Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


Kajian Teori yang penulis gunakan dalam PTK ini meliputi: Pengertian Ilmu
Pengetahuan Sosial, Ruang Lingkup dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial, Pengertian
Aktivitas dan Hasil Belajar, Pengertian dan Langkah-langakah Model Pembelajaran NHT,
serta Kelebihan dan Manfaat Model Pembelajaran NHT
2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu
sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri, 2001:89). Social Scence
Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS
sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti
cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi,
ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan
sebagainya
Dalam bidang pengetahuan social (Sumantri, 2001:90), ada banyak istilah. Istilah
tersebut meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS).
1) Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2)
adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang
bertarap akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut
makin ilmiah”.
Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai
makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan
pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
2) Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan
atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala

6
7

dan masalah social. Dalam kerangka kerja pengkajian Studi Sosial menggunakan bidang-
bidang keilmuan yang termasuk bidang-bidang Ilmu Sosial.
Tentang Studi Sosial ini, Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut :
Studi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan
pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar, dan dapat berfungsi selanjutnya sebagai
pengantar bagi lanjutan kepada disiplin-disiplin Ilmu Sosial. Studi Sosial bersifat
interdisipliner, dengan menetapkan pilihan judul atau masalah-masalah tertentu
berdasarkan sesuatu rangka referensi, dan meninjaunya dari beberapa sudut sambil
mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu dengan lainnya. Sesuatu acara
ditinjau dari beberapa sudut sekomprehensif mungkin.
Kerangka kerja Studi Sosial tidak menekankan pada bidang teoretis, namun lebih
kepada bidang-bidang praktis dalam mempelajari gejala dan masalah-masalah sosial yang
terdapat di lingkungan masyarakat. Studi Sosial tidak terlalu akademis-teoretis, namun
merupakan satu pengetahuan praktis dan dapat diajarkan pada tingkat persekolahan, yaitu
mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.
Pendekatan yang digunakan Studi Sosial sangat berbeda dengan pendekatan yang
biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan Studi Sosial bersifat interdisipliner atau
bersifat multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan. Sedangkan
pendekatan yang digunakan dalam Ilmu Sosial (Social Sciences) bersifat disipliner dari
bidang ilmunya masing-masing. Demikian pula pada tingkat dan taraf yang lebih rendah
pendekatan Studi Sosial lebih bersifat multidimensional, yaitu meninjau satu gejala atau
masalah sosial dari berbagai dimensi atau aspek kehidupan.
Studi Sosial sebagai bahan pembelajaran karena sifatnya lebih mendasar dapat
disajikan kepada tingkat yang lebih rendah, sesuai dengan yang dikemukakan oleh
jaromelik (1977:3-4) sebagai berikut:
Social studies has as its particular mission the task of helping young people develop
comptencies that enable them to deal with, and to some extent manage, the
physical and social forces of the world in which they live. Such competencies make
to possible for pupils to shape their lives in harmony with those forces. Social
studies education should also provide young people with a feeling of hope in the
future and comfidence in their ability to solve social problems.
8

3) Pengetahuan Sosial (IPS)


Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama
asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali
dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang
didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah
himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah
dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS), mendifisikan IPS
sebagai berikut: social studies is the integrated study of the science and humanities to
promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated,
systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography,
history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as
appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary
purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and
reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society
in an interdependent world.
Pada dasarnya IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-
disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari
berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial,
sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh
Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau
perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi,
antropologi, politik.

2.1.2 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial


Materi Ilmu Pengetahuan Sosial yang diajarkan berupa masalah-masalah sosial.
Untuk mempelajarinya, kita harus mengidentifikasi kenyataan sosial dan memahami
sejumlah konsep tertentu. Sehingga dibedakan menjadi tiga golongan, diantaranya :
1) Kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat yang secara bersama-sama
merupakan masalah sosial tertentu. Dalam Ilmu Sosial Dasar kita menggunakan
pendekatan interdisiplin atau multidisiplin.
9

2) Konsep sosial atau pengertian tentang kenyataan-kenyataan sosial dibatasi pada


konsep dasar/ elementer yang sangat diperlukan untuk mempelajari masalah sosial
yang dibahas.
3) Masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam berbagai
kenyataan-kenyataan sosial antara satu denga yang lain saling berkaitan.

2.1.3 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial


Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah dirumuskan tujuan
pendidikan nasional, yaitu:
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk
manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap
demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan
disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia
sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan
dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian tujuan
institusional ini secara praktis dijabarkan dalam tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran
pada setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk bidang studi IPS. Akhirnya tujuan
kurikuler secara praktis operasional dijabarkan dalam tujuan instruksional atau tujuan
pembelajaran.
Tujuan IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
1) Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan
masyarakat.
2) Membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan
menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di
masyarakat.
3) Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga
masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian.
4) Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan
terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan.
10

Kelima tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di berbagai
lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan. Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
1) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari
keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia
dengan berbagai permasalahannya.
2) Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi,
komunikasi, transportasi.
3) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi
yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
4) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai
dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan
kejadian-kejadian yang besar.
5) Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian,
permainan, keluarga.

2.1.4 Aktivitas dan Hasil Belajar


2.1.4.1 Pengertian Aktivitas dan Hasil Belajar
1) Aktivitas
Menurut. Mulyono (2003 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala
sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,
merupakan suatu aktifitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang
dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar
mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
2) Belajar
Menurut Hamalik (2001: 28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah:
pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Sedangkan, Sardiman A.M. (2003 : 22)
menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan
lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.
11

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan
dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas
yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang
dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas(2005 : 31), belajar aktif adalah
“Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek
koqnitif, afektif dan psikomotor”.
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator
adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan
apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain,
mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang
diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
3. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Sudjana (2009: 3)
mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Benjamin S. Bloom (Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah
kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan
tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa,
pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang
dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi
masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.
12

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian


sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi
masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan
menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk
mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil
belajar kognitif IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman
(C2), dan penerapan (C3). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa
pada aspek kognitif adalah tes.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono,
dkk. (2007: 76- 77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai
berikut:
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor
internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor
keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

2.1.4.2 Indikator Aktivitas dan Hasil Belajar


1. Indikator Aktivitas Belajar
Indikator aktivitas, (dalam http://ardhana12.wordpress.com/2009/01/20/
indikator - keaktifan-siswa-yang-dapat-dijadikan-penilaian-dalam-ptk-2/)
13

a) Siswa memperhatikan penjelasan guru selama kegiatan belajar berlangsung.


b) Siswa menjawab pertanyaana yang diberikan guru.
c) Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing kelompok.

2. Indikator Hasil belajar


Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas beberapa tingkatan taraf
sebagai berikut:
1. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa.
2. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran dapat dikuasai 76%-99%.
3. Baik/minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-75%.
4. Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%. (Djamarah, 2006:
107 dalam http://hendriansdiamond. blogspot.co.id/ 2012/01/pengertian-faktor-dan-
indikator-hasil.html).

2.1.5 Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)


2.1.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif NHT
Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads) dikembangkan oleh
Spencer Kagan (1992). Tehnik ini memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik
ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Tehnik ini
bisa digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang cukup banyak diterapkan di
sekolah-sekolah adalah Numbered Head Together atau disingkat NHT, tidak hanya itu
saja, NHT juga banyak sekali digunakan sebagai bahan penelitian tindakan kelas (PTK).
Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan
kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai
sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali
dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model
pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar
para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
14

Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional
seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk
menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan
kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari
materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah
untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas
pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi
untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe
ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa
dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural : Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman: Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya
yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social : Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai
pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen
dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
15

a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok

2.1.5.2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran NHT


Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi
enam langkah sebagai berikut :
a) Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
b) Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5
orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama
kelompok yang berbeda. Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap
ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga
sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai
nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. Kelompok yang
dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis
kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai
tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
c) Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku
panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang
diberikan oleh guru.
d) Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan
yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan
16

yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan
dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
e) Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di
kelas.
f) Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan.

2.1.5.3 Manfaat Dan Kelebihan Model Pembelajaran NHT


1) Manfaat model pembelajaran NHT
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000:
18), antara lain adalah :
a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
b. Memperbaiki kehadiran
c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
e. Konflik antara pribadi berkurang
f. Pemahaman yang lebih mendalam
g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
h. Hasil belajar lebih tinggi
2) Kelebihan model pembelajaran NHT
Dengan melihat sintaksnya saja, Anda pasti dapat mengira-ngira apa saja kelebihan
dari model ini, sebagaimana dijelaskan oleh Hill (!993) dalam Tryana (2008) bahwa model
NHT memiliki kelebihan diataranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu
memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan
sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa
ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling
memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
17

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan


1. Penelitian Restuti Kenconowati, S. Pd
Penelitian yang dilakukan oleh Resti Kenconowati ( 2012) yang berjudul “Upaya
meningkatkan Pemahaman Metamatika Operasi hitung Campuran dengan Metode
Pembelajaran Number Head Together Pada Siswa Kelas 3 SD Negeri Logede
Karangnongko Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013”. Simpulan penelitian ini adalah Model
Pembelajaran Number Head Together dapat meningkatkan pemahaman matematika
materi operasi hitung campur siswa kelas 3 SD Negeri Logede Karangnongko Kalten
tahunn 2012/2013..
2. Penelitian C H Ambarwati, S. Pd
Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2012) yang berjudul “Penggunaan
strategi Pembelajaran Number Head Together (NHT) dalam Upaya Meningkatkan
Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPS kelas 4 Semester 1 di SD Negeri taskombang
Kecamatan Manisrenggo Tahun Pelajaran 2012/2013. Simpulan dalam PTK Ambarwati
adalah adanya peningkatan keaktifan belajar setelah guru menggunakan strategi
pembelajaran NHT.
Dari kedua penelitian di atas dapat di ketahui bahwa model Pembelajaran
Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan keaktifan belajar. Keaktifan belajar
yang meningkat pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.3 . Kerangka Berfikir


Pada kondisi awal guru kelas belum menerapkan pembagian kelompok dan tidak
melakukan metode NHT keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS masih rendah.
Peneliti berusaha meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi pada pelajaran IPS
dengan menggunakan metode NHT pada penelitian di duga akan meningkatkan
kemampuan hasil belajar terhadap materi mata pelajaran IPS. Kerangka berfikirnya dapat
dilihat pada gambar berikut :
18

PEMBELAJARAN IPS

Kondisi Guru ceramah keaktifan siswa rendah


awal

Menggunakan Hasil belajar


Tindakan metode NHT siswa rendah

1. Membentuk Kelompok
2. Diskusi Kelompok
3. Pemanggilan Nomor Anggota
4. Membuat Kesimpulan

aktivitas siswa meningkat.


Dampaknya: Hasil belajar
meningkat

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas maka
dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :
a. Penerapan model pembelajaran NHT dalam proses pembelajaran dilakukan dalam
kondisi belajar yang menyenangkan sehingga aktivitas guru-siswa meningkat secara
signifikan sebesar minimal 10%.
b. Peningkatan proses pembelajaran melalui model pembelajaran NHT dapat
meningkatkan hasil belajar IPS secara signifikan dengan kriteria 80% siswa atau
minimal 24 siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Anda mungkin juga menyukai