Anda di halaman 1dari 44

Tujuan utama IPS adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap

masalah sosial, memiliki sikap mental positif, terampil mengatasi masalah yang terjadi baik
yang menimpa dirinya maupun masyarakatnya.
Secara aksiologis, paradigma filosofis harus meletakan pendidikan sebagai aktivitas
yang sarat akan nilai atau bermakna (repertoire of meanings) yang akan ditransformasi dan
di internalisasikan ke dalam peserta didik. Makna-makna tersebut meliputi
symbolic,emperic,esthetic, synnoetic, ethics dan synoptics.
Berdasarkan tinjauan filosofis, kajian PIPS dibangun secara sinergis, integratik, dan
sistemik sehingga mampu merefleksikan realitas dinamis dari PIPS. secara teoritik
pengkajian integratif sangat penting mendasar untuk menghindari kemungkinan terjadinya
bias teori.

Kata kunci : Pendidikan IPS, Tinjauan filosofis, Tujuan pendidikan


PENDAHULUAN
endidikan IPS merupakan bahan kajian
yang menarik. Pelaksanaannya pada
lembaga persekolahan mulai dari jenjang
sekolah dasar hingga menengah atas
memerlukan pemikiran-pemikiran yang lebih
mendasar sehingga tujuannya tercapai.
Munculnya berbagai masalah sosial yang
belum dapat disikapi dengan seksama
menandakan perlunya peningkatan
efektifitas pendidikan IPS.
Tujuan utama IPS adalah untuk
mengembangkan potensi siswa agar peka
terhadap masalah sosial, memiliki sikap
mental positif, terampil mengatasi masalah
yang terjadi baik yang menimpa dirinya
maupun masyarakatnya. Untuk itu IPS
dirumuskan atas dasar realitas dan

fenomena sosial yang mewujudkan suatu


pendekatan interdisipliner.
Secara

filosofis

teoritis

IPS mengembangkan landasan falsafah


esensialisme, perenialisme, progresivisme
dan rekonkstruksionisme. Esensialisme
menekankan pada penguasaan keilmuan.
Paham ini berpandangan bahwa pendidikan
adalah pendidikan disiplin keilmuan.
Tujuannya agar siswa menguasai disiplin
ilmu, menekankan pada academic exellence
and cultivation of intellect. Esensilisme lebih
menekankan pada pengembangan kognitif.
Paham perenialisme memandang
bahwa sasaran IPS yang harus dicapai
P
*) Hermanto, Drs., MM. Dosen Kopertis yang diperbantukan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNISMA BEKASI, Kandidat Doktor Pendidikan IPS Sekolah Pasca Sarjana UPI.

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


2
adalah kepemilikan atas prinsisp-prinsip
tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang
abadi serta tidak terikat oleh ruang dan
waktu. Paham ini bersifat

ideologis yang

menekankan siswa sebagai warga negara


yang memeiliki pengetahuan,
dan

sikap

keterampilan

yang diinginkan oleh negara

dan lebih menekankan pada transfer of


culture menuju tercapainya integrasi bangsa.
Paham progresivisme memandang
sekolah memiliki tujuan meningkatkan

kecerdasan siswa secara praktis sehingga


efektif dalam memecahkan masalahmasalah berdasarkan pengalamannya.
Paham ini menuntut pendidikan
memperhatikan kebutuhan individual siswa
berdasarkan latar belakang sosial budaya
dan mendorong untuk berpartisipasi aktif
sebagai warga negara dewasa, terlibat
dalam pengambilan keputusan, dan memiliki
kemampuan memecahkan masalah seharihari.
Paham rekonstruksionisme
memandang sekolah harus diarahkan pada
pencapaian tatanan kehidupan demokratis
yang mengglobal. paham ini menghedaki
agar siswa dan seluruh warga sekolah
mampu mengembangkan pengetahuan,
teori, dan pandangan tertentu yang paling
relevan dengan kepentingannya melalui
pemberdayaan siswa yang mampu
menemukan sendiri berdasarkan fakta-fakta
yang ada.
Muriel Crosby memandang bahwa
IPS adalah studi yang memperthatikan
bagaimana orang membangun
kehidupannya yang lebih baik bagi dirinya,
anggota keluarganya, bagaimana
memecahkan masalah, bagaimana orang
hidup bersama dan bagaimana mengubah
dan diubah oleh lingkungannya. Bruce Joyce
memandang bahwa tujuan IPS meliputi :
pendidikan kemanusiaan, kewarganegaraan

dan intelektual. Jack R. Fraenkel membagi


tujuan IPS menjadi: pengetahuan,
ketreampilan, sikap dan nilai.

BATANG TUBUH PENDIDIKAN IPS


Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) lahir saat
pendidikan di Indonesia mulai dikelompokan
pada ilmu pengetahuan alam meliputi kimia,
fisika, biologi serta ilmu pengetahuan social
meliputi ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi
dan antropologi. Pada masa itu mulai dikenal
kelompok IPA dan kelompok IPS.
Pada perkembangannya IPS
seringkali diartikan sebagai studi social
sebagaimana berkembang di Amerika
Serikat dengan isi kajiannya disesuaikan
terhadap kondisi Indonesia ( Sanusi:1998,
Sumantri:2001, Zainul:2008). National
Council for Social Studies (NCCS:2003)
mendefinisikan studi social :
the integrated study of the
social sciences and humaities to
promote civic competence. Within
the school program, social studies

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


3
provides coordinated, systematic
study drawing upon such
disciplines at anthropology,
archeology, economics, geography,

history, law, philosophy, political


science, psychology, religion and
sociology, as well as appropriate
content from the humanities,
mathematics, and natural science.
Penyelenggaraan pendidikan IPS
pada intinya ditujukan terhadap
pembentukan warga negara yang baik.
Seluruh konten studi social disajikan dengan
pendekatan dan metode memebentuk
pengetahuan, keterampilan social dan
akhirnya akan membentuk sikap dan
kepribadian yang baik.
IPS sebagai disiplin ilmu
dikembangkan dalam kerangka batang
tubuh keilmuan yang terdiri dari :
1. Adanya para ahli IPS
2. Adanya pola piker, pembicaraan dan
penulisan yang terdiri atas fakta, konsep,
generalisasi dan teori
3. Adanya pendekatan, metode dalam
proses mendapatkan pengetahuan,
pengorganisasiannya serta
penggunaannya.
4. Ada kegiatan mengembangkan struktur
konsep dan sintaktis
5. Ada dokumentasi hasil pemikiran dan
penelitian
6. Ada istilah dan definisi-definisi
operasional keilmuan
7. Ada tujuan yang akan dicapai

8. Ada dimensi keterkaitan antara dinamika


keilmuan dengan realitas kehidupan

Kerangka batang tubuh tersebut menjadi


kerangka kerja pengembangan keilmuan.
Pengembangan keilmuan dalam membahas
masalah-masalah social, terutama
menyajikan keilmuan IPS di sekolah
seyogyanya berorientasi pada pendekatan
mono disipliner, interdisipliner dan trans
disipliner.
Dalam filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu
social, dan ilmu pendidikan, belum
ditemukan

sub disiplin ilmu yang diberi

nama Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,


yang dalam kepustakaan SSEC dan NCSS
disebut sebagai Social Sciences Education
dan Social Studies. Belum ditemukannya
nama IPS karena bidang ini adalah sebuah
Program Pendidikan bukan sub disiplin Ilmu.
Pendidikan IPS bersumber pada (a)
disiplin ilmu-ilmu social, humaniora dan
kegiatan dasar manusia, (b) Ilmu
Pengetahuan alam untuk metode berpikir; (c)
disiplin Ilmu Pendidikan dan Psikologi
Pendidikan untuk teori belajar mengajar nya;
tujuan pendidikan Nasional yang melandasi
butir a, b, c untuk sasaran yang ingin
dicapainya.
Kalau kita akan menelusuri
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam
filsafat Ilmu, maka Pendidikan IPS harus

mampu menjawab beberapa pertanyaan


yaitu :
1. Objek apa yang ditelaah oleh PIPS
Ontologi ?
2. Bagaimana proses terjadinya
generalisasi teori dalam PIPSEpistemologi?
3. Untuk apa Pendidikan IPS akan
digunakan -Aksiologi?

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


4
Objek yang ditelaah oleh PIPS
sangat luas karena menyangkut empat unsur
yang terpadu yang membentuk PIPS. Empat
unsur tersebut akan besimbiosis dan
berintegrasi sehingga melahirkan arti
pendidikan IPS. Pendidikan IPS ada dalam
tanggung jawab FPIPS, maka seluruh
diskusi, penelitian dan kegiatan ilmiah
hendaknya

untk melahirkan generalisasi

teori mengenai Pendidikan IPS. Serangkaian


generalisasi dan teori PIPS akan digunakan
untuk menyiapkan calon guru, pendidik dala
bidang IPS pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah.
Kerangka pengembangan keilmuan IPS dapat dilihat dalam diagram berikut :

ALIRAN ALIRAN FILSAFAT DALAM IPS


Ada perbedaan analisis filsafat Ilmu dengan
Pendidikan IPS . Filsafat Ilmu dalam
mencarikebenaran selalu melepaskan diri
dari masalah praktis

yang

dihadapi

oleh masyarakat pada umumnya. Sedang


Pendidikan IPS lebih banyak berkenaan
dengan masalah kegiatan dasar manusia
Kebutuhan Dasar
Manusia
Kegiatan Dasar
Manusia
Produksi
/Konsumsi
Pemelihara
an/Perlindu
ngan
Komunikasi
dan
Transport
Estetika
Pemerintahan
Organisasi
Pendidikan
/ Rekreasi
Ilmu-Ilmu Sosial
Antropologi- Ekonomi-Geografi-Sejarah-Ilmu Politik-PPKn-Psikologi Sosial-Sosiologi
Fakta
Konsep
Generalisasi
Ilmu Pengetahuan
Sosial

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


5
yang terjadi dalam tiga lingkaran pendidikan
yakni : keluarga, sekolah dan masyarakat
yang akan memuat sistem nilai yang
diharapkan, dalam tujuan PIPS.
Untuk kepentingan pengembangan

PIPS secara akademik perlu ditunjukan


kaitan IPS dengan berbagai faham filsafat
ilmu: Emperisme, positivisme,rasionalisme
dan idealisme. Sedang dalam filsafat
Pendidikan di antaranya adalah
Perrenialisme, Esensialisme, Progresivisme,
dan Rekonstruksionisme ( Brameld , 1987).
A. Positivisme
Pemikiran August Comte dilatar
belakangi oleh semaraknya berfikir emperi
dan era gelapnya abad Tengah yang
Teologik. Comte membagi tahap berfikir
manusia menjadi tiga tahap yakni :
teologik,metaphisik dan positivistik. Sebagai
ahli matematika Comte mendudukan
matematika sebagai alat berfikir logik untuk
menjelaskan fenomena dengan metode
obsevasi, eksperimentasi dan komparasi.
August Comte membedakan fenomena
social menjadi: (1) social Statics yang
membahas tentang fungsi jenjang peradaban
, dan (2) Social Dinamis yang menelaah
perubahan jenjang tersebut. Positivisme
Comte memberi corak dalam paradigma
kualitatif berupa kajian teori antropologi dan
sosiologi-historik.

