Anda di halaman 1dari 25

MATERI PENDIDIKAN ILMU SOSIAL

PENDAHULUAN

A.    Konsep dasar dan pengertian  pendidikan ilmu sosial


Sehubungan dengan esensi IPS pada jenjang sekolah dasar, bila kita simpulkan antara
tujuan pendidikan nasional pada jenjang pendidikan dasar dengan tujuan IPS di sekolah dasar,
maka IPS memberikan sejumlah nilai lebih terhadap ketercapaian tujuan pendidikan nasional,
yaitu: (1) Memberikan perbekalan pengetahuan tentang manusia dan seluk beluk kehidupannya
dalam astagatra kehidupan (ipoleksosbud hankam dan agama serta lingkungan dimana manusia
tinggal yaitu sebagai insan mandiri, keluarga dan masyarakat serta bangsa dan negara, (2)
Membina kesadaran, keyakinan dan sikap akan pentingnya hidup bermasyarakat dengan penuh
rasa kebersamaan, bertanggung jawab dan manusiawi (menghargai derajat-martabat sesama,
penuh kecintaan dan rasa kekeluargaan), (3) Membina keterampilan hidup bermasyarakat dalam
negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, (4) Menunjang terpenuhinya bekal kemampuan
dasar dari peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota ummat manusia, dan (5) Membina perbekalan dan
kesiapan untuk belajar lebih lanjut dan atau melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi (Hasan,
2004).
Mempelajari Konsep dasar IPS berisi tentang pengertian, latar belakang, rasionalisme,
hubungan dengan mata pelajaran lainnya, tujuan, dan ruang lingkup IPS SD. Dengan
mempelajari materi Konsep dasar IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS
yang berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang akan datang secara kritis dan
kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan
ilmu-ilmu sosial.

B.     Pengertian Pendidikan Ilmu Sosial


Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social
studies. Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan IPS di
Indonesia.
1.      Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan
interdisipliner dari ilmu sosial. IPS  merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni
sosiologi, antropologi, budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi
manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang
disederhanakan agar mudah dipelajari.
2.      Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung
arti: a) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas
menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa sekolah dasar dan lanjutan, b)
mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan
masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.
3.      S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah
mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang
berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah,
ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS yang
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada
aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala,
dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang
pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam
lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan
yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa
lampau. Dengan demikian siswa yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan
dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.

C.    Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial


Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1.      Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah
sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf
akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual
yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia
sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok.
Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau
disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai
berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan
pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan
kepada disiplin-disiplin ilmu sosial.
3.      Pengetahuan Sosial (IPS)
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980: memberi batasan IPS adalah merupakan suatu
pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS
merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi
budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil
perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi,
antropologi, politik.
Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat
bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari
kerangka dan masalah sosial, ditelaah, dianalisis faktor-faktornya, sehingga dapat dirumuskan
jalan pemecahannya.
Berdasarkan kerangka tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah bidang studi
yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah social di masyarakat dengan
meninjau dari berbagai aspek kehidupan.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
karena pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang
pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh
Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional
di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima
masalah tersebut antara lain:
a.       Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
b.      Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
c.       Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan  pembangunan.
d.      Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
e.       Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional

D.    Rasional Pendidikan IPS


Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar
siswa dapat:
1.      Mensistimasikan pengetahuan dan kemampuannya, agar lebih bermakna.
2.      Lebih peka dan tanggap terhadap masalah sosial sekitarnya secara rasional & bertanggung
jawab.
3.      Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan masyarakatnya.
Munculnya rasional pendidikan IPS adalah sebagai berikut:
1.      Karena siswa berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda
2.      Masalah sosial sangat luas, kompleks, rumit, dan abstrak.
3.      Dengan pendidikan IPS, siswa bisa dibimbing dan diarahkan untuk menghadapi masalah sosial
disekitarnya.

