Anda di halaman 1dari 5

NAMA : SULIPAH

NIM : 859750024
TUGAS 1

Soal

1. Jelaskn bahwa IPS adalah ilmu !


2. Mengapa Ilmu-Iilmu Sosial penting bagi IPS ?
3. Jelaskan apa itu fakta ?
4. Jelaskan apa itu konsep ?
5. Jelaskan apa itu generalisasi dan berikan contoh cara memperolehnya ?

Jawaban :

1. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin
bidang akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala
dan masalah sosial. Dalam kerangka kerja pengkajiannya Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) menggunakan bidang-bidang keilmuan yang termasuk bidang-bidang ilmu sosial.

Kerangka kerja Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak menekankan pada bidang
teoretis, tetapi lebih kepada bidang-bidang praktis dalam mempelajari gejala dan
masalah-masalah sosial yang terdapat di lingkungan masyarakat. Studi Sosial tidak
terlalu akademis-teoretis, namun merupakan satu pengetahuan praktis yang dapat
diajarkan pada tingkat persekolahan, yaitu mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai
dengan Perguruan Tinggi.

Demikian pula pendekatan yang digunakan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sangat
berbeda dengan pendekatan yang biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan Ilmu
Pengetahuan Sosial bersifat interdisipliner atau bersifat multidisipliner dengan
menggunakan berbagai bidang keilmuan, sedangkan pendekatan yang digunakan
dalam Ilmu Sosial (Social Sciences) bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-
masing. Demikian pula pada tingkat dan taraf yang lebih rendah pendekatan Studi
Sosial lebih bersifat multidimensional, yaitu meninjau satu gejala atau masalah sosial
dari berbagai dimensi atau aspek kehidupan.
2. Karena Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki tujuan yang utama, bahwa siswa sama
sekali bukan dijadikan menjadi ahli-ahli ilmu sosial (sejarah, ekonomi, sosiologi,
hukum, antropologi, psikologi sosial atau lainnya), namun membentuk sikap hidup
seperti yang diharapkan bagi proses pembangunan saat ini dan masa mendatang sesuai
dengan tujuan pembangunan nasional dan negara.
Perlu Anda ingat sebagai pembelajar peserta didik di tingkat persekolahan,
bahwa bidang studi IPS, pada hakikatnya merupakan perpaduan pengetahuan sosial
seperti dikemukakan oleh Nursid Sumaatmadja (1984) adalah untuk tingkat Sekolah
Dasar (SD) intinya merupakan perpaduan antara geografi dan sejarah. Untuk Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) intinya merupakan perpaduan antara geografi,
sejarah dan ekonomi koperasi, sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) intinya adalah perpaduan antara geografi, sejarah, ekonomi-koperasi dan
Antropologi. Di tingkat perguruan tinggi, bidang studi IPS ini dikenal sebagai Studi
Sosial. IPS atau Studi Sosial ini, merupakan perpaduan dari berbagai bidang keilmuan
Ilmu Sosial. Studi Sosial memiliki perbedaan yang prinsipil dengan ilmu-ilmu sosial.
Seperti telah dikemukakan di atas, pembelajaran IPS bukan bertujuan untuk
memenuhi ingatan pengetahuan para peserta didik dengan berbagai fakta dan materi
yang harus dihafalnya, melainkan untuk membina mental yang sadar akan tanggung
jawab terhadap hak dirinya sendiri dan kewajiban kepada masyarakat, bangsa, dan
negara. Pembelajaran IPS merupakan upaya menerapkan teori-konsep-prinsip ilmu
sosial untuk menelaah pengalaman, peristiwa, gejala, dan masalah sosial yang secara
nyata terjadi di masyarakat. Melalui upaya ini, Pembelajaran IPS melatih keterampilan
para siswa baik keterampilan fisik maupun kemampuan berpikirnya dalam mengkaji
dan mencari pemecahan dari masalah sosial yang dialaminya.
Para siswa sebagai bagian dari masyarakat harus mampu melibatkan diri dalam
kehidupan masyarakat baik sebagai warga negara, warga masyarakat yang sadar akan
tanggung jawab dengan menampilkan tingkah laku, perbuatan, dan tindakan yang
penuh dengan makna bagi kepentingan bersama. Pada akhirnya mereka diharapkan
menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Inilah yang hendak dituju melalui pembelajaran
IPS.
Dengan memahami hakikat, tujuan, dan lingkup sederhana tentang IPS di atas,
IPS sebagai program pendidikan penuh dengan nilai yang harus dikembangkan dalam
proses pembelajaran IPS.
3. Fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan yang sungguh-
sungguh terjadi dan terjamin kebenarannya, atau sesuatu yang benar-benar ada atau
terjadi. Fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di
luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut.
Contoh, di sekolah seorang murid diwajibkan untuk datang tepat waktu, menggunakan
seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan
ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggarFakta dapat
menyebabkan lahirnya teori baru. Fakta juga dapat menjadi alasan untuk menolak teori
yang ada dan bahkan fakta dapat mendorong untuk mempertajam rumusan teori yang
sudah ada. Banks (Ischak:2004:2.7) mengemukakan bahwa fakta merupakan
pernyataan positif dan rumusannya sederhana.
Fakta merupakan salah satu materi yang dikaji dalam IPS. Dengan fakta-fakta yang
ada kita dapat menyimpulkan sesuatu atau beberapa peristiwa yang pernah terjadi.
Fakta merupakan titik awal untuk membentuk suatu konsep.

