A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai salah satu mata pelajaran yang
diberikan di sekolah memiliki tujuan untuk memperbaiki, mengembangkan
dan memajukan hubungan-hubungan kemanusiaan dan kemasyarakatan. IPS
terorganisasikan secara sistematis dalam pengajaran dan kurikulum disekolah,
berfungsi untuk mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. IPS terdiri dari materi;
geografi, sejarah, sosiologi, ekonomi dan PKn bertujuan untuk membangun
peserta didik, agar menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan
bertanggung jawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai.
Mata pelajaran ini berperan mengfungsionalkan dan merealisasikan
ilmu-ilmu sosial yang bersifat teoritik kedalam dunia kehidupan nyata di
masyarakat. Oleh karenanya secara substansi materinya, IPS
mengintegrasikan dan mengorganisasikannya secara pedagogik dari berbagai
ilmu sosial yang diperuntukan bagi pembelajaran di tingkat persekolahan,
sehingga dengan memulai pembelajaran IPS diharapkan peserta didik mampu
membawa dirinya secara dewasa dan bijak dalam kehidupan nyata, dan
peserta didik tidak hanya mampu mengusai teori-teori kehidupan dalam
masyarakat tapi mampu menjalani kehidupan nyata di masyarakat sebagai
insan sosial. Dalam mengawali pembahasan mengenai teknis dan teori
pendidikan IPS di SD lebih lanjut maka perlunya diawali dengan penjelasan
mengenai hakikat IPS secara mendalam dan juga landasan IPS, khususnya
landasan Filosofisnya.
Materi pendidikan IPS yang akan dipelajari oleh siswa harus didasarkan
pada tujuan yang akan dicapai. Pelajaran IPS di Sekolah Dasar merupakan
nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah
konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan
masalah sosial kehidupan (Menurut Sapriya, 2009). Materi IPS untuk jenjang
sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena lebih dipentingkan
adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik kemampuan
berpikir peserta didik yang bersifat holistik.
1. Esensialisme
Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan bahwa kurikulum
harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa,
pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang
dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu.
Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme.
Proses belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki
kemampuan penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih
banyak berperan pada guru jika dibandingkan dari siswa.
2. Perenialisme
Perenialsme adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang
harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip
tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh
ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan
menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini
menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara.
Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya
(transfer of culture), seperti dalam Implementasinya pada kurikulum IPS
yang bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa
peserta didik dalam rangka menuju tercapainya integrasi bangsa. Aliran
ini juga dikenal menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran
universal yang tidak terikat pada ruang dan waktu, aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
3. Progresivisme
Progresivisme adalah aliran ini memandang bahwa sekolah
memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih
efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau
pendidik.Masalah tersebut biasanya ditemukan berdasarkan pengalaman
siswa.Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran Progresivisme
adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar
belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai
warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan
memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-
hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme
adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali kepada siswa
agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran,
kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.
4. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah aliran ini berpendapat bahwa sekolah
harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia.
Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa
mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan,
teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan
mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran
guna memproduksi pengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini
lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan
(inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan
bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan
hasilnya. Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya
pembelajaran.
Dalam implementasi pembelajaran IPS, misalnya siswa
mempelajari fakta-fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa
menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih
dahulu oleh guru. Misalnya dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan
adanya fakta orang-orang yang mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah
melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi
mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya
dalam aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau
membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif
melihat fakta dan dapat mendefinisikannya.
1. Positivisme.
Pemikiran August Comte dilatar belakangi oleh semaraknya berfikir
empiris dan era gelapnya abad tengah yang Teologik. Comte membagi
tahap berpikir menjadi tiga, yaitu: teologik, metaphisik, dan positivistic.
August Comte membedakan fenomena social menjadi (1) Social Statics
yang membahas tentang fungsi jenjang peradaban. (2) Social Dinamis
yang menelaah perubahan jenjang tersebut. Comte memberi corak dalam
paradigma kualitatif berupa kajian teori antropologi dan sosiologi-
historik.
2. Rasionalisme.
Rasionalisme merupakan lawan dari positivisme. Menurut rasionalisme
semua ilmu berasal dari pemahaman intelektual yang dibangun atas
argumentasi logic. Ilmu yang dibangun berdasar rasionalisme
menekankan pada pemaknaan empiri, pemahaman intelektual, dan
kemampuan berargumentasi secara logic dengan dukungan data empiric
yang relevan agar produk ilmu yang melandaskan diri pada rasionalisme
bukan fiksi.
3. Pragmatisme.
Ada dua ide utama dari pragmatisme, yaitu: (1) manusia adalah makhluk
yang aktif dan kreatif, (2) manusia memadukan kebenaran dengan value
dan action. Pragmatisme memadukan antara teori dan praktik.
4. Idealisme.
Menurut idealism, realitas terdiri dari ide-ide, fikiran-fikiran, akal (mind),
atau jiwa dan bukan benda material maupun kekuatan. Akal adalah yang
riil sedang materi adalah produk sampingan. Dengan demikian idealisme
mengangga bahwa dunia seperti mesin besar dan harus ditafsirkan sebagai
materi atau kekuatan saja.
5. Konstruktivisme.
Konstruktivisme pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico,
seorang epistemology Italia tahun 1710. Inti dari konstruktivisme adalah
bahwa realist tidak ada dengan sendirinya melainkan sebagai hasil bentukan
atau konstruksi dari subyek (personal, interpersonal, dan komunal), dan
bahwa kebenaran pengetahuan, nilai dan sikap senantiasa berubah melalui
proses rekontruksi skema kognitif, afektif dan psikomotor.
H. Simpulan
Dari beberapa teori dan kajian yang telah dibahas maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Paradigma IPS adalah model atau kerangka berpikir pengembangan IPS
yang diwacanakan dalam kurikulum pada sistem pendidikan Indonesia,
dan IPS merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau
manusia, dan merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu
sosial. Pendidikan IPS lebih ditekankan pada bagaimana cara mendidik
tentang ilmu-ilmu social atau lebih kepada penerapannya (application of
knowledge social studies). Ilmu yang disajikan dalam pendidikan IPS
merupakan suatu synthetic antara ilmu-ilmu social dengan ilmu ilmu-
ilmu pendidikan. Pendidikan IPS merupakan hasil rekayasa “inter cross”
dan “trans disipliner” antara disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin
ilmu sosial murni untuk tujuan pendidikan.
2. Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik
Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai
berikut :
a. Esensialisme
b. Perenialisme
c. Progresivisme
d. Rekonstruksionisme
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, TR. dan Asep, S. 2011. Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan
Teknologi. Subang: Royyan Press.
SDN cbu 11 Pg. 2009. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). [Online]. Tersedia di:
www.slideshare.net. Diakses 7 September 2015.
Supriatna, Nana, dkk,. 2010. Bahan Belajar Mandiri Pendidikan IPS SD.
Bandung : UPI PRESS.