PENDAHULUAN
b. Pendekatan Berhubungan
c. Pendekatan Terpisah
1. Pendekatan Terpisah
Yaitu pendekatan dimana sikap disiplin dalam ilmu social diajarkan secara terpisah. Tujuan dan
materi pembelajaran dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan.
2. Pendekatan Gabungan
Pendekatan pendidikan ilmu social yang menggabungkan (korelasi) beberapa disiplim ilmu
sosial dalam melakukan kajian terhadap suatu pokok bahasan.
3. Pendekatan Multidisiplin
Yaitu pendekatan ilmu social yang menggunakan lebih dari satu disiplin ilmu, tetapi
dipertahankan dua kedudukan satu disiplin ilmu terhadap masalah sama denagn kedudukan
disiplin ilmu lain.
4. Pendekatan Terpadu
Yaitu pendekatan yang memadukan berbagai disiplin ilmu social sedemikian rupa sehingga batas
antara satu disiplin ilmu dengan lainnya sudah tak tampak.
Syntetik Social Scienes
Upaya untuk memadukan berbagai disiplin limu social menjadi suatu disiplin baru.
Pelopornya Bruner dkk dari Universitas Harvard.
Landasan Pendidikan Ilmu Sosial
Guru yang baik adalah guru yang mempunyai wawasan dan kesadaran akan manfaat ilmu yang
diajarkan.
Manfaat:
a. Pengembangan karier
b. Mencari dan menambah pengetahuan
c. Penumbuhan keterampilan professional baru
d. Perbaikan profesi belajar siswa yang dibimbingnya
Landasan Filosofis Pendidikan
Dasar pandangan seseorang mengenai tujuan yang seharusnya dicapai, materi yang apa
yang seharusnya diajarkan, proses belajar apa yang harus dikembangkan dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan.
Ada tiga macam aliran dalam falsafah kurikulum:
1. Aliran Esensial
Berpandangan agar sekolah menjadi pusat keunggulan pendidikan harus disajikan dalam bentuk
keilmuan dan kurikulumnya adalah kurikulum disiplin ilmu.
Tanner dan Tanner (1980)
Intelektualisme adalah tujuan yang paling mendasar dari setiap upaya pandidikan.
2. Aliran Perenialisme
Berpandangan bahwa pendidikan harus diarahkan pada pengembangan intelektual siswa.
Tanner dan Tanner (1980)
Beranggapan bahwa pendidikan harus diarahkan secara eksklusif pada pengembangan intelektual
tersebut, harus didasarkan pada studi yang dinamakan Liberal Arts dan buku besar.
3. Aliran Rekonsrukturionis
Berpandangan bahwa pendidikan sebagai wahana untuk mengembangkan kesejateraan
social (Tnner dan Tanner).
a. Intelektual bukan tujuan yang dikehendaki
b. Menyelesaikan problema masyarakat untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat jauh lebih
penting dari pengembangan intelektualisme keilmuan
Landasan Politis
Untuk Indonesia dihubungkan dengan keputusan formal dalam pendidikan, seperti
Pancasila, UUD 45, UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri.
UU Pendidikan No. 20 Tahun 2003: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Tuntutan Masyarakat
Menurut Tyler, (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984):
Tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan masyarakat yang pesat selalu membawa dampak bagi kehidupan social, ekonomi,
dan budaya. Munculnya nilai dan norma baru yang mungkin dianggap berbeda, bahkan
bertentangan dengan apa yang diyakini anggota mayarakat itu sebagai individu ataupun
kelompok. Jenis tujuan ada dua:
1. Tujuan Obyektif, yaitu tujuan yang dicapai dalam 1-2 kali pertemuan kelas atau dapat dicapai
dalam 1 satuan pengajaran (satpel).
2. Development Obyektif, yaitu pencapaiannya melalui penguasaan materi yang cukup lama oleh
siswa.
Pengetahuan dan Pemahaman, Merupakan tujuan yang paling dasar. Pengetahuan berhubungan
dengan kemampuan/daya ingat siswa. Menurut Triggs (1991) Seseorang yang belajar IPS harus
memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai:
1. Ruang lingkup dan pokok kajian
2. Struktur keilmuan dari setiap disiplin
3. Fakta, konsep, peristiwa yang dianggap penting
4. Pokok pikiran keilmuan
5. Teori yang dianggap penting dan relevan
6. Tokoh yang melahirkan teori
7. Isu penting yang ada di masyarakat
TRANSAKSIONAL RESOURCES ILMU-ILMU SOSIAL
Ilmu-ilmu sosial berkembang seiring dengan kegiatan penelitian ilmuwan sosial. Oleh
karena itu bahan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan diberbagai bagian muka bumi
dan negara makin bertambah. Makin bertambahnya bahan pengetahan tentang masyarakat dan
kebudayaan akan mempermudah penyususnan bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah-
sekolah. Artinya, jika bahan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan Indonesia banyak
misalnya, maka penyususnan bahan pengajajaran tentang Indonesia semakin mudah. Sebaliknya,
jika bahan pengetahuan Indonesia tersebut sedikit misalnya, maka penyusunan bahan
pengetahuan tentang Indonesia akan mengalami kesukararan. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial
terpengaruh oleh kondisi ilmu-ilmu sosial. penentuan bahan pengetahuan pada kurikulum ilmu-
ilmu sosial IPS terpengaruh oleh kekayaan unsur-unsur pengetahuan pada cabang-cabang IS
seperti sejarah, geografi, ekonomi, politik dalam acuan ciri, sosiologi, dan antropologi.