E.     Tujuan dan fungsi PIS


1.      Tujuan Pendidikan Ilmu Sosial
Yaitu mengembangkan kemampuan siswa dalam penguasaan disiplin ilmu social untuk
mencapai tujuan ilmu social yang lebih tinggi.
Tujuan pencapaian pendidikan ilmu sosial dikelompokkan dalam 3 kategori:
a.       Pengembangan kemampuan intelektual siswa
b.      Pengembangan kemampuan serta rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa
c.       Pengembangan diri siswa pribadi
Pengembangan:
Pengembangan afektif adalah tujuan yang berkenaan dengan aspek sikap, nilai, dan moral.
a.       Sikap
Kecenderungan psikologis seseorang terhadap benda, sifat, keadaan, pekerjaan, dan pendapat.
Sikap tercermin dalam pernyataan senang, setuju, sayang.
b.      Nilai
Sesuatu yang menjadi criteria apakah suatu tindakan pendapat atau hasil kerja itu positif atau
negatif. Dasar nilai adalah agama, adat setempat, perjanjian-perjanjian.
c.       Moral
Kriteria yang menjadi dasar untuk menentukan apakah tindakan, pendapat atau hasil kerja
baik/tak baik, boleh/tak boleh dilakukan, apakah nanti merusak akhlak suatu bangsa dan moral
adalah sesuatu yang diikuti dengan sanksi moral.
Pengembangan Konatif
Adalah kualitas yang menimbulkan bahwa seseorang tidak hanya memiliki pengetahuan dan
pemahaman, kemampuan kognitif yang tinggi, sikap nilai & moral, akan tetapi dia juga memiliki
keinginan untuk melaksanakan dan membuktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Konatif adalah pelaksanaan yang riil dari apa yang sedang menjadi miliknya.
Tujuan konatif:
a.       Penumbuhan sikap dan kehidupan yang religious
b.      Melaksanakan tugas social
c.       Melaksanakan tanggung jawab pribadi
d.      Bekerja keras
e.       Jujur
f.       Kemauan serta kemampuan untuk beradaptasi
Pengembangan Materi Kurikulum PIS
a.       Materi PIS
Materi pendidikan adalah apa yang dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yakni
tujuan kurikulum ilmu social.
b.      Teori dan Generalisasi
Teori adalah komposisi yang dihasilkan dari sejumlah pengembangan preposisi/generalisasi yang
dianggap memiliki hubungan secara sistematis (Goetz dan Le Comte).
Teori ini dibagi menjadi 4:
1)      Grand teori
2)      Teori tipe
3)      Formal and middle range teori
4)      Substantive teori
c.       Konsep
Adalah abstraksi kesamaan keterhubungan dari sekelompok benda dan sifat (Bruner:1962)
Kesamaan, adanya unsur yang sama, konkret atau abstrak.
Keterhubungan, adanya hubungan antar berbagai benda atau sifat, konkret maupun abstak, dan
terjadi atas dasar pemikiran abstrak.
d.      Fakta
Menurut Schunke, fakta adalah building blok yang digunakan untuk mengembangkan konsep
dan generalisasi, tanpa fakta tidak akan ada konsep dan tanpa konsep tidak akan ada generalisasi.
Fakta menjadi penopang yang menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi dan teori. Fakta
juga diperlukan untuk membentuk konsep, konsep dirangkum dalam hipotesa kemudian
dikembangkan menjadi generalisasi.
Pengorganisasian Materi Kurikulum
Pengorganisasin materi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua:
a.       Pengorganisasian Terpisah
Adalah setiap disiplin ilmu social yang diajarkan secara terpisah berdasarkan cirri dan
karakterisrik masing-masing.
Keuntungan:
Siswa belajar seutuhnya terpusat hanya pada satu disiplin ilmu saja.
Kelemahan:
Menjadikan pendidikan ilmu social sebagai suatu pendidikan yang hanya mementingkan
kepentingan disiplim ilmu.
b.      Pengorganisasian Korelatif
Metode pendidikannya adalah mencoba mencari pembahasan, keterkaitan, arti pokok
bahasannya dengan pokok bahasan lainnya.
c.       Pengajaran Pengetahuan dan Pemahaman Dalam PIS
Pengajaran Pengetahuan dan Mnemonic
Pengetahuan adalah sesuatu yang dilakukan dengan cara mengingat atau mengambil kembali apa
yang sudah ada dalam pikiran seseorang tentang suatu pokok pikiran, materi atau fenomena.
Pengetahuan terdiri atas pengetahuan istilah, fakta, tentang cara berhubungan.
Pengajaran Berfikir Dalam PIS
Kemampuan berfikir digunakan untuk memecahkan masalah melalui pemanfaatan pengetahuan
pemahaman, dan keterampilan.
Kegiatan berfikir meliputi proses:
1)      menentukan hukum sebab-akibat
2)      pemberian makna terhadap sesuatu yang baru
3)      mendeteksi keteraturan diantara fenomena yang ada
4)      penentuan kualifikasi
5)      menentukan ciri khas fenomena
Pengajaran pendidikan ilmu sosial dapat dilakukan melalui studi kasus, isu-isu kontroversial, dan
konsep.
Kemampuan Proses dalam PIS
Kemampuan proses adalah kemampuan seseorang dalam mendapat informasi, mengolah
informasi, menggunakan informasi, serta mengkomunikasikan hasilnya.
Kemampuan proses yang bisa dikembangkan meliputi:
1)      mengumpulkan informasi
2)      mengolah informasi
3)      memanfaatkan
4)      mengkomunikasikan hasil
Bentuk pengajaran kemampuan proses
a.       Pengajaran ilmu sosial dengan problem solving (pemecahan masalah)
Bermanfaat dalam kemampuan mengambil keputusan berdasarkan alternatif yang ada.
Langkahnya:
1)      Mengidentifikasi masalah
2)      Pengembangan alternative
3)      Pengumpulan data untuk menguji alternative
4)      Pengujian alternative
5)      Pengambilan keputusan
b.      Pengajaran ilmu sosial dengan inkuiri
Berdasarkan masalah yang ada dalam disiplin ilmu, bukan pada masalah sehari-hari.
Langkahnya:
1)      Perumusan masalah
2)      Pengembangan hipotesis
3)      Pengumpulan data
4)      Pengolahan data
5)      Pengujian hipotesis
6)      Penarikan kesimpulan
c.       Pengajaran Nilai dalam PIS
Model pengajarannya:
1)      Role Playing (Bermain Peran)
Yaitu suatu proses belajar dimana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan orang lain. Bermain
peran merupakan model pengajaran untuk mengembangkan sikap, nilai, moral pada diri siswa
melalui peran yang dimainkannya.
2)      Drama social (Sosio Drama)
Ruang lingkup sosio drama hanya membatasi diri pada permasalahan yang berkenaan dengan
aspek social dalam masyarakat. Sosio drama merupakan model pengajaran untuk
mengembangkan sikap, nilai, dan moral melaui peran social yang dimainkannya dalam suatu
peristiwa social.
d.      Perencanaan Pengajaran PIS
Dalam pengajaran PIS ada faktor-faktor yang yang terlibat, salah satunya adalah guru. Guru
sangat berperan dalam menghasilkan siswa. Selaim itu ada faktor lain yang juga berpengaruh,
yaitu faktor nonteknis.
Faktor nonteknis meliputi:
1)      Kemampuan siswa
2)      Keyakinan diri guru sebagai pendidik
3)      Kreatifitas guru
4)      Kecintaan guru terhadap disiplin ilmu yang diajarkannya
Aspek nonteknis guru adalah aspek yang berkaitan dengan unsur-unsur afeksi keproifesionalan
seorang guru. Aspek yang paling menonjol adalah motivasi, rasa tanggung jawab, kesadaran
profesi, serta keinginan untuk melaksanakan profesi sebaik-baiknya.
Evaluasi PIS
Tujuan dan fungsi evaluasi:
a.       Untuk menentukan tingkat keberhasilan yang telah dicapai dalam suatu kegiatan pendidikan
(fungsi sumatif).
b.      Untuk mengetahui keunggulan serta kelemahan siswa atau kelemahan suatu proses  (fungsi
formatif).
Alat Evaluasi:
a.       Tes
b.      Laporan tugas siswa
c.       Catatan/observasi guru/catatan siswa
d.      Wawancara
LANDASAN PENDIDIKAN ILMU SOSIAL

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan


manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh
instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju
pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari
orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik
anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh
guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang
dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk
memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan,
sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka
memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup
masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa
pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value.
Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya
dengan dunia pendidikan. Pada makalah  ini berusaha memuat tentang : landasan
hukum,landasan filsafat,landasan sejarah,landasan sosial budaya,landasan psikologi,dan landasan
ekonomi .
1.      Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata
hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah
disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan
yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau
titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
a.       Pendidikan menurut Undang-Undang 1945Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan
hokum tertinggi di Indonesia.Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang –
Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang
pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap –
tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang – Undang
Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang diatur
dengan Undang – Undang.
b.      Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak
semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama
yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan
pendidikan. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut :
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 5
berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga
kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Pendidik tertera dalam pasal 27
ayat 6, yang mengatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.”
2.      Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar –
akarnya mengenai pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap,
berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini.
Aliran itu ialah
a.       Esensialis
b.      Parenialis
c.       Progresivis
d.      Rekonstruksionis
e.       Eksistensialis
Filsafat pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad –
abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara
kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika.Filsafat
pendidikan Parenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis. Kalau kebenaran
yang esensial pada esensialis ada pada kebudayaan klasik denganGreat Booknya, maka
kebenaran Parenialis ada pada wahyu Tuhan. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas
Aquino.Demikianlah Filsafat Progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan,
dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti. Tujuan
dan kebenaran itu bersifat relative. Apa yang sekarang dipandang benar karena dituju dalam
kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap benar. Ukuran kebenaran ialah yang berguna
bagi kehidupan manusia hari ini. Tokoh filsafat pendidikan
Progresivis ini adalah John Dewey.Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi
dari Progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki
(Callahan, 1983). Mereka bercita – cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara
total.Filsafat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah
eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya
tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan
menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.
3.      Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang
dapat didasari oleh konsep – konsep tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia.Pendidikan di
Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di
Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan
dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan
pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga
tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Merka
membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk
mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh
pendidik itu adalah Mohamad Safei, Ki  Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM
MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse
School di Sumatera Barat pada Tahun 1926.
Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di
Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas
usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yang akan dibahas
adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan
metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca
Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada
Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda
pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam
pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama
Islam, dengan beberapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).Asas pendidikannya adalah
Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya
kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.Ada lima butir yang dijadikan
dasar pendidikan yaitu :
a.       Perubahan cara berfikir
b.      Kemasyarakatan
c.       Aktivitas
d.      Kreativitas
e.       Optimisme
4.      Landasan Sosial Budaya
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu secara
alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan.Sama halnya dengan social, aspek
budaya inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada
pendidikan yang tidak dimasuki unsure budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya,
cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk
yang dikerjakan juga budaya.Sosiologi dan PendidikanSosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi
sosial. Interaksi dan proses social didasari oleh factor-faktor berikut :1. Imitasi 2. Sugesti 3.
Identifikasi 4. Simpati Kebudayaan dan PendidikanKebudayaan menurut Taylor adalah totalitas
yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, huku, moral, adapt, dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota
masyarakat (Imran Manan, 1989)Hassan (1983) misalnya mengatakan kebudayaan berisi (1)
norma-norma, (2) folkways yang mencakup kebiasaan, adapt, dan tradisi, dan (3) mores,
sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebagai berikut :1.
Gagasan 2. Ideologi 3. Norma 4. Teknologi 5. BendaAgar menjadi lengkap, perlu ditambah
beberapa komponen lagi yaitu :1. Kesenian 2. Ilmu 3 KepandaianKebudayaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan
Indonesia 2. Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara Timur
dan sebagainya 3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih
pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.
5.      Landasan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri
adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar.
Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan
melekat dalam manusia itu sendiri.a.   Psikologi Perkembangan Ada tiga teori atau pendekatan
tentang perkembangan.
Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988) 1. Pendekatan
pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap
memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain. 2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini
memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas
dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok 3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini
berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual.
Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Sementara itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa
perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988) 1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4
tahun sebagai masa kehidupan binatang. 2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa
sebagai manusia pemburu 3. Masamuda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum
berbudaya 4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusi berbudaya b.   Psikologi
BelajarBelajar adalah perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil pengalaman
(bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bias melaksanakannya pada
pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip
belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut : 1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi
yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara
berturut-turut .2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar
belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat. 3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi
hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu. 4. Motivasi positif dan percaya diri
dalam belajar. 5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak
6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam
mengajar 7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar 8. Aspek-aspek
jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor-faktor dalam pengajaran.
6.      Landasan Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, yang sebagian besar manusianya
cenderung mengutamakan kesejahteraan materi disbanding kesejahteraan rohani, membuat
ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar. Tidak banyak orang mementingkan peningkatan
spiritual. Sebagian besar dari mereka ingin hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui
dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban suatu lembaga
pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana yang mungkin bias digali adalah sebagai
berikut :

a. Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, penelitian-penelitian


bersaing, pertandingan karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan lainnya.
b. Dari kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia usaha.
Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan
proyek pengembangan bersama.
c. Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yang sudah mapan, satu
daerah kecil, dan sebagainya. Program ini dirancang bersama antara lembaga pendidikan
dengan pemerintah setempat dan masyarakat. Dengan cara ini bukan orang tua siswa saja
yang akan membayar dana pendidikan, melainkan semua masyarakat.
d. Usaha-usaha lain, misalnya :
1)      Mengadakan seni pentas keliling atau dipentaskan di masyarakatb.
2)      Menjual hasil karya nyata anak-anak
3)      Membuat bazaard.
4)      Mendirikan kafetariae.
5)      Mendirikan took keperluan personalia pendidikan dan anak-anak.
6)      Mencari donator tetapg.
7)      Mengumpulkan sumbanganh.
8)      Mengaktifkan BP 3 khusus dalam meningkatkan dana pendidikan. Seperti diketahui setiap
lembaga pendidikan mengelola sejumlah dana pendidikan yang bersumber dari pemerintah
(untuk lembaga pendidikan negeri), masyarakat, dan usaha lembaga itu sendiri.
9)      Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan tiga kelompok yaitu :
a)      Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin, seperti gaji, pendidikan,
penelitian, pengabdian masyarakat, perkantoran, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.
b)      Dana pembangunan, ialah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam
berbagai bidang. Yang dimaksudkan dengan pembangunan disini adalah membangun yang
belum ada, seperti prasarana dan sarana, alat-alat belajar, media, pembentukan kurikulum baru,
dan sebagainya.
c)      Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP, yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum
dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan atau untuk memperbesar dana itu.
d)     Dana usaha lembaga sendiri, yang penggunaannya sama dengan butir 3 di atas
KURIKULUM PIS

Filsafat ada tiga:


1.      Filsafat Alam
a.       Astronomi, Fisika (kosmologi)
b.       Kimia, Biologi, Geografi (natural sains)
2.      Filsafat Kejiwaan -> Psikologi
3.      Filsafat Sosial -> Ilmu-ilmu social
Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat 1: Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan diri, keprinadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Lima Hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan:
1.      Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
2.      Pendidikan sebagai kegiatan bimbingan
3.      Pendidikan sebagai kegiatan pengajaran
4.      Pendidikan sebagai kegiatan pelatihan
5.      Peran peserta didik
Klein (1989)
1.      Kurikulum adalah suatu substansi sekolah.
2.      Kurikulum sebagai rencana nasional dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional.
3.      Pendidikan diatas menganut paham Rekonstrukturisme.
4.      Paham reonsrukturisme menghendaki agar pendidikan diarahkan kepada kemampuan atas
partisipasi peserta didik di masa yang akan datang.
Ilmu-Ilmu Sosial
Calhoun (1971)
Ilmu-ilmu social sebagai studi tentang tingkah laku kelompok umat manusia (The Study of The
Group Behaviour of Human Beings)
Pendidikan ilmu-ilmu sosial:
Pendidikan mengenai disiplin ilmu-ilmu sosial
1.      SMU/SMK : Tingkat Dasar, masih bersifat permulaan
2.      Mahasiswa : Kedalaman materi untuk bidang studi
Perbedaan ini akan menyebabkan perbedaan kurikulum.
Dua hal yang diperhatikan dari mahasiswa dalam setiap pengajaran disiplin ilmu:
1.      Penguasaan aspek subtansif keilmuan
Penguasaan prosedur penelitian yang dapat digunakan untuk pengembangan teori, generalisasi,
dan konsep-konseo fakta.
2.      Penguasaan prosedur hedodolis pencarian kebenaran dalam keilmuan itu
Yaitu penguasaan pandangan teori, generalisasi, konsep-konsep fakta.
Bentuk-Bentuk Pendidikan Ilmu Sosial
Ilmu-ilmu sosial:
1.      Disiplin Ilmu Sosial
Salah satu sumber materi pendidikan, berdiri sendiri. Misal: Ekonomi, Sejarah, Antropologi,
Sosiologi, dll.
2.      Disiplin Ilmu Sosial
Sumber materi pendidikan
Dibagi menjadi tiga macam pendekatan:
a.       Pendekatan Terpadu (Mregeted)

b. Pendekatan Berhubungan
c. Pendekatan Terpisah
1.      Pendekatan Terpisah
Yaitu pendekatan dimana sikap disiplin dalam ilmu social diajarkan secara terpisah. Tujuan dan
materi pembelajaran dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan.
2.      Pendekatan Gabungan
Pendekatan pendidikan ilmu social yang menggabungkan (korelasi) beberapa disiplim ilmu
sosial dalam melakukan kajian terhadap suatu pokok bahasan.
3.      Pendekatan Multidisiplin
Yaitu pendekatan ilmu social yang menggunakan lebih dari satu disiplin ilmu, tetapi
dipertahankan dua kedudukan satu disiplin ilmu terhadap masalah sama denagn kedudukan
disiplin ilmu lain.
4.      Pendekatan Terpadu
Yaitu pendekatan yang memadukan berbagai disiplin ilmu social sedemikian rupa sehingga batas
antara satu disiplin ilmu dengan lainnya sudah tak tampak.
Syntetik Social Scienes
Upaya untuk memadukan berbagai disiplin limu social menjadi suatu disiplin baru.
Pelopornya Bruner dkk dari Universitas Harvard.
Landasan Pendidikan Ilmu Sosial
Guru yang baik adalah guru yang mempunyai wawasan dan kesadaran akan manfaat ilmu yang
diajarkan.
Manfaat:
a.       Pengembangan karier
b.       Mencari dan menambah pengetahuan
c.        Penumbuhan keterampilan professional baru
d.       Perbaikan profesi belajar siswa yang dibimbingnya
Landasan Filosofis Pendidikan
Dasar pandangan seseorang mengenai tujuan yang seharusnya dicapai, materi yang apa
yang seharusnya diajarkan, proses belajar apa yang harus dikembangkan dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan.
Ada tiga macam aliran dalam falsafah kurikulum:
1.      Aliran Esensial
Berpandangan agar sekolah menjadi pusat keunggulan pendidikan harus disajikan dalam bentuk
keilmuan dan kurikulumnya adalah kurikulum disiplin ilmu.
Tanner dan Tanner (1980)
Intelektualisme adalah tujuan yang paling mendasar dari setiap upaya pandidikan.

2.      Aliran Perenialisme
Berpandangan bahwa pendidikan harus diarahkan pada pengembangan intelektual siswa.
Tanner dan Tanner (1980)
Beranggapan bahwa pendidikan harus diarahkan secara eksklusif pada pengembangan intelektual
tersebut, harus didasarkan pada studi yang dinamakan Liberal Arts dan buku besar.
3.      Aliran Rekonsrukturionis
Berpandangan bahwa pendidikan sebagai wahana untuk mengembangkan kesejateraan
social (Tnner dan Tanner).
a.       Intelektual bukan tujuan yang dikehendaki
b.      Menyelesaikan problema masyarakat untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat jauh lebih
penting dari pengembangan intelektualisme keilmuan
Landasan Politis
Untuk Indonesia dihubungkan dengan keputusan formal dalam pendidikan, seperti
Pancasila, UUD 45, UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri.
UU Pendidikan No. 20 Tahun 2003: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia  seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Tuntutan Masyarakat
Menurut Tyler, (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984):
Tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan masyarakat yang pesat selalu membawa dampak bagi kehidupan social, ekonomi,
dan budaya. Munculnya nilai dan norma baru yang mungkin dianggap berbeda, bahkan
bertentangan dengan apa yang diyakini anggota mayarakat itu sebagai individu ataupun
kelompok. Jenis tujuan ada dua:
1.      Tujuan Obyektif, yaitu tujuan yang dicapai dalam 1-2 kali pertemuan kelas atau dapat dicapai
dalam 1 satuan pengajaran (satpel).
2.      Development Obyektif, yaitu pencapaiannya melalui penguasaan materi yang cukup lama oleh
siswa.
Pengetahuan dan Pemahaman, Merupakan tujuan yang paling dasar. Pengetahuan berhubungan
dengan kemampuan/daya ingat siswa. Menurut Triggs (1991) Seseorang yang belajar IPS harus
memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai:
1.      Ruang lingkup dan pokok kajian
2.      Struktur keilmuan dari setiap disiplin
3.      Fakta, konsep, peristiwa yang dianggap penting
4.      Pokok pikiran keilmuan
5.      Teori yang dianggap penting dan relevan
6.      Tokoh yang melahirkan teori
7.      Isu penting yang ada di masyarakat
TRANSAKSIONAL RESOURCES ILMU-ILMU SOSIAL

Ilmu-ilmu sosial berkembang seiring dengan kegiatan penelitian ilmuwan sosial. Oleh
karena itu bahan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan diberbagai bagian muka bumi
dan negara makin bertambah. Makin bertambahnya bahan pengetahan tentang masyarakat dan
kebudayaan akan mempermudah penyususnan bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah-
sekolah. Artinya, jika bahan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan Indonesia banyak
misalnya, maka penyususnan bahan pengajajaran tentang Indonesia semakin mudah. Sebaliknya,
jika bahan pengetahuan Indonesia tersebut sedikit misalnya, maka penyusunan bahan
pengetahuan tentang Indonesia akan mengalami kesukararan. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial
terpengaruh oleh kondisi ilmu-ilmu sosial. penentuan bahan pengetahuan pada kurikulum ilmu-
ilmu sosial IPS terpengaruh oleh kekayaan unsur-unsur pengetahuan pada cabang-cabang IS
seperti sejarah, geografi, ekonomi, politik dalam acuan ciri, sosiologi, dan antropologi.
Tersedianya unsur-unsur keilmuan sejarah, geografi, ekonomi, politik dalam arti Civics,
sisiologi, dan antropologi negara tertentu memudahkan penyusunan kurikulum IPS pada jenjang
SD, SLTP, dan SLTA. Unsur-usur keilmuan IS yang menjadi bahan pembelajaran ilmu-ilmu
sosial tersebut adalh fakta, konsep, generalisasi, dan teori-teori. Di samping unsur yang
terstruktur secara statis sebagai bangunan IS tersebut, terdapat juga alat ilmu seperti metode
penelitian ilmiah, hipotesis, teknik uji kebenaran ilmiah, model-model ilmiah. Alat-alat keilmuan
seperti metode penelitian tersebut merupakan segi dinamis keilmuan. Keseluruhan unsur
keilmuan tersebut dijadikan bahan pengetahuan IS yang dibelajarkan oleh pembelajar atau yang
dipelajari oleh pebelajar.
Penyususnan unsur keilmuan IS menjadi perogram pembelajaran pebelajar.
Penyususnan   unsur keilmuan IS menjadi program pembelajaran IS terkait pada tipe-tipe
kurikulum baik yang mono disiplin, atau inter disiplin. Sebagai ilustrasi akan dikemukakan
contoh-contoh konsep, generalisasi, teori, yang lazim dibelajarkan. Contoh-contoh tersebut
diadaptasi dari karya James A. Banks dan Pearl M.Oliner. Bangunan ilmu sosial merupakan
jaringan hubungan antara fakta, konsep, generalisasi, dan teori.
Secara struktural bubungan keempat unsur tersebut terlukis dalam teori Durkhiem tentang
bunuh diri. Secaera empiris teori Durkhiem tersebut menerangkan perbandingan tingkat bunuh
diri. Rangkain teori Durkheim tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.      Di dalam kelompok sosial, tingkat bunuh diri bermacam-macam secara langsung berhubungan
dengan tingkat individualisme.
2.      Tingkat individualisme bermacam-macam berhubungan dengan insiden Protestantisme.
3.      Oleh karena itu, tingkat bunuh diri bermacam-macam sehubungan dengan insiden
Protestantisme.
4.      Insiden Protestantisme di Spanyol rendah.
5.      Oleh karena itu, tingkat bunuh diri di Spanyol rendah.
Cabang ilmu-ilmu sosial adalah ilmu empiris, artinya bertitik tolak dari fakta. Tiap cabang
ilmu sosial memperlajari fenomena sosial dengan perhatian berbeda, dan karenanya memperoleh
seperangkat konsep yang berbeda pula. Konsep-konsep pada disiplin ilmu sosial tertentu yang
umumnya dipelajari di sekolah. Konsep tersebut merupakan konsep kunci pada cabang ilmu
tertentu yang bermanfaat bagi para pebelajar IPS jenjang sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Penyelenggaraan pembelajaran ilmu-ilmu sosial dapat dilaksanakan berdasarkan kurikulum
mono disiplin. Oleh karena itu terdapat juga konsep-konsep cabang ilmu yang menjadi konsep
IPS yang interdisiplin.
Hilda Taba yang menyusun IPS interdisiplin berhasil menghimpun konsep ilmu sosial
menjadi konsep IPS interdisiplin. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau bahan pembelajaran
IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial adalah ilmu pengetahuan, dan oleh karena
itu sebagai ilmu otonom berlaku arti sebagai aktifitas, sebagai metode, dan sebagai pengetahuan
ilmiah.
Secara statis bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau dalam konsep IPS terdiri dari unsur
keilmuan yang statis dan dinamis. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah sudah tentu
akan bermuatan unsur-unsur keilmuan. Makin tinggi jenjang sekolah, maka jumlah konsep,
generalisasi, teori dan metode penelitian makin besar. Lebih dari itu, maka ilmu adalah suatu
kegiatan dengan metode ilmiah yang ingin mencapai misi ilmiah.
SUMBER PEMBELAJARAN ILMU SOSIAL DAN IPS

