Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENELITIAN STUDI LAPANGAN

SUPERVISI DALAM PEKERJAANSOSIAL


DINAS SOSIAL KOTA MAKASSAR

Dosen Pengampu

Dr. Syamsuddin AB, S.Ag., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok III

 MUH. CHAIDIR MS_50900120016


 Ummul Husnah_50900120007
 Nini_50900120032
 Nida Ulfitrah_50900120011
 Zulfa Islamiah Ilyas_50900120031
 Lisa Purnamasari_50900120034
 Inah Hazhinah Zahwa_50900120018
 Indra Waldi_50900120013

JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023
ii

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr.wb
Alhamdulillah alhamdulillahhirabbil alamin,Puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan Rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua,
sehingga kita sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada bapak “Dr. Syamsuddin AB,S.Ag.,
M.Pd” selaku dosen pembimbing mata kuliah “Supervisi Pekerjaan Sosial” yang
telah membimbing dan membantu kami menyusun penulisan laporan ini, dan tak
lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman sekalian yang
telah memberikan kami konstribusi baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penulisan laporan ini.

Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan yang


terdapat pada laporan ini, oleh sebab itu saya memerlukan kritik dan saran dari
seluruh pihak baik dari dosen maupun dari teman-teman sekalian demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.

Makassar, 23 Desember 2022

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................iv

A. Latar Belakang.......................................................................................iv
B. Tujuan Penelitian Studi Lapangan...........................................................v

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................6

A. Profil Lembaga........................................................................................6
B. Struktur organisasi..................................................................................7
C. Bidang-bidang struktur organisasi...........................................................8
D. Hasil observasi......................................................................................15
E. Supervisi dalam pekerjaan sosial...........................................................15
F. Hasil wawancara...................................................................................19
G. Dokumentasi.........................................................................................22

BAB III PENUTUP...................................................................................23

A. Kesimpulan...........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................24
iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
United Nations International Children’s Fund (UNICEF) jumlah anak
jalanan di dunia mencapai 100 juta jiwa, 30 juta diantaranya terdapat di Asia
(Arifin, 2001). Dari data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Departemen Sosial Republik Indonesia (Depsos RI) tahun 2007, jumlah anak
jalanan di Indonesia mencapai 104.497 jiwa. Di Kota Surakarta tahun 2009
tercatat 62 anak jalanan yang tersebar di lima kecamatan yakni Serengan,
Banjarsari, Laweyan, Pasar Kliwon, dan Jebres. Selanjutnya tahun 2010 tercatat
70 anak jalanan. Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP)
SEROJA mendata sebanyak 50 anak jalanan yang dapat terjangkau oleh
programnya. Ini menunjukkan peningkatan jumlah anak jalanan yang signifikan.
Konsep anak jalanan diidentifikasikan sebagai gejala akibat krisis ekonomi dan
urbanisasi berlebih di kota besar (Suyanto, 2010). Menurut UNICEF, tumpukan
hutang dan krisis ekonomi akan mengurangi jaminan terhadap pemenuhan hak-
hak anak (Arifin, 2001). Hak tersebut yaitu hak mendapatkan pangan, sandang,
pemukiman, pendidikan, dan kesehatan seperti yang dijelaskan oleh Undang-
Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak. Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres RI) No. 3 tahun 1997
tentang Penyelenggaraan Pembinaan Kualitas Anak bahwa proses pembangunan
untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang maju, mandiri dan sejahtera,
diperlukan pembinaan kualitas anak. Programnya yaitu pelaksanaan wajib belajar
sembilan tahun (Wajar 9 tahun), peningkatan minat baca dan belajar guna
penumbuhan wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk membangun suatu bangsa dan karakterisasi identitasnya, dilakukan


upaya memajukan pendidikan dengan harapan melahirkan sumber daya manusia
yang berkualitas (Mutrofin, 2009). Penyelenggaraan pendidikan dan suasana
belajar yang ideal akan mengembangkan kepribadian dan meningkatkan
v

kecerdasan generasi penerus sesuai minat dan bakatnya. Dalam UU RI No. 20


tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pemerintah menetapkan jenjang pendidikan formal. Ada pula


jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan sebagai pengganti dan pelengkap pendidikan
formal, yang hasilnya dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal
setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh pemerintah. Anak jalanan yang
sebagian besar hidupnya berada di jalan, secara simultan terpapar oleh lingkungan
jalanan. Lingkungan yang apatis, keras dan eksploitatif hampir selalu dihadapi
oleh anak jalanan. (Astutik, 2004; Suyanto, 2010). Namun dari kehidupan jalanan
yang keras pula, anak jalanan menjadi pribadi yang kuat dan berkeinginan keras
untuk maju serta memperbaiki kehidupan mereka. Berbagai macam stimulasi dari
lingkungan jalanan inilah yang selanjutnyamembentuk persepsi anak jalanan
tentang situasi pembelajaran (Walgito, 2010).

B. Tujuan Penelitian Studi Lapangan

Untuk mengetahui bangaimana sistem penanganan anjal ( anak jalanan )


yang dilakukan oleh dinas sosial kota makassar, yang memiliki kaitan dengan
supervisi.
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Profil Lembaga

Lokasi observasi studi lapangan Dinas Sosial Kota Makassar, Alamat Jl. Arif
Rahman Hakim No. 50, Ujung Pandang Baru, Kec. Tallo, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan 90211

Visi

Percepatan Mewujudkan Makassar Kota Dunia yang Sombere’ dan Smart


City dengan Imunitas Kuta untuk Semua.
Misi
 Revolusi SDM dan percepatan reformasi birokrasi menuju SDM kota yang
unggul dengan pelayanan publik kelas dunia bersih dari indikasi korupsi;
 Rekonstruksi kesehatan, ekonomi, sosial dan budaya menuju masyarakat
sejahtera dengan imunitas ekonomi dan kesehatan kota yang kuat untuk
semua;
 Restorasi ruang kota yang inklusif menuju kota nyaman kelas dunia
yang Sombere’ dan Smart City untuk Semua.
7
8

 Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial

Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial Mempunyai tugas melaksanakan


pembinaan kegiatan di bidang Penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan
keluarga Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS), pembinaan karang taruna dan melaksanakan
penelitian/ pendataan PMKS dan PSKS.

 Kepala Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial mempunyai fungsi sebagai


berikut:
1. Perencanaan kegiatan operasional kegiatan di bidang usaha kesejahteraan
Sosial;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang usaha kesejahteraan sosial ;
3. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan di idangusaha kesejahteraan sosial;
4. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang
usaha kesejahteraan sosial;
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya;
 Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial membawahi :
1. Seksi Penyuluhan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial;
2. Seksi Pembinaan Keluarga PMKS;
3. Seksi Bimbingan Karang taruna dan PSKS.
 Tugas pokok dan fungsi dirinci sebagai berikut:
1. Merencanakan, Menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan di
bidang usaha kesejahteraan sosial;
2. Menghimpun dan menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA di bidang
usaha kesejahteraan sosial;
3. Mengoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA bidang usaha kesejahteraan sosial;
4. Melaksanakan koordinasi, pensawasan dan pengendalian kegiatan penyuluhan
dan bimbingan sosial, pelayanan lanjut usia, pembinaan anak usia produktif dan
9

anak terlantar luar panti dan pelatihan keterampilan penyandang masalah


kesejahteraan sosial (PMKS);
5. Melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pengendalian kegiatan
pembinaan pemberdayaan peran keluarga penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS);
6. Melaksanakan kegiatan penelitian/pendataan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial
(PSKS);
7. Melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pengendalian kegiatan
bimbingan karang taruna dan potensi sumber kesejahteraan sosial;
8. Melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pengendalian dalam
meningkatkan pelayanan dan kemitraan lintas sektor dan dumia usaha;
9. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi;
10. Membuat laporan akuntabilitas bidang usaha kesejahteraan sosial;
11. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan menginvetarisasi permasalahan di
lingkup tugasnya serta mencari alternatif pemecahannya;
12. Mempelajari, memehami dan melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan lingkup tugasnya sebagai pedoman
dalam melaksanakan tugas;
13. Memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada atasan ;
14. Membagi tugas, memberi petunjuk, menilai, dan mengevaluasi hasil kerja
bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
15. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan atau kegiatan kepada
atasan;
16. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
 Bidang Rehabilitasi Sosial