B. Rasionalisme
Rasionalisme merupakan lawan dari
Positivisme. Menurut Positivisme semua ilmu

berasal dari emperi sensual. Sedang


menurut Rasionalisme semua ilmu berasal
dari pemahaman inteletual yang dibangun
atas argumentasi logik. Ilmu yang dibangun
berdasar rasionalisme menekankan pada
pemaknaan empiri, pemahaman intelektual,
dan kemampuan berargumentasi

secara

logik dengan dukungan data emperik yang


relevan agar produk ilmu yang melandaskan
diri pada rasionalisme ini benar-benar ilmu
bukan fiksi.
Kritik Rasionalisme terhadap
Positivisme:
1. Positivime lebih mementingkan emperi
sensual dan mengabaikan pencarian
makna di balik sensual.

Menurut

Rasionalisme Tidak perlu mempertajam


antara analisis dan sintesis karena
proses analisis dan sintesis dan proses
deduksi maupun induksi berlangsung
terus menerus dan tejadi secara refletif
selama di lapangan. Emperi maupun
kemampuan sama sama pentingnya.
2. Terlalu menganggungkan fakta
Fragmetik,

Fakta tidak dapat dipahami

oleh manusia kecuali diberikan


pemaknaan berdasar teori tertentu. Fakta
penting dalam mejamin ilmu kalau
memiliki relevansi dengan emperi. Tanpa
itu ilmu sosial akan menjadi fiksi .

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


6
3. Bagi positivisme semua argumentasi dan
pemaknaan tanpa bukti emperi sensual
merupakan justifikasi. Sedang menurut
rasionalisme bukan semua argumentasi
dan pemaknaan itu justifikasi, karena
berargumentasi dan pembrian
pemaknaan selalu didahului dan diikuti
uji emperi secara terus-menerus dan
merupakan upaya berfikir rasionalistik.
4. Positivisme hanya mengakui Realitas
emperi sensual saja. Rasionalisme
mengenal tiga realitas yakni : emperi
sensual, emperi logik atau teoritik dan
emperi etik. Rasionalisme juga mengakui
bahwa penghayatan manusia juga
meliputi : nilai baik-buruk . emperi yang
layak- pantas, dan bermoral atau tidak.
Persamaan postivisme dengan
rasionalime dari segi ontologi adalah
keduannya menganut faham monisme
mengenai realitas yakni realitas ini
tunggal.
C. Pragmatisme
Ada dua ide utama dari pragmatisme
yakni : (1) manusia adalah makluk yang aktif
dan kreatif. (2) Manusia memadukan
kebenaran dan value dalam action. Paduan
antara kebenaran dan value dalam action

akan menampilkan kebenaran yang praktis (


peieree, 1905), yang fungsional (william
Jmes, 1909), yang berguna praktis (John
Dewey,1916).
Pragmatisme memadukan antara
teori dan praktik seperti pernyataan Peierre
tidak daripada
lebih
ada bedakemungkinan
makna dari perbedaan
sesuatu yang
praktik dipisahkan
apabila
Kebenaran dari
perlupaktik.
diperdebatkan
Pierre
mengkritik Cartesian yang selalu berakat
dari saya ragu
dalamadalah
penelitian.
Orang
mengadakan
penelitian
dalam rangka
mencai keyakinan, dan keyakinan tentang
kebenaran hanya diperoleh dengan cara
mencari dalam parktik.
Willian James mengembangkan lebih
lanjut konkrit,
telaah Pierre
. Yang
adalah
yang
individual
dan praktis
yang khusus,
dan yang efektif melawan yang abstrak dan
yang umum. Jammes seorang nominalist
menolak generality of meaning. Arti
pragmatis adalah membentuk idee guna
memenuhi kebutuhan dan minatnya bukan
mengkopi realitas. Kebenaran idee dapat
diuji lewat verifikasi dan eksperimental.
Selama idee yang teruji memenuhi
kebutuhan maka membuktikan bahwa
kebenaran ilmiah itu memenuhi kebutuhan
praktis.
Dewey mengembangkan teori
kebenaran dengan menggunakan metode
pragmatik. Untuk menguji kandungan kritis
dari Idee maka

kita harus bekerja dalam

konteks kegunaan melalui berfikir reflektif


maupun lewat pemecahan masalah.
Merumuskan korespodensi antara ide

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


7
dengan fakta mudah tetapi membuat
korespodensi dengan makna praktis yang
menjadi masalah.
Pada Cartesian
merupakan
titik : beragkat
saya tahu
penelitian.

Pada
Pierre meragukan
yang
dan
Dewey
mengkui
Fakta
bagi
adanya
Dewey
situasi
menjadi
acuan
untuk
membuat
penelitian.
Fakta yang disusun strukturnya lewat reflektif
atau eksperimentasi akan menjadi
kebenaran apabila telah teruji dengan
pembuktian adanya korespodensi antara
fakta dengan idee dan telah diuji engan
praktek.
D. Idealisme
Kata Idealisme dalam filsafat memiliki
arti yang berbeda dengan bahasa seharihari. Menurut Idealisme

realitas terdiri dari

ide-ide, fikiran-fikiran ,akal (mind), atau jiwa


(selves) dan bukan benda material maupun
kekuatan. Idealisme menekankan mind lebih
dahulu daripada materi. Akal adalah yang riil
sedang materi adalah produk sampingan.
Dengan demikan maka idealisme
menganggap bahwa dunia pada dasarnya
hanya sebuah mesin besar dan harus
ditafsirkan sebagai materi atau kekuatan
saja.
Idealisme adalah pandangan dunia
atau metafisik yang mengatakan bahwa
realitas dasar terdiri atas ide, fikiran dan jiwa.

Dunia dipahami dan ditafsirkan oleh


penyelidikan hukum-hukum fikiran dan
kesadaran dan tidak hanya oleh metoda
objektif semata. Terdapat harmoni yang
dalam antara manusia dan alam. Alam
adalah sistim yang logis dan spiritual, hal ini
tercermin

dalam usaha manusia untuk

mencari penghidupan yang lebih baik. Jiwa


merupakan bagian yang sebenarnya dari
dari proses alam. Proses ini dalam bagian
yang tinggi menunjukan dirinya sebagai
aktivitas, akal, jiwa atau perorangan.
Prinsip idealisme yang pokok adalah
kesatuan organik. Kaum idealisme condong
untuk menekankan teori koherensi atau
konsistensi dalam memperoleh kebenaran.
Suatu putusan (judgment) akan benar jika ia
sesuai dengan putusan-putusan lain yang
sudah diterima
Smith,
Nolan.1984,
sebagai
hal 316)
benar .(Titus ,
Idealisme dikelompokan menjadi tiga
yakni : idealisme subyektif, idealisme
obyektif dan personalisme. (Titus, Smith
Nolan, 1984:315-327)
a. Idealisme subyektif-immaterialisme yang
kadang-kadang disebut mentalisme atau
fenomenalisme. Menurut idealisme:
akal, jiwa dan persepsinya merupakan
segala yang ada. Benda-benda seperti
pohon dan bangunan itu ada tetapi
hanya ada dalam akal yang
mempersepsikannya. Yang menjadi
permasalahan bukan benda-benda itu

tapi bagaimana mempersepsikannya.


Tokoh dari aliran ini adalah George

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


8
Berkeley dengan filsafatnya :
Immaterialisme. Ia mengatakan bahwa
ide itu ada dan dipersepsikan oleh akal.
ada melakukan
yang
berarti dipersepsikan,
persepsi. TakAkal
mungkin
adalah
ada benda atau persepsi tanpa
seseorang mengetahui benda atau
persepsi tersebut jadi benda
dipersepsikan oleh akal.
b. Idealisme Obyektif dengan tokohnya
adalah Plato. Pendapatnya bahwa di
belakang alam perubahan, emperis,
fenomena yang kita lihat dan kita rsakan
terdapat alam ideal yaitu alam sensi,
form, atau ide. Dunia di bagi menjadi dua
yakni : pertama, dunia persepsi, dunia
penglihatan, suara dan benda-benda
individual. Dunia seperti ini bukan dunia
sesungguhnya hanya merupakan dunia
penampakan saja. Kedua, yakni alam
konsep, idee, universal, atau esensi dan
abadi. Kita mengenal benda-benda ideal
karena kita mengetahui konsep-konsep
daricontoh-contoh dunia abadi. Ide adalal
transenden dan asli sedang persepsi dan
benda-benda individual adalah copy atau
bayangan dari ide tersebut.

c. Personalisme atau idealisme Personal


menganggap realitas dasar bukan
pemikiran yang abstrak atau pemikiran
yang khusus tetapi merupakan
seseorang, suatu jiwa atau seorang
pemikir. Realitas termasuk dalam
personalitas yang sadar, oleh karena itu
realitas bersifat pluralistik. Kelompok ini
menekankan realitas dan harga diri, nilai
moral an kemerdekaa manusia. Bagi
kelpompok personalis, manusia
mengatasi alam jika ia mengadakan
interpretasi terhadap alam ini. Sains
mengatasi matrialnya dengan teoriteorinya, alam nilai menjangkau lebih
jauh lebih jauh daripada alam semesta
sebagai penjelasan terakhir. Sebagai
aliran idealisme, personal menunjukkan
perhatian yang besar pada etika dan
lebih sedikit pada logika di banding
dengan aliran idealisme mutlak. Oleh
karena personalitas mempunyai nilai
yang lebih tinggi daripada yang
lainnya,maka masyarakat harus diatur
sedemikian rupa sehingga tiap orang
dapat memperoleh kehidupan dan
kesempatan yang sebesar-sebesarnya.
Idealisme (plato) condong untuk
menghormati kebudayaan dan tradisi.
Mereka menganggap nilai-nilai kehidupan
mempunyai dasar dalam bidang yang lebih
tinggi daripada sekedar kelompok individual

atau sosial. Kelompok idealisme modern (


Descartes, Leibsnitz) dan kelompok
personalia kontemporer lebih mnenekankan
pada person atau kesadaran pribadi artinya
manusia dianggap sebagai pelaku nilai yang
dapat mengungkapkan nilai-nilai.