Pembelajaran ilmu-ilmu sosial dan IPS dilaksanakan berdasrkan disain pembelajaran


yang mono-disiplin atau interdisiplin, serta berdasarkan pendekatan mengajarnya. Studi historis
tentang alat bantu pembelajaran dan sumber pembelajaran menunjukan  bahwa konsep tentang
alat bantu mengajar mengalami perkembangan, ada tiga periode pemikiran tentang alat bantu
mengajar atau yang pada tahun 1950-an sebagai media pembelajaran dan sumber pembelajaran.
Pemikiran tersebut berkaitan dengan kemajuan studi kurikulum dan indursti alat pembelajaran.
Pemikiran tentang alat bantu mengajar  tersebut secara garis besar dibedakan dalam
periode-periode berikut. (i) Sampai tahun 1700-an pemikiran tentang alat peraga didominasi oeh
wawasan filosofis. Joh Amos Comunius (1592-1670) misalnya mendobrak dominasi dengan
visual aid tectbook-nya. Hal ini merintis perombakan pemikiran alat peraga. (ii) Periode 1700-
1900 lahir rintisan eksperimentasi psikologi dan teori belajar baru. Alat peraga mulai dikaitkan
dengan merode mengajar. (iii) Sejak tahun 1900 sampai sekarang yang dapat dibedakan menjadi
dua tahap, yaitu atahun 1900-1950 dan sesudah tahun 1950.
Sejak tahun 1900 perhatian pada alat peraga semakin tinggi, danmuali menjadi suatu
spesialisasi baru. Penelitian tentang penggunaan radio, film, televisi, dan alat peraga lain
semakinsistematis. Ada dua jenis konsep tentang alat peraga dan sumber pembelajaran. Pertama,
konsep keilmuan alam tentang teknologi pembelajaran yang memandang segala media
pembelajaran sebagai alat bantu mengajar. Asumsinya bahwa alat audiovisual dan mesin-mesin
merupakan media noveverbal yang berguna untuk menghidarkan verbalisme. Konsep ini
berpengaruh secara dominan tahun 1900-1950-an. Kedua, muncul konseop ilmu perilaku
(behavioral science) tentang teknologi pembelajaran. Konsep ini berusaha menghilangkan
pandangan dikhotomis tentang alat peraga yang membedakan media pembelajaran verbal dan
non-verbal. 
Konsep keilmuan yang membedakan alat peraga verbal dan non-verbal mengakibatkan
penyebelahan mengajar. Konsep ilmu perilaku memandang media pembelajaran, mesin-mesin,
sumber pengetahuan, materi pembelajaran sebagai bagian integral program pengarjan, yangakan
mengubah perilaku pebelajar. Praktek pembelajaran tergantung pada metode keilmuan yang
dikembangkan oleh ahli ilmu perilaku (behavioral science, sebagai fusi psikologi, sosiologi, dan
antropologi).
Hubungan antara ilmu perilaku dengan teknologi instruksional sejajar dengan hubungan
antara ilmu pengetahuan alam dengan teknologi engineering, atau hubungan antara biologi
dengan teknologi kedokteran. Konsep perilaku ini berlaku sejak tahun 1950 sampai sekarang.
Pembelajaran ilmu-ilmu sosial sudah tentu terpengaruh oleh perkembagan industri alat peraga
dan konsep media pembelajaran.
IPS progresiveme memandang media pengarjan sebgai bagian intergral program
pembelajaran IPS. Social science education juga memandang media pembelajaran sebagai
bagian integral program pembelajaran ilmu sosial. Aliran ini menunjukan adanya simbol bahasa,
simbol visual sebagai alat memperlajari ilmu sosial. IPS gaya baru memandang media
pembelajaran dan sumberp pengetahuan yang ada di masyarakat sebagai bagian
integral  program pembelajaran IPS.
Memposisikan media pembelajaran dan sumber pengetahuan di masyarakt sebagai bagian
integral program pembelajaran ilmu sosial. Untuk lebih jelasnya, berikut akan diuraikan tentang
hal itu yaitu:
1.      memposisikan ilmu pengetahuan sebagi seistem pengetahuan terbuka. Artinya pengetahuan yang
terdapat dalam buku teks dan realitas sosial di masyarakat merupakan suatu komprehensivitas.
Dengan kata lain, buku pengetahuan baru merupakan sebagian dari pengetahuan. Si pebelajar,
atau pembaca buku pengetahuan masih harus menerapkan keterampilan metodis mengungkap
masyarakat menjadi pengetahuan.
2.      memposisikan pebelajar sebgai seorang pribadi aktif pencari ilmu pengetahuan. Kedudukan
pebelajar sebagai pencari aktif ilmu pengetahuan mnyederajatkan pembelajar sebagai peneliti
ilmu pengetahuan. Hal ini berakibat mengubah pola interaksi pembelajar-pebelajar pengetahuan.
3.      memposisikan ilmu pengetahuan sebagai salah satu unsur kebudayaan, disamping benda-benda
budaya dan perilaku sosial. Ilmu sosial dipandang sebagai salah satu unsur kebudayaan, di
samping sistem berfikir logis, menganut orientasi nilai keilmuan, dan berbeda dengan orientasi
nilai yang lain.
Instrumen pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau media pembelajaran dan sumber-sumber
ilmu sosial merupakan unsur keilmuan cabang-cabang ilmu sosial. alat bantu dapat berupa alat
peraga dan simbol-simbol, baik simbol verbal, simbol visual, simbol nilai.
Nilai keilmuan alat bantu pembelajaran tersebut secara katagoris benda-benda sesaui
dengan kendudukan dalam perangkat hubungan antara fakta konsep generalisasi dan teori secara
ilmiah. Secara fungasional berarti bahwa seriap alat peraga memiliki keguanaan khusus pada
acuan sudut pandang disiplin ilmu sosial tertentu.
Sebagai ilustrasi, globe sebagai model ilmiah berfungsi sebagai media ke ruangan tentan
palet di dunia, dan penunjuk lokasi di bumi. Dokumen misalnya, merupakan media rekonstruksi
tidak sejarah. Tabel jumlah penduduk misalnya, emrupakan media yang melukiskan kondisi
tenga kerja dalam acuan tindakan ekonomis. Gambar atau  bagan interaksi sosial misalnya,
melukiskan interaksi antar individu dan antar kelompok, yang memungkinkan prediksi tidak-
tindak sosial mapun politis dalam masyarakat.
Benda-benda budaya bukan hanya melukiskan tingkat keterampilan seseorang pendukung
kebudayaan suatu zaman, tetapi juga dapat melukiskan tngkat pengetahuan suatu bangsa di
tengah pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Media pembelajaran dan sumber pengetahuan
ilmu-ilmu sosial dalam rangka pembelajaran keilmuan dapat dibedakan fungsinya menjadi
beberapa kategori sebagai berikut.
1.      benda asli merpakan peraga kongkrit sebagai media rekonstruksi sosial dan historis, dan dasar
pembentukan konsep keilmuan. Pada giliran selanjutnya dapat digunakan sebagai konstruk
generalisasi dan renstruksi sistem sosial dan sistem nilai. Benda tiruan memiliki fungsi serupa
dengan benda asli.
2.      model ilmiah seperti tiruan perbesaran atau pengecilan benda seperti globe, merpakan saran
berfikir keilmuan yang melukiskan hubungan fakta, konsep, generalisasi danteori ilmiah. Dengan
model-model ilmiah tersebut ilmuwan ada menyesun teori atau merevisi teori.
3.      buku ilmu pengetahuan, buku pelajran, laporan hasil penelitian dan jurnal ilmu-ilmu sosial
merupakan sumber ilmu-ilmu sosial yang sangat penting bagi jenjang sekolah yang relevan.
Karya tulis ilmiah ilmu sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai sumber primer, skunder atau
tertier. Pada karya tulis tersebut dapat ditemukan artikel ilmu sosial dalam surat kabar dan
majalah semi ilmiah dan majalah umum. Karya tulis jenis ini merupakan sumber kuartir yang
berguna untuk pengayaan bahan pembelajaran. Berbeda dengan buku sumber primer dan
sekundair, maka sumber ini perlu diterima secara kritis.
4.      Masyarakat dan kebudayaan sebagai sumber pengetahuan ilmu-ilmu sosial. masyarakat dan
kebudayaan adalah realitas sosial yang dapat dijadikan lahan penelitian ilmu-ilmu sosial. sebagai
realitas sosial merupakan penyedia fakta keilmuan, dan sekaligus wilayah uji teori keilmuan.

Bagaimana Bahan Pembelajaran itu Dibelajarkan


Membelajarkan bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial merupakan pilihan metode
mengajar. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial adalah fakta, konsep, generalisasi, teori tentang
peristiwa sosial dan gejala rokhani warga masyarakat. Singkatnya bahan pembelajaran ilmu
sosial berisi unsur keilmuan dannilai kemanusiaan.
Unsur-unsur keilmuan dapat dipelajari secar efektif dengan internalisasi dan latihan
perilaku. Pilihan metodologis shubungan dengan bahan kognitif dan afektif tersebut merupakan
pilihan yang musykil. Secara teortis hubungan pembelajar dan pebelajar merupakan akibat lanjut
dari pilihan pendekatan pembelajaran.
Pada pembelajaran ilmu-ilmu sosial diharapkan untuk memilih pendekatan-pendekatan
yang menaktifkan pebelajar berperilaku, belajar mandiri, berkesepatan menginternalisasi nilai
kemanusiaan. Pendekatan laboratorie, discovery, inkuiri, fenomenologis, dan humanistis
disarankan untuk digunakan. Dengan menggunakan kelima pendekatan tersebut maka pebelajar
berkemunkinan untuk ber-ajar unsur keilmuan baik berupa nilai kemanusiaan.
Suatu prayarat yang harus dipenuhi oleh pebelajar agar dapat ber-ajar aktip pada
pembelajaran ilmu sosial adalah (i) pebelajar sudah mampu membaca dalam hati, (ii) mampu
bekerja mandiri, (ii) mampu bekerja sama dengan orang lain secara minimal, (iv) secara
sederhana mampu menggunakan simbol-simbol verba, grafis, model ilmiah, dan simbol nilai.
Sudah barang tentu kemampuan pebelajar tersebut akan meningkat apabila pembelajar bersikap
terbuka dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial.
KONSEP EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN ILMU-ILMU SOSIAL

Evaluasi merupakan bagian integral dari progrm pembelajaran. Norman Gronlund


menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran berperan penting pada proses mengajar-belajar di
kelas, dan juga bermanfaat pada program pengjaran, pengembangan kurikulum, program
kecakapan, pemberian nilai dan raport, bimbingan dan penyuluhan, administrasi pendidikan dan
program penelitian sekolah. Evaluasi sebagai kegiatan telah deteliti oleh berbagai ahli.
Secara sistemik evaluasi merupakan bagian integral pembe-lajaran.  Ada bermacam-
macam model evaluasi pembelajaran. Theodore Kaltsounis (1989) mengemukkan pengtingnya
memposisikan evaluasi pembelajaran berjalan secara komprehensip dengan langkah-langkah
mengajar yang lain. Langkah-langkah integral pembelajaran tersebut sebagai berikut.
1.      penyusunan program pembelajaran ilmu sosial atau IPS sejalan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat,
2.      penyusunan tujuan pembelajaran umum berkenaan dengan issue dan generalisasi, suatu langkah
sejajar dengan kegiatan penilaian pebelajar dan penempatan di program pembelajaran. Langkah
ini merupakan evaluasi diagnostic dan penempatan.
3.      penyusunan tujuan pembelajaran khusus (objective) berkenaan dengan pengetahuan, nilai sosial,
keterampilan intelektual, keterampilan klarifikasi nilai, dan keterampilan sosial. Langkah ini
bersamaan dengan penilaian kebutuhan pebelajar belajar secara kognitif, efektif, dan
keterampilan.
4.      pemilihan strategi pembelajaran, dengan pendekatan inkuiri.
5.      monitoring kesukaran belajar (evaluasi formative),
6.      modifikasi pembelajaran,
7.      evaluasi sumative, dan evaluasi dignostic dalam acuan remedial.
8.      revisi program dan penyusunan raport.
Evaluasi pembelajaran ilmu sosial pada dasarnya meliputi empat hal yaitu (i) evaluasi
diagnostic penempatan, (ii) evaluasi formative, (iii) evaluasi diagnostic remidial, dan (iv)
evaluasi summative. Evaluasi  diagnostic penempatan dilaksankan pada awal proses
pembelajaran untuk mengenal pebelajar dan mmelatakkan pebelajar pada berbagai tingkat
tujuan.
Evaluasi formative berguna untuk memantau efektivitas pembelajaran, sebhubungan
dengan strategi menajar, hasil belajar, cara belajar, dan konstruksi kurikulum. Evaluasi formative
mendasari perbaikan proses mengajar belajar. Evaluasi ini sangat penting bagi belajar tuntas.
Evaluasi diagnostic reminial bertuna untuk mengenal sebab-sebab kesulitan belajar.
Pelaksana evaluasi summative ini sebaiknya adalah seorang ahli. Evaluasi summative
dilaksanakan pada akhir program pembelajaran. Tujuannya adalah utnuk menentukan tingkat
hasil belajar, dan mentukan efektivitas program pembelajaran secara menyeluruh. Evaluasi
pembelajaran ilmu sosial sebagai bagian integral pembelajaran program pembelajaran bertautan
dengan tujuan pembelajaran, pendekatan, metode teknik-model pembelajaran, unsur keilmuan.
Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial
maka pembelajar ilmu sosial secara kreatif dapat memilih: (a) tipe program pembelajaran ilmu
sosial, (b) penentuan tekanan tentang tujuan pembelajaran (goal dan objective), (c) pendekatan
pengarajan yang dapat paralel dengan penelitianilmu-ilmu sosial, (d) unsur keimuan berupa
fakta, konsep, generalisasi, teori, model ilmiah, hipotesis, niliai-nilai, (e) model pembelajaran
dari keluarga IPM, SIM, PM atau BM (Joyce & Weil), (f) pendekatan mengenai media
penajaran, dan (g) pendekatan teknik-teknik evaluasi pengarajan ilmu-ilmu sosial.
Pilihan  tindak-tindak mengajar tersebut merupakan kebebasan profesional pembelajaran ilmu-
ilmu sosial yang menjadi bagian dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial.
PROBLEMATIKA KONSEPTUAL PEMBELAJARAN ILMU-ILMU SOSIAL

Pembelajaran ilmu-ilmu sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan pembelajaran ilmu-
ilmu yang lain. Keserupaan itu disebabkan oleh kenyataan bahwa (i) ilmu-ilmu sosial adalah
ilmu empiris, yang bahan pengetahuannya bersal dari hasil penelitian ilmiah, (ii) ilmu-ilmu sosial
terdiri dari fakta, konsep generalisasi, konstruk, model-model ilmiah, dan teori, (iii)
pembelajaran ilmu-ilmu sosial merupakan realitas pembelajaran yang dapat diteliti, baik secara
ex postfacto, empiris, maupun eksperimental (kuasi ekperimental). Pembelajaran ilmu-ilmu
sosial berada dalam konteks pembelajaran ilmu-ilmu yang lain. kedudukan pembelajaran ilmu-
ilmu sosial diantara ilmu-ilmu yang lain tergantung pada kebijaksanaan terhadap ilmu
pengetahuan. Hal ini sebenarnya terletak di luar pembelajaran ilmu sosial, walaupun dapat
diduga akan berpengaruh pada pembelajaran ilmu sosial.
Pada umumnya ilmu pengetahuan dibuat atau terbentuk untuk memecahkan masalah
masyarakt. Terkait dengan “pemecahan masalah masyarakat” inilah banyak kalangan yang
mempersoalkan fungsi ilmu-ilmu sosial dan fungsi pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Pertanyaan
tentang  ilmu-ilmu sosial dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah masalah-masalah sosial (masyarakat, negara, bangsa dan dunia internasional)
merupakan prblem yang dapat dipecahkan oleh ilmu-ilmu sosial?
2.      siapakah yang menjadi klien, dan tujuan siapakah yang akan digarap oleh ilmuwan sosial ?
3.      apakah masyarakt itu dapat dijadikan sejenis “patient” oleh ilmuan? Siapa dan apa yang harus
diubah oleh ilmuawan sosial?
4.      Variabel-variabel strategis (hal-hal penting mana) apakah yang dapat dipandang sebagai hal-hal
yang dapt dikontrol?
5.      Variabel apakah yang dipandang tetap dan apakah yang dapat diubah?.
6.      Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat digunakan analogi, sutu perbandingan
dan fungsi ilmuwan-kelamaan.
Sebagai ilustrasi, kerja seorang konselor, atau ahli komputer. Konselor berkewajiban
memberikan berbagai pertimbangan konseling pada kliennya, ahli komputer memperbaiki dan
menciptakan program komputer. Ahli-ahli tersebut bekerja secara profesional dengan
menggunakan dasar hasil-hasil penelitian eksperimental. Ahli-ahli tersebut menghadapi masalah
masyarakat, tetapi ia dapat melokalisirnya dalam bidangnya masing-masing. Sebaliknya,
ilmuwan sosial menghadapi problem dalam arti menyangkut harkat dan masyarakat serta
ilmuwan sosial tidak bekerja di laboratorium, tetapi ia bekerja secara laboratoris. Penelitiannya
tergolong kuasi-eksperimental. “Penyakit” sosial cenderung “disembunyikan” oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan.
Ilmuwan sosial hanya menemukan masalh secara terinci, terstruktur, masalah sebenarnya
dan sesungguhnya. Ilmuwan sosial hanya memberikan pengertian mendalam tentang masyarakat
(dalam arti lembaga, proses, aturan, tindakan, dan nilai-nilai) dan pemahaman tentang
indetifikasi diri manusia seutuhnya.
Pengetahuan yang disumbangkan oleh ilmuwan sosial berupa “saran tentang bagaimana
mengubah kondisi sosial manusia rekonstruksi sosial”, dan tidak berusaha mengubah diri
manusia. Ilmuwan sosial tidak dapt memcahkan masalah sosial dengan bekerja seorang diri. Hal
ini berbeda dengan ilmuwan keilmualaman. Pertanyaan tentang fungsi pembelajaran ilmu-ilmu
sosial dapat dirumuskan sebagai berikut: (i) bagaimanakah kedudukan cabang ilmu-ilmu sosial
dalam suatu kurikulum sekolah? Pertanyaan ini mempersoalkan cabang-cabang ilmu sosial
seperti sejarah, ilmu ekonomi,geografi, antropologi pada jenjang SD, SMTP, SMTA kelas A1,
A2, A3, A4 atau yang lain. (ii) apakah tujuan pengajaran atau tujuan belajar ilmu-ilmu sosial?
pertanyaan ini mempersoalkan misi pendidikan sekolah sebagai alat rekonstruksi sosial, dan
mengacu pada pendidikan sekolah sebagai alat  rekonstruksi sosial, dan mengacu pada
pendidikan pribadi, socio-civics, dan pendidikan intlektual. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial
tentang nilai-nilai erat hubungannya dengan pendidikan pribadi, untuk itu, kalangan pembelajar
hendaknya menjadikan pembelajarannya sebagai media yang efektif bagi pengembangan dan
pelatihan kepribadian pebelajar.
ILMU – ILMU SOSIAL DAN SEJARAHNYA

Hubungan IPS dengan Mata Pelajaran Lainnya


A.      Hubungan IPS dengan Mapel  Agama
Kesadaran akan adanya keterbatasan dari diri manusia telah ada sejak manusia itu ada.
Keterbatasan akan memahami kejadian alam seperti gempa bumi, gunung meletus, dan
sebagainya. Keterbatasan manusia memahami peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
seperti kelahiran, kematian,sakit dan mimpi. Kesadaran ini menyadarkan manusia akan adanya
kekuatan diluar dari dirinya yang tidak tampak  dan diluar jangkauan pikirannya yaitu disebut
kekuatan supranatural.
Dari adanya kesadaran akan kekuatan supranatural itulah lahir sistem kepercayaan. Seperti
kepercayaan pada roh nenek moyang (animisme), kepercayaan pada kekuatan alam
(dinamisme),  kepercayaan yang menganggap suci binatang tertentu (totemisme), pemujaan
kepada pelaksanaan upacara (shamanisme), percaya pada dewa-dewa (politheisme), dan
sebagainya.

B.       Hubungan IPS dengan Bahasa Indonesia


Bahasa mencerminkan kepribadian individu dan kebudayaan masyaraktnya, dan pada
gilirannya bahasa turut membentuk kepribadian dan kebudayaan. Hubungan antara bahasa
seorang individu dan kepribadiannya, seperti juga halnya hubungan antara bahasa dan
kebudayaan. Cara berbicara seseorang mencerminkan kepribadiannya, gaya kognitifnya dan
disposisi kepribadiannya.Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh
dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan
pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi
yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus
menguasai bahasanya.

C.      Hubungan IPS dengan Pendidikan Kewarganegaraan


Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui
pemahaman terhadap nilai-nilai dan kebudayaan masyarakat serta menjadi warga negara yang
baik. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya dan
mengembangkan kemampuan siswa  menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada
setiap persoalan yang dihadapinya.
TUJUAN PEMBELAJARAN ILMU-ILMU SOSIAL

Dewasa ini timbul tuntutan profesional yang mengemukakan pentingnya tanggung


jawab profesional dan relevansi pendidikan. Artinya, apa yang dibelajarkan dan dipelajari harus
berguna bagi individu, masyarakat, dan negara. Pendidikan dan sistem pendidikan dipandang
bertanggung jawab atas kegagalan atau keberhasilan kegiatan pendidikan.
Dalam pendekatan sistem kebutuhanm tujuan intruksional, merupakan pertimbangan
untuk pemilihan bahan pembelajaran. Penilaian tentang jenis dan tingkat kebutuhan dilakukan
oleh perendana program pendidikan pada tingkat nasional atau yayasan. Pembelajar bertugas
menjabarkan kebutuhan tersebut pada tingkat kelas. Ada lima tipe kebutuhan yang perlu
diperhitungkan oleh pembelajar, yaitu (i) kebutuhan normatif, (ii) keinginan, (iii) tuntutan, (iv)
kebutuhann perbandingan, dan 9v) kebutuhan pada masa yang akan datang. Secara paedagogis
pembelajar perlu menawarkan kelima tipe kebutuhan pada masa yang akan datang. Secara
pendagogis pembelajar perlu menawarkan kelima tipe kebutuhan tersebut kepada pebelajar,
sebab pada umumya pebelajar belum menyadari adanya kebutuhan tersebut.
Perencanaan pendidikan atau ahli kurikulum bertanggung jawab meramu bahan
pembelajaran sesau kebutuhan masyarakat dan negaranya. Bila kebutuhan telah diidentifikasi,
diperiksa, dan kemudian urutan prioritas ditentukan, maka kebutuhan tersebut dijabarkan
menjadi tujuan intruksional dalam arti aim, goal, dan objective. Menurut Tobert F. Maager
tujuan dalam arti objective atay behavioral objective (tujuan berupa perilaku) melukiskan
keadaan pada si pebelajar. Secara umum tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial, khsusnya dalam
arti social studies atau IPS, adalah meliputi tiga segi pendidikan seperti humanistic education,
socio-civic education, dan intllectuall education (pendidikan kemanusiaan, kemasyarakatan-
kenegaraan, dan pendidikan intelektual).
Jabaran tujuan umum pembelajaran tersebut berbeda-beda menurut berbagai ahli yang
meneliti tujuan pembelajaran. Pada umunya di Amerika Serikat ada tiga cara pengklasifikasi
pendidikan intelektual yang dgunakan yaitu (a) cara Benjamin Bloom dkk, (b) cara J.P. Guilford,
dan (c) cara Hilda Taba. Bloom dkk, membedakan enam katagori kongnitif, yaitu (i)
pengetahuan, (ii) komprehensi, (iii) aplikasi, (iv) analisis, (v0 sistesis, dan (vi) evaluasi. Dalam
teori operasi  mental Guilford mengemukakan lima keterampilan dasar berupa (i) kognisi--
sebanding dengan kesesuaian fakta dan idea, (ii) ingatan--sehubungan dengan ingatan pada suatu
informasi, (iii) berfikir konvergensi—menyatakan norma perilaku, (iv) berfikir divergensi—
menunjukan ada kreativitas dan kecakapan memcahkan masalah, dan (v) evaluasi—seperti
maksud Bloom.
Hilda Taba mengemukakan pengkategorian yang disebut tugas kognitif (cognitive tasks).
Tugas kognitiv tersebut adalah (i) pembentukan konsep. Konsep terbentuk apabila pebelajar (a)
menghitung unsur, (b) menemukan dasar untuk mengelempokan unsur, (c) mengidentifiasi ciri-
ciri umum unsur dalam kelompok, (d) memberi nama kelompok, dan (v) memasukkan unsur-
unsur yagn terhirung dalam nama-nama kelompok tersebut. (ii) Tugas kognitiv kedua adalah
terdiri dari interprestasi,  mengemukakan pendapat, danmenarik generalisasi. (iii) tugas kognitiv
ketiga adalah menggunakan fakta dan prinsip untuk menerangkan fenomena yang tidak nma atau
memprediksikan akibt adanya kondisi yang telah diketahui.
Pengkategorian tingkat berfikir ketiga ahli tersebut bergerak dari tingkat berfikir
sederhana menuju ke yang kompleks. Tentang pendidikan moral pada pembelajaran IPS juga
banyak penelitian. Model-model pendidikan moral yang terkenal di Amerika Serikat adalah
model Asosiasi Filsafat Columbia, model Rauf, model Hunt dan Metcalf, model Hilda Taba,
model Oliver dkk, model Rathdkk, model Kohlberg.
Pada umunya ahli-ahli pendidikan moral pendapat bahwa tujuan umum pembelajaran IPS
adalah membantu pebelajar utnuk mengembangkan keterampilan keputusan rasional sehingga ia
dapa memecahkan persoalan pribadi dan ikut berpartisipasi sosial. Agar seseorang dapat
mengambil keputusan rasional sehingga ia dapat memcahkan persoalan pribadi dan ikut
berpartisipasi sosial. Agar seseorang dapat mengambil keputusan rasional maka ia harus mampu
mengenal dan mengklarifiksi nilai-nilaisehingga ia dapat mengatasi konflik nilai secara
bijaksana.
Pada umumnya berbagai model pendidikan moral tersebut berupaya agar pebelajar dapat
mengenal nilai yang berlaku, kemudian menemukan, menganalisis dan menempatkan nilai
pilihannya dalam suatu hierarkhie, dan akhirnya mengembangkan nilai-nilai baru. Tentang
keterampilan sosial pada pembelajaran IPS, Fraenkel mengkategorikan sebagai keterampilan-
keterampilan untuk (i) membuat rencana dengan orang lain, (ii) partisipasi dalam usaha meneliti
sesuatu, (iii) partisipasi prifuktif dalam diskusi kelompok, (iv) menjawab secara nopan
pertanyaan orang lain, (v) memimpin diskusi kelompok, (vi) bertindak sear bertanggung jawab,
dan (vii) menolong orang lain. Tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial yang berdimensi (i)
pendidikan kemanusiaan, (ii) pendidikan socio-civic, dan (iii) pendidikan intelektual tersebut
merupakan inti pendidikan di sekolah.
Ketiga dimensi tujuan tidak terlepas dari materi ilmu-ilmu sosial yang berupa peristiwa
sosial dan gejala rohani. Materi ilmu-ilmu sosial yang berpa realita sosial tidak terlepas dari
nilai-nilai kemanusiaan yang hanya terungkap sebagai matarealita sosial. dimensi-dimensi
kemanusiaan dan socio-civic merupakan kekhususan materi ilmu-ilmu sosial, sedangkan dimensi
intelektual ditemukan pada pembelajaran ilmu-ilmu yang lain.
Dalam dimensi intelektual tersebut, mengingat  dilemma ilu-ilmu sosial di Indonesia,
maka tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di semua jenjang sekolah perlu memprioritaskan
didikan nilai prasyarat terbentuknya ilmu pengetahuan. Nilai-nilai dasar tersebut adalah (a) nilai
dasar penelitian, seperti keingin tahuan ilmiah, objektivitas, kreativitas, kejujuran, (b) nilai
pendukung keberhasilan penelitian seperti kebebasan, ketekunan, keluwesan, tilikan, dan (c) nilai
sistem sosial keilmuan, seperti pertimbangan objektif, tanggungjawab keilmuan, dedikasi
keilmuan, dan komunalitas keilmuan. Nilai-nilai dasar tersebut diats merupan aim atau tujuan
umum pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Tujuan umum tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut
menjadi objective oleh pembelajar.

DIPOSTING OLEH JAKNI PPKN DI 08.00

Anda mungkin juga menyukai