Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN BUKU

A. Identitas Buku

Judul : Ilmu Pragmatk (Teori dan Penerapannya)

Pengarang : Prof. Dr. P. W. J. Nababan

Penerbit : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Tahun Terbit : 1987

Kota Terbit : Jakarta

Jumlah Halaman : 92 halaman

B. Ringkasan Buku :

BAB 1

PENDAHULUAN

Pragmatic secara lebih luas lagi untuk “aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa
dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan”.
Secara singkat, dapat diketahui bahwa setiap bahasa memiliki subsistem kinesik, paralinguistic, dan
proksemik yang sedikit banyak berbeda. Levison (1983) memberikan lima definisi dari ilmi pragmatic,
dua diantaranya adalah:

pragmatic ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian
bahasa.

pragmatic adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan
konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
Pragmatic sebagai ilmu, dan dengan demikian juga bahan pelajarannya, bersumber pada ilmu-ilmu lain
yang juga mengkaji bahasa dan factor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara wajar.
Ilmu-ilmu itu ialah:

a. Falsafah bahasa, terutama dengan teori Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan.

b. Sosiolinguistik

c. Antropologi

d. Etnografi Berbahasa

f. Linguistik, terutama Analisis Wacana dan Teori “Dieksis” atau Rujukan.

BAB II

VARIASI BAHASA

Ada empat macam variasi bahasa tergantung pada factor yang berhubungan atau sejalan dengan ragam
bahasa itu. Ke empat kategori factor-faktor itu ialah sebagai berikut:

Factor-faktor geografis

Faktor-faktor kemasyarakatan

Faktor-faktor situasi berbahasa

Factor-faktos waktu

Ragam bahasa yang berhubungan dengan daerah tempat penuturnya disebut dialek.perbedaan dialek
terdapat pada seluruh aspek bahasa: fonologi, ejaan dan lafal, morfologi dan sintaksis, kosakata dan
peribahasa, dan juga dalam bentuk pragmatic. Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial
penutur-penuturnya disebut sosiolek. Sosiolek yang diajarkan di Indonesia adalah “sosiolek terpelajar”.
Kelompok ragam bahasa yang ketiga berkaitan dengan situasi berbahasa. Siapa-siapa pemeran serta
berbahasa itu serta topic dan jalur. Berbahasa itu.dari factor-faktor tersebut, dikembangkan apa yang
disebut ragam-ragam fungsional atau situasional, yang kita sebut di sini fungsiolek. Martin Joos, seorang
linguis Amerika, membagi ragam fungsiolek ini menjadi lima subragam, yaitu: subragam beku, resmi,
usaha, santai, dan subragam akrab.

Ragam yang ke empat ialah yang berhubungan dengan perubahan bahasa dalam berlalunya waktu.
Ragam ini disebut ragam kronolek. Ragam bahasa dalam pengajaran berbahasa bertujuan
memperkenalkan berbagai bentuk bahasa kepada pelajar dan membantunya memperoleh keterampilan
mengerti dan menggunakan berbagai bentuk dan ragam bahasa itu untuk berbagai ragam komunikasi
dalam berbagai situasi berbahasa.

BAB III

Tindak Bahasa

Pengkajian tentang pragmatic yang paling menarik dan kelihatan relevan sekali dengan pengajaran
bahasa dan belajar bahasa. Menjelang abad ke-20 ini semakin disadari orang bahwa sukarr sekali
dipisahkan makna bahasa dan penggunaannya, sehingga timbulah pernyataan “makna bahasa adalah
penggunaan bahasa itu” dalam pandangan aliran yang disebut “logical positivism”.

Austin mengatakan bahwa secara analitis dapat kita pisahkan tiga macam tindak bahasa yang terjadi
secara serentak, yaitu:

a. tindak lokusi

b. tindak ilokusi

c. tindak perlokusi
sesuatu ungkapan yang dipakai menidentifikasikan sesuatu benda, proses, kejadian, tindakan, atau
sesuatu individu disebut suatu ungkapan rujukan. Ungkapan ini menhunjuk kepada hal-hal tertentu.
Rujukan tertentu ditnadai oleh “itu” di belakang ungkapan rujukan itu, missal, orang itu. Sedangkan
rujukan taktertentu ditandai oleh kata penggolongan seperti seorang, sebuah, selembar.

Teori tindak tutur bahasa menimbulkan dua macam pendapat tentang hubungan tindak bahasa ini
dengan teori dan pengkajian bahasa, yang disebutmtesis keterpulangan, atau disederhanakan menjadi
tesis saja dan lawannya antithesis. Tesis ini mengatakan bahwa tindak bahasa tidak dapat dipulangkan
kepada persoalan benar dan tak benar. Antithesis itu mengatakan sebaliknya bahwa makna ilokusi itu
dapat dipulangkan kepada sintaksis dan semantic.

BAB VI

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

Konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatic yang paling menonjolkan pragmatic sebagai suatu
cabang ilmu bahasa adalah implikatur percakapan. Levinson(1983) melihat kegunaan konsep implikatur
terdiri atas empat butir:

Konsep implikatur memungkinkan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan
yang tak terjangkau oleh teori linguistic.

Konsep implikatur memberikan suatu penjelasan yang tegas/implicit tentang bagaimana mungkinnya
apa yang diucapkannya secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahasa itu
mnegerti pesan yang dimaksud.

Konsep implikatur ini kelihatannya dapat menyederhanakan pemerian semantic dari perbedaan
hubungan antar klausa, walaupun klausa itu dihubungkan dengan kata struktur yang sama.

Konsep implikatur ialah bahwa hanya beberapa butir saja dasar-dasar implikatur dapat menerangkan
berbagai macam fakta/gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak atau berlawanan.

Grice (1957, juga dalam Steinberg & Jakobovits, 1971) membedakan dua macam makna yang dia sebut
natural meaning dan non-natural meaning. Menurut Grice, terdiri atas empat aturan percakapan yang
mendasari kerja sama penggunaan bahasa yang efisien yang secara keseluruhan disebut dasar kerja
sama. Dasar kerja sama ini terdiri dari empat aturan percakapan, yaitu: kuantitas, kualitas, hubungan,
dan cara. Grice juga menyebutkan adanya aturan lain yang umumnya bersifat sosial, estetis, atau
susila/moral.

Implikatur percakapan memilki cirri-ciri sebagai berikut:

Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu.

Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan
implikatur yang bersangkutan.

Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu akan arti konvensional dari
kalimat yang dipakai.

Kebenaran dari isi sesuatu implikaturpercakapan bukanlah tergantung pada kebenaran akan yang
dikatakan.

BAB V

TEORI DIEKSIS

Dalam linguistic telah kita bertemu dengan istilah rujukan atau referensi, yaitu kata atau frasa yang
menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan. Dalam
dieksis orang, yang menjadi criteria ialah peran peserta dalam peristiwa bahasa itu, yakni kategori orang
pertama, kedua dan ketiga. Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang dipandang dari
lokasi orang dalam peristiwa bahasa itu.

Dieksis waktu adalah pengungkapan kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu suatu ungkapan
dibuat, yaitu sekarang, kemarin, dulu, besok, dan lain-lain.dieksis wacana adalah rujukan kepada bagian-
bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan atau yang sednag dikembangkan. Dieksis sosila
menunjukkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara peran-peran peserta,
terutama aspek peran sosial antara pembicara dan pendengar dan antara pembicara dengan
rujukan/referensi yang lain. Gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial terhadap orang atau
peristiwa disebut eufemisme. Dieksis sejati adalah kata/frasa yang artinya dapat ditenagkan seluruhnya
dengan konsep dieksis. Sedangkan dieksis taksejati adalah kata/frasa yang atinya hanya sebgaian
fungsinya adalah non-dieksis.
BAB VI

PRAANGGAPAN

Implikatur merupakan salah satu persyaratan yang memungkinkan saling mengerti dalam interaksi
komunikasi. Oleh karena implikatur itu didasarkan pada hubungan kerja sama antar pemeran dalam
situasi dan konteks berbahasa, maka ia disimpulkan secara pragmatic bukan semantic dan sintaktik.
Praanggapan adalah penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk
bahasa mempunyai makna bagi penerima bahasa itu, dan membantu pembicara menentukan bentuk-
bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.

Konsep praanggapan ini berasal dari perdebatan dalam ilmu falsafah khususnya tentang hakikat rujukan
dan ungkapan-ungkapan rujukan. Seiring dengan pelepasan konsep praanggapan semantiuk itu,
bermunculah beberapa teori praanggapan pragmatic yang menggunakan factor-faktor dan konsep
pragmatic dalam definisi praanggapanya, yang biasanya menggunakan dua konsep dasar, yakni:
kewajaran dan pengetahuan bersama.

BAB VII

ANALISIS WACANA

Analisis wacana adalah istilah yang berganda makna oleh karena cakupannya luas dan belum begitu lama
ini dikaji secara serius oleh para linguis dan ahli-ahli ilmu soail lainnya. Dua perkembangan dalam kajian
atau analisis wacana, yaitu: yang pertama ialah berusaha membuat analisis struktur suatu wacana lisan
atau tertulis yang terjadi atau dilakukan secara alamiah, yaitu kegiatan berkomunikasi normal, sedangkan
yang kedua ialah yang berusaha mengkaji bahasa dalam penggunaan dalam konteks sosial, khususnya
pertukaran ujaran antara pembicara dan lawan bicara, dengan kata lain bahasa dalam interaksi. Kalau
kita hendak menganalisis atau mengkaji penggunaan bahasa atau bahasa yang dipakai untuk interaksi
komunikasi secra nyata, dapat kita mengkajinya dalam bentuk lisan maupun tertulis. Bahasa yang
digunakan itu dapat disebut teks dan bahasa lisan yang dipakai itu disebut wacana. Van Dyk (1977),
menyatakan bahwa hubungan teks dengan wacana sama dengan hubungan kalimat dengan ujaran.
BAB VIII

PENDEKATAN PRAGMATIK DALAM PENGAJARAN BAHASA

Analisis keadaan pengajaran bahasa Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan antara tujuan
pengajaran dan bahan pengajaran. Tujuan pengajaran dalam kurikulum 1975, ialah “keterampilan
berbahasa Indonesia”. Pada permulaan dasawarsa 10970-an berkembang suatu pemikiran yang timbul
dari kurang puasnya orang dengan hasil pengajaran bahasa secara structural, yang membuat orang
sanggup membuat bentuk-bentuk bahasa menurut pola-pola yang dilatihkan tetapi belum tentu dapat
menggunakannya. Satu gagasan yang timbul adalah yang disebut pendekatan kognitif yang menekankan
keterampilan mengerti dan menggunakan aturan-aturan pembentukan kalimat-kalimat yang bermakna.

Dalam pembicaraan di atas, kita memakai istilah pragmatic secra lebih luas lagi untuk “aturan pemakaian
bahasanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan”. Bahasa
mempunyai bentuk-bentuk yang sesuai konteks dan keadaan. Bentuk-bentuk yang berbeda itu disebut
ragam bahasa. Ada empat macam variasi bahasa bergantung pada factor yang berhubungan atau sejalan
dengan ragam itu. Keempat factor itu adalah;

Factor geografis

Factor-faktor kemasyrakatan

Factor-faktor situasi berbahasa

Factor-faktor waktu

Orientasi belajar mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi ini disebut pendekatan
komunikatif. Dalam pendekatan ini, bentuk bahasa yang dipakai selalu dikaitkan dengan factor-faktor
penentu di atas. Ilmu yang mempelajari hubungan bahasa dengan factor-faktor penentu itu disebut ilmu
pragmatic.unsur-unsur bahasa meliputi lafal/ejaan, struktur, dan kosa kata, sedangkan kegiatan
berbahasa meliputi membaca, menulis/mengarang, berbicara, dan pragmatic.

Keterampilan pragmatic dipelajari melalui dua jalur, yaitu jalur formal, dan non-formal.dalam belajar
bahasa asing, keterampilan pragmatic ini dapat dipelajari hanya melalui cara formal oleh karena para
pelajar tidak mempunyai kesempatan untuk memperolehnya secara informal. Diperlukan juga bahan-
bahan pengajaran yang berorientasi keterampilan pragmatic, artinya materi pembelajaran yang
melibatkan konteks dan situasi dalam pengembangannya dan penyajiannya. Pendekatan pragmatic yang
diterapkan dalam pengajaran bahasa asin bergantung pada tujuan pembelajaran yang mencakup
keterampilan menggunakan bahasa asing itu, tulisan dan/atau lisan. Tujuan pembelajaran ditentukan
oleh sekolah. Tujuan pembelajaran dapat ditentukan dengan berbagai cara/factor, yaitu: kemauan dan
pemikiran yang mempunyai sekolah, hasil suatu analisi kebutuhan, keinginan pelajar, dan lain-lain.

C. Kelebihan Buku :

Buku ini berisi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu pragmatic. Isinya sudah lengkap dan mencakup
seluruh ilmu pragmatic. Tidak lupa, Nababan juga mencantumkan contoh-contoh yang juga membantu
pembaca lebih memahami isi buku. Nababan juga membandingkan dengan bahasa Inggris juga contoh-
contohnya. Selain itu juga membubuhkan bahan bacaan sebagai penunjang isi dari buku ini. Sumber
yang digunakannya pun sangat lengkap dan rinci.

D. Kekurangan Buku :

Buku yang ditulis oleh Nababan ini selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan. Di sini bahasa
yang digunakan masih sulit dipahami, ejaannya pun masih kurang baik. Contoh-contonya kebanyakan
contoh dari bahasa asing. Nababan juga kurang teliti dalam penyusunan kalimat. Masih banyak
pemborosan kata dan justru membingungkan. Kertas yang digunakan pun masih menggunakan kertas
buram. Cover buku ini masih sederhana dan kurang menarik.

Anda mungkin juga menyukai