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


9
Idealisme menerima penjelasan
ilmiah yang modern tentang alam, dan
memberi tempat kepada agama. Nilainilai
moral an agama terdapat dalam alam, maka
idealisme sesuai dengan banyakinstitusi dan
aspirasi manusia. Pengikut aliran ini
memberi dukungan moral pada institusi
spritual manusia.Daya tarik idealisme
didasarkan atas aspirasi moral manusia dan
tidak hanya atas logika atau epistemologi.
Kekuatan idealisme terletak pada
tekanannya terhadap person (pribadi) dan
segi mental spritual dari kehidupan. Sebagai
falsafi, membenarkan bahwa pribadi itun
mempunyai arti dan harga diri. Manusia
memiliki nilai yang lebih tinggi daripadai
lembaga- lembaga dan benda benda.
E. Hermeneutika
Makna hermeneutika bagi ilmu-ilmu social
dan ilmu-ilmu kemanusiaan menjadi menarik
manakala pada abad XIX muncul masalah
baru tentang karakteristik dan tata hubungan

antara Naturwissenschaften (ilmu-ilmu


kealaman) dan Geisteswissenscahften (ilmuilmu kehidupan). Dari perdebatan antara
kedua bidang ilmu ini kemudian muncul
suatu kesadaran histories baru bahwa terjadi
kesalahan yang sangat fundamental yang
disebabkan
yakni
ilmu-ilmu
oleh imperalisme
kealaman (natural
intelektual,
sciences)
dianggap sebagai satu-satunya model
eksplanasi dan metodelogi bagi seluruh
legitimasi ilmiah dan klaim kognitif. Diltheylah yang berjasa besar menunjukkan bahwa
Geisteswissenscahften memiliki integrasi
dan otonomi sendiri; artinya bahwa metode
dan pengetahuan yang dicapainya tidak
diredusikan dari Naturwissenschaften.
Geisteswissenscahften memiliki seni
pemahaman dan interprestasi yang
dikemudian disebut hermeneutika. Jadi
hermeneutika bukan lagi hanya pandangan
sebuah disiplin pilologi tetapi hermeneutika
memberikan model pemahaman tentang
kehidupan manusia (leben).
Terlepas dari suara skeptis dan kritik
usaha Dilthey mendapat sambutan luar biasa
dari para ilmuan social. Clark Hull (1943)
menyatakan bahwa ilmu-ilmu social yang
behavioristik perlu ditata kembali. Charles
Taylor dalam salah satu artikelnya:
Interpretation
and the bahwa
science ilmu-ilmu
of man
(1979:25)
menyatakan,
social yang naturalistic dan posisitivistik
harus dikoreksi. Ia beranggapan bahwa
pemahaman dan interprestasi dan aktivitas

manusia memerlukan intersubjektivitas,


makna-makna umum, dan ini membutuhkan
hermeneutika.
Hermeneutika berasal dari bahasa
Yunani: hermeneuein, diterjemahkan
menafsirkan
kataAristoteles
bendanya
hermeneia
artinya tafsiran.
menggunakan
kata:
Peri hermeneies,
dalam
organon
On
Interpretation. (Palmer, 1980: 12). Istilah
Yunani ini mengingatkan kita pada tokoh

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


10
mitologis yang bernama Hermes, yaitu
seorang utusan yang mempunyai tugas
menyampaikan pesan Yupiter kepada
manusia. Tugas hermes adalah
menterjemahkan pesan-pesan dari dewa dari
gunung Olympus ke dalam bahasa yang
dimengerti manusia. Oleh karena itu fungsi
Hermes adalah penting sebab bila terjadi
ke salah pahaman tentang pesan dewa-dewa
akibatnya akan fatal bagi seluruh umat
manusia. Hermes harus mampu
menginterprestasikan atau menyampaikan
sebuah pesan ke dalam bahasa yang
dipergunakan oleh pendengarnya (Maryono,
1993:23).
Dalam tradisi Yunani kuno kata
Hermeneuein dan hermenia dipakai dalam
tiga menjelaskan
(2)
makna,yaitu
,tomengatakan,
totranslate.
explain
dan to
(3)
say,
inilah
menterjemahkan
yang dalam 1)
kata
inggris
diekspresikan
Tiga
makna
dalam kata: to interpret. Interprestasi dengan
demikian menunjukkan pada tiga hal pokok:

pengucapan lisan (an oral ricitation),


penjelasan yang masuk akal (a reasonable
explation), dan menterjemahkan dari bahasa
lain (a reasonable explation) dan terjemahan
dari bahasa lain ( a translation from another
language) (Palmer, 1969:13-14).
Dalam perkembangannya, kata
hermeneutika sekurang-kurangnya
memperoleh tujuh makna. Pertama,
hermeneuitika berarti teori mengenai tafsir
alkitab. Artinya hermeneutika menunjuk pada
prinsip-prinsip dasar dalam menafsirkan
alkitab. Pengertian ini pertama kali
diperkenalkan oleh JC Danhauer dalam
bukunya: Hermeneutica sacra sive methodus
exponedandarum sacracum litterarum.
Kedua, hermeneutika sebagai metodologi
filologi.Disini hermeneutika dianggap sebagai
the methods of biblical hermeneutics yang
pada dasarnya sinonim dengan teori tentang
interpretasi, misalnya dipakai dalam
menafsirkan teks-teks klasik dengan tokohtokoh utamanya misalnya Friedrich August
dan Friederich Ast. Ketiga, hermeneuitika
sebagai ilmu tentang pemahaman linguistik
(linguistic understanding). Dalam hal ini
Schliermacher membedakan hermeneuitika
sebagai ilmu dan sebagai seni pemahaman.
Disini hermeneutika memberikan semacam
prinsip-prinsip dasar bagi semua interpretasi
teks.Inilah awal yang menandai
hermeneuitika sebagai suatu studi

pemahaman dalam arti yang umum.


Keempat, hermeneuitika sebagai dasar
metodologi bagi Geisteswissenschaften.
William Dilthey adalah filsuf yang
memperkenalkan hermeneuitika sebagai
disiplin yang memfokuskan pada
pemahaman mengenai seni, aktivitasaktivitas dan karya-karya manusia. Kelima,
heremeneuitika sebagai fenomenologi
tentang Dasein dan pemahaman
eksistensial. Pengertian ini diperkenalkan

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


11
oleh Martin Heidegger menyatakan bahwa
analsis Being and Time adalah sebuah
hermeneutika tentang Dasein. Keenam,
hermeneuika sebagai sistem interpretasi
fenomenologi sebagaimana dimaksud Paul
RicoeurDisini
dalamhermeneuitika
karyanya: Dedipakai
iinterpretation
(1965).
sebagai
metode bagi ilmu-ilmu sosial (Lihat Farmer,
1969;hal 33-45).
Asumsi dasar teori hermeneutika
adalah bahwa kita sebagai pembaca teks
tidak memiliki akses langsung kepada
penulis atau pengarang teks karena
perbedaan ruang,waktu,dan tradisi.
Pengarang mengespresikan diri dalam
bahasa teks,dengan demikian ada makna
subjektif. Masalahnya bagaimana membawa
keluar makna subjektif sebagai ekspresi

objektif kepada orang lain. Boleh dikatakan


bahwa hermeneutika adalah
mengungkapkan horizon masa lalu kepada
dunia masa kini. Pemikir yang
mengembangkan teori hermeneutika adalah
Wilhelm Dilthey dan Emilio Betti.
Meneruskan demikian
Kant-namun
pandangan
Dilthey
idealisme
tidak termasuk
kritis
dalam Neo-Kantian-yang menulis Critique of
Pure Reason, Dilthey meneruskannya
menjadi Critique of historical Reason sebagai
dasar epistemologi bagi ilmu-ilmu
kemanusiaan (human scienes). Problem
pemahaman manusia bagi Dilthey adalah
recovering
suatu
historiskalitas
a consciounsness
(Geschich-tlichkeit).
terhadap
Ilmu-ilmu alam secara fundamental
dan struktural diarahkan pada produksi
pengetahuan teknis. Ilmu pengetahuan
hermueneutis mencoba menangkap
interpreatsi terhadap kenyataan dengan
tujuan menciptakan pemahaman
intersubyektif-timbal balik. Peranan ilmu
historis-hermeuneutis mencegah ilmu-ilmu
emperis-analitis dari bahaya determenisme
atau naturalisme yang berlebihan. Selain itu
juga mencegah ilmu-ilmu sosial kritis dari
bahaya rasionalisme yang tanpa arah
(Ignas`kleden,1987:36)
Menurut Gadamer dalam bukunya :
Truth and Method (1990) hermeunitika
dianggap sebagai disiplin atau suatu
universal Hermeneutics
menyangkal.
Hirch dalamtetapi
buku
banyak
Validity
yangin
interpretetion (1967: 180) berpendapat

bahwa hasil-hasil yang dicapai hermeunitika


tidak lebih dari
Probality
judgments:
interpretation
hypotesis
is ultimately
a and
probality
judgment
that(dalam
by evidance. Untuk
itulah
maka
Gadamer
Madison,1988:29-30) memberikan kaidah
dasar dalam interpretasi : pertama,
interpretasi harus koheren, artinya
interpretasi harus koheren dengan diri
sendiri, interpretasi harus menghadirkan
gambaran yang terpadu dan tidak ada
kotradiksi di dalamnya. Intepretasi harus

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


12
komprehensif artinya harus memandang
pikiran pengarang secara komprehensif.
Ketiga, Intepretasi harus teliti. Keempat
intepretasi harus kontekstual baik dalam
konteks sejarah maupun kebudayaan.
Keenam intepretasi harus sugestif
merangsang intepretor melakukan penelitain
dan intepretasi lebih lanjut. Keenam,
intepretasi harus potensial artinya validitas
interpretasi terkait dengan masa depan
(Madison, 1988: 30)
F. Kontruktivisme
Konstruktivisme pertama kali dikemukakan
oleh Giambatistia Vico, seorang
epistemology Italia tahun 1710 dalam
Saplentia, Kemudian
karyanya
De Antiquissima
dipopulerkan
Italorumoleh
Marrk Balwin serta diperdalam dan diperluas
oelh Jean Piaget (Suparno,1997:24).

Kontrukstisme digunakan dalm konteks


pembentukan pengetahuan, nilai, sikap oleh
subyek,
atau
proses
yaknidibangun
dilihat
bagaimana
dari
pengetahuan,
dimensiaktif
nilai,
danterutama
sikap
atau
dikontruksi
oleh subyek.
Inti dari pandangan kontruktifisme
adalah bahwa realist tidak ada dengan
sendirinya melainkan sebagai hasil bentukan
atau kontruksi dari subyek (personal, interpersonal, dan komunal) , dan bawa
kebenaran pengetahuan, niali dan sikap
senantiasa berubah melalui proses
rekontruksi skema kognitif , afektif dan
psikomotorik subyek ( Dewey, 1964; Piaget
& Inhenlder, 1971,Thomas 1979, Kuhn,
2001). Perbedaan di antara ketiganya
terletak pada factor-faktor yang
mempengaruhi subyek dalam mengkontruksi
realitas. Apakah factor internal atau
mekanisme- meanisme psikologis
(personal); atau factor eksternal atau
mekanisme- mekanisme social(soisologis);
atau factor mekanisme-mekanisme
interpsikologis dan hubungan dialektis antara
individu dengan masyarakat.
Secara konseptual, teori dan filsafat
kontruktisme memiliki tiga aliran pemikiran
utama: pertama, realitas merupakan
konstruksi pemikiran dan imajinasi subyek
atas realitas obyek yang di amati dan
dialami. Dalam filsafat ilmu disebut sebagai
konstrukstusme-kognitif atau konstruktivisme
personal, yang akar-akar teoritikny dari
pemikiran Plato, Bacon,Herbert, dan Piaget.

Sedang alam teori pendidikan ada dalam teoi


Bruner,Ausubel,Gagne,Novak, Hanesian dan
Pusner.
Kedua,Realitas sebagai hasil dari proses
interalsi antar personal, antar snbyek dan
dari hubungan hubngan dialetis individu
dengan konteks lingkungan kehidupan
sosial tertentu. (pembentukan realitas
berdasar interksi- dialogis dengan pribdaiprbadi lain mealalui psyhological tools yaitu
artifak-artifak simbolik-tanda, symbol, teks,
rumus,, alat-alat grafis (Kozulin, 1998).

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


13
Pemikiran ini disebut sebagai kontrukstisme
interpersonal atau konstruktivisme
sosiokultural, yang akal pemikirannya dapat
dilacak pada pemikiran Marxian.
Ketiga,realitas sebagai hasil kontruksi
atau bentukan masyarakat dan budaya di
mana pribadi-pribadi berada. Realitas tidak
lain sebagai hasil bentukan atau kontruksi
sosial dan kultural (rality as a social and
culturak constructionatau imajinasi sosial (
reality as a socisl imajination). Individu dapat
membangun realitas karena stimulasi dari
lingkungan melalui makna-makna yang
diperoleh di dalam aktivitas masyarakat
melaui interaksi simbolik yang diciptakan
oleh masyaakat. Dalam teori filsafat
pemikiran in disebut sebagai konstruktivisme

sosiologis yang akar-akar teoritiknya dan


filosofisnya ad dalam pemikiran Weber,
Marx, Mead, Kuhn, Luckman dan Berger.
Dalam rangka pemikiran kurikulum
PIPS ketiga aliran tersebut dapat digunakan
secara terintegratif.. Capra dan Ritzer
menyebut sebagai pendekatan holistik atau
pendekatan Terpadu (integrted Approach).
Hal ini berdasar pada asumsi epistemologis :
Pertama, secara filosofis kajian PIPS
dibangun secaravsinergis, integratik, dan
sistemik sehingga mampu merefleksikan
realitas dinamis dari PIPS . Dalam
historitas ilmu-ilmu sosial nampak bahwa
pengembangan pemikiran an kajian PIPS
saling berkaitan dan terintegrai. Konstruksi
Ilmu-ilmu sosial beriskan asumsi niali-nilai
dan kesadaran multidimensional serta saling
berjalinan membentuk teori tentang PIPS. Di
Indoesia gagasan IPSterpadu juga
dikemukakan oleh Somantri (2001)
didasarkan pandangan bahwa konstruk si
teoritis dapat memanfaatkan teori-teoribyang
ada dari berbagai bidang ilmu keilmuanlain
yang dipandang layak dan bermanfaat bagi
tujuan yang diharapkan.
Kedua, secara teoritik pengkajian
integratif sangat penting mendasar untuk
menghindari kemungkinan terjadinya bias
teori. Pendekaan integratif semakin
diperkokoh dengan adanya kesepakatan
pakar PIPS yang terhimpun dalam
organisasi NCSS padatahun 1993, bahwa

Social Studies is powerful when it is


integrative
(Brophy&
Alleman
, 1996:213).
Menurut
NCSS:
PIPS sebagai
kajian
terpadu
terdiri dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora
untuk mengebagkan kompetesi
kewarganegaraan. PIPS merupakan bentuk
kajian terorganisasi dan sistemik yang
berasal dri disiplin ilmu-disiplin ilmu
Antropologi,, arkeologi, ekonomi, geografi,
sejarah, hukum, filsafat, poliik, psikologi,
agama, dan sosiologi, mapunmateri-materi
yang berkaitan dengan humaniora,
matematika, dan ilmu alam.

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


14
FILSAFAT PENDIDIKAN IPS DI
INDONESIA
Ilmu sosial di Indonesia sangat kuat
dipengaruhi oleh pendekatan nilai yang
bertolak dari orientasi nilai atau sosial
budaya dan sedikit sekali menggunakan
pendekatan struktural, yang melihat tingkah
laku manusia dalam struktur sosial tertentu.
Aliran positivistik memandang ilmu
harus menggunakan pendekatan metode
positivistik yakni menggunakan metode ilmu

alam, logika metode ilmu alam, di luar itu


maka akan dianggap bukan ilmu. Bila ilmu
sosial ingin dianggap sebagai science maka
harus mengadopsi metode ilmu alam. Hal ini
agak kurang pas, karena sifat ilmu alam
adalah given (ada dengan sendirinya) yang
merupakan datum. Ilmu sosial bersifat
factum yakni kebenaran ilmu sosial
ditentukan oleh sesuai tidaknya pengetahuan
tersebut terhadap apa yang dilakukan
sekelompok orang terhadap realitas
sosialnya.
Menurut Soemantri bahwa dalam
mengembangkan filsafat pendidikan di
Indonesia yang berada dalam kondisi
kemajemukan, maka filsafat pendidikan yang
perlu dikembangkan di Indonesia adalah ke
arah membangun pendekatan dan pola pikir
reconstructionist atau A Restructured
philosophy of education. Pemilihan
pendekatan reconstructionist tersebut
brdasarkan alasan : pertama,
memungkinkan kita untuk mengambil
kebaikan berbagai aliran filsafat pendidikan.
Kedua, terbuka kemungkinan untuk
menempatkan kebudayaan Nasional yang
dilandasi keimanan. Ketiga, bisa dijadikan
ide sentral (central idea) bagi pembangunan
pendidikan.Keempat, bisa dijadikan sebagai
philosophy of value, dan kelima, bisa
dijadikan sebagai philosophy of crisis.
Dengan pendekatan Recontructionist

kita dapat meminjam beberapa filsafat


pendidikan untuk direkonstruksikan amtara
lain : 1) prinsip pendidikan harus mempunyai
tujuan (Perenealism); 2) prinsip
kesinambungan pengalaman kebudayaan
(Essentialism) ; 3) prinsip bahwa proses
perubahan budaya dimungkinkan oleh
tindakan
intelligence
dan
harus
merupkn
bagianreflective
integral thinking
dari proses
pendidkan dan proses perubahan sosial
(Progresivism). Sedang dari Recontructionist
sendiri kita bisa mengadopsi dan
memodifikasi konsep-konsep yang berkaitan
dengan sifat mengakui keunggulan bangsa
lain, kemudian di tata kembali sesuai dengan
kepentingan dan cita-cita bangsa Indonesia.
Dengan demikian kita bisa
mengadopsi paradigma berpikir barat
(scientific methods) dan mengintepretasi
hasil pemikiran tersebut dengan nilai agama
dan budaya bangsa sebagai paradigma
dasar bagi pengembangan

fisafat

pendidikan Indonesia.

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


15
Berdasar filosofis sebagaimana
ditawarkan diatas maka secara ontologi
pendidikan harus secara konsisten
memandang manusia sebagai makluk
rasional dan sadar nilai. Dalam tataran
praktis pendidikan perlu mengembangkan

kemamuan peserta didik untuk melakukan


penalaran secara rasional,kritis dan analitis.
Untuk itu perlu dijarkan logika, filsafat,ilmuilmu alam,ilmu-ilmu sosial dan Humaniora
dan lmu pengetahaun lainnya agar ia mampu
berperan dan merespons persoaln
kehidupan masa depanya.
Dalam konteks epistemologi para
pendidik dan peneliti perlu memahami
konsep dasar intraceptive/ pereneal
knowledge (ilmu yang dikembangkan
bersumber dari ajaran agama) dan
extraceptive/ acquired knowledge ( ilmu
pengetahuan yang diperoleh dan
dikembangkan manusia dengan
pemanfaatan indera dan intelektualitasnya)
dan menempatkannya pada posisi saling
berhubungan dan saling melengkapi karena
keduanya merupakan tanda-tanda
kekuasaan Tuhan.
Secara aksiologis, paradigma filosofis
harus meletakan pendidikan sebagai
aktivitas yang sarat akan nilai atau bermakna
(repertoire of meanings) yang akan
ditransformasi an di internalisasikan ke
dalam peserta didik. Makna-makna tersebut
meliputi symbolic,emperic,esthetic,
synnoetic, ethics dan synoptics. Symbolic
meliputi pendidikan bahasa, matematika.
Emperic meliputi lingkungan fisik (kimia,
fisikan biolgi,) dan lingkungan sosial,
lingkungan psikologi dan budaya. Esthetic

meliputi musik , satra, seni gerak Synnoetic


meliputi drama, pembahasan tentang film
dan berbagai jenis cerita. Ethics yakni
pendidikan kesadarn untuk menghormati dan
mematuhi secara sukrela norma dan nilai
nilai yang ada.Synoptics yakni pendidikan
yang berkaitan dengan sejarah,filsafat dan
agama yang dimaksudkan sebagai bekal
mengintegrasikan seluruh pengetahuan yang
dimiliki.
Dengan perbendaharaan makna
tersebut maka pendidikan akan mampu
mengembangkan intelektualitas manusia
sekaligus mengontol perilakunya agarv
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
keagamaan. Hal ini merupakn wujud nyata
dari integrasi adagium intelectus quarens
fides (rasio dan intelektualitas lebih
dikedepankan dari pada agama, moral atau
keimanan) dan fides quarens intelectus
(agama, moral dan keyakinan lebih
diutamakan daripada rasio dan
intelektualitas) dalam filsafat pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sanusi, (1998), Pendidikan
Alternatif, Bandung: PT. Grafindo
Media Pratama.

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


16

Al Rasyidin,(2005),Rekonstruksi Filsafat
Pendidikan
sebagai
Pengantar untuk
Wacana
Filsafat
Pendidikan
Indonesia, Jurnal Analytica Islamica,
Vol 7, No1, Tahun 2005.
Awan Mutakin, (2008), Hakekat Manusia
Dalam Dinamika Sosial Budaya,
Bandung.
Capra, F,(1997), Titik Balik Peradaban,
Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya.
Hirch, (1967), Validity in Interpretation, New
Haven : Yale University Press.
Ignas Kleden, (1987), Sikap Ilmiah dan Kritik
Kebudayaan, Jakarta : LP3ES.
Madison, G.B., (1988), The Hermeneutics of
Postmodernity, Bloomington and
Indianapolis : Indiana University
Press.
Muhammad Numan Soemantri,(2001),
Menggagas Pembaharuan
Pendidikan IPS, Bandung:
Rosdakarya.
Noeng Muhadjir,( 2006), Filsafat Ilmu
Kualitatif & Kuantitatif untuk
Pengembangan Ilmu dan Penelitian,
Yogyakarta: Rake sarasin.
Palmer, (1969), Hermeneutics, Evanston
USA : Northwestern University Press.
R. Fraenkel, Jack, (1980), Helping Students
Think Value Strategies for Teaching
Social Studies, New Jersey :
Prentice-Hall.

Rochyati Wiriyaatmadja, (2002),


Pembelajaran IPS Pada Tingkat
Sekolah Dasar, Makalah Pada
Seminar Nasional dan Musda I
HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung.
S. Hamid Hasan, (1996), Pendidikan Ilmu
Sosial, Jakarta : Depdiknas.
S. Kenworthy, Leonard, (1981), Social
Studies For The Eighties, Canada :
John Willey & Sons.
Skinner, Quentin, (1986), The Return Of
Grand Theory In Human Sciences,
London: Cambridge University Press.
Suarma Al Muchtar, (2002), Analisis
Pembaharuan Kurikulum Pendidikan
IPS, Makalah Pada Seminar Nasional
dan Musda I HISPISI Jawa Barat,
UPI Bandung.
Taylor, (19790, Interpretation and The
Science of Man, California :
University of California Press.
Titus, Smith Nolan, (1984), Living Issues in
Philosophy ( terj) Rasyidi: Persoalanpersoalan Filsafat,Jakarta: Grafindo.

Http://re-searchengines.com/mangkoes6-044.html tanggal 20 September 2008.


Http://loekisno.wordpress.com/2008/02/10/be
rkenalan-dengan-hermeuneutik/
Http://tumoutou.net/3_sem1_012/nunu_h.

REGION Volume I. No. 1. Maret 2009


17

Download
of 17

JURNAL FILSAFAT PENDIDIKAN


by faury-hidayati
on Dec 31, 2014
Report
Category:
DOCUMENTS
Download: 31
Comment: 0
726
views
Comments
Description
Download jurnal filsafat pendidikan
Transcript

LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Hermanto, Drs., MM. *)


ABSTRAK Tujuan utama IPS adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah
sosial, memiliki sikap mental positif, terampil mengatasi masalah yang terjadi baik yang menimpa dirinya
maupun masyarakatnya. Secara aksiologis, paradigma filosofis harus meletakan pendidikan sebagai
aktivitas yang sarat akan nilai atau bermakna (repertoire of meanings) yang akan ditransformasi dan di
internalisasikan ke dalam peserta didik. Makna-makna tersebut meliputi symbolic,emperic,esthetic,
synnoetic, ethics dan synoptics. Berdasarkan tinjauan filosofis, kajian PIPS dibangun secara sinergis,
integratik, dan sistemik sehingga mampu merefleksikan realitas dinamis dari PIPS. secara teoritik
pengkajian integratif sangat penting mendasar untuk menghindari kemungkinan terjadinya bias teori.
Kata kunci : Pendidikan IPS, Tinjauan filosofis, Tujuan pendidikan PENDAHULUAN P endidikan IPS
merupakan bahan kajian yang menarik. Pelaksanaannya pada dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner. Secara IPS filosofis landasan teoritis
falsafah lembaga persekolahan mulai dari jenjang sekolah dasar hingga menengah atas memerlukan
pemikiran-pemikiran yang lebih mendasar sehingga tujuannya tercapai. mengembangkan esensialisme,
perenialisme, progresivisme dan rekonkstruksionisme. Esensialisme Munculnya berbagai masalah sosial
yang belum dapat disikapi dengan seksama menekankan pada penguasaan keilmuan. Paham ini
berpandangan bahwa pendidikan adalah pendidikan disiplin keilmuan. menandakan perlunya peningkatan
efektifitas pendidikan IPS. Tujuan utama IPS adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka
terhadap masalah sosial, memiliki sikap mental positif, terampil mengatasi masalah yang terjadi baik
yang menimpa dirinya maupun masyarakatnya. Untuk itu IPS Tujuannya agar siswa menguasai disiplin
ilmu, menekankan pada academic exellence and cultivation of intellect. Esensilisme lebih menekankan
pada pengembangan kognitif. Paham perenialisme memandang bahwa sasaran IPS yang harus dicapai *)
Hermanto, Drs., MM. Dosen Kopertis yang diperbantukan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNISMA BEKASI, Kandidat Doktor Pendidikan IPS Sekolah Pasca Sarjana UPI. adalah kepemilikan
atas prinsisp-prinsip Muriel Crosby memandang bahwa IPS adalah studi yang memperthatikan bagaimana
orang membangun tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi serta tidak terikat oleh ruang dan
waktu. Paham ini bersifat ideologis yang kehidupannya yang lebih baik bagi dirinya, anggota
keluarganya, bagaimana menekankan siswa sebagai warga negara yang memeiliki pengetahuan, dan sikap
keterampilan memecahkan masalah, bagaimana orang hidup bersama dan bagaimana mengubah dan
diubah oleh lingkungannya. Bruce Joyce memandang bahwa tujuan IPS meliputi : pendidikan
kemanusiaan, kewarganegaraan dan intelektual. Jack R. Fraenkel membagi tujuan IPS menjadi:
pengetahuan, yang diinginkan oleh negara dan lebih menekankan pada transfer of culture menuju
tercapainya integrasi bangsa. Paham progresivisme memandang sekolah memiliki tujuan meningkatkan
kecerdasan siswa secara praktis sehingga efektif masalah Paham dalam memecahkan masalahketreampilan, sikap dan nilai. BATANG TUBUH PENDIDIKAN IPS Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS )
lahir saat pendidikan di Indonesia mulai dikelompokan pada ilmu pengetahuan alam meliputi kimia,
fisika, biologi serta ilmu pengetahuan social meliputi ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi dan
antropologi. Pada masa itu mulai dikenal kelompok IPA dan kelompok IPS. berdasarkan ini
pengalamannya. pendidikan menuntut memperhatikan kebutuhan individual siswa berdasarkan latar
belakang sosial budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara dewasa, terlibat
dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah seharihari. Paham
rekonstruksionisme Pada perkembangannya IPS memandang sekolah harus diarahkan pada pencapaian
tatanan kehidupan demokratis yang mengglobal. paham ini menghedaki agar siswa dan seluruh warga
sekolah mampu mengembangkan pengetahuan, seringkali diartikan sebagai studi social sebagaimana
berkembang di Amerika Serikat dengan isi kajiannya disesuaikan terhadap kondisi Indonesia
( Sanusi:1998, Sumantri:2001, Zainul:2008). National teori, dan pandangan tertentu yang paling relevan
dengan kepentingannya siswa yang melalui mampu Council for Social Studies (NCCS:2003)
mendefinisikan studi social : the integrated study of the social sciences and humaities to promote civic
competence. Within the school program, social studies pemberdayaan menemukan sendiri berdasarkan
fakta-fakta yang ada. 2 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 provides coordinated, systematic study
drawing upon such disciplines at anthropology, archeology, economics, geography, history, law,

philosophy, political science, psychology, religion and sociology, as well as appropriate content from the
humanities, mathematics, and natural science. Penyelenggaraan pada intinya pendidikan IPS menyajikan
keilmuan IPS di sekolah seyogyanya berorientasi pada pendekatan mono disipliner, interdisipliner dan
trans disipliner. Dalam filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu social, dan ilmu pendidikan, belum ditemukan sub
disiplin ilmu yang diberi ditujukan terhadap nama Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang dalam
kepustakaan SSEC dan NCSS disebut sebagai Social Sciences Education dan Social Studies. Belum
ditemukannya nama IPS karena bidang ini adalah sebuah Program Pendidikan bukan sub disiplin Ilmu.
Pendidikan IPS bersumber pada (a) pembentukan warga negara yang baik. Seluruh konten studi social
disajikan dengan pendekatan pengetahuan, akhirnya akan dan metode memebentuk social sikap dan dan
keterampilan membentuk kepribadian yang baik. IPS dikembangkan sebagai disiplin ilmu disiplin ilmuilmu social, humaniora kegiatan dasar manusia, (b) dan Ilmu dalam kerangka batang tubuh keilmuan yang
terdiri dari : 1. Adanya para ahli IPS 2. Adanya pola piker, pembicaraan dan penulisan yang terdiri atas
fakta, konsep, generalisasi dan teori 3. Adanya pendekatan, metode dalam proses mendapatkan
pengetahuan, pengorganisasiannya serta penggunaannya. 4. Ada kegiatan mengembangkan struktur
konsep dan sintaktis 5. Ada dokumentasi hasil pemikiran dan penelitian 6. Ada istilah dan definisi-definisi
operasional keilmuan 7. Ada tujuan yang akan dicapai 8. Ada dimensi keterkaitan antara dinamika
keilmuan dengan realitas kehidupan Kerangka batang tubuh tersebut menjadi kerangka kerja
pengembangan keilmuan. Pengembangan keilmuan dalam membahas masalah-masalah social, terutama
Pengetahuan alam untuk metode berpikir; (c) disiplin Ilmu Pendidikan dan Psikologi Pendidikan untuk
teori belajar mengajar nya; tujuan pendidikan Nasional yang melandasi butir a, b, c untuk sasaran yang
ingin dicapainya. Kalau kita akan menelusuri Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam filsafat Ilmu,
maka Pendidikan IPS harus mampu menjawab beberapa pertanyaan yaitu : 1. Objek apa yang ditelaah
oleh PIPS Ontologi ? 2. Bagaimana proses terjadinya generalisasi teori dalam PIPSEpistemologi? 3.
Untuk apa Pendidikan IPS akan digunakan -Aksiologi? 3 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 Objek
yang ditelaah oleh PIPS diskusi, penelitian dan kegiatan ilmiah sangat luas karena menyangkut empat
unsur yang terpadu yang membentuk PIPS. Empat unsur tersebut akan besimbiosis melahirkan dan arti
hendaknya untk melahirkan generalisasi teori mengenai Pendidikan IPS. Serangkaian generalisasi dan
teori PIPS akan digunakan untuk menyiapkan calon guru, pendidik dala bidang IPS pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah. berintegrasi sehingga pendidikan IPS. Pendidikan IPS ada dalam
tanggung jawab FPIPS, maka seluruh Kerangka pengembangan keilmuan IPS dapat dilihat dalam
diagram berikut : Kebutuhan Dasar Manusia Kegiatan Dasar Manusia Produksi /Konsumsi Pemelihara
an/Perlindu ngan Komunikasi dan Transport Estetika Pemerintahan Organisasi Pendidikan / Rekreasi
Ilmu-Ilmu Sosial Antropologi- Ekonomi-Geografi-Sejarah-Ilmu Politik-PPKn-Psikologi Sosial-Sosiologi
Fakta Konsep Generalisasi Ilmu Pengetahuan Sosial ALIRAN ALIRAN FILSAFAT DALAM IPS Ada
perbedaan analisis filsafat Ilmu dengan Pendidikan IPS . Filsafat Ilmu dalam dari masalah praktis yang
dihadapi oleh masyarakat pada umumnya. Sedang Pendidikan IPS lebih banyak berkenaan dengan
masalah kegiatan dasar manusia mencarikebenaran selalu melepaskan diri 4 REGION Volume I. No. 1.
Maret 2009 yang terjadi dalam tiga lingkaran pendidikan yakni : keluarga, sekolah dan masyarakat yang
akan memuat sistem nilai yang B. Rasionalisme Rasionalisme merupakan lawan dari Positivisme.
Menurut Positivisme semua ilmu berasal dari emperi sensual. Sedang diharapkan, dalam tujuan PIPS.
Untuk kepentingan pengembangan PIPS secara akademik perlu ditunjukan kaitan IPS dengan berbagai
faham filsafat ilmu: Emperisme, positivisme,rasionalisme dan idealisme. di Sedang dalam filsafat adalah
menurut Rasionalisme semua ilmu berasal dari pemahaman inteletual yang dibangun atas argumentasi
logik. Ilmu yang dibangun berdasar rasionalisme menekankan pada pemaknaan empiri, pemahaman
intelektual, dan kemampuan berargumentasi secara Pendidikan antaranya Perrenialisme, Esensialisme,
Progresivisme, dan Rekonstruksionisme ( Brameld , 1987). A. Positivisme Pemikiran August Comte
dilatar logik dengan dukungan data emperik yang relevan agar produk ilmu yang melandaskan diri pada
rasionalisme ini benar-benar ilmu bukan fiksi. Kritik Positivisme: 1. Positivime lebih mementingkan
emperi sensual dan mengabaikan pencarian makna di balik sensual. Menurut Rasionalisme terhadap
belakangi oleh semaraknya berfikir emperi dan era gelapnya abad Tengah yang Teologik. Comte
membagi tahap berfikir manusia menjadi tiga tahap yakni : teologik,metaphisik dan positivistik. Sebagai

ahli matematika Comte mendudukan Rasionalisme Tidak perlu mempertajam antara analisis dan sintesis
karena matematika sebagai alat berfikir logik untuk menjelaskan fenomena dengan metode proses analisis
dan sintesis dan proses deduksi maupun induksi berlangsung terus menerus dan tejadi secara refletif
selama di lapangan. Emperi maupun kemampuan sama sama pentingnya. 2. Terlalu Fragmetik, oleh
menganggungkan fakta obsevasi, eksperimentasi dan komparasi. August Comte membedakan fenomena
social menjadi: (1) social Statics yang membahas tentang fungsi jenjang peradaban , dan (2) Social
Dinamis yang menelaah perubahan jenjang tersebut. Positivisme Fakta tidak dapat dipahami kecuali
diberikan Comte memberi corak dalam paradigma kualitatif berupa kajian teori antropologi dan sosiologihistorik. manusia pemaknaan berdasar teori tertentu. Fakta penting dalam mejamin ilmu kalau memiliki
relevansi dengan emperi. Tanpa itu ilmu sosial akan menjadi fiksi . 5 REGION Volume I. No. 1. Maret
2009 3. Bagi positivisme semua argumentasi dan pemaknaan tanpa bukti emperi sensual merupakan
justifikasi. Sedang menurut rasionalisme bukan semua argumentasi dan pemaknaan itu justifikasi, karena
berargumentasi dan pembrian Pragmatisme memadukan antara teori dan praktik seperti pernyataan
Peierre tidak ada beda makna dari sesuatu yang lebih daripada kemungkinan perlu dari perbedaan
praktik apabila Kebenaran dipisahkan diperdebatkan paktik. Pierre pemaknaan selalu didahului dan
diikuti uji emperi secara terus-menerus dan merupakan upaya berfikir rasionalistik. 4. Positivisme hanya
mengakui Realitas emperi sensual saja. Rasionalisme mengkritik Cartesian yang selalu berakat dari saya
ragu dalam penelitian. Orang mengadakan penelitian adalah dalam rangka mencai keyakinan, dan
keyakinan tentang kebenaran hanya diperoleh dengan cara mencari dalam parktik. Willian James
mengembangkan lebih lanjut telaah Pierre . Yang praktis adalah yang konkrit, individual dan yang
khusus, dan yang efektif melawan yang abstrak dan yang umum. Jammes menolak generality seorang
nominalist of meaning. Arti mengenal tiga realitas yakni : emperi sensual, emperi logik atau teoritik dan
emperi etik. Rasionalisme juga mengakui bahwa penghayatan manusia juga meliputi : nilai baik-buruk .
emperi yang layak- pantas, dan bermoral atau tidak. Persamaan postivisme dengan rasionalime dari segi
ontologi adalah keduannya menganut faham monisme mengenai tunggal. C. Pragmatisme Ada dua ide
utama dari pragmatisme yakni : (1) manusia adalah makluk yang aktif dan kreatif. (2) Manusia
memadukan realitas yakni realitas ini pragmatis adalah membentuk idee guna memenuhi kebutuhan dan
minatnya bukan mengkopi realitas. Kebenaran idee dapat diuji lewat verifikasi dan eksperimental. Selama
kebutuhan idee yang teruji memenuhi bahwa maka membuktikan kebenaran ilmiah itu memenuhi
kebutuhan praktis. Dewey mengembangkan teori kebenaran dan value dalam action. Paduan antara
kebenaran dan value dalam action akan menampilkan kebenaran yang praktis ( peieree, 1905), yang
fungsional (william Jmes, 1909), yang berguna praktis (John Dewey,1916). kebenaran dengan
menggunakan metode pragmatik. Untuk menguji kandungan kritis dari Idee maka kita harus bekerja
dalam konteks kegunaan melalui berfikir reflektif maupun lewat pemecahan masalah. antara ide
Merumuskan korespodensi 6 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 dengan fakta mudah tetapi membuat
kesadaran dan tidak hanya oleh metoda objektif semata. Terdapat harmoni yang korespodensi dengan
makna praktis yang menjadi masalah. Pada Cartesian : saya tahu merupakan titik beragkat penelitian.
Pada Pierre dan Dewey mengkui adanya situasi yang meragukan Fakta bagi Dewey dalam antara
manusia dan alam. Alam adalah sistim yang logis dan spiritual, hal ini tercermin dalam usaha manusia
untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Jiwa merupakan bagian yang sebenarnya dari dari proses
alam. Proses ini dalam bagian yang tinggi menunjukan dirinya sebagai aktivitas, akal, jiwa atau
perorangan. Prinsip idealisme yang pokok adalah kesatuan organik. Kaum idealisme condong untuk
menekankan teori koherensi atau konsistensi dalam memperoleh kebenaran. Suatu putusan (judgment)
akan benar jika ia sesuai dengan putusan-putusan lain yang sudah diterima sebagai benar .(Titus ,
Smith, Nolan.1984, hal 316) Idealisme dikelompokan menjadi tiga yakni : idealisme subyektif, idealisme
menjadi acuan untuk membuat penelitian. Fakta yang disusun strukturnya lewat reflektif atau
eksperimentasi apabila telah akan teruji menjadi dengan kebenaran pembuktian adanya korespodensi
antara fakta dengan idee dan telah diuji engan praktek. D. Idealisme Kata Idealisme dalam filsafat
memiliki arti yang berbeda dengan bahasa seharihari. Menurut Idealisme realitas terdiri dari ide-ide,
fikiran-fikiran ,akal (mind), atau jiwa (selves) dan bukan benda material maupun kekuatan. Idealisme
menekankan mind lebih dahulu daripada materi. Akal adalah yang riil sedang materi adalah produk

sampingan. Dengan demikan maka idealisme obyektif dan personalisme. (Titus, Smith Nolan, 1984:315327) a. Idealisme subyektif-immaterialisme yang kadang-kadang disebut mentalisme atau fenomenalisme.
Menurut idealisme: menganggap bahwa dunia pada dasarnya hanya sebuah mesin besar dan harus
ditafsirkan sebagai materi atau kekuatan saja. Idealisme adalah pandangan dunia atau metafisik yang
mengatakan bahwa realitas dasar terdiri atas ide, fikiran dan jiwa. Dunia dipahami dan ditafsirkan fikiran
oleh dan akal, jiwa dan persepsinya merupakan segala yang ada. Benda-benda seperti pohon dan
bangunan itu ada tetapi hanya ada dalam akal Yang yang menjadi mempersepsikannya. permasalahan
bukan benda-benda itu tapi bagaimana mempersepsikannya. penyelidikan hukum-hukum Tokoh dari
aliran ini adalah George 7 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 Berkeley dengan filsafatnya :
personalitas yang sadar, oleh karena itu realitas bersifat pluralistik. Kelompok ini menekankan realitas
dan harga diri, nilai moral an kemerdekaa manusia. Bagi kelpompok personalis, manusia Immaterialisme.
Ia mengatakan bahwa ide itu ada dan dipersepsikan oleh akal. ada berarti dipersepsikan, Akal adalah
yang melakukan persepsi. Tak mungkin ada benda atau persepsi benda jadi tanpa atau benda mengatasi
alam jika ia mengadakan interpretasi terhadap alam ini. Sains mengatasi matrialnya dengan teoriseseorang persepsi mengetahui tersebut dipersepsikan oleh akal. b. Idealisme Obyektif dengan tokohnya
teorinya, alam nilai menjangkau lebih jauh lebih jauh daripada alam semesta sebagai penjelasan terakhir.
Sebagai aliran idealisme, personal menunjukkan perhatian yang besar pada etika dan lebih sedikit pada
logika di banding dengan aliran idealisme mutlak. Oleh karena yang personalitas mempunyai lebih tinggi
daripada nilai yang adalah Plato. Pendapatnya bahwa di belakang alam perubahan, emperis, fenomena
yang kita lihat dan kita rsakan terdapat alam ideal yaitu alam sensi, form, atau ide. Dunia di bagi menjadi
dua yakni : pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda-benda individual. Dunia seperti
ini bukan dunia sesungguhnya hanya merupakan dunia penampakan saja. Kedua, yakni alam konsep,
idee, universal, atau esensi dan abadi. Kita mengenal benda-benda ideal karena kita mengetahui konsepkonsep daricontoh-contoh dunia abadi. Ide adalal transenden dan asli sedang persepsi dan benda-benda
individual adalah copy atau bayangan dari ide tersebut. c. Personalisme atau idealisme Personal
menganggap realitas dasar bukan lainnya,maka masyarakat harus diatur sedemikian rupa sehingga tiap
orang dapat memperoleh kehidupan dan kesempatan yang sebesar-sebesarnya. Idealisme menghormati
(plato) condong dan untuk tradisi. kebudayaan Mereka menganggap nilai-nilai kehidupan mempunyai
dasar dalam bidang yang lebih tinggi daripada sekedar kelompok individual atau sosial. Kelompok
idealisme modern ( Descartes, Leibsnitz) dan kelompok personalia kontemporer lebih mnenekankan pada
person atau kesadaran pribadi artinya manusia dianggap sebagai pelaku nilai yang dapat mengungkapkan
nilai-nilai. pemikiran yang abstrak atau pemikiran yang khusus tetapi merupakan seseorang, suatu jiwa
atau seorang pemikir. Realitas termasuk dalam 8 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 Idealisme
menerima penjelasan lah yang berjasa besar menunjukkan bahwa Geisteswissenscahften memiliki
integrasi ilmiah yang modern tentang alam, dan memberi tempat kepada agama. Nilainilai moral an
agama terdapat dalam alam, maka idealisme sesuai dengan banyakinstitusi dan aspirasi manusia. Pengikut
aliran ini dan otonomi sendiri; artinya bahwa metode dan pengetahuan yang dicapainya tidak diredusikan
dari Naturwissenschaften. memiliki interprestasi hermeneutika. seni yang Jadi Geisteswissenscahften
pemahaman dikemudian dan disebut memberi dukungan moral pada institusi spritual manusia.Daya tarik
idealisme didasarkan atas aspirasi moral manusia dan tidak hanya atas logika atau epistemologi. Kekuatan
idealisme terletak pada tekanannya terhadap person (pribadi) dan segi mental spritual dari kehidupan.
Sebagai falsafi, membenarkan bahwa pribadi itun mempunyai arti dan harga diri. Manusia memiliki nilai
yang lebih tinggi daripadai lembaga- lembaga dan benda benda. E. Hermeneutika Makna hermeneutika
bagi ilmu-ilmu social dan ilmu-ilmu kemanusiaan menjadi menarik manakala pada abad XIX muncul
masalah baru tentang karakteristik dan tata hubungan antara Naturwissenschaften (ilmu-ilmu
hermeneutika bukan lagi hanya pandangan sebuah disiplin pilologi tetapi hermeneutika memberikan
model pemahaman tentang kehidupan manusia (leben). Terlepas dari suara skeptis dan kritik usaha
Dilthey mendapat sambutan luar biasa dari para ilmuan social. Clark Hull (1943) menyatakan bahwa
ilmu-ilmu social yang behavioristik perlu ditata kembali. Charles Taylor dalam salah satu artikelnya:
Interpretation and the science of man (1979:25) menyatakan, bahwa ilmu-ilmu social yang naturalistic
dan posisitivistik harus dikoreksi. Ia beranggapan bahwa pemahaman dan interprestasi dan aktivitas

manusia memerlukan intersubjektivitas, kealaman) dan Geisteswissenscahften (ilmuilmu kehidupan).


