PENDIDIKAN IPS DI SD
Oleh :
Dra. Sri Dadi, M.Pd
Social studies is the integrated study of social science and humanities to promote
civic competence. Within the school pogram, social studies provides coordinated,
systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archeology,
economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion, and sociology as well as appropriate content from humanities,
mathematics and natural sciences.
IPS merupakan studi terintegrasi dari ilmu-IPS untuk mengembangkan potensi
kewarganegaraan yang dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan
sistematis yang dibangun dalam beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi,
ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi,
dan juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam.
Senada dengan pendapat Barth di atas, Pusat Kurikulum mendefinisikan Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-IPS seperti sosiologi,
sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan
atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner
dari aspek dan cabang-cabang ilmu-IPS seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
hukum dan budaya (Pusat Kurikulum, 2006: 5).
Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran IPS disebutkan sebagai salah satu
mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai SMP/MTs. Mata pelajaran ini
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi,
dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik disiapkan dan diarahkan agar
mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta
warga dunia yang cinta damai.
Sejalan dengan pengertian umum tersebut, IPS sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah
dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-IPS dan disiplin
ilmu lain yang relevan untuk merealisasikan tujuan pendidikan di tingkat persekolahan.
Implikasinya, berbagai tradisi dalam IPS termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan
sosial, aspek metode, maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-IPS, dikemas
secara psikologis, pedagogis, dan sosial budaya untuk kepentingan pendidikan.
Berdasarkan perspektif di atas, secara umum IPS dapat dimaknai sebagai seleksi dari
struktur disiplin akademik ilmu-IPS yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila (Numan Somantri, 2001: 103). Pengertian
umum ini mengimplikasikan adanya penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari
berbagai disiplin akademis ilmu-IPS. Kaidah-kaidah akademis, pedagogis, dan psikologis
tidak bisa ditinggalkan dalam upaya pengorganisasian dan penyajian upaya tersebut. Dengan
cara demikian, pendidikan IPS diharapkan tidak kehilangan berbagai fungsi yang
diembannya, apalagi jika dikaitkan secara langsung dengan pencapaian tujuan institusional
pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sementara itu, fungsi pengajaran IPS di SD adalah untuk mengembangkan pengetahuan,
nilai, sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan peserta didik agar dapat
direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Berkaitan dengan fungsi mata pelajaran IPS, Jarolimek (1986: 4) berpendapat bahwa:
The major mission of social studies education is to help children learn about the
social world in which they live and how it got that way; to learn to cope with
social realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skills, needed to help
shape an enlightened humanity.
Misi utama pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat
dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan, untuk belajar menerima realitas sosial,
dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk membantu mengasah
pencerahan manusia.
B. Tujuan IPS
Sebagai bidang ajar di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih
atau diorganisasikan dalam rangka kajian IPS. Berkaitan dengan tujuan IPS, Martorella
(1994: 7) menyatakan bahwa:
The Social Studies are selected information and modes of investigation from the
social sciences, selected information from any area that relates directly to an
undestanding of individuals, groups, and societies and applications of the selected
information to citizenship education.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan informasi terpilih dan cara-cara investigasi dari ilmu-
ilmu sosial, informasi dipilih dari berbagai tempat yang berhubungan langsung terhadap
pemahaman individu, kelompok dan masyarakat dan penerapan dari informasi yang dipilih
untuk maksud mendidik warga negara yang baik. Dari pengertian tersebut dapat dipahami
bahwa mata pelajaran IPS di SD bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu
warga negara yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang berguna bagi diri dalam
hidup sehari-hari dan warga negara yang bangga sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah
air.
Karakteristik tujuan IPS menurut Bruce Joyce melalui Kenworthy (1981: 7) memiliki tiga
kategori, yaitu (1) pendidikan kemanusiaan, (2) pendidikan kewarganegaraan, dan (3)
pendidikan intelektual. Pendidikan kemanusiaan berarti bahwa IPS harus membantu anak
memahami pengalamannya dan menemukan arti atau makna dalam kehidupannya. Dalam
tujuan pertama ini terkandung unsure pendidikan nilai. Selanjutnya, pendidikan
kewarganegaraan berarti bahwa siswa harus dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif
dalam dinamika kehidupan masyarakat. Siswa memiliki kesadaran untuk meningkatkan
prestasinya sebagai bentuk tanggung jawab warga negara yang setia pada negara.
Pendidikan nilai dalam tujuan ini lebih ditekankan pada kewarganegaraan. Sementara itu,
pendidikan intelektual berarti bahwa IPS membantu siswa untuk memperoleh ide-ide
analitis dan berbagai cara untuk memecahkan masalah yang dikembangkan dari konsep-
konsep IPS. Dalam memecahkan masalah, siswa akan dihadapkan pada upaya mengambil
keputusan sendiri. Melalui peningkatan kematangan, soswa belajar untuk menjawab
pertanyaan dengan benar dan menguji ide-ide kritis dalam situasi sosial.
Menurut Fraenkel (1980: 8-11), ada empat kategori tujuan IPS, yaitu pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai. Pengetahuan diartikan sebagai kemahiran dan pemahaman
terhadap sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini adalah membantu siswa
untuk belajar lebih banyak tentang dirinya, fisiknya, dan dunia sosial. Keterampilan
diartikan sebagai pengembangan berbagai kemampuan tertentu untuk mempergunakan
pengetahuan yang diperolehnya. Ada beberapa keterampilan dalam IPS, yaitu keterampilan
berpikir, keterampilan akademik, keterampilan penelitian, dan keterampilan sosial.
Sementara sikap diartikan sebagai kemahiran dalam mengembangkan dan menerima
keyakinan-keyakinan, ketertarikan, pandangan, dan kecenderungan tertentu. Nilai diartikan
sebagai kemahiran memegang sejumlah komitmen yