswaan Fisip Universitas Sriwijaya.

14. Teman-teman Ilmu Administrasi Publik angkatan 2019 yang bersama-sama berjuang

dalam menghadapi dunia perkuliahan.

15. Seluruh pihak yang terlibat dan memberikan kontribusi berupa doa dan dukungan

selama proses pengerjaan Laporan Hasil ini.

Demikian Laporan Hasil KKA ini dibuat Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan

laporan ini masih jauh dari kata sempurna, baik dalam segi penyusunan maupun

penulisannya. Namun semoga Laporan Hasil KKA ini dapat bermanfaat dan dapat

memberikan informasi bagi para pembaca.

Palembang, 3 Oktober 2022

Andi Salwa Mufidah

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kuliah Kerja Administrasi merupakan kegiatan akademik yang wajib di ikuti


oleh mahasiswa/i Jurusan Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik, Universitas Sriwijaya. Kegiatan ini merupakan perpaduan antara kegiatan
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang merujuk pada surat
keputusan rektor Universitas Sriwijaya Nomor VIII/664/PT11.1.2/Q/2006 tentang
Kurikulum Program Pendidikan Sarjana Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya. Mahasiswa dalam
proses belajarnya dapat memilih mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat
(MBB) setara 4 sks yaitu Kuliah Kerja Administrasi (KKA).
Kuliah Kerja Administrasi dikelolah langsung oleh jurusan Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilu Politik Universitas Sriwijaya,
kegiatan ini merupakan upaya jurusan untuk memberikan pengalaman di dunia
kerja kepada mahasiswa/i Ilmu Administrasi Publik serta mempraktikan teori
yang sudah didapat selama perkuliahan demi terciptanya sumber daya manusia
yang berkualitas. Kegiatan ini berlangsung selama 40 hari kerja dengan syarat
mahasiswa/i tersebut sudah menyelesaikan kredit semester sebanyak 120 SKS.
Pada kegiatan Kuliah Kerja Administrasi tahun 2022, penulis
melaksanakan kegiatan ini di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan. Untuk
melaksanakan kegiatan KKA ini, maka diperlukan kelompok yang berjumlah
maksimal lima orang dari tiga konsentrasi berbeda, adapun nama dalam kelompok
tersebut antara lain :
1) Akbar Marte Dinata (Kebijakan Publik)
2) Andi Salwa Mufidah (Kebijakan Publik)
3) Dhea Respati Aprilianty (Kebijakan Publik)
4) Dinda Serlinda (Keuangan Negara)
5) Muhammad Rizky Jastiansyah (Manajemen)
Selama 40 hari kerja penulis ditempatkan di Bidang Pemberdayaan Sosial,

1
pada seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Sosial adapun salah satu
tugas seksi ini ialah melakukan pemberdayaan pada Lembaga Kesejahteraan
Sosial (LKS). LKS adalah organisasi sosial yang melaksanakan penyelenggaran
kegiatan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum. Secara keseluruhan jumlah lembaga
kesejahteraan sosial yang terdaftar di Sumatera Selatan disebutkan pada tabel 1
berikut:
Tabel 1. Lembaga Kesejahteraan Sosial di Sumatera Selatan Tahun 2021

1. Kota Palembang 114 LKS


2. Kabupaten Ogan Ilir 4 LKS
3. Kabupaten Banyuasin 8 LKS
4. Kabupaten Musi Banyuasin 6 LKS
5. Kota Prabumulih 4 LKS
6. Kabupaten Muara Enim 7 LKS
7. Kabupaten Penungkal Abab Lematang Ilir 1 LKS
8. Kabupaten Lahat 7 LKS
9. Kota Pagar Alam 7 LKS
10. Kabupaten Empat Lawang 5 LKS
11. Kabupaten Ogan Komering Ilir 8 LKS
12. Kabupaten Ogan Komering Ulu 8 LKS
13. Kabupaten OKU Timur 6 LKS
14. Kabupaten OKU Selatan 8 LKS
15. Kabupaten Musi Rawas 3 LKS
16. Kota Lubuk Linggau 9 LKS
17. Kabupaten Musi Rawas Utara 4 LKS
JUMLAH 209 LKS
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan

LKS adalah mitra pemerintah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial


sehingga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menangani permasalahan
sosial yang terdapat dilingkungan sekitar namun pada kenyataan dilapangannya
masih banyak LKS yang hanya mampu melaksanakan pelayanan dengan kekuatan
kelembagaan, sumberdaya yang terbatas, kurangnya peran aktif dari LKS ini juga

2
disebabkan oleh masalah eksternal dan internal.
Masalah internal yang dialami umumnya ditimbulkan dari manajemen yang
masih tertutup atau tradisional, sarana prasarana LKS yang belum memadai,
pengelolaan aset masih belum terorganisir sehingga aset keluarga dan aset LKS
sulit dibedakan, serta pengelolaan LKS belum mandiri sehingga masih
mengharapkan kontribusi dari lembaga diluar yang mengulurkan tangan dan
membantu permasalahan LKS adapula beberapa LKS yang ditemukan beroperasi
tanpa izin yang jelas. Adapun masalah eksternal berupa penyebaran LKS yang
tidak merata sehingga pembinaan yang dilakukan oleh dinas sosial juga menjadi
terhambat.
Pembinaan LKS sesuai dengan peraturan meteri sosial no. 184 tahun 2011
sangatlah diperlukan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap LKS
sebagai mitranya hal ini diperuntukkan agar keberlangsungan LKS tetap sesuai
dengan apa yang seharusnya, juga menghindari masalah-masalah seperti yang
disebutkan sebelumnya. Selain itu pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah
juga dapat dikatakan sebagai proses pemberdayaan agar sekuruh LKS dapat
tumbuh berkembang dan berdaya guna.
Namun dengan banyaknya jumlah LKS dan penyebarannya di wilayah
Sumatera Selatan tentunya pelaksanaan pembinaan ini mengalami beberapa
kendala maka penulis tertarik untuk membahas bagaimana pengimplementasian
kebijakan pembinaan LKS yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera
Selatan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, penulis menemukan
permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan pembinaan LKS ini seperti: pertama
pelaksanaan pembinaan LKS belum tercapai di 6 kabupaten/kota yaitu kabupaten
Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ulu Induk, Ogan Komering Ulu
Selatan, Penukal Abab Lematang Ilir, serta Kota Palembang dan Pagaralam.
Kedua, belum adanya SOP khusus terkait pembinaan maupun pengawasan
terhadap LKS, ketiga. Lingkungan sekitar LKS yang kurang memadai untuk
menyokong keberhasilan Pembinaan ini, dan beberapa permasalahan lainnya yang
akan dibahas pada laporan ini.
1.2 Rumusan Masalah

3
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka didapatkanlah rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana standar dan sasaran kebijakan pembinaan LKS oleh Dinas
Sosial Provinsi Sumatera Selatan?
2. Bagaimana sumber daya yang ada dalam pelaksanaan Pembinaan LKS?
3. Bagaimana karakteristik agen pelaksana/implementor dari kebijakan
pembinaan LKS?
4. Bagaimana berlangsungnya komunikasi dan aktifitas penguatan oleh para
pelaksana pembinaan LKS?
5. Bagaimana sikap dari para pelaksana kebijakan tersebut?
6. Bagaimana kondisi sosial ekonomi dan politik pada pelaksanaan kebijakan
pembinaan LKS oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan?

1.3 Tujuan Kegiatan Kuliah Kerja Administrasi

Kegiatan KKA bertujuan mengoptimalkan pencapaian tujuan perguruan


tinggi, yaitu untuk:
a) Memberikan kemandirian dan pengetahuan tentang hubungan instansi
pemerintah dengan masyrakat, sehingga mahasiswa bisa memahami dan
dapat dijadikan contoh bagi mahasiswa ketika telah menjadi sarjana.
b) Membentuk kepribadian mahasiswa sebagai kader pembangunan dengan
wawasan berfikir yang luas.
c) Menghasilkan sarjana yang menghayati permasalahanmasyarakat dalam
konteks pembangunan dan mampu memecahkannya secara seksama. Dalam
hubungan ini KKA memberikan pengalaman belajar tentang masyarakat dan
tentang kegiatan di perkantoran dalam suatu instansi kepada mahasiswa
sekaligus memecahkan masalah yang mereka hadapi

1.4 Manfaat Kegiatan KKA


Kegiatan Kuliah Kerja Administrasi dilaksanakan agar dapat memberikan

manfaat kepada Mahasiswa, instansi, dan perguruan tinggi. Adapun manfaat yang

didapat antara lain:

4
1.4.1 Bagi Mahasiswa
a) Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan dalam dunia
kerja. Serta bertambahnya wawasan dan pengalaman yang lebih luas.
b) Mampu mengembangkan kepercayaan dan dapat memberikan bukti berupa
hasil kerja
c) Peka dan mampu dengan segera menindaklanjuti tuntutan yang selalu
berubah.