Tersedianya unsur-unsur keilmuan sejarah, geografi, ekonomi, politik dalam arti Civics,
sisiologi, dan antropologi negara tertentu memudahkan penyusunan kurikulum IPS pada jenjang
SD, SLTP, dan SLTA. Unsur-usur keilmuan IS yang menjadi bahan pembelajaran ilmu-ilmu
sosial tersebut adalh fakta, konsep, generalisasi, dan teori-teori. Di samping unsur yang
terstruktur secara statis sebagai bangunan IS tersebut, terdapat juga alat ilmu seperti metode
penelitian ilmiah, hipotesis, teknik uji kebenaran ilmiah, model-model ilmiah. Alat-alat keilmuan
seperti metode penelitian tersebut merupakan segi dinamis keilmuan. Keseluruhan unsur
keilmuan tersebut dijadikan bahan pengetahuan IS yang dibelajarkan oleh pembelajar atau yang
dipelajari oleh pebelajar.
Penyususnan unsur keilmuan IS menjadi perogram pembelajaran pebelajar.
Penyususnan unsur keilmuan IS menjadi program pembelajaran IS terkait pada tipe-tipe
kurikulum baik yang mono disiplin, atau inter disiplin. Sebagai ilustrasi akan dikemukakan
contoh-contoh konsep, generalisasi, teori, yang lazim dibelajarkan. Contoh-contoh tersebut
diadaptasi dari karya James A. Banks dan Pearl M.Oliner. Bangunan ilmu sosial merupakan
jaringan hubungan antara fakta, konsep, generalisasi, dan teori.
Secara struktural bubungan keempat unsur tersebut terlukis dalam teori Durkhiem tentang
bunuh diri. Secaera empiris teori Durkhiem tersebut menerangkan perbandingan tingkat bunuh
diri. Rangkain teori Durkheim tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Di dalam kelompok sosial, tingkat bunuh diri bermacam-macam secara langsung berhubungan
dengan tingkat individualisme.
2. Tingkat individualisme bermacam-macam berhubungan dengan insiden Protestantisme.
3. Oleh karena itu, tingkat bunuh diri bermacam-macam sehubungan dengan insiden
Protestantisme.
4. Insiden Protestantisme di Spanyol rendah.
5. Oleh karena itu, tingkat bunuh diri di Spanyol rendah.
Cabang ilmu-ilmu sosial adalah ilmu empiris, artinya bertitik tolak dari fakta. Tiap cabang
ilmu sosial memperlajari fenomena sosial dengan perhatian berbeda, dan karenanya memperoleh
seperangkat konsep yang berbeda pula. Konsep-konsep pada disiplin ilmu sosial tertentu yang
umumnya dipelajari di sekolah. Konsep tersebut merupakan konsep kunci pada cabang ilmu
tertentu yang bermanfaat bagi para pebelajar IPS jenjang sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Penyelenggaraan pembelajaran ilmu-ilmu sosial dapat dilaksanakan berdasarkan kurikulum
mono disiplin. Oleh karena itu terdapat juga konsep-konsep cabang ilmu yang menjadi konsep
IPS yang interdisiplin.
Hilda Taba yang menyusun IPS interdisiplin berhasil menghimpun konsep ilmu sosial
menjadi konsep IPS interdisiplin. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau bahan pembelajaran
IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial adalah ilmu pengetahuan, dan oleh karena
itu sebagai ilmu otonom berlaku arti sebagai aktifitas, sebagai metode, dan sebagai pengetahuan
ilmiah.
Secara statis bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau dalam konsep IPS terdiri dari unsur
keilmuan yang statis dan dinamis. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah sudah tentu
akan bermuatan unsur-unsur keilmuan. Makin tinggi jenjang sekolah, maka jumlah konsep,
generalisasi, teori dan metode penelitian makin besar. Lebih dari itu, maka ilmu adalah suatu
kegiatan dengan metode ilmiah yang ingin mencapai misi ilmiah.
SUMBER PEMBELAJARAN ILMU SOSIAL DAN IPS
Pembelajaran ilmu-ilmu sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan pembelajaran ilmu-
ilmu yang lain. Keserupaan itu disebabkan oleh kenyataan bahwa (i) ilmu-ilmu sosial adalah
ilmu empiris, yang bahan pengetahuannya bersal dari hasil penelitian ilmiah, (ii) ilmu-ilmu sosial
terdiri dari fakta, konsep generalisasi, konstruk, model-model ilmiah, dan teori, (iii)
pembelajaran ilmu-ilmu sosial merupakan realitas pembelajaran yang dapat diteliti, baik secara
ex postfacto, empiris, maupun eksperimental (kuasi ekperimental). Pembelajaran ilmu-ilmu
sosial berada dalam konteks pembelajaran ilmu-ilmu yang lain. kedudukan pembelajaran ilmu-
ilmu sosial diantara ilmu-ilmu yang lain tergantung pada kebijaksanaan terhadap ilmu
pengetahuan. Hal ini sebenarnya terletak di luar pembelajaran ilmu sosial, walaupun dapat
diduga akan berpengaruh pada pembelajaran ilmu sosial.
Pada umumnya ilmu pengetahuan dibuat atau terbentuk untuk memecahkan masalah
masyarakt. Terkait dengan “pemecahan masalah masyarakat” inilah banyak kalangan yang
mempersoalkan fungsi ilmu-ilmu sosial dan fungsi pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Pertanyaan
tentang ilmu-ilmu sosial dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah masalah-masalah sosial (masyarakat, negara, bangsa dan dunia internasional)
merupakan prblem yang dapat dipecahkan oleh ilmu-ilmu sosial?
2. siapakah yang menjadi klien, dan tujuan siapakah yang akan digarap oleh ilmuwan sosial ?
3. apakah masyarakt itu dapat dijadikan sejenis “patient” oleh ilmuan? Siapa dan apa yang harus
diubah oleh ilmuawan sosial?
4. Variabel-variabel strategis (hal-hal penting mana) apakah yang dapat dipandang sebagai hal-hal
yang dapt dikontrol?
5. Variabel apakah yang dipandang tetap dan apakah yang dapat diubah?.
6. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat digunakan analogi, sutu perbandingan
dan fungsi ilmuwan-kelamaan.
Sebagai ilustrasi, kerja seorang konselor, atau ahli komputer. Konselor berkewajiban
memberikan berbagai pertimbangan konseling pada kliennya, ahli komputer memperbaiki dan
menciptakan program komputer. Ahli-ahli tersebut bekerja secara profesional dengan
menggunakan dasar hasil-hasil penelitian eksperimental. Ahli-ahli tersebut menghadapi masalah
masyarakat, tetapi ia dapat melokalisirnya dalam bidangnya masing-masing. Sebaliknya,
ilmuwan sosial menghadapi problem dalam arti menyangkut harkat dan masyarakat serta
ilmuwan sosial tidak bekerja di laboratorium, tetapi ia bekerja secara laboratoris. Penelitiannya
tergolong kuasi-eksperimental. “Penyakit” sosial cenderung “disembunyikan” oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan.
Ilmuwan sosial hanya menemukan masalh secara terinci, terstruktur, masalah sebenarnya
dan sesungguhnya. Ilmuwan sosial hanya memberikan pengertian mendalam tentang masyarakat
(dalam arti lembaga, proses, aturan, tindakan, dan nilai-nilai) dan pemahaman tentang
indetifikasi diri manusia seutuhnya.
Pengetahuan yang disumbangkan oleh ilmuwan sosial berupa “saran tentang bagaimana
mengubah kondisi sosial manusia rekonstruksi sosial”, dan tidak berusaha mengubah diri
manusia. Ilmuwan sosial tidak dapt memcahkan masalah sosial dengan bekerja seorang diri. Hal
ini berbeda dengan ilmuwan keilmualaman. Pertanyaan tentang fungsi pembelajaran ilmu-ilmu
sosial dapat dirumuskan sebagai berikut: (i) bagaimanakah kedudukan cabang ilmu-ilmu sosial
dalam suatu kurikulum sekolah? Pertanyaan ini mempersoalkan cabang-cabang ilmu sosial
seperti sejarah, ilmu ekonomi,geografi, antropologi pada jenjang SD, SMTP, SMTA kelas A1,
A2, A3, A4 atau yang lain. (ii) apakah tujuan pengajaran atau tujuan belajar ilmu-ilmu sosial?
pertanyaan ini mempersoalkan misi pendidikan sekolah sebagai alat rekonstruksi sosial, dan
mengacu pada pendidikan sekolah sebagai alat rekonstruksi sosial, dan mengacu pada
pendidikan pribadi, socio-civics, dan pendidikan intlektual. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial
tentang nilai-nilai erat hubungannya dengan pendidikan pribadi, untuk itu, kalangan pembelajar
hendaknya menjadikan pembelajarannya sebagai media yang efektif bagi pengembangan dan
pelatihan kepribadian pebelajar.
ILMU – ILMU SOSIAL DAN SEJARAHNYA