4. Dorothy J. Skeet (1979/18) menyatakan bahwa 'konsep adalah sesuatu yang tergambar
dalam pikiran - suatu pemikiran, gagasan atau suatu pengertian. Definisi lain dan
konsep adalah suatu citra mental tentang sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa objek
konkret ataupun gagasan yang abstrak".
James G. Womack (1970: 30) mengemukakan pengertian tentang konsep, terutama
berkaitan dengan Studi Sosial (IPS) sebagai berikut.
Konsep studi sosial (IPS), yaitu suatu kata atau ungkapan yang berhubungan dengan
sesuatu yang menonjol, sifat yang melekat. Pemahaman dan penggunaan konsep yang
tepat bergantung pada. Penguasaan sifat yang melekat tadi, dan pengertian umum kata
yang bersangkutan. Konsep memiliki pengertian denotatif dan juga pengertian
konotatif.
Berdasarkan dua acuan pengertian tentang konsep di atas, dapat kita pahami bahwa
konsep adalah pengertian yang tergambar dalam pikiran yang mencitrakan suatu benda
atau suatu gagasan, baik konkret atau abstrak. Konsep IPS tentu saja adalah suatu
pengertian yang mencerminkan suatu fenomena atau gejala atau benda-benda yang
berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial. Konsep tentang fenomena atau gejala atau
benda yang berkaitan dengan IPS memiliki pengertian denotatif atau juga memiliki
pengertian konotatif. Pengertian denotatif adalah pengertian berdasarkan anti katanya
yang dapat digali dalam kamus, sedangkan pengertian konotatif adalah pengertian yang
tingkatnya tinggi dan luas. Pengertian konotatif ini merupakan pengertian yang
berperan kunci atau menonjol pada suatu konteks. Oleh karena itu, pengertian konotatif
inilah yang kelak menjadi pembahasan dalam modul ini.
Di atas telah disinggung bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak dapat dipisahkan
dan Ilmu-ilmu Sosial karena di antara keduanya memiliki subjek dan objek yang sama,
yakni mempelajari tentang perilaku manusia. Ilmu-ilmu Sosial, seperti Sosiologi,
Antropologi, dan Psikologi Sosial merupakan ilmu-ilmu sosial yang secara khusus
mempelajari perilaku manusia. Perilaku manusia yang dipelajari adalah perilaku
manusia yang secara khusus dalam situasi-situasi spesifik. Sedangkan ilmu- ilmu sosial
lainnya, seperti Ekonomi,Politik juga dianggap secara tidak langsung mempelajari
perilaku manusia.
Konsep-konsep yang memiliki dasar pengertian pada suatu bidang ilmu sosial disebut
sebagai konsep dasar. Konsep-konsep dasar ini merupakan cakupan dan ruang lingkup
pengembangan materi pembelajaran ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa Ilmu-ilmu Sosial merupakan salah satu sumber dari
pengembangan materi pembelajaran IPS bagi kepentingan pendidikan di sekolah
maupun perguruan tinggi, di samping bidang-bidang teknologi, komunikasi,
transportasi, dan lainnya.