Dari perdebatan antara kedua bidang ilmu ini kemudian muncul suatu kesadaran histories baru bahwa
terjadi kesalahan yang sangat fundamental yang disebabkan oleh imperalisme intelektual, yakni ilmuilmu kealaman (natural sciences) dianggap sebagai satu-satunya model makna-makna umum, dan ini
membutuhkan hermeneutika. Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani: hermeneuein, diterjemahkan
menafsirkan kata bendanya hermeneia artinya tafsiran. Aristoteles dalam organon menggunakan kata:
Peri hermeneies, On Interpretation. (Palmer, 1980: 12). Istilah Yunani ini mengingatkan kita pada tokoh
eksplanasi dan metodelogi bagi seluruh legitimasi ilmiah dan klaim kognitif. Dilthey- 9 REGION Volume
I. No. 1. Maret 2009 mitologis yang bernama Hermes, yaitu alkitab. Artinya hermeneutika menunjuk pada
prinsip-prinsip alkitab. dasar dalam ini menafsirkan kali seorang utusan yang mempunyai tugas
menyampaikan manusia. pesan Yupiter hermes kepada adalah Pengertian pertama Tugas diperkenalkan
oleh JC Danhauer dalam bukunya: Hermeneutica sacra sive methodus exponedandarum sacracum
litterarum. menterjemahkan pesan-pesan dari dewa dari gunung Olympus ke dalam bahasa yang
dimengerti manusia. Oleh karena itu fungsi Hermes adalah penting sebab bila terjadi kesalah pahaman
tentang pesan dewa-dewa akibatnya akan fatal bagi seluruh umat manusia. Hermes harus mampu Kedua,
hermeneutika sebagai metodologi filologi.Disini hermeneutika dianggap sebagai the methods of biblical
hermeneutics yang pada dasarnya sinonim dengan teori tentang interpretasi, misalnya dipakai dalam
menginterprestasikan atau menyampaikan sebuah pesan ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh
pendengarnya (Maryono, 1993:23). Dalam tradisi Yunani kuno kata menafsirkan teks-teks klasik dengan
tokohtokoh utamanya misalnya Friedrich August dan Friederich Ast. Ketiga, hermeneuitika sebagai ilmu
tentang pemahaman linguistik (linguistic understanding). Dalam hal ini Schliermacher membedakan
hermeneuitika sebagai ilmu dan sebagai seni pemahaman. Disini hermeneutika memberikan semacam
prinsip-prinsip dasar bagi semua interpretasi teks.Inilah hermeneuitika pemahaman Keempat, metodologi
William awal yang menandai suatu yang sebagai studi umum. dasar Hermeneuein dan hermenia dipakai
dalam tiga makna,yaitu 1) mengatakan, to say, (2) menjelaskan , to explain dan (3)
menterjemahkan to translate. Tiga makna inilah yang dalam kata inggris diekspresikan dalam kata: to
interpret. Interprestasi dengan demikian menunjukkan pada tiga hal pokok: pengucapan lisan (an oral
ricitation), sebagai dalam arti hermeneuitika bagi penjelasan yang masuk akal (a reasonable explation),
dan menterjemahkan dari bahasa lain (a reasonable explation) dan terjemahan dari bahasa lain ( a
translation from another language) (Palmer, 1969:13-14). Dalam hermeneutika memperoleh tujuh
perkembangannya, kata Geisteswissenschaften. adalah filsuf yang sebagai pada aktivitas- Dilthey
memperkenalkan disiplin yang hermeneuitika memfokuskan seni, pemahaman mengenai aktivitas dan
karya-karya manusia. Kelima, heremeneuitika tentang Dasein sebagai dan fenomenologi pemahaman
sekurang-kurangnya makna. Pertama, hermeneuitika berarti teori mengenai tafsir eksistensial. Pengertian
ini diperkenalkan 10 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 oleh Martin Heidegger menyatakan bahwa
analsis Being and Time adalah sebuah hermeneutika tentang Dasein. Keenam, recovering a
consciounsness terhadap suatu historiskalitas (Geschich-tlichkeit). Ilmu-ilmu alam secara fundamental
dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan hermueneutis interpreatsi tujuan teknis. Ilmu
pengetahuan menangkap dengan hermeneuika sebagai sistem interpretasi fenomenologi sebagaimana
dimaksud Paul Ricoeur dalam karyanya: De iinterpretation (1965). Disini hermeneuitika dipakai sebagai
metode bagi ilmu-ilmu sosial (Lihat Farmer, 1969;hal 33-45). Asumsi dasar teori hermeneutika mencoba
terhadap kenyataan menciptakan pemahaman ilmu intersubyektif-timbal balik. Peranan historishermeuneutis mencegah ilmu-ilmu emperis-analitis dari bahaya determenisme atau naturalisme yang
berlebihan. Selain itu juga mencegah ilmu-ilmu sosial kritis dari bahaya rasionalisme yang tanpa arah
adalah bahwa kita sebagai pembaca teks tidak penulis memiliki atau akses langsung teks kepada karena
tradisi. diri dalam pengarang perbedaan Pengarang ruang,waktu,dan mengespresikan
(Ignas`kleden,1987:36) Menurut Gadamer dalam bukunya : Truth and Method sebagai (1990) disiplin
hermeunitika atau suatu bahasa teks,dengan demikian ada makna subjektif. Masalahnya bagaimana
membawa keluar makna subjektif sebagai ekspresi objektif kepada orang lain. Boleh dikatakan bahwa
hermeneutika adalah dianggap universal Hermeneutics tetapi banyak yang menyangkal. Hirch dalam
buku Validity in interpretetion (1967: 180) berpendapat mengungkapkan horizon masa lalu kepada dunia

masa kini. Pemikir yang bahwa hasil-hasil yang dicapai hermeunitika tidak lebih dari Probality
judgments: and interpretation hypotesis is ultimately a probality judgment that by evidance . Untuk
itulah maka Gadamer memberikan : (dalam kaidah pertama, artinya diri mengembangkan teori
hermeneutika adalah Wilhelm Dilthey dan Emilio Betti. Meneruskan pandangan idealisme kritis Kantnamun demikian Dilthey tidak termasuk dalam Neo-Kantian-yang menulis Critique of Pure Reason,
Dilthey meneruskannya Madison,1988:29-30) dasar dalam interpretasi harus menjadi Critique of
historical Reason sebagai dasar epistemologi bagi ilmu-ilmu Problem interpretasi interpretasi sendiri,
koheren, koheren harus harus dengan kemanusiaan (human scienes). interpretasi menghadirkan dan tidak
ada pemahaman manusia bagi Dilthey adalah gambaran yang terpadu kotradiksi di dalamnya. Intepretasi
harus 11 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 komprehensif pikiran artinya harus memandang
komprehensif. psikomotorik subyek ( Dewey, 1964; Piaget & Inhenlder, 1971,Thomas 1979, Kuhn,
2001). terletak Perbedaan pada di antara ketiganya yang pengarang secara Ketiga, Intepretasi harus teliti.
Keempat intepretasi harus kontekstual baik dalam konteks Keenam sejarah maupun kebudayaan. sugestif
factor-faktor mempengaruhi subyek dalam mengkontruksi realitas. Apakah factor internal atau meanisme
atau factor psikologis eksternal atau intepretasi harus merangsang intepretor melakukan penelitain dan
intepretasi lebih lanjut. Keenam, mekanisme(personal); atau intepretasi harus potensial artinya validitas
interpretasi terkait dengan masa depan (Madison, 1988: 30) F. Kontruktivisme Konstruktivisme pertama
kali dikemukakan oleh karyanya Giambatistia Italia De Vico, tahun 1710 seorang dalam Italorum
mekanisme- mekanisme social(soisologis); factor mekanisme-mekanisme interpsikologis dan hubungan
dialektis antara individu dengan masyarakat. Secara konseptual, teori dan filsafat kontruktisme memiliki
tiga aliran pemikiran utama: pertama, realitas merupakan epistemology Antiquissima konstruksi
pemikiran dan imajinasi subyek atas realitas obyek yang di amati dan dialami. Dalam filsafat ilmu disebut
sebagai konstrukstusme-kognitif atau konstruktivisme personal, yang akar-akar teoritikny dari pemikiran
Plato, Bacon,Herbert, dan Piaget. Sedang alam teori pendidikan ada dalam teoi
Bruner,Ausubel,Gagne,Novak, Hanesian dan Pusner. Kedua,Realitas sebagai hasil dari proses interalsi
antar personal, antar snbyek dan dari hubungan hubngan dialetis individu dengan sosial konteks tertentu.
lingkungan (pembentukan kehidupan realitas Saplentia, Kemudian dipopulerkan oleh Marrk Balwin
serta diperdalam dan diperluas oelh Jean Piaget (Suparno,1997:24). dalm konteks Kontrukstisme
digunakan pembentukan pengetahuan, nilai, sikap oleh subyek, terutama dilihat dari dimensiaktif atau
proses yakni bagaimana pengetahuan, nilai, dan sikap dibangun atau dikontruksi oleh subyek. Inti dari
pandangan kontruktifisme adalah bahwa realist tidak ada dengan sendirinya melainkan sebagai hasil
bentukan atau kontruksi dari subyek (personal, interpersonal, dan komunal) , dan bawa berdasar interksidialogis dengan pribdaiprbadi lain mealalui psyhological tools yaitu artifak-artifak simbolik-tanda,
symbol, teks, rumus,, alat-alat grafis (Kozulin, 1998). kebenaran pengetahuan, niali dan sikap senantiasa
berubah melalui proses rekontruksi skema kognitif , afektif dan 12 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009
Pemikiran ini disebut sebagai kontrukstisme interpersonal atau konstruktivisme Ilmu-ilmu sosial beriskan
asumsi niali-nilai dan kesadaran multidimensional serta saling berjalinan membentuk teori tentang PIPS.
Di Indoesia gagasan oleh IPSterpadu Somantri juga (2001) sosiokultural, yang akal pemikirannya dapat
dilacak pada pemikiran Marxian. Ketiga,realitas sebagai hasil kontruksi atau bentukan masyarakat dan
budaya di mana pribadi-pribadi berada. Realitas tidak lain sebagai hasil bentukan atau kontruksi sosial
dan kultural (rality as a social and culturak constructionatau imajinasi sosial ( reality as a socisl
imajination). Individu dapat membangun realitas karena stimulasi dari lingkungan melalui makna-makna
yang dikemukakan didasarkan pandangan bahwa konstruk si teoritis dapat memanfaatkan teoriteoribyang ada dari berbagai bidang ilmu keilmuanlain yang dipandang layak dan bermanfaat bagi tujuan
yang diharapkan. Kedua, secara teoritik pengkajian integratif sangat penting mendasar untuk menghindari
kemungkinan teori. Pendekaan terjadinya bias semakin diperoleh di dalam aktivitas masyarakat melaui
interaksi simbolik yang diciptakan oleh masyaakat. Dalam teori filsafat integratif diperkokoh dengan
adanya kesepakatan pakar PIPS yang terhimpun dalam pemikiran in disebut sebagai konstruktivisme
sosiologis yang akar-akar teoritiknya dan filosofisnya ad dalam pemikiran Weber, Marx, Mead, Kuhn,
Luckman dan Berger. Dalam rangka pemikiran kurikulum PIPS ketiga aliran tersebut dapat digunakan
secara terintegratif.. Capra dan Ritzer organisasi NCSS padatahun 1993, bahwa Social Studies is powerful