Mempunyai tugas melaksanakan rehabilitasi sosial penyandang cacat,


rehabilitasi tuna sosial dan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan
pengamen, korban tindak kekerasan pekerja migran.
10

 Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial mempunyai fungsi sebagai berikut :


1. Perencanaan kegiatan operasinal di bidang rehabilitasi sosial;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang rehabilitasi sosial;
3. Pengoordinasian kegiatan di bidang rehabilitasi sosial
4. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang rehabilitasi
sosial;
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atas terkaittugas dan
fungsinya;
 Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial membawahi:
1. Seksi Pelayanan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen
2. Seksi Rehabilitasi Penyandang Cacat
3. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial
 Tugas pokok dan fungsi dirinci sebagai berikut:
1. Merencanakan, Menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan di
bidang rehabiltasi sosial;
2. Menghimpun dan menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA di bidang
rehabilitasi sosial;
3. Mengoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA bidang rehabilitasi sosial;
4. Menyusun bahan rumusan kebijakan teknis pelaksanaan koordinasi dan
pengendalian layanan dan rehabilitasi penyandang cacat: cacat fisik(cacat
tubuh, cacat netra, cacat rung wucara, cacat eks penyakit kronis/eks kusta),
cacat mental (cacat retardasi, eks psikotik, epilepsi) dan cacat ganda (cacat
fisik dan mental) dan tuna sosial (tuna susila, tuna wisma, waria, anak
nakal eks napi) dan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan
pengamen serta korban tndak kekerasan dan pekerja migram;
5. Menyusun rencana dan program pelayanan dalam dan luar panti dan
rehabilitasi penyandang cacat;
11

6. Menyusun rencana dan program pelayanan dan rehabilitasi tuna sosial


(tuna susial, tuna wisma, waria, eks narapidana dan anak nakal);
7. Menyusun rencana dan program pelayanan dan pembinaan anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen serta korban tindak kekerasan dan
pekerja migran;
8. Melaksanakan bimbingan dan pengendalian teknis pembinaan bantuan
stimulan usaha ekonomis produktif dan kelompok usaha bersama;
9. Menyiapkan bahan bimbingan dan teknis penanggulangan korban napza
dan pengidapHIV/AIDS;
10. Menyusun rencana dan program penanggulangan korban tindak kekerasan
dan pekerja migran (anak, wanita dan lanjut usia) lingkup kota ;
Melaksanakan Peraturan Daerah tentang Pembinaan Anjal, Gepeng dan
Pengamen;
11. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan mengimventarisasi permasalahan
dilingkup tugasnya serta mencari alternatif pemcehannya
12. Mempelajari, memehami dan melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan lingkup tugasnya sebagai pedoman
dalam melaksanakan tugas;
13. Memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada atasan ;
14. Membagi tugas, memberi petunjuk, menilai, dan mengevaluasi hasil kerja
bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
15. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan atau kegiatan kepada
atasan;
16. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
 Bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial

Mempunyai tugas melaksankan kegiatan pengendalian bantuan, pemberian


bantuan dan jaminan kesejahteraan sosil termasuk pengendalian daerah rawan
bencana dan daerah kumuh, bantuan kepada masyarakat miskin serta bantuan
kepada korban bencana alam dan sosial serta pelayanan kepada orang terlantar.
12

