DISUSUN OLEH:
NAMA: ALFINA SAID.W
NIM: 50900120042
SEMESTER III
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
1
DEFINISI TEORI PEKERJAAN SOSIAL
Pekerja sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi
(Undang-undang No. 14 Tahun 2019). Menurut International Federation of Social
Workers (IFSW), Pekerjaan sosial adalah profesi berbasis praktik dan disiplin
akademis yang mempromosikan perubahan dan pengembangan sosial, kohesi
sosial, dan pemberdayaan dan pembebasan orang. Prinsip-prinsip keadilan sosial,
hak asasi manusia, tanggung jawab kolektif, dan penghormatan terhadap perbedaan
merupakan hal yang sentral dalam pekerjaan sosial. Didukung oleh teori-teori
pekerjaan sosial, ilmu sosial, humaniora dan pengetahuan asli, pekerjaan sosial
melibatkan orang-orang dan struktur untuk mengatasi tantangan kehidupan dan
meningkatkan kesejahteraan.
2
pembangunan kesejahteraan sosial.[2] Sebagai suatu profesi kemanusiaan,
pekerjaan sosial memiliki paradigma yang memandang bahwa usaha kesejahteraan
sosial merupakan institusi strategis bagi keberhasilan pembangunan.[2] Seluruh
lulusan Ilmu Kesejahteraan Sosial atau Pekerjaan Sosial ketika lulus dapat bekerja
pada berbagai bidang. Para Pekerja Sosial kemudian melakukan registrasi dibawah
payung Organisasi Profesi Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI).
IPSPI merupakan organisasi resmi yang diakui oleh dunia internasional dan
terdaftar sebagai anggota IFSW. Di Indonesia terdapat 32 Perguruan tinggi
penyelenggara pendidikan Kesejahteraan Sosial/ Pekerjaan Sosial. Seluruh
Perguruan tinggi tersebut tergabung dalam Asosiasi Pendidikan Pekerjaan Sosial
dan Kesejahteraan Sosial Indonesia (ASPEKSI).
3
menemukan makna dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal yang sama juga
disampaikan oleh Towland (2009) yaitu teori merupakan alat bantu untuk
menjelaskan situasi dan kemungkinan bagaimana suatu hal dapat terjadi. Hal
senada juga disampaikan oleh Thyer (2001) terkait dengan teori yaitu hal yang
berkaitan dengan penjelasan dan memprediksi berbagai aspek perilaku manusia.
Klasifikasi teori dalam pekerjaan sosial memimiliki banyak versi. Masing-masing
ahli mebuat kalsifikasi teori yang berbeda-beda. Namun, diantara perbedaan
tersebut ditemukan kesamaan. Kesamaan tersebut dapat dicermati dari level
teoritik yang merentang dari level mikro, meso sampai makro. Teori-teori
pekerjaan sosial yang dijadikan rujukan berasal dari berbagi disiplin ilmu, diantara
teori psikologi untul level mikro, teori organisasi untuk level meso dan teori sosial
untuk level makro, serta perpaduan dari teori-teori tersebut. Berikut adalah
penerapan teori yang lazim dipraktekan dalam perkerjaan sosial
-FUNGSI DARI TEORI PEKERJAAN SOSIAL
Berdasarkan defenisi teori yang disampaikan oleh beberapa ahli tersebut maka
dapat ditarik kesimpulkan bahwa teori adalah hubungan antara konsep yang
dipergunakan sebagai dasar bagi pekerja sosial untuk melakukan intervensi. Oleh
sebab itu fungsi dari sebuah teori adalah:
1) Menjeleskan, memprediski dan menilai situasi sosial serta perilaku manusia.
2) Menjelaskan hubungan dan pengaruh lingkungan terhadap perilaku manusia
3) Memberikan arahan bagi pekerja sosial untuk melakukan intervensi sosial.
4) Menjadi pedoman bagi pekerja sosial untuk melakukan perubahan sosial.
Implementasi (contoh) dalam lingkungan sosial
Contoh yg sering saya liat yaitu ada seorng klien memiliki fobia dengan ketinggian
dia merasa takut dan cemas ketika berada pada ketinggian sehingga membatasi
keberadaan ruang geraknya sehingga suatu hari dia merasa tdk nyaman dengan
fobianya ini setiap liburan bersama tmnya dia merasa malu kpda tmnnya ketiak
berada di ketinggian dia berteriak dan merasa takut disini seorang peksos bertugas
memberikan terapi perilaku dan paparan atau berusaha mencari solusi dari
permasalahan klien tersebut agar kliennya ini bisa mengatasi rasa cemas dan
takutnya ketika berada ditempat yg tinggi.
Contoh lain:
4
Ada seorang klien berinisial "s" Kesulitan Penyesuaian Diri Mahasiswi “S” dalam
kehidupan kampus
S, berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat 1, mengalami ancaman DO. Dari hasil
evaluasi 7 minggu pertama `ternyata nilai dari semua mata kuliah yang di ambilnya
tidak memenuhi persyaratan lulus ke tingkat 2. PA memebritahu hal ini dengan
tujuan dia bias mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih alkif agar tidak
terancam DO.
Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, S memperoleh 2 nilai C dan 2 nilai D. Dia
sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untuk ke
dua mata kuliahnya tersebut. Kenyataannya ini membuat S merasa sangat stress,
hingga kadang dia merasa ingin bunuh diri, karena merasa takut gagal.
Dalam pergaulan dengan teman2nya S selalu merasa minder. Ketika kuliah di
kelas besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia
jarang bergaul dengan teman2 seangkatannya. Dia selalu merasa dirinya kuno,
karena menurutnya S selalu berpakaian yang tidak fashionable . Akibatnya S selalu
menyendiri dan lebih senang berada di perpustakaan daripada bergaul dengan
teman2nya.
S lebih nyaman ketika m,asih duduk di bangku SMA, dimana kelasnya lebih kecil
dan hubungan di antara siswa di rasakannya lebih akrab.
S, merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara (keduanya wanita). Kakaknya berusia
2 tahun lebih tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup
“cemerlang” di fakultas yang sama. Walaupun orangtua tidak pernah
membandingkan kemampuan ke dua anaknya, tetapi S merasa bahwa kakaknya
mempunyai kelebihan di segala bidang, di bandingkan dengan dirinya.
Menurut teori psikodinamika, gangguan ini berakar pada keadaan internal individu
sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami “s” sehingga ia
mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya
menanganinya juga terarah pada pemberian kesempatan bagi “s” untuk
mengeluarkan seluruh isi pikiran atau perasaan yang muncul dalam dirinya.
Asumsinya adalah jika “s” bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami,
ego akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme
pertahanan diri yang dikembangkannya. Tehnik dasar yang digunakan disebut free
association; “s” diminta untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang
ada dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau tidak,
5
ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak sadar yang
diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa
dimanfaatkan saat menggunakan tehnik dream interpretation; “s” diminta untuk
menceritakan mimpinya secara detail dan tepat. Masing-masing tehnik ini
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam melaksanakan tehnik-
tehnik tersebut di atas, ada dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut
dengan resistance (yaitu
individu bertahan atau beradu argumen dengan terapis saat terapis mulai sampai
pada bagian yang sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan
perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.