when it is integrative (Brophy& Alleman , 1996:213). Menurut NCSS: PIPS sebagai kajian terpadu
terdiri dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk mengebagkan kompetesi kewarganegaraan. PIPS
merupakan bentuk kajian berasal terorganisasi dri disiplin dan sistemik yang ilmu menyebut sebagai
pendekatan holistik atau pendekatan Terpadu (integrted Approach). Hal ini berdasar pada asumsi
epistemologis : Pertama, secara filosofis kajian PIPS dibangun secaravsinergis, integratik, dan sistemik
sehingga mampu merefleksikan realitas dinamis dari PIPS . Dalam ilmu-disiplin Antropologi,,
arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, poliik, psikologi, agama, dan sosiologi,
mapunmateri-materi yang berkaitan dengan humaniora, matematika, dan ilmu alam. historitas ilmu-ilmu
sosial nampak bahwa pengembangan pemikiran an kajian PIPS saling berkaitan dan terintegrai.
Konstruksi 13 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 FILSAFAT INDONESIA PENDIDIKAN IPS DI
kebaikan berbagai aliran filsafat pendidikan. Kedua, terbuka kemungkinan untuk Ilmu sosial di Indonesia
sangat kuat dipengaruhi oleh pendekatan nilai yang bertolak dari orientasi nilai atau sosial budaya dan
sedikit sekali menggunakan pendekatan struktural, yang melihat tingkah laku manusia dalam struktur
sosial tertentu. Aliran positivistik memandang ilmu harus menggunakan pendekatan metode positivistik
yakni menggunakan metode ilmu alam, logika metode ilmu alam, di luar itu maka akan dianggap bukan
ilmu. Bila ilmu sosial ingin dianggap sebagai science maka harus mengadopsi metode ilmu alam. Hal ini
agak kurang pas, karena sifat ilmu alam adalah given (ada dengan sendirinya) yang merupakan factum
datum. Ilmu sosial ilmu bersifat sosial menempatkan kebudayaan Nasional yang dilandasi keimanan.
Ketiga, bisa dijadikan ide sentral (central idea) bagi pembangunan pendidikan.Keempat, bisa dijadikan
sebagai philosophy of value, dan kelima, bisa dijadikan sebagai philosophy of crisis. Dengan pendekatan
Recontructionist kita dapat meminjam beberapa filsafat pendidikan untuk direkonstruksikan amtara lain :
1) prinsip pendidikan harus mempunyai tujuan (Perenealism); pengalaman 2) prinsip kesinambungan
kebudayaan (Essentialism) ; 3) prinsip bahwa proses perubahan budaya dimungkinkan oleh tindakan
intelligence reflective thinking dan harus merupkn bagian integral dari proses pendidkan dan proses
perubahan sosial (Progresivism). Sedang dari Recontructionist sendiri kita bisa mengadopsi dan yakni
kebenaran ditentukan oleh sesuai tidaknya pengetahuan tersebut terhadap orang apa yang dilakukan
realitas sekelompok sosialnya. terhadap memodifikasi konsep-konsep yang berkaitan dengan sifat
mengakui keunggulan bangsa lain, kemudian di tata kembali sesuai dengan kepentingan dan cita-cita
bangsa Indonesia. Dengan mengadopsi demikian paradigma kita berpikir bisa barat Menurut Soemantri
bahwa dalam mengembangkan Indonesia yang filsafat berada pendidikan dalam di kondisi kemajemukan,
maka filsafat pendidikan yang perlu dikembangkan di Indonesia adalah ke arah membangun pendekatan
dan pola pikir reconstructionist philosophy pendekatan brdasarkan memungkinkan of atau A Restructured
Pemilihan tersebut pertama, mengambil (scientific methods) dan mengintepretasi hasil pemikiran tersebut
dengan nilai agama dan budaya bangsa sebagai paradigma dasar bagi pengembangan fisafat education.
alasan kita : untuk reconstructionist pendidikan Indonesia. 14 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009
Berdasar filosofis sebagaimana synnoetic, ethics dan synoptics. Symbolic meliputi pendidikan bahasa,
matematika. Emperic meliputi lingkungan fisik (kimia, fisikan biolgi,) dan lingkungan sosial, ditawarkan
diatas maka secara ontologi pendidikan memandang harus manusia secara sebagai konsisten makluk
rasional dan sadar nilai. Dalam tataran praktis pendidikan perlu mengembangkan kemamuan peserta didik
untuk melakukan penalaran secara rasional,kritis dan analitis. Untuk itu perlu dijarkan logika,
filsafat,ilmuilmu alam,ilmu-ilmu sosial dan Humaniora dan lmu pengetahaun lainnya agar ia mampu
berperan dan merespons persoaln lingkungan psikologi dan budaya. Esthetic meliputi musik , satra, seni
gerak Synnoetic meliputi drama, pembahasan tentang film dan berbagai jenis cerita. Ethics yakni
pendidikan kesadarn untuk menghormati dan mematuhi secara sukrela norma dan nilai nilai yang
ada.Synoptics yakni pendidikan yang berkaitan dengan sejarah,filsafat dan agama yang dimaksudkan
sebagai bekal mengintegrasikan seluruh pengetahuan yang dimiliki. Dengan perbendaharaan makna
kehidupan masa depanya. Dalam konteks epistemologi para pendidik konsep dan dasar peneliti perlu
memahami pereneal intraceptive/ yang ajaran knowledge bersumber (ilmu dari dikembangkan agama)
dan tersebut maka pendidikan akan mampu mengembangkan sekaligus intelektualitas manusia agarv
extraceptive/ acquired knowledge ( ilmu pengetahuan dikembangkan yang diperoleh dan dengan
mengontol perilakunya sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan. Hal ini merupakn wujud

nyata dari integrasi adagium intelectus quarens fides (rasio dan intelektualitas lebih manusia pemanfaatan
indera dan intelektualitasnya) dan menempatkannya pada posisi saling berhubungan dan saling
melengkapi karena keduanya merupakan tanda-tanda dikedepankan dari pada agama, moral atau
keimanan) dan fides quarens intelectus (agama, moral dan keyakinan rasio lebih dan kekuasaan Tuhan.
Secara aksiologis, paradigma filosofis harus meletakan pendidikan sebagai diutamakan daripada
intelektualitas) dalam filsafat pendidikan. aktivitas yang sarat akan nilai atau bermakna (repertoire of
meanings) yang akan DAFTAR PUSTAKA Achmad Sanusi, (1998), Pendidikan Alternatif, Bandung: PT.
Grafindo Media Pratama. ditransformasi an di internalisasikan ke dalam peserta didik. Makna-makna
tersebut meliputi symbolic,emperic,esthetic, 15 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 Al Rasyidin,
(2005),Rekonstruksi Filsafat Pendidikan sebagai Pengantar untuk Wacana Filsafat Pendidikan Indonesia,
Jurnal Analytica Islamica, Vol 7, No1, Tahun 2005. Awan Mutakin, (2008), Hakekat Manusia Dalam
Dinamika Sosial Budaya, Bandung. Capra, F,(1997), Titik Balik Peradaban, Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya. Hirch, (1967), Validity in Interpretation, New Haven : Yale University Press. Ignas Kleden,
(1987), Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, Jakarta : LP3ES. Madison, G.B., (1988), The Hermeneutics
of Postmodernity, Bloomington and Indianapolis : Indiana University Press. Muhammad Numan
Soemantri,(2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung: Rosdakarya. Noeng Muhadjir,
( 2006), Filsafat Ilmu Kualitatif & Kuantitatif untuk Pengembangan Ilmu dan Penelitian, Yogyakarta:
Rake sarasin. Palmer, (1969), Hermeneutics, Evanston USA : Northwestern University Press. R. Fraenkel,
Jack, (1980), Helping Students Think Value Strategies for Teaching Social Studies, New Jersey : PrenticeHall. Rochyati Wiriyaatmadja, (2002), Pembelajaran IPS Pada Tingkat Sekolah Dasar, Makalah Pada
Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung. S. Hamid Hasan, (1996), Pendidikan
Ilmu Sosial, Jakarta : Depdiknas. S. Kenworthy, Leonard, (1981), Social Studies For The Eighties,
Canada : John Willey & Sons. Skinner, Quentin, (1986), The Return Of Grand Theory In Human
Sciences, London: Cambridge University Press. Suarma Al Muchtar, (2002), Analisis Pembaharuan
Kurikulum Pendidikan IPS, Makalah Pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI
Bandung. Taylor, (19790, Interpretation and The Science of Man, California : University of California
Press. Titus, Smith Nolan, (1984), Living Issues in Philosophy ( terj) Rasyidi: Persoalanpersoalan
Filsafat,Jakarta: Grafindo. Http://re-searchengines.com/mangkoes6-044.html tanggal 20 September 2008.
Http://loekisno.wordpress.com/2008/02/10/be rkenalan-dengan-hermeuneutik/
Http://tumoutou.net/3_sem1_012/nunu_h.ht m 16 REGION Volume I. No. 1. Maret 2009 17 REGION
Volume I. No. 1. Maret 2009 X

Anda mungkin juga menyukai