 Kepala Bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial


mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Perencanaan kegiatan operasinal di bidang Pengendalian Bantuan dan
Jaminan Kesejahteraan Sosial;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan
Kesejahteraan Sosial;
3. Pengoordinasian kegiatan di bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan
Kesejahteraan Sosial;
4. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang Pengendalian
Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial;
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
 Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial membawahi:
1. Seksi Penanganan Korban Bencana Sosial
2. Seksi Jaminan Kesejahteraan Sosial
3. Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin
 Tugas pokok dan fungsi dirinci sebagai berikut:
1. Merencanakan, Menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan di
bidang pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial;
2. Menghimpun dan menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA di bidang
pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial;
3. Mengkoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA bidang pengendalian
bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial;
4. Menyusun bahan rumusan kebijakan teknis pemberian bantuan, pelayanan
jaminan kesejahteraan sosial dan pengendalian bantuan bencana alam dan
bencana sosial;
5. Menyusun rencana dan program pemberdayaan keluarga miskin, meliputi
fakir miskin, rumah tidak layak hunidan orang terlantar;
13

6. Menyusun rencana program pemberdayaan penanganan korban bencana


alam dan bencana sosial;
7. Menyusun rencana program pemberian bantuan usaha ekonomis produktif
kelompok usaha bersama dan rehabilitasi rumah tidak layak huni bagi
fakir miskin, korban bencana, pemulangan orang terlantar serta Askesos
dan bantuan jaminan kesejahteraan sosial permanen;
8. Melakukan kegiatan pembinaan dan pelatihan relawan/satuan tugas
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial;
9. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan menginventarisasi permasalahan
dilingkup tugasnya serta mencari alternatif pemcehannya
10. Mempelajari, memahami dan melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan lingkup tugasnya sebagai pedoman
dalam melaksanakan tugas;
11. Memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada atasan ;
12. Membagi tugas, memberi petunjuk, menilai dan mengevaluasi hasil kerja
bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
13. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan atau kegiatan kepada
atasan;
14. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
 Bidang Bimbingan Organisasi Sosial

Mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas Sosial dalam


melaksanakan pembinaan dan pelayanan terhadap Organisasi Sosial/LSM dan
anak terlantar, pengendalian dan penertiban usaha pengumpulan sumbangan sosial
dan undian berhadiah serta melaksanakan pembinaan dan pemahaman pelestarian
nilai ke[ahlawanan, keprintisan dan kejuanagan serta kesetiakawanan sosial.

 Kepala Bidang Bimbingan Organisasi Sosial mempunyai fungsi sebagai


berikut:
1. Perencanaan kegiatan operasinal di bidang Bimbingan Organisasi Sosial;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang Bimbingan Organisasi Sosial;
14

3. Pengoordinasian kegiatan di bidang Bimbingan Organisasi Sosial;


4. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang Bimbingan
Organisasi Sosial;
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan terkait tugas dan
fungsinya.
 Bidang Bimbingan Organisasi Sosial membawahi:
1. Seksi Bimbingan Sumbangan Sosial
2. Seksi Pelestarian Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kejuangan
3. Seksi Bimbingan Organisasi Sosial dan Anak Terlantar
 Tugas pokok dan fungsi dirinci sebagai berikut :
1. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan
dibidang bimbingan organisasi sosial;
2. Menghimpun dan menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA dibidang
bimbingan organisasi sosial;
3. Mengoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/DPPA bidang bimbingan
organisasi sosial;
4. Melaksanakan penertiban usaha-usaha pengumpulan sumbangan sosial
oleh Orsos/LSM dan kelompok masyarakat;
5. Mengoordinasikan pelaksanaan dan pelayanan pengumpulan sumbangan
sosial dan pelaksanaan undian oleh Orsos/LSM, yayasan atau kelompok
masyarakat;
6. Melaksanakan pemberian bantuan dan sumbangan yang diberikan kepada
badan-badan sosial dan undian berhadiah yang dilaksanakan oleh
Orsos/LSM dan kelompok masyarakat;
7. Menyusun rencana program lomba-lomba yang dilaksanakan oleh Orsos
binaan Dinas Sosial;
8. Melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pengendalian kegiatan
pembinaan pemberdayaan peran keluarga penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) ;
15