1.4.2 Bagi Instansi


a) Diperolehnya bantuan pemikiran dari tenaga terdidik dalam memecahkan
masalah-masalah realitas sosial dan kegiatan kelembagaan.
b) Diperolehnya cara-cara merencanakan, merumuskan, dan melaksanakan
berbagai program yang kreatif dan inovatif bagi instansi terkait.
c) Tumbuhnya dorongan berinovasi dikalangan instansi setempat dalam upaya
memenuhi berbagai kebutuhan mereka melalui pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan Teknologi yang dikuasai oleh mahasiswa.

1.4.3 Bagi Perguruan Tinggi


a) Melalui mahasiswa dan dosen pembimbing, diperoleh umpan balik sebagai
bahan pengayaan materi kuliah, penyempurnaan kurikulum dan sumber
inspiransi bagi suatu rancangan bentuk pengabdian kepada masyarakat yang
lain atau penelitian.
b) Diperolehnya bahan masukan bagi peningkatan atau perluasan kerjasama
dengan steakholder (perusahaan, pemerintah daerah setempat)

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik


Dalam Agustino (2017: 17) Anderson menjelaskan kebijakan publik
sebagai sekumpulan kegiatan yang mempunyai arah tujuan tertentu yang diikuti
dan dilaksanakan oleh individu atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan
permasalaban atau sesuatu hal yang diperhatikan. Easton dalam A Systems
Analysis of Political Life (1965) mendefinisikan kebijakan publik sebagai
pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat.
Selain itu Dunn (2004) menjelaskan tahapan-tahapan dalam kebijakan
publik adalah sebagai berikut:
1. penetapan agenda kebijakan (agenda setting), dengan menentukan isu atau
masalah publik apa yang akan diberi penyelesaian;
2. formulasi kebijakan, dengan menentukan kemungkinan kebijakan yang akan
digunakan dalam memecahkan masalah melalui proses forecasting (konsekuensi
dari masing-masing kemungkinan kebijakan ditentukan);
3. adopsi kebijakan, menentukan berbagai kebijakan melalui dukungan para
eksekutif dan legislatif, yang sebelumnya dilakukan proses usulan atau
rekomendasi kebijakan;
4. implementasi kebijakan, pada tahap ini kebijakan yang telah diadopsi tersebut
dilaksanakan oleh organisasi atau unit administratif tertentu dengan pengerahan
dana dan sumberdaya untuk mendukung kelancaran implementasi. Proses
pemantauan (monitoring) kebijakan dilakukan pada tahap implementasi ini;
5. evaluasi kebijakan, adalah tahap penafsiran suatu kebijakan atau kebijakan yang
sebelumnya telah diimplementasikan.
Sedangkan R.S Parker dalam Wahab (2008:51), menyatakan bahwa kebijakan
publik adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu dalam kaitannya
dengan suatu subjek atau sebagai respon terhadap keadaan yang kritis. Dari
definisi diatas penulis dapat mengambil 3 poin dalam kebijakan publik yaitu:
pertama, memiliki tujuan, kedua, meliputi sebuah keputusan oleh
aktor/pemerintah, dan ketiga, berorientasi pada masalah publik. Namun untuk

6
memahami berbagai defenisi kebijakan publik,ada baiknya jika membahas
beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik seperti yang
diutarakan oleh Youngdan Quinn (2002) dalam Suharto(2005:44-45) yaitu:
Tindakan pemerintah yang berwenang.Kebijakan publik adalah tindakan yang
dibuatdan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang mewakili kewenangan
hukum, politis dan financial untuk melakukannya.

2.2 Implementasi Kebijakan


Implementasi kebijakan jika dipandang dalam pengertian yang luas,
merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang.
Menurut Lester dan Stewart dalam (Winarno,2007:144) Implementasi dipandang
secara luas mempunya imakna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai
aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan
kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-
program. Implementasi merupakan salah satu bagian dari tahapan kebijakan
publik yang memiliki peran kedua setelah formulasI kebijakan. Implementasi
sering diartikan sebagai pelaksanaan atau pengaplikasian dari suatu kebijakan
publik.

2.3 Teori Implementasi Kebijakan


1. Teori Implementasi Mazmanian dan Sabatier
Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier
dalam (Riant Nugroho,2006:666) mengemukakan bahwa implementasi adalah
upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Menurutnya, Implementation is the
carrying out of basic policy decission, usually incorporated in a statue but which
can also take the form of important executives ordes or court decission. Ideally,
that decission identifies the problem(s) to be addressed, stipulates the objective(s)
to be pursued, and in a variety of ways, “structures” the implementation process.
Model mazmanian dan sabatier disebut sebagai model krangka analisis
implementasi (A framework for implementation analysis). Kedua ahli ini
mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel.
Pertama, variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan

7
yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan,
keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.
Kedua, variabel intervening yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indikator-indikator kejelasan dan
konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumberdana,
keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga
pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada pihak luar,
dan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang
berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan
publik, sikap dan risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan
komitmen & kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
Ketiga, variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan
lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk
disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas
hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang
dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan.

2. Teori Implementasi kebijakan George Edward III


Menurut George C. Edward III dalam buku winarno (2017;177) terdapat
empat variabel yang mempengaruhi implementasi yaitu: Komunikasi, Sumber
Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi. Keempat variabel ini saling berhubungan
dan mempengaruhi satu sama lain.
1. Komunikasi
Persyaratan utama bagi komunikasi kebijakan yang efektif adalah aparat
pelaksana kebijakan harus mengetahui apa yang harus mereka kerjakan.
Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah penerapan harus disalurkan
kepada orang-orang yang tepat, sehingga komunikasi harus secara akurat diterima
oleh para pelaksana. Komunikasi berpengaruh besar terhadap berhasilnya
implementasi kebijakan. Komunikasi yang baik akan melancarkan penerapan
kebijakan sesuai dengan yang telah ditentukan pada saat kebijakan ini dibuat.
2. Disposisi
Disposisi/sikap adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh

8
implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis, sehingga sikap dari
pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan.
Apabila implementasi memiliki sikap yang sangat baik maka dia akan mendapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan, sebaliknya apabila sikap tidak mendukung maka implementasi tidak
akan terlaksana dengan baik.
3. Sumber Daya
Meskipun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut
dapat berwujud sumber daya manusia faktor penting untuk implementasi
kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya kebijakan hanya akan tinggal di kertas
dan menjadi dokumen saja.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya Standar
Operasional Prosedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor
dalam bertindak, struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan Red-Tape, yakni prosedur birokrasi
yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi
tidak fleksibel.

3. Teori Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn


Van Meter and Van Horn (1975), mendefinisikan implementasi kebijakan,
merupakan tindakan yang digunakan baik individu atau kelompok-kelompok
pejabat pemerintah atau swasta, yang diarahkan agar dapat tercapainya suatu
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Pandangan keduanya
mengandaikan bahwa suatu implementasi kebijakan berjalan secara linier dari
kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan. Meter dan Horn
mengemukakan suatu model dasar yang mencakup enam variabel yang
membentuk keterkaitan antara kebijakan dengan kinerja. Dalam model ini,

9
variabel terikat adalah kinerja, yang didefenisikan sebagai tingkat sejauh mana
standar-standar dan tujuan-tujuan kebijakan yang direalisasikan. Adapun variabel-
variabel yang membentuk keterkaitan antara kebijakan dengan kinerja tersebut
adalah:
1) Standar dan sasaran (standards and objectives)
2) Sumber daya (resources)
3) Karakteristik organisasi pelaksana (characteristics of the implementing
agencies)
4) Komunikasi antar organisasi dan aktifitas penguatan (interorganizational
communication and enforcement activities)
5) Sikap para pelaksana (disposition of implementors), dan
6) Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik (economic, sosial and
political conditions)
Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan teori implementasi kebijakan
Van Meter dan Carl Van Horn (1975) yang memiliki 6 dimensi yaitu standar dan
sasaran kebijakan, sumberdaya, karakteristik organisasi pelaksana, komunikasi
antar pelaksana dan aktifitas penguatan, sikap para pelaksana, dan juga kondisi
sosial, ekonomi dan politik. Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan
publik dari model Van Meter dan Van Horn (1975) dijelaskan sebagai berikut:
1) Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan
Menurut Meter dan Horn, Kinerja implementasi kebijakan diukur dari
tingkat keberhasilannya dan juga ukuran dan tujuan kebijakan yang sifatnya
realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran
dan sasaran terlalu ideal (utopis), maka kebijakan akan sulit untuk dilaksanakan.
Van Meter dan Van Horn telah mengemukakan bahwa untuk mengukur kinerja
implementasi kebijakan tentunya dengan menggunakan standar dan target sasaran
tertentu yang wajib untuk dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan
pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian dalam standar dan
sasaran tersebut.
2) Sumber daya
Menurut Van Meter dan Van Horn setiap tahap implementasi menuntut
agar adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan sesuai dengan pekerjaan