5. Schuneke (1988:16) mengemukakan bahwa generalisasi merupakan abstraksi dan


sangat terikat konsep. Generalisasi menghubungkan beberapa konsep sedemikian rupa
sehingga terbentuk suatu pola hubungan yang bermakna dan menggambarkan hal
yang lebih luas. Artinya, dalam pikiran kita terbentuk pola-pola hubungan bermakna
yang lebih luas (Djodjo Suradisastra 1991/1992:39). Menurut Nursid Sumaatmadja
(1980:83), generalisasi adalah hubungan dua konsep atau lebih dalam bentuk kalimat
lengkap, yang merupakan pernyataan deklaratif dan dapat dijadikan suatu prinsip atau
ketentuan dalam IPS.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan menyusun generalisasi, apabila
orang itu menarik dua konsep atau lebih dengan sedemikian rupa sehingga saling
berhubungan satu dengan Iainnya. Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh berikut. Ada
ungkapan : “Makin primitif suatu masyarakat, lingkungan hidupnya akan makin
mempengaruhi cara hidup masyarakat itu” kita menemukan paling sedikit tiga konsep,
yaitu:
a. Masyarakat Primitif
b. Lingkungan Hidup
c. Cara Hidup

Generalisasi yang baik adalah generalisasi yang tidak menyebut orang, tempat atau
benda. Alasannya, apabila kita menyebutkannya berarti generalisasj yang kita buat
memiliki tingkat abstraksi yang rendah, tingkat keberlakuannya juga sempit atau
rendah. Generalisasi harus ditulis sedemikian rupa sehingga siswa dapat
mengaplikasikannya dalam berbagai situasi yang bagaimanapun juga.
Pengertian generalisasi dalam sejarah berbeda dengan generalisasi dalam disiplin ilmu
sosial lainnya. Generalisasi dalam sejarah merupakan contradiction in terminis karena
sifatnya yang unik yang menunjukkan bahwa peristiwa sejarah itu tidak terulang lagi.
Namun di dalam sejarah ada juga kemungkinan perulangan, dalam arti bahwa yang
berulang itu adalah hal-hal yang berkaitan dengan pola perilaku manusia yang
berorientasi nilai, sistem sosial, kebutuhan ekonomi, kecenderungan psikologis, dan
selanjutnya, menurut Rochiati dalam Jarotimec (1986:29).
Rochiati dalam Jarotimec (1986:29)mengungkapkan adanya empat jenis generalisasi
yang diperlukan dalam kajian sejarah dalam IPS, yaitu:

a. Generalisasi deskriptif. Contoh: Pada umumnya pusat-pusat kerajaan terletak di


tepi sungai.
b. Generalisasi sebab akibat. Contoh: Di dalam revolusi, apabila golongan
ekstrem berhasil merebut kekuasaan maka akan berlangsung pementahan teror.
c. Generalisasi acuan nilai. Contoh: Raja adil raja disembah, raja lalim raja
disanggah.
d. Generalisasi prinsip universal. Contoh: Kapasitas sebuah bangsa untuk
memodelisasikan diri tergantung pada potensi sumber daya alamnya, kualitas
manusianya dan orientasi nilai para pelaku sejarahnya.

Generalisasi sejarah dalam konteks IPS bukan untuk dihafalkan melainkan untuk
dipahami dan diaplikasikan kepada situasi baru yang dihadapi. Untuk meningkatkan
kemampuan uitu diperkenalkan gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran yang sesuai
dengan kemampuan berpikir siswa sehingga mereka dapat menghadapi permasalahan
yang berkaitan dengan sejarah.

Anda mungkin juga menyukai