9. Melaksanakan kegiatan penelitian/pendataan Penyandang Masalah


Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial
(PSKS);
10. Melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pengendalian kegiatan
bimbingan karang taruna dan potensi sumber kesejahteraan sosial;
11. Melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pengendalian dalam
meningkatkan pelayanan dan kemitraan lintas sektor dan dumia usaha;
12. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi;
13. Membuat laporan akuntabilitas bidang usaha kesejahteraan sosial;
14. mengevaluasi pelaksanaan tugas dan menginvetarisasi permasalahan di
lingkup tugasnya serta mencari alternatif pemecahannya;
15. Mempelajari, memehami dan melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan lingkup tugasnya sebagai pedoman
dalam melaksanakan tugas;
16. Memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada atasan ;
17. Membagi tugas, memberi petunjuk, menilai, dan mengevaluasi hasil kerja
bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
18. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan atau kegiatan kepada
atasan;
19. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
 Hasil Observasi
 Supervisi Dalam Pekerjaan Sosial

Supervisi secara istilah berasal dari kata bahasa Inggris yang berarti
supervision, bermakna pengawasan atau pengendalian. Supervig dapat dikatakan
kata benda, yang asal dari kata to supervise atau tp oversee in order to direct,
artinya mengawasi atau mengendalikan, Aspek segi etimologinya supervisi
terambil dari kata super artinya mempunyai kelebihan tertentu seperti kelebihan
dalam kedudukan, pangkat dan kualitas, sedangkan visi artinya melihat atau
mengawasi. Supervisi memiliki arti menganalisis dan mengontrol. Supervisi dapat
16

juga dikatakan indirect service artinya pelayanan tidak langsung, hal ini
dimaksudkan orang tersebut tidak bekerja langsung di lapangan tetapi ia hanya
mengontrol jalannya pekerjaan agar on the right. Salah satu contoh dari indirect
service yaitu menganalisis, memberikan masukan, dan mengkritisi proses
rancangan kebijakan misalnya undang-undang. Supervisi dikatakan juga sebagai
proses penjaminan bagi pekerja sosial baru yang akan melanjutkan dari tingkat
perkuliahan ke dunia kerja. Kata kunci dari pemberian supervisi pada akhirnya
pemberian layanan maupun bantuan. Supervisi dimaksudkan meningkatkan
penyelenggaraan pelayanan kemanusiaan melalui monitoring unjuk prestasi kerja
staf dan membantu anggota staf agar mengalami pertumbuhan, perkembangan

Pengetahuan dan keterampilannya, (Sheafor dan Horejsi, 2003). Supervisi


merupakan upaya untuk mempersiapkan para praktisi yang masih baru dan alat
pekerja sosial utuk pengendalian mutu (guality control) dalam penyelenggaraan
pelayanan. Jadi supervisi dalam pekerjaan sosial di arahkan untuk membantu staf
organisasi atau lembaga agar mengerahkan pengetahuan dan keterampilan untuk
melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien, di Sini ada interaksi antara
Supervisor dengan supervisee, dan dalam interaksi tersebut terjadi proses
teaching-learning, educational, administrative. Sedangkan supervisor adalah
seseorang yang mampu meliha lebih luas untuk memandang dan menentukan
kualitas dan memberikan pelayanan terbaik kepada klien secara kuantitatif
maupun kualitatif Menurut Robinson, supervisor adalah seseorang yang memiliki
kemampuan atau pengetahuan lebih dan memberikan kemampuan itu kepada
orang yang di bawahnya. Ensyclopedia: supervisor adalah metode tradisionaj
memberikan pengetahuan mengenai keterampilan pekerja sosial di dalam praktik
dari orang yang sudah terlatih kepada orang yang belum terlatih, dari orang yang
berpengalaman kepada orang yang belum berpengalaman, Jadi supervisor adalah
seorang staf administratif dari organisasi dimana dia mendapatkan otoritas untuk
mengarahkan, untuk mengkoordinasi dan mengevaluasi pekerja sosial dan yang
ada di bawahnya, atau supervisor adalah seseorang yang mampu melihat lebih
luas untuk memandang dan menentukan kualitas dan atau memberikan pelayanan
terbaik kepada klien secara kuantitatif maupun kualitatif. Supervisor yang baik
17