10
yang diberikan oleh kebijakan yang ditetapkan secara politik. Manusia yaitu
sebagai sumber daya yang sangat terpenting dalam menentukan keberhasilan
suatu implementasi kebijakan, hal ini dikarenakan Keberhasilan dalam
implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan dalam memanfaatkan
sumber daya yang tersedia khususnya sumber daya manusia. Selain sumber daya
manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan yang penting
dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Dalam Sumber daya kebijakan ini
harus juga tersedia untuk memperlancar administrasi implementasi suatu
kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau intensif lain untuk memperlancar
pelaksanaan (implementasi) dalam suatu kebijakan.
3) Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian terhadap agen pelaksana yaitu sebagai organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat dalam mengimplementasikan
kebijakan. Hal ini penting ddikarenakan kinerja implementasi kebijakan akan
sangat dipengaruhi oleh ciri yang sangat tepat serta cocok dengan para agen
pelaksanannya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilakukan
pada beberapa kebijakan yang dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan
disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen dalam pelaksana yang demokratis dan
persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi suatu pertimbangan
penting untuk menentukan agen pelaksana kebijakan.
a) Terdapat dua karakteristik organisasi pelaksana dalam hal ini krakteristik
utama dari struktur birokrasi adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP =
Standard Operating Procedures) dan fragmentasi (Edward III, 1980).
Standard Operating Procedures (SOP). SOP dikembangkan untuk respon
internal terhadap suatu keterbatasan waktu dan sumber daya dari pelaksana
dan keinginan agar keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang
kompleks dan tersebar luas.
4) Komunikasi antar organisasi dan aktifitas penguatan
Agar kebijakan publik dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Van
Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus
dapat dijangkau oleh para individu (pelaksana). Yang bertanggung jawab atas
penyelenggara standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus

11
dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka
penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi
standar dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi.
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran dan tujuan dipahami oleh
yang bertanggungjawab dalam mencapai tujuan dimaksud sehingga memahami
apa yang harus dikerjakan, pemahaman ini didapatkan apabila komunikasi terjalin
dengan baik antara para pelaksana.
5) Sikap para pelaksana (disposisi)
Menurut pendapat Van Meter dan Van Horn: “sikap dalam penerimaan
atau penolakan dari agen pelasana kebijakan akan sangat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kebijakan publik. Hali ini sangat
mungkin terjadi karena kebijakan yang akan dilaksanakan bukanlah suatu hasil
formulasi warga setempat yang akan mengenal betul suatu permasalahan dan
persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top
down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan
tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus
diselesaikan”.
6) Lingkungan sosial, ekonomi dan politik.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
adalah sejauh mana lingkungan turut mendorong keberhasilan kebijakan publik.
Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi
sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya
implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang
kondusif agar implementasi berjalan lancar. Dalam menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah melihat sudah sejauh mana lingkungan eksternal ikut mendorong
keberhasilan kebijakan. Lingkungan eksternal yang dimaksud. Lingkungan
eksternal disini meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang mendukung
keberhasilan kebijakan.

2.3 Pembinaan
Menurut Mitha Thoha Pembinaan adalah Suatu tindakan, proses, hasil, atau
pernyataan yang lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan,

12
peningkatan pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang atau
peningkatan atas sesuatu. Ada dua unsur dari definisi pembinaan
yaitu:1.pembinaan itu bisa berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan tujuan,
dan; 2. Pembinaan bisa menunjukan kepada perbaikan atas sesuatu.
Menurut Poerwadarmita (dalam bukharistyle.blogspot.com :2012).
Pembinaan adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
berdaya guna berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Secara
umum pembinaan disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang
direncanakan. Setiap manusia memiliki tujuan hidup tertentu dan ia memiliki
keinginan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Apabila tujuan hidup tersebut tidak
tercapai maka manusia akan berusaha untuk menata ulang pola kehidupannya.

2.4 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)


Lembaga kesejahteraan sosial yang selanjutnya disingkat LKS adalah
organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum
mauoun yang tidak berbadan hukum.
LKS berbadan hukum adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang
bergerak di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang berbentuk Yayasan
atau bentuk lainnya yang dinyatakan sebagai badan hukum. LKS tidak berbadan
hukum adalah LKS yang belum dinyatakan sebagai badan hukum. LKS Asing
adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang didirikan menurut
ketentuan hukum yang sah dari Negara dimana organisasi sosial atau
perkumpulan sosial itu didirikan, dan telah mendapatkan izin dari Pemerintah
Republik Indonesia untuk melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di
Indonesia.
Adapun fungsi dari LKS yakni sebagai mitra pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial, selain itu LKS juga berfungsi sebagai sarana penyaluran aspirasi
masyarakat, pemberdayaan masyarakat, sarana pemenuhan pelayanan sosial, serta
sarana partisipasi masyarakat untuk menjaga , memelihara, dan memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa.

13
Pembinaan LKS sesuai dengan peraturan meteri sosial no. 184 tahun 2011
sangatlah diperlukan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap LKS
sebagai mitranya hal ini diperuntukkan agar keberlangsungan LKS tetap sesuai
dengan apa yang seharusnya, juga menghindari masalah-masalah seperti yang
disebutkan sebelumnya. Selain itu pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah
juga dapat dikatakan sebagai proses pemberdayaan agar sekuruh LKS dapat
tumbuh berkembang dan berdaya guna.

2.5 Peran dan Fungsi LKS


Berdasarkan peraturan Menteri Sosial No.184 tahun 2011 Lembaga
Kesejahteraan Sosial atau LKS memiliki peran sebagai:
a. mencegah terjadinya masalah sosial;
b. memberikan pelayanan sosial kepada penyandang masalah kesejahteraan
sosial; dan
c. menyelenggarakan konsultasi kesejahteraan keluarga.
Selain itu LKS juga berperan mengembangkan sistem penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkelanjutan dan juga LKS
menyelenggarakan konsultasi kesejahteraan sosial keluarga dan/atau pelayanan
konseling lainnya. Adapun fungsi dari LKS adalah sebagai:
a. Sebagai mitra Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
b. Sebagai sarana : Penyalur Aspirasi Masyarakat, Pemberdayaan Masyarakat,
Pemenuhan Pelayanan Sosial, Partisipasi Masyarakat untuk Memelihara,
Menjaga, dan Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa.

BAB III
METODE PENELITIAN

14
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian Sugiyono (2004:3), metode penelitian merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan
dikembangkan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengatisipasi masalah tertentu.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Menurut Moleong Penelitian deskriptif kualitatif yaitu pendekatan penelitian
dengan data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan
angka. Data tersebut dapat diperolah dari wawancara, cacatan lapangan, dan foto
saat dilapangan. Dalam penelitian kualitatif manusia merupakan instrumen
penelitian dan hasil penulisannya berupakata-kata atau pernyataan yang sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
Landasan penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif ini ialah karena
penelitian ini mengungkapkan masalah-masalah yang aktual yang terjadi pada
masa sekarang dan juga dengan metode deskriptif dapat memberikan gambaran
tentang pelaksanaan pembinaan lembaga kesejahteraan sosial oleh Dinas Sosial
Sumatera Selatan. Serta penyampaian dari hasil yang didapatkan menggunakan
rangkaian kata-kata.

3.2 Jenis dan Sumber Data


Dalam penelitian ini ada dua sumber yang digunakan yaitu data primer dan
data sekunder :
1. Menurut Hasan, (2002) data primer ialah data yang diperoleh atau
dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti. Data primer di dapat dari
sumber informan yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti.
2. Menurut Sugiyono (2005:62) data sekunder adalah data yang tidak langsung
memberikan data kepada peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang
lain atau mencari melalui dokumen. Data ini diperoleh dengan menggunakan
studi literature yang dilakukan terhadap banyak buku dan diperoleh
berdasarkan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian, selain itu

15
peneliti mempergunakan data yang diperoleh dari dokumen atau arsip yang
bersangkutan dengan penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Menurut Suharsaputra (2012:208) teknik pengumpulan data ditentukan oleh
setting dan partisipan serta jenis data yang akan dikumpulkan. Oleh karena itu,
penentuan teknik harus cocok dengan semua itu, sehingga data yang terkumpul
benar-benar mengarah pada pemahaman fenomena sentral penelitian. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui 3 cara, yaitu :
1. Observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung dengan
melihat keadaan dilapangan untuk memperoleh data. Observasi dilakukan
keunit analisis yang telah ditentukan melalui pengamatan dan pencatatan
data pada objek penelitian langsung di lapangan.
2. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk
memperoleh informasi. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara yang hanya menurut garis besar yang akan
ditanyakan kepada beberapa responden yang ditemui saat melakukan
penelitian di lapangan. Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan
Kepala Seksi serta staff Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan
sosial selaku yang bertanggung jawab terhadap urusan Lembaga
kesejahteraan sosial.
3. Dokumentasi adalah bentuk pengmpulan data pendukung dan pelengkap
metode observasi dan wawancara. Dokumentasi ini berupa gambar dan
tulisan-tulisan.
4. Studi Pustaka yaitu pengambilan data berupa referensi yang didapat dari
buku-buku dan peraturan perundang-undangan untuk dikumpulkan
sebagai landasan teori yang relevan dengan pembahasan. Seperti
pengumpulan data dengan tinjauan kepustakaan.

3.4 Teknik Analisis Data


Analisis data menurut Patton (dalam Moleong.2004:204) adalah proses
mengantur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan

16
satuan uraian dasar. Dalam melaksanakan analisis data, peneliti mengacu pada
beberapa tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman, antara lain:

1. Kondensasi Data
Dalam kondensasi data merujuk kepada proses menyeleksi, memfokuskan,
menyederhanakan mengabstraksi dan mentransformasi data yang terdapat pada
catatan lapangan maupun transkip.
2. Penyajian Data
Langkah berikut setelah kondensasi data adalah penyajian data yang dimaknai
oleh Miles dan Huberman sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan
mencermati penyajian data tersebut, peneliti akan lebih mudah memahami apa
yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Artinya apakah peneliti
meneruskan analisisnya atau mencoba untuk mengambil sebuah tindakan dengan
memperdalam temuan tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Dari beberapa tahap yang telah dilakukan dan yang terakhir adalah penarikan
kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan serta mengecek ulang dengan bukti
yang telah ditemukan di lapangan. Hal ini haruslah valid berdasarkan studi
lapangan yang telah dilakukan.

BAB IV

GAMBARAN UMUM INSTANSI KKA

17
Profil Instansi

4.1 Sejarah Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan


Pada tanggal 26 Oktober 1999, Presiden RI ke-4 ialah Bpk. KH. Abdurahman
Wahid mengumumkan susunan Kabinet Persatuan Nasional, sekaligus
membubarkan Departemen Sosial, selanjutnya fungsi pembangunan dibidang
sosial di provinsi Sumatera Selatan dialihkan ke Pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan. Dengan tujuan untuk mengalihkan tugas, fungsi kewenangan Kantor
Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sumatera Selatan, maka telah diadakan
penyempurnaan dan pengaturan kembali peraturan daerah provinsi daerah tingkat
1 Sumatera Selatan Nomor 5 tahun 1979 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan
Selanjutnya, Gubenur Sumatera Selatan melalui Keputusan Nomor 57 Tahun
2000 tanggal 3 mei 2000, menetapkan Tata Kerja Dinas Provinsi Sumatera
Selatan, dan dikuatkan kembali dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera
Selatan Nomor 11 tahun 2000 tanggal 29 desember mengenai Susunan Organisasi
dan Tata Kerja seluruh Dinas Provinsi Sumatera Selatan dan juga Perda Provinsi
Sumatera Selatan Nomor 10 tahun 2007 tentang pergantian keempat atas provinsi
Sumatera Selatan Nomor 10 tahun 2007 mengenai perubahan keempat atas
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 11 tahun 2000 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja seluruh dinas Provinsi Sumatera Selatan dan
Peratutan Gubernur Selatan Nomor 21 tahun 2007 mengenai penjabaran Tugas
dan Fungsi Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan.

4.2 Letak Geografis Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan


Secara letak geografis, kota Palembang berada antara 2°59’27.99” Lintang
Selatan dan 104°45’24,24” Bujur Timur, dengan luas daerah sebesar 400,61 km 2
yang memiliki penduduk ± 1,8 juta jiwa dan merupakan kota nomor kedua
terbesar di pulau Sumatera. Adapun Letak Kota Palembang berbatasan dengan:
a) Bagian Utara, timur dan Barat dengan Kabupaten Banyuasin
b) Bagian Selatan Kabupaten Muara Enim dengan Muara Enim
Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan berada di Kota Palembang yang
termasuk dalam Kawasan pemerintahan Kota Palembang berdampingan dengan

18
Dinas lainnya karena Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menerapkan
pelayanan satu pintu. Alamat lokasinya berada di Jalan Kapten Anwar Sasro
No.1246, Kota Palembang, Sumatera Selatan.

19
4.3 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi

Tabel 1 Jumlah Pegawai Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan


STATUS JENIS
KEPEGAWAIAN KELASMIN
NO JABATAN
LAKI PEREMPU
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
LAKI AN

1 KEPALA DINAS 1 - 1 1

2 SEKRETARIAT 31 1 31 16 15

BIDANG PELAYANAN
3 8 - 8 3 5
DAN REHABILITASI
BIDANG
4 PENGENDALIAN 8 - 8 5 3
PELAYANAN RESOS

BIDANG JAMINAN
5 10 - 10 5 5
DAN BANTUAN SOSIAL

BIDANG
6 12 - 12 5 7
PEMBERDAYAAN
Sumber: Sub Bagian Umum Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan

a. Kepala Dinas
Kepala Dinas mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan
perumusan kebijakan di bidang perlindungan dan jaminan sosial, pelayanan
rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial dan penanganan kemiskinan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan
b. Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas memberikan pelayanan administrasi kepada
semua unit kerja pada Dinas Sosial dan melaksanakan urusan di bidang
umum, kepegawaian, evaluasi, pelaporan dan informasi serta penyusunan
program dan melaksanakan administrasi keuangan.
Adapun beberapa sub bagian di Dinas Sosial yaitu:

20
1. Subbagian perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan, mempunyai tugas:
a) Merencanakan kegiatan tahunan Subbagian perencanaan, Evaluasi dan
pelaporan sebagai bahan pedoman pelaksanaan tugas;
b) Merumuskan bahan koordinasi dan penyusunan rencana
program/kegiatan;
c) Merumuskan bahan dokumen perencanaan meliputi Dokumen Rencana
Strategis, Indikator Kinerja Utama, Rencana Kerja Tahunan beserta
Anggaran Perubahan serta penetapan/perjanjian Kinerja dan lainnya:
d) Menyiapkan bahan koordinasi penyusunan laporan serta
pengumpulan,pengelolaan dan penyajian data;
e) Melaksanakan pengelolaan data, pelayanan informasi, dan
pengkoordinasian sistem informasi dari masing masing teknis;
f) Melaksanakan pengukuran kinerja dan laporan kinerja pelaksanaan
program dan kegiatan;
g) Melaksanakan inventarisasi dan analisis pelaksanaan program kegiatan.
h) Membagi tugas kepada bawahan dalam menyusun,
mengevaluasi,pengelolaan data PMKS/PSKS, data bahan perencanaan, dan
pelaporan program kegiatan.
i) Membimbing bawahan dalam menyiapkan bahan pembinaan dan
petunjuk penyusunan program kegiatan sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan
j) Memeriksa, mengoreksi, mengontrol dan mengevaluasi hasil pelaksanaan
tugas bawahan yang berhubungan dengan menyusun dan mengolah data
PMKS/PSKS, dan melaporkan program kegiatan;
k) Membuat laporan kepada secretariat berdasarkan hasil kerja Subbagian
Penyusunan Progran dan pengolahhan data sebagai bahan evaluasi bagi
atasan; dan
l) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan
2. Subbagian Keuangan, mempunyai tugas:
a) Merencanakan kegiatan, program kerja tahunan subbagian keuangan
sebagai bahan pedoman pelaksanaan tugas
b) Membagi tugas kepada bawahan dengan cara disposisi atau secara lisan

21
agar bawahan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing;
c) Memberi petunjuk, pembimbing, membina dan mengawasi serta
memberikan penilaian kinerja terhadap staff
d) Mengkoordinir semua pelaksanaan administrasi keuangan,
melaksanakan, menyiapkan bahan penyusunan akuntansi anggaran
pendapatan dan belanja daerah, pembukuan, dan verifikasi
pertanggungjawaban keuangan.
3. Subbagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas:
a) Merencanakan kegiatan tahunan Subbagian Umum dan Kepegawaian
b) berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan tugas;
c) Melaksanakan administrasi ketatausahaan perlengkapan kantor dan
kerumah tanggaan;
d) Melaksanakan pemeliharaan, perawatan, dan penataan lingkungan
kantor;
e) Mengelola dan menginventarisasi barang milik negara yang ada di dinas;
f) Melaksanakan pengurusan pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian,
g) inventarisasi dan penghapusan perlengkapan kantor;
h) Melaksanakan pengurusan dan pelayanan administrasi kepegawaian
meliputi kenaikan pangkat, Sasaran Kerja Pegawai, Daftar Urut
Kepangkatan, kenaikkan gaji berkala, cuti, mutase, pemberhentian dan
persiapan pension pegawai negeri sipil
i) melaksanakan pembinaan kepegawaian dan disiplin pegawai, termasuk
j) kegiatan olahraga;
k) Melaksanakan pengurusan kepegawaian meliputi pendidikan/pelatihan
l) struktural dan fungsional umum, serta pemberian penghargaan;
m) Melaksanakan administrasi penilaian pejabat fungsional;
n) Menyusun usulan jabatan struktural dan fungsional dalam rangka
promosi dan rotasi jabatan;
o) Melaksanakan penyusunan bahan valuasi dan laporan kegiatan
kepegawaian;
p) Membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan umum, kepegawaian dan