akan terjun ke lapangan untuk melihat kondisi di lapangan, bahkan akan lebih
bagus lagi apabila supervisor lebih tahu kondisi di lapangan dari pada peksos
tetapi tetap yang melakukan direct service adalah pekerja sosialnya. Untuk
mengimplementasikan tanggung jawab ini supervisor juga melakukan
administratif, edukasi, dan suportif dalam relasi yang positif. Orang yang
mengawasi disebut supervisor, sedangkan orang yang diawasi disebut dengan
supervisee. Oleh karena itu, seorang supervisor sebagai pengawas, yang
mengawasi hasil kerja orang lain (supervisee) dengan penuh tanggung jawab
sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga.
Dengan demikian proses supervisi dalam praktik pekerjaan sosis yaitu seorang
supervisor memberikan pendampingan kepada pekerja sosial baru yang belum
berpengalaman agar bisa beradaptasi dan siap bekerja di dunia pekerjaan sosial.

 Anjal ( anak jalanan )

Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika selatan,


tepatnya di Brazilia, dengan nama Meninos de Ruas untuk menyebut kelompok
anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki ikatan dengan keluarga.
Istilah anak jalanan berbeda-beda untuk setiap tempat, misalnya di Columbia
mereka disebut “gamin” (urchin atau melarat) dan “chinces” (kutu kasur),
“marginais” (criminal atau marjinal) di Rio, “pa’jaros frutero” (perampok kecil) di
Peru, “polillas” (ngrengat) di Bolivia, “resistoleros” (perampok kecil) di
Honduras, “Bui Doi” (anak dekil) di Vietnam, “saligoman” (anak menjijikkan) di
Rwanda. Istilah-istilah itu sebenarnya menggambarkan bagaimana posisi anak-
anak jalanan ini dalam masyarakat. Pengertian anak jalanan telah banyak
dikemukakan oleh banyak ahli. Secara khusus, anak jalanan menurut PBB adalah
anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan untuk bekerja,
bermain atau beraktivitas lain. Anak jalanan tinggal di jalanan karena
dicampakkan atau tercampakkan dari keluarga yang tidak mampu menanggung
beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya.18 Umumnya anak jalanan
bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang semir, pelacur anak dan pengais
sampah. Tidak jarang menghadapi resiko kecelakaan lalu lintas, pemerasan,
18

perkelahian, dan kekerasan lain. Anak jalanan lebih mudah tertular kebiasaan
tidak sehat dari kultur jalanan, khususnya seks bebas dan penyalahgunaan obat.

UNICEF mendefinisikan anak jalanan sebagai those who have abandoned


their home, school, and immediate communities before they are sixteen yeas of
age have drifted into a nomadic street life (anak-anak berumur di bawah 16 tahun
yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
terdekat, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah). Anak jalanan merupakan
anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Hidup menjadi anak
jalanan bukanlah pilihan yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus
mereka terima karena adanya sebab tertentu. Secara psikologis mereka adalah
anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional
yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia
jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh bagi perkembangan dan
pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek
sosial. Penampilan anak jalanan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh
sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan
pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, dan sampah masyarakat yang
harus diasingkan. Pusdatin Kesos Departemen Sosial RI sebagaimana dikutip oleh
Zulfadli menjelaskan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
waktunya dihabiskan di jalanan atau di tempat-tempat umum, dengan usia antara
6 sampai 21 tahun yang melakukan kegiatan di jalan atau di tempat umum seperti:
pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, dan lain-lain.
Kegiatan yang dilakukan dapat membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu
ketertiban umum. Anak jalananan merupakan anak yang berkeliaran dan tidak
jelas kegiatannya dengan status pendidikan masih sekolah dan ada pula yang tidak
bersekolah. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Mulandar, memberi pengertian tentang anak jalanan yaitu anak-anak marjinal di
perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi. Dikatakan marjinal, karena
mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang
dihargai dan umumnya tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan.Mereka
19

juga rentan akibat kekerasan fisik dan resiko jam kerja yang sangat panjang. Dari
beberapa pengertian tersebut, pada hakikatnya apapun definisi mengenai anak
jalanan adalah sama. Anak jalanan merupakan seseorang maupun sekumpulan
anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk mencari nafkah maupun
hanya untuk berkeliaran di jalanan.

“Hasil observasi”

P : Bagaimana sistem atau pola pelayanan Dinas Sosial Kota Makassar


dalam melakukan pelayanan terhadap anak jalanan ?

N : Kami Dinas sosial kota Makassar mengaju pada Perda No.2 Tahun 2008
tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen. Bahwa
“Anak diartikan sebagai seseorang yang berusia dibawah 18 tahun”. Selanjutnya,
kami mengaju pada standar operasional prosedur (SOP) penertiban anak jalanan.
Dimana didalam SOP ini kita memiliki sarana dan prasarana seperti kendaraan
operasional, tim reaksi cepat “saribattang” dan juga call center 112 unit kota
Makassar dimana ketiga hal tersebut dihubungkan oleh Humas Dinas Sosial kota
Makassar. Misalnya ada laporan terkait anak jalanan di call center 112 maka call
center tersebut menghubungkan ke Humas Dinsos Makassar. Selain di call center
112 pengaduan juga bisa dilakukan di Media Sosial seperti Facebook, Instagram
dan Call center yang berkaitan dengan anak jalanan. Kita juga memiliki sarana
dan prasarana Rumah Penyuluhan Trauma Center (RPTC) dimana anak jalanan
yang mengalami masalah dibina selama 3 hari di RPTC tersebut. Pembinaan di
dalam RPTC selain makan dan minum juga diajari tentang kebersihan, bimbingan
spiritual seperti mengaji, shalat, dan juga bimbingan mental dengan cara
memberikan motivasi untuk semangat karena mereka masih memiliki masa depan
yang masih panjang, juga ada bimbingan kepada orang tuanya yang datang
menjemput anak jalanan tersebut bahwa ada UU Perlindungan Anak, dalam UU
Perlindungan Anak itu ada pasal kaitannya dengan hak dan kewajiban sebagai
orang tua kemudian ada hak-hak anak yang harus terpenuhi oleh orang tuanya
seperti anak itu harus tumbuh kembang, punya bakat minat, sekolah, mendapatkan
perlindungan, dll. Tugas orang tua harus merawat dan menafkahi bukan anaknya
20

yang dijalan mencari uang untuk orang tuanya. Didalam UU Perlindungan Anak
itu juga ada pasal larangan dan pasal sanksi. Ketika terjadi kekerasan maupun
eksploitasi terhadap anak, baik itu perorangan ataupun kelompok itu terkena
hukum pidana. Dalam melakukan penanganan anak, anak diibaratkan sebagai
daun bawang yang berlapis-lapis. Dimana pada lapisan pertama (terdekat) adalah
keluarga (ayah, ibu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek), bagus jika semua
orang di dalam keluarga mendidik anak sesuai dengan UU Perlindungan Anak.
Lapisan kedua adalah lingkungan sekitarnya (tetangga, tokoh masyarakat, tokoh
agama, RT, RW). Lapisan ketiga adalah pemerintah (dinas sosial, dinas
pemberdayaan perempuan, dinas pendidikan, LSM di bidang sosial). Lapisan
terakhir yaitu dunia seperti konvensi anak, konvensi anak itulah yang berkembang
di semua negara di dunia yang mengakibatkan munculnya UU Perlindungan
Anak, UU Peradilan Anak. Terdapat juga organisasi yaitu UNICEF dan juga
lembaga internasional lainnya. Dalam penanganan anak jalanan itu bukan hanya
tugas dinas sosial semata tapi memerlukan juga koordinasi dan bantuan dari
pihak-pihak yang terkait dan tidak menutup kemungkinan juga mahasiswa bisa
ikut andil dalam masalah penanganan anak jalanan tersebut, karena ada juga
beberapa mahasiswa yang membentuk komunitas sosial yang terkait dengan anak
jalanan ataupun hanya berfokus pada masalah sosial saja seperti memberikan
bantuan, bakti sosial, maupun kegiatan sosial lainnya.

P : Bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Makassar


dalam melakukan pelayanan terhadap anak jalanan?