22
aset;dan
q) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan.
c. Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial
Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Dinas Sosial yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
perlindungan sosial korban bencana alam, korban bencana sosial, perlindungan
dan jaminan sosial. Beberapa seksi dari Bidang Perlindungan dan Jaminan sosial,
yaitu;
1. Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, mempunyai tugas:
a) Merencanakan program kerja tahunan seksi perlindungan Korban Bencana
Alam berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai
pedoman dalam pelaksana tugas
b) Memberi tugas kepada bawahan dengan cara lisan atau tertulis.
c) Memberi petunjuk kepada bawahan dengan cara lisan atau tertulis;
d) Memeriksa dan mengevaluasi hasil pekerjaan bawahan;
e) Menyusun bahan kebijakan teknis, fasilitasi, pengelolaan data dan fasilitasi
pelaksanaan usaha-usaha, melaksanakan koordinasi pendataan dan pelaporan
kejadian bencana, pengadaan buffer stock beras, pengelolaan bahan/barang
bantuan dan peralatan BSKB, pelaporan dan evaluasi kegiatan
f) Menyiapkan bahan penyusunan bahan norma, standar, prosedur, dan
kriteria;
g) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi bagian atasan; dan
h) Menyiapkan bahan bimbingan teknis, supervise dan pemantauan di bidang
Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam
i) Membuat telahaan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan
keputusan dan mengkoordinasi dengan unit kerja terkait dalam pelaksanaan
kegiatan;
j) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan
2. Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial, Mempunyai tugas;
(a) Merencanakan program kerja tahunan Seksi Perlindungan Korban
Bencana Sosial berdasarkan ketentuan peraturan perundangan sebagai

23
pedoman dalam pelaksanaan tugas;
(b) Menyiapkan bahan pemberian bimbingan teknis, supervise dan
pemantauan di bidang Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial;
(c) Membimbing, membagi tugas, memeriksa dan mengevaluasi kegiatan
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas;
(d) Melaksanakan penilaian kinerja pegawai pada Seksi Perlindungan Sosial
(e) Korban Bencana Sosial sesuai tugas dan kewenangannya;
(f) Membantu meneruskan perjalanan orang terlantar;
(g) Menyiapkan bahan penyusunan perumusan kebijakan di bidang
perlindungan sosial korban bencana soial;
(h) Menyusun bahan kebijakan teknis, fasilitasi, pengelolaan data dan
fasilitasi
(i) pelaksanaan usaha-usaha, melaksanakan koordinasi pendataan dan
pelaporan kejadian bencana sosial, pengadaan data dan fasilitasi
pelaksanaan usaha-usaha, melaksanakan koordinasi pendataan dan
pelaporan kejadian bencana sosial, pengadaan buffer stock beras,
pengelolaan kejadian bencana sosial, pengadaan buffer stock beras,
pengelolaan bahan/barang bantuan dan peralatan BSKB, pelaporan dan
evaluasi kegiatan Seksi Perlindungan Korban Bencana Sosial;
(j) Menyiapkan bahan koordinasi bidang perlindungan sosial korban
bencana Sosial dengan unit/instansi terkait;
(k) Menyiapkan bahan penyusunan, bahan norma, standar, prosedur, dan
kriteria Subbidang Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial;
(l) Membuat telahaan staff sebagai bahan pertimbangan pengambilan
keputusan dan mengkoordinasi dengan unit kerja terkait dalam
pelaksanaan kegiatan;
(m) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi bagi atasa; dan
(n) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan.
3. Seksi Perlindungan dan Jaminan Sosial Keluarga, mempunyai tugas:
a) Merencanakan progam kerja tahunan Seksi Perlindungan dan Jaminan
Sosial Keluarga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

24
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas;
b) Membagi tugas kepada bawahan dalam mengadministrasikan umum,
pelaksana kegiatan, administrator jaringan komputer, mengelola bahan dan
data asuransi kesejahteraan sosial, fasilitasi Lembaga Pengelola Asuransi
(LPA), mengelola program keluarga harapan pada tingkat kabupaten/kota dan
provinsi dengan cara disposisi atau secara lisan;
c) Membimbing, membagi tugas, memeriksa dan mengevaluasi kegiatan
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas seksi Perlindungan Jaminan Sosial.
d) Memeriksa mengoreksi/mengontrol pelaksanaan tugas pelaksana kegiatan,
administrator jaringan komputer pada pada PHK, konsep laporan dan rencana
kegiatan, administrasi umum yang berhubungan dengan rencana dan program
kegiatan
e) Menyiapkan bahan penyusunan perumusan kebijakan kegiatan
perlindungan dan jaminan sosial keluarga;
f) Menyiapkan bahan koordinasi bidang perlindungan dan jaminan sosial
keluarga dengan unit/instansi terkait;
g) Menyiapkan bahan penyusunan, bahan norma, standar, prosedur, dan
kriteria;
h) Meyiapkan bahan pemberian bimbingan teknis, supervise dan pemantauan;
i) Membuat telahaan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan
keputusan dan mengkoordinasi dengan unit kerja terkait dalam pelaksanaan
kegiatan;
j) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi bagi atasan; dan
k) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan
d. Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Dinas Sosial yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
pelayanan dan perlindungan sosial anak, pelayanan dan perlindungan sosial lanjut
usia, rehabilitasi dan pelayanan penyandan disabilitas, rehabilitasi sosial tuna
sosial, pengelolaan data korban penyalahgunaan NAPZA dan HIV/AIDS dan
korban perdagangan serta korban tidak kekerasan. Beberapa seksi dari bidang

25
pelayanan dan rehabilitasi sosial, yaitu:

1. Seksi Rehabilitasi dan Pelayanan Penyandang Disabilitas, mempunyai tugas:


a) Menyusun rencana kegiatan dan kerangka acuan kerja Seksi Rehabilitasi
dan Pelayanan Penyandang Disabilitas sebagai bahan pedoman
pelaksanaan tugas;
b) Membimbing bawahan dalam pelaksanaan kegiatan pada Seksi
Rehabilitasi dan Pelayanan Penyandang Disabilitas;
c) Membagi tugas kepada bawahan dalam mengadministrasikan, pengelola
kegiatan, mengoperasikan komputer, mengelola bahan dan data dengan
cara disposisi atau secara lisan;
d) Memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol pelaksanaan tugas dalam
mengadministrasikan, pengelola kegiatan, mengoperasikan komputer,
mengelola bahan dam data yang berhubungan dengan rencana dan
program kegiatan;
e) Membuat telahaan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan
keputusan dan mengkoordinasi dengan unit kerja terkait dalam
pelaksanaan kegiatan;
f) Melakukan koordinasi dengan instansi lain berdasarkan kegiatan Unit
Pelayanan Sosial Keliling (UPSK), Loka Bina Karya (LBK), Praktek
Belajar Kerja (PBK). Penyaluran Asistensi Sosial melalui Lembaga
Kesejahteraan Sosial (LKS), Pendampingan Asistensi Sosial Orang
Dengan Kecacatan Berat (ASODKB), kampanye sosial dalam pemenuhan
hak-hak orang dengan kecacatan;
g) Memberi petunjuk hasil pelaksanaan tugas bawahan;
h) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi; dan
i) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan pimpinan.

2. Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, Korban Tindak Kekerasan dan


Perdagangan Orang, mempunyai tugas:
a) Merencanakan program kerja tahunan Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna

26
Sosial, Korban Tindak Kekerasan dan Perdagangan Orang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan tugas;
b) Membagi tugas kepada bawahan dengan cara lisan maupun tertulis;
c) Membimbing, membagi tugas, memeriksa dan mengevaluasi kegiatan
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas;
d) Melaksanakan penilaian kinerja pegawai sesuai tugas dan
kewenangannya;
e) Melaksanakan, memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol pelaksanaan
tugas kegiatan rehabilitasi sosial tuna sosial, korban tindak kekerasan dan
perdagangan orang dan mengelola Rumah perlindungan dan Trauma Center
Sriwijaya di dalam panti dan/atau lembaga.
f) Meneliti dan mengelola data penanganan korban penyalahgunaan
NAPZA dan HIV/AIDS dan melaporkan ke Kementerian Sosial;
g) Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan terkait dengan tugas
Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, Korban Tindak Kekerasan dan
Perdagangan orang;
h) Melaporkan pelaksanaan tugas berdasarkan hasil kerja sebagai bahan
evaluasi kepada atasan; dan
i) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan.

3. Seksi Rehabilitasi, Pelayanan dan Perlindungan Anak dan Lanjut Usia,


mempunyai tugas:
a) Merencanakan program kerja tahunan Seksi Rehabilitasi, Pelayanan dan
Perlindungan Anak dan Lanjut Usia berdasarkan ketentuan peraturan
perundangan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas;
b) Membagi tugas-tugas kepada bawahan dengan cara lisan atau tertulis:
c) Memberi petunjuk kepada bawahan dengan cara lisan atau tertulis;
d) Melaksanakan, memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol pelaksanaan
tugas kegiatan rehabilitasi, pelayanan dan perlindungan anak dan lanjut usia;
e) Menyampaikan informasi kepada instansi terkait dan mitra kerja tentang
program pelayanan dan perlindungan anak dan lanjut usia yaitu: anak balita

27
terlantar, anak berhadapan dengan hukum, danak jalanan, anak terlantar, anak
berhadapan dengan hukum, anak jalanan, anak terlantar, anak yang
memerlukan perlindungan khusus, lanjut usia terlantar baik produktif maupun
non produktif;
f) Mengonsep bahan untuk verifikasi dan seleksi data anak dan lanjut usia
yang menerima bantuan, pengelolaan data penerima bantuan, pelaporan dan
evaluasi kegiatan pelayanan dan perlindungan anak dan lanjut usia;
g) Memproses penelitian berkas dan perijinan pengangkatan anak (adopsi)
melalui Tim PIPA
h) Memproses pembinaan dan penilaian kepada Sakti Peksos yang
mendampingi Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA);
i) Memfasilitasi pemberian rehabilitasi psikososial dan motivasi bagi anak
yang mengalami traumatic melalui pendamping satuan bakti pekerja sosial
dan Rumah Perlindungan Sosial Anak Palembang (RPSA) ;
j) Memfasilitasi peringatan kegiatan hari anak dan lanjut usia;
k) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi bagi atasan; dan
l) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan.
e. Bidang Pemberdayaan Sosial
Bidang Pembedayaan Sosial mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Dinas Sosial yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan potensi,
kesetiakawanan dan restorasi sosial, penyuluhan informasi, kegiatan
pemberdayaan perorangan dan keluarga serta kegiatan pemberdayaan masyarakat
dan kelembagaan sosial. Beberapa Seksi dari Bidang Pemberdayaan Masyarakat,
yaitu:
1. Seksi Pemberdayaan Potensi, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial,
mempunyai tugas:
a) Merencanakan kegiatan anggaran dan kerangka acuan kerja kegiatan
kepahlawanan, keprintisan, kesetiakawanan dan restorasi sosial, kegiatan
undian gratis berhadiah dan pengumpulan uang atau barang dan
penyuluhan sosial sebagai bahan pedoman pelaksanaan tugas;
b) Membagi tugas kepada bawahan dalam pengadministrasian, pengelolaan

28
kegiatan, pengelolaan bahan dan data seksi pemberdayaan potensi,
kesetiakawanan dan restorasi sosial, mengkoordinir dan memelihara
taman makam pengumpulan dan pengelolaan sumber dana bantuan
sosial, undian gratis berhadiah, serta pelaksanaan kegiatan penyuluhan
sosial dengan cara disposisi atau secara lisan
c) Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain terkait pelaksaan kegiatan
pada Seksi Pemberdayaan Potensi, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial;
d) Menerima hasil/mengoreksi/mengontrol pelaksanaan tugas dalam
pengadmnistrasian, pengelolaan kegiatan, pengelolaan bahan dan data
seksi pemberdayaan potensi, kesetiakwanan dan restorasi sosial,
mengkoordinir dan memelihara taman makam pahlawan, kepahlawanan,
kesetiakwanan sosial dan kegiatan pengumpulan dan pengelolaan sumber
dana bantuan sosial, undian gratis berhadiah, serta pelaksanaan kegiatan
penyuluhan sosial yang berhubungan dengan rencana dan program
kegiatan
e) Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan terkait dengan tugas
Seksi Pemberdayaan Potensi, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial;
f) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi bagi atasan secara lisan maupun tertulis; dan
g) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan
2. Seksi Pemberdayaan Perorangan dan Keluarga, mempunyai tugas:
a) Merencanakan kegiatan tahunan seksi pemberdayaan perorangan dan
keluarga sebagai bahan pedoman pelaksanaan tugas
b) Membimbimbing bawahan agar pelaksanaan kegiatan dapat terlaksana
secara efektif dan efisien;
c) Membagi tugas kepada bawahan dalam pengadministrasian, pengeloaan
kegiatan, pengelolaan bahan dan data Seksi Pemberdayaan Perorangan dan
Keluarha, dengan cara disposisi atau secara lisan
d) Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain;
e) Memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol pelaksanaan tugas dalam
pengadministrasian, pengelolaan kegiatan, pengelolaan bahan dan data
kegiatan fasilitasi Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK),

29
pembinaan Pekerja Sosial Masyarakat, Kegiatan Keluarga Rentan, dan
Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) serta Family Care Unit
(FCU) yang berhungan dengan rencan dan program kegiatan;
f) Memberikan saran pertimbangan kepada atasan terkait dengan tugas Seksi
Pemberdayaan Perorangan dan Keluarga;
g) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi bagi atasan secara lisan maupun tertulis; dan
h) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberkan oleh pimpinan
3. Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Sosial, Mempunyai tugas:
a) Merencanakan program kerja tahunan Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan
Kelembagaan Sosial berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas;
b) Membimbing bawahan agar pelaksanaan kegiatan dapat terlaksana secara
efektif dan efisien;
c) Membagi tugas kepada bawahan dalam pelaksanaan kegiatan seleksi Sosial,
Kegiatan Bimbingan Pemantapan Manajemen Lembaga Kesejahteraan
Sosial/Organisasi Sosial, Karang Taruna, wahana kesejahteraan
Sosial/Organisasi Sosial, Karang Taruna, wahana kesejahteraan berbasis
masyarakat, bimbingan, kerjasama dan penguatan kelambagaan sosial,
Program Kemitraan dengan Dunia Usaha/corporate Social Responsibility
(CSR) dan pengkoordinasian pelaksanaan kebijakan teknis asilitasi,
koordinasi serta pemantauan dan evaluasi kegiatan Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil, serta pendaftaran izin operasional LKS/Organisasi sosial
dengan cara disposisi maupun tertulis;
d) Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain dalam rangka untuk
kelancaran kegiatan Seksi Pemberdayaan Masyrakat dan Kelembgaan Sosial;
e) Memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol/mengevaluasi pelaksanaan tugas
pengadministrasian, pengelolaan kegiatan bimbingan masyarakat, mengelola
bahan dan data untuk bahan paparan, pendaftaran/perizinan LKS/organisasi
yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial dan koordinasi program
kemitraan dunia usaha;
f) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja

30
sebagai bahan evaluasi bagi atasan baik secara lisan maupun tertuliis; dan
g) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan
f. Bidang Penanganan Kemiskinanan
Bidang penganganan kemiskinan mempunyai tugas melaksanakan
mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial yang berkaitan
dengan pelaksanaan penanganan kemiskinan pedesaan, penanganan kemiskinan
kota dan penanganan kemiskinan daerah tertentu. Beberrapa seksi dari Bidang
Penanganan Kemiskinan, yaitu:
1. Seksi Penanganan Kemiskinan Pedesaan, mempunyai tugas:
(a) Merancanakan kegiatan anggaran dan kerangka acuan kerja Seksi
Penanganan Kemiskinan pedesaan sebagai bahan pedoman pelaksanaan
tugas;
(b) Membimbing bawahan agar pelaksanaan kegiatan dapat terlaksana secara
efektif dan efisien;
(c) Membagi tugas kepada bawahan dalam mengumpulkan,
mengadministrasikan, menyusun, menggandakan bahan dan data, laporan
kegiatan dengan cara disposisi atau secara lisan;
(d) Melaksanakan, memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol kegiatan bantuan
kelompok usaha bersama pedesaan, mengoreksi konsep laporan dan rencana
kegiatan yang berhubungan dengan rencana dan program kegiatan;
(e) Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain;
(f) Membuat telahaan staf untuk meningkatkan kinerja;
(g) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja sebagai
bahan evaluasi bagi kepala dinas secara lisan maupun tertulis;dan
(h) Melaksanakan tugas kedinasan laiinya yang diberikan oleh pimpinan.

2. Seksi Penanganan Kemiskinan Perkotaan, mempunyai tugas:


(a) Merencanakan kegiatan anggaran dan kerangka acuan kerja Seksi
Penanganan: Kemiskinan Perkotaan sebagai bahan pedoman pelaksanaan
tugas;
(b) Membimbing bawahan agar pelaksanaan kegiatan dapat terlaksana secara
efektif dan efisien:

31
(c) Membagi tugas kepada bawahan dalam mengumpulkan, mendokumentasikan,
mengadministrasikan, menyusun, menggandakan bahan dan data laporan
kegiatan dengan cara disposisi atau secara lisan:
(d) Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain;
(e) Melaksanakan, memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol kegiatan bantuan
kelompok usaha bersama perkotaan, mengoreksi konsep laporan dan rencana
kegiatan yang berhubungan dengan rencana dan program kegiatan:
(f) Membuat telahaan staf untuk meningkatkan kinerja;
(g) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja sebagai
bahan evaluasi bagi atasan baik lisan maupun tertulis: dan
(h) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan.
3. Seksi Penanganan Kemiskinan Daerah Tertentu, mempunyai tugas:
(a.) Merencanakan kegiatan anggaran dan kerangka acuan kerja seksi Penanganan
Kemiskinan Daerah tertentu (desa tertinggal, desa terpencil, daerah bantaran
sungai perbatasan antar provinsi/kabupaten/kota) sebagai bahan pedoman
pelaksanaan tugas;
(b.) Membimbing bawahan agar pelaksanaan kegiatan dapat terlaksana secara
efektif dan efisien;
(c.) Membagi tugas kepada bawahan dalam mengumpulkan, mendokumentasikan,
mengadministrasikan, menyusun, menggandakan bahan dan data laporan
kegiatan dengan cara disposisi atau secara lisan;
(d.) Melaksanakan koodinasi dengan instansi lain;
(e.) Melaksanakan, memeriksa hasil/mengoreksi/mengontrol kegiatan
pengumpulan data kegiatan bantuan kelompok usama bersamma fakir miskin
daerah tertentu;
(f.) Mengkonsep laporan dan rencana kegiatan, yang berhubungan dengan
rencana dan program kegiatan;
(g.) Membuat telahaan staf untuk meningkatkan kinerja;
(h.) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan berdasarkan hasil kerja sebagai
bahan evaluasi bagi atasan baik secara lisan maupun tertulis;dan
(i.) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan
g. Unit Pelaksana Teknis Dinas

32
Pada Dinas Sosial dapat dibentuk UPTD yang pembentukannya diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembentukan, susunan
organisasi, uraian tugas dan fungsi serta tata kerja UPTD di tetapka lebih lanjut
dengan peraturan gubernur.

4.4 Visi dan Misi Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan

Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan dalam melaksanakan tugasnya

memiliki acuan, yang dibuat oleh Gubernur Sumatera Selatan, dengan adanya

acuan tersebut diharapkan setiap target mampu dicapai dengan baik. Acuan

tersebut dibuat melalui perumusan visi, misi, tujuan dan rencana strategis yang

disesuaikan dengan visi, misi , tujuan, dan rencana strategis Dinas Sosial Provinsi

Sumatera Selatan:

a. Visi Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan:

“Terwujudnya Kesejahteraan Sosial Penyandang Masalah Sosial”

b. Misi Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan:

(1) Meningkatkan kualitas penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan

(2) Meningkatkan peran potensi sumber kesejahteraan sosial PSKS dalam

penanganan PMKS

(3) Meningkatkan professional SDM, sarana, dan prasarana Dinas Sosial Provinsi

Sumatera Selatan dalam pelayanan sosial terhadap masyarakat

c. Tujuan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan:

(1) Meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan yang optimal terhadap

penyandang masalah sosial

(2) Menumbuh kembangkan peranan dan fungsi potensi Sumber Sosial

(3) Meningkatkan kemampuan upaya pemberdayaan masyarakat pada bantuan

33
jaminan sosial

(4) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pelaku usaha sosial.

(5) Meningkatkan dan mengembangkan sistem informasi sosial dan

pemuktahiran data

(6) Meningkatkan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk

berpartisipasi dalam melaksanakan usaha sosial

d. Rencana Strategis

(1) Peningkatkan dan pemerataan pelayanan sosial yang lebih adil bagi semua

orang utamanya penyandang masalah sosial.

(2) Peningkatan profesionalisme pelayanan sosial yang berbasis pekerjaan sosial,

baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha

(3) Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang semakin berkualitas dan

akuntabel mengcakup aspek perencanaan yang terpadu, pelaksanaan,

pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

(4) Menciptakan iklim yang mendorong, meningkatkan dan mengembangkan

potensi dan kelembagaan sosial untuk berperan aktif dalam usaha sosial.

(5) Peningkatan advokasi dan pendampingan sosial dalam pengelolaan program

pembangunan sosial dalam rangka peningkatan komitmen dan pemahaman

visi dan misi pada jajaran pelaku pembangunan sosial.

4.5 Struktur Organisasi

34
35
BAB V
IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Dinas Sosial


Provinsi Sumatera Selatan dan hasil wawancara dengan beberapa informan
tentang implementasi kebijakan pembinaan lembaga kesejahteraan sosial oleh
instansi tersebut telah didapatkanlah hasil akhir dari penelitian ini yaitu sejauh
mana Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan telah mengimplementasikan
kebijakan pembinaan LKS di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan prespektif
teori Van Meter dan Van Horn yang memiliki 6 indikator yaitu standar dan
sasaran kebijakan, sumber daya, karakteristik organisasi pelaksana, komunikasi
antar pelaksana dan aktifitas penguatan, sikap para pelaksana, dan juga kondisi
sosial, ekonomi dan politik.
Berikut akan diuraikan satu persatu variabel yang telah disebutkan oleh
VanMeter dan Van Horn dalam mempengaruhi kinerja Implementasi Kebijakan
Pembinaan LKS oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan.yang berkaitan
dengan keberhasilan Implementasi Kebijakan sebagai berikut:

1. Standar dan Sasaran Kebijakan


Standar sasaran dan ukuran suatu kebijakan adalah hal yang harus ditetapkan
dengan seksama karena berpengaruh besar dalam ketercapaian tujuan kebijakan.
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat Keberhasilannya dari ukuran
dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada dilevel
pelaksana kebijakan.
Menurut Peraturan Menteri Sosial No.184 Tahun 2011 Tentang Lembaga
Kesejahteraan Sosial telah dijelaskan bahwa Pembinaan teknis di provinsi dan
kabupaten/kota dilaksanakan oleh Kepala instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang sosial dibawah koordinasi gubernur, dan bupati/walikota
sesuai dengan wilayah kewenangannya.
Maka diketahui bahwa standar dan sasaran dilakukannya pembinaan terhadap
LKS oleh Instansi yang dalam hal ini ialah Dinas Sosial Provinsi Sumatera
Selatan adalah pembinaan teknis di wilayah Provinsi yaitu Sumatera Selatan.

36
Sesuai dengan yang ditetapkan, Dinas Sosial provinsi melakukan pembinaan di 17
kabupaten/kota yang ada dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

2. Sumber Daya
Menurut Grindle (dalam Agustino, 2016:144), sumber daya adalah sumber
yang akan digunakan dalam proses implementasi kebijakan dan sebagai faktor
pendukung suatu pelaksanaan kebijakan. Faktor sumber-sumber daya yang ada
menurut Winarno (2014) dalam implentasi sangat diperlukan dalam
pelaksanaannya agar berjalan efektif adalah sumber daya yang tersedia sebagai
sumber penggerak
Sumber daya menjadi hal yang sangat penting dalam proses
pengimplementasian suatu kebijakan, tanpa sumber daya kebijakan hanyalah
sebatas dokumen diatas kertas saja. Sumber daya ini adalah aspek yang dapat
dibagi menjadi dua yakni sumber daya manusia dan sumber daya pendukung.
Sumber daya manusia haruslah memumpuni dan memiliki keahlian dan
pengetahuan tentang dilaksanakaannya kebijakan, sedangkan sumber daya
pendukung haruslah memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaanya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala seksi pemberdayaan masyarakat
dan kelembagaan yakni seksi yang menangani urusan LKS di Provinsi Sumatera
Selatan maka didapatkan bahwa sumber daya manusia dalam Pembinaan terhadap
LKS di Sumatera Selatan ini didapatkan dari Instansi provinsi yaitu dari seksi
pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan dibantu dengan SDM dari instansi
kabupaten/kota yang bersangkutan. Sumberdaya tersebut juga sudah memiliki
kemampuan khusus dibidang pembinaan LKS hal ini terlihat dari bagaimana
penanganan terhadap LKS yang datang berkonsultasi dan meminta arahan sebagai
pemecahan masalah yang mereka alami.
Sedangkan untuk sumber daya pendukung seperti dana anggaran perjalanan
ke setiap kabupaten telah disediakan oleh instansi. Namun fasilitas lain seperti
lokasi tempat diadakannya pembinaan ini belum disediakan maka saat ini dinas
sosial menggunakan salah satu lahan dari LKS untuk dijadikan tempat
penyampaian materi pembinaan LKS di kabupaten tersebut.

37
3. Karakteristik agen Pelaksana

Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilakukan pada
beberapa kebijakan yang dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan disiplin.
Pada konteks lain diperlukan agen dalam pelaksana yang demokratis dan
persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi suatu pertimbangan
penting untuk menentukan agen pelaksana kebijakan.
Agen pelaksana pada proses kebijakan Pembinaan Lembaga Kesejahteraan
Sosial meliputi organisasi formal dan organisasi informal, yaitu Dinsos
kabupaten/kota dan jajaran Pengurus LKS di masing-masing kabupaten/kota dan
juga masyarakat yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini
penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh
karakter yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.
Dua karakteristik yang dapat mendorong kinerja struktur organisasi
birokrasi/organisasi kearah yang lebih baik yaitu SOP dan Fragmentasi.
a. SOP (Standard Operating Procedures) adalah suatu kegiatan yang rutin
yang memungkinkan para pegawai/pelaksana kebijakan dsb. Untuk
melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Sayangnya standar operasional prosedur khusus untuk pembinaan LKS ini
belum ada dan dalam wawancara informan berkata bahwa yang ada hanya
SOP untuk pendaftaran dan pendataan LKS saja.
b. Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab atau aktifitas
kepegawaian diantara beberapa unit kerja. Penyebaran unit kerja yang
dilakukan oleh pegawai Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan dalam
menjalankan kebijakan ini dilakukan dengan cara pegawai dinsos menjadi
penanggung jawab di beberapa LKS baik di kabupaten maupun di kota.
Selain itu berdasarkan kebijakan ini telah dijelaskan bahwa pembagian tugas
antara instansi di nasional, provinsi serta kabupaten atau kota sehingga jelas
bagian mana yang harus dijalankan.

4. komunikasi Antar Pelaksana dan Aktifitas Penguatan

Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para


pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan

38
seragam dari berbagai sumber informasi. Implementasi yang efektif terjadi apabila
para implementor sudah mengetahui apa yang akan mereka lakukan dan
pengetahuan tentang apa yang ingin mereka kerjakan dapat berjalan bila
komunikasi berjalan dengan baik. Komunikasi ini haruslah terjadi secara dua arah
agar lebih memahami betul perkara yang ada dari beberapa pihak, serta
memudahkan pelaksanaan pembinaan tersebut.
Komunikasi yang terjalin antar para implementor ini harus di transmisikan
atau dikomunikasikan kepada LKS terkait maupun Dinsos kabupaten/kota tempat
diselenggarakannya pembinaan. Pengembangan komunikasi ini juga berfungsi
sebagai penguat jalinan yang ada antar Instansi terkait yaitu yang dilakukan oleh
dinsos provinsi kepada juga LKS yang ada sebagai wujud aktualisasi peran dan
tugasnya. Sejauh ini komunikasi yang terjalin cukup baik terbukti dengan
tersampaikannya koordinasi pembinaan LKS di 11 kabupaten dan jalinan yang
masih terhubung antar LKS dan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan terkait
kendala-kendala yang ada.
Adapun 6 kabupaten/kota yang belum diselenggarakan pembinaan
dikarenakan dengan komunikasi yang masih terkendala dibeberapa wilayah
sehingga menghambat pengimplementasian di wilayah tersebut.

5. Sikap Para Pelaksana (Disposisi)


Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006): ”sikap
penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi
warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka
rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top-down yang sangat mungkin
para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh
kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.
Disposisi ini ditentukan oleh kepribadian dan kualitas implementor seperti
komitmen, kejujuran, dan sikap demokratis. Baik buruknya sikap yang dimiliki
oleh implementor menentukan kualitas yang diberikan, apabila implementor
memiliki sikap yang positif terhadap kebijakan menandakan bahwa adanya

39
dukungan. Disposisi tersebut lebih ditujukan kepada pegawai Dinas Sosial sebagai
fasilitator pembinaan yang mendukung LKS bergerak dalam perannya.
Pada pelaksanaan pembinaan LKS ini pembina berkomitmen untuk
mengarahkan LKS dalam pemngembangan kompetensi yang dimiliki oleh LKS
dan binaanya agar bisa mandiri berdayaguna bagi dirinya sendiri dan
lingkungannya. Selain itu pembina dapat meningkatkan kesadaran LKS bahwa
pentingnya memaksimalkan sumberdaya yang ada tidak hanya dari Dinsos saja
melainkan juga dari instansi lain yang turut berkerjasama meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

6. Kondisi Sosial Ekonomi Politik


Kondisi seperti kondisi sosial, politik dan ekonomi juga sangat
memperngaruhi implementasi kebijakan menurut teori Van Meter dan Van Horn.
Kondisi Eksternal Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif
dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan
eksternal yang kondusif.
Kondisi dapat dikatakan sebagai faktor keberhasilan suatu kebijakan. Pada
kebijakan pembinaan LKS ini berkenaan erat dengan faktor sosial dan ekonomi,
aspek sosial didalamnya ialah dorongan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
maka melalui LKS yang ada diharapkan dapat menanggulangi masalah
kesejahteraan sosial seperti contohnya pada panti dimana binaan panti tersebut
ialah yang termasuk dalam PPKS atau Pemerlu Pelayanan kesejahteraan sosial
sebagian dari mereka adalah lanjut usia, orang dalam gangguan jiwa, dan anak-
anak terlantar yang tidak termasuk usia produktif untuk mencari penghasilan
sendiri. Kondisi sosial yang seperti ini yang mendorong dibentuknya kebijakan
pembinaan LKS yang menampung PPKS tersebut.
Segi lingkungan politik menjadi faktor terakhir sebagai penentu diterima atau
ditolaknya suatu kebijakan karena didalamnya memerlukan persetujuan aktor
politik yang ada. Kemudian selanjutnya adalah kondisi ekonomi, kondisi ekonomi
inilah yang sekarang menjadi beban yang seringkali berat untuk ditanggung oleh
LKS dana yang didapatkan oleh LKS biasanya berjumlah terbatas dari bantuan

40
pemerintah dan donatur saja, maka peran pembinaan dari Dinsos ini ialah
mengajak dan mengarahkan LKS untuk melihat dan mengembangkan potensi
yang ada dalam peningkatan ekonomi. Diharapkan dari adanya materi pembinaan
ini LKS tidak hanya menunggu bantuan dari pemerintah melalui Dinas sosial saja,
dikarenakan jumlahnya terbatas LKS dibina agar dapat melihat dan
mengembangkan potensi yang ada supaya meningkatkan ekonomi mereka.
Namun pada beberapa kasus salah satunya dikota palembang pembinaan LKS
belum dilakukan salah satunya karena kondisi sosial dan ekonomi yang kurang
memadai dimana persaingan di kota lebih tinggi dibandingkan di kabupaten,
selain itu banyaknya jumlah LKS ini juga menjadi PR tersendiri untuk
melaksanakan pembinaan terhadapnya.

41
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai Implementasi Kebijakan Pembinaan
Lembaga Kesejahteraan Sosial oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan yang
berlandaskan pada Peraturan Menteri Sosial No.184 tahun 2011 sudah terlaksana
cukup baik, terlihat dari pemenuhan Variabel yang ada namun terdapat beberapa
persoalan yang membuat kurang optimalnya pelaksanaan pembinaan LKS di
beberapa kabupaten/kota,
Dapat dijabarkan melalui indikator-indikator yang dikemukakan oleh Donal
Van Meter dan Van Horn berikut ini: aspek standar dan sasaran kebijakan, serta
sikap para pelaksana atau disposisi sudah baik dan cukup untuk mendukung
implementasi kebijakan tersebut agar optimal. Namun aspek sumberdaya masih
kurang baik, begitupula dengan karakteristik agen pelaksana dikarenakan SOP
khusus terkait pembinaan belum ada maka menjadi sebuah catatan untuk
kedepannya agar mengoptimalkan implementasi.
Sebagian besar komunikasi antar organisasi pelaksana memang dapat
dikatakan cukup baik namun pada beberapa kabupaten/kota hal ini menjadi salah
satu penghambat pelaksanaan pembinaan ini. Selanjutnya yaitu kondisi sosial
ekonomi pada LKS juga masih kurang memadai untuk menyokong keberhasilan
pembinaan dan perkembangan LKS ini.

6.2 Saran
Dari hasil analisis dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, penulis
mengusulkan beberapa saran sebagai berikut:
1. Penambahan fasilitas pendukung keberlangsungan pembinaan LKS
sehingga pembinaan ini dapat berjalan lebih optimal.
2. Diharapkan Dinsos Provinsi Sumatera selatan menerbitkan SOP khusus
untuk pembinaan LKS ini agar lebih tersruktur dan dapat terukur.
3. Pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan kondisi sosial dan
ekonomi yang ada di lingkungan LKS agar tercapainya harapan dari

42
keberlangsungan pembinaan LKS tersebut.
4. Pemerintah dan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Selatan diharapkan dapat
melakukan pengawasan lanjutan secara berkala pada LKS yang telah
dilakukan pembinaan agar LKS tersebut dapat lebih berkembang.

43
DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.


Nugroho, Riant, 2011. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi ,Teori dan
Praktek). Surabaya: PMN.
Panduan Kuliah Kerja Administrasi (KKA) Jurusan Ilmu Administrasi Publik
FISIP Unsri Tahun Akademik 2022.
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori Dan Aplikasi).
Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Winarno, B. 2012. Kebijakan Publik Teori Dan Proses. Yogyakarta; Med Press
Peraturan Menteri Sosial No. 184 Tahun 2011 Tentang Lembaga Kesejahteraan
Sosial.
Wijayanti, R. Rengga, A. Santoso, R S. 2015 Implementasi Standar Pelayanan
Berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Oleh Dinas Sosial,
Pemuda dan Olahraga Kota Semarang.
Hasibah. 2021. Program Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Dalam
Membentuk Perilaku Kemandirian Anak Asuh (studi kasus di LKSA Al-
Mukhlisin Dusun Du’uman Pancong Desa Waru Timur Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan.

Anda mungkin juga menyukai