N : Sistem kerja di dinas sosial kota Makassar berpatokan pada SOP, dan juga
memiliki sakti peksos, yaitu tenaga yang diberikan oleh Kementerian Sosial. Jadi
setiap dinas sosial memiliki sakti peksos, dulu sakti peksos hanya ditugaskan pada
satu PPKS saja tapi karena kebijakan yang ada sekarang jadi semua multi layanan,
artinya semua PPKS dilayani. Untuk melayani PPKS itu dibutuhkan tenaga dan di
Dinsos Makassar sendiri memiliki 7 Pekerja Sosial dan Dinsos kota Makassar
juga berkoordinasi dengan semua pihak yang terkait dengan masalah yang
ditangani, supaya semua masalah yang ditangani khususnya anak jalanan dapat
21

tertangani dengan baik. Adapun 3 pendekatan social yaitu, pendekatan keluarga,


pendekatan komunitas dan pendekatan pemerintah atau organisasi social. Dalam
penanganan anak jalanan pendekatan yang terbaik yaitu pendekatan keluarga,
apabila semua keluarga menjalankan fungsi sosialnya dengan baik tentu masalah
social itu tidak ada, kepedulian masyarakat sekitar juga menjadi salah satu factor
timbulnya masalah social. Apabila lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar
tidak dapat menangani masalah social tersebut maka baru di tangani oleh
pemerintah. Contohnya kasus ODGJ, yang mana kasus ini tidak bisa ditangani
oleh masyarakat secara langsung maka langsung dilaporkan ke pemerintah,
sedangkan kasus anak jalanan masih bias ditangani oleh masyarakat sekitar.
Apabila kasus anak jalanan tersebut sudah dilaporkan ke Dinas Sosial maka
Dinsos baru melakukan tahapan intervensi, apakah masyarakat itu sudah
mendapat bantuan, tidak masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Setelah melakukan intervensi maka dilakukan tahapan assesment, tahapan
monitoring lalu tahapan evaluasi atau terminasi, setelah dilakukan tahapan
terminasi tersebut maka masyarakat tersebut dapat dikatakan “normal”.
Contohnya seorang ibu rumah tangga yang suaminya telah meninggal dunia maka
ibu rumah tangga tersebut beralih profesi menjadi ibu kepala rumah tangga, yang
mana ibu tersebut memiliki lima orang anak maka yang dapat di biayai hanya dua
orang anak maka tiga anak lainnya itu menjadi ranah Dinas Sosial dan perlu
mencarikan solusi dari masalah tersebut seperti dibuatkan Kartu Indonesia Pintar
(KIP) agar anaknya tersebut mendapatkan pendidikan yang layak atau diberikan
bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Apabila masalah tersebut sudah
teratasi maka sudah tidak ada lagi alasan untuk anaknya mencari uang dijalanan.
70.0000 data Kartu Keluarga (KK) sudah masuk ke Dinas Sosial kota Makassar.
22

DIKUMENTASI
23

BAB III

PENUTUP

Supervisi dalam pekerjaan sosial di arahkan untuk membantu staf


organisasi atau lembaga agar mengerahkan pengetahuan dan keterampilan untuk
melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien, di Sini ada interaksi antara
Supervisor dengan supervisee, dan dalam interaksi tersebut terjadi proses
teaching-learning, educational, administrative.

Dinas sosial kota Makassar mengaju pada Perda No.2 Tahun 2008 tentang
pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen. Bahwa “Anak
diartikan sebagai seseorang yang berusia dibawah 18 tahun”. Sistem kerja di dinas
sosial kota Makassar berpatokan pada SOP, dan juga memiliki sakti peksos, yaitu
tenaga yang diberikan oleh Kementerian Sosial. Setiap dinas sosial memiliki sakti
peksos, dulu sakti peksos hanya ditugaskan pada satu PPKS saja tapi karena
kebijakan yang ada sekarang jadi semua multi layanan, artinya semua PPKS
dilayani.
24

Daftar Pustaka

Dr. Syamsuddin AB,.S.Ag,.M.Pd. Teori dan Praktek Supervisi Pekerjaan Sosial.


Makassar: Nas Media Pustaka, 2022, hal 2-6

http://digilib.uinsby.ac.id/10111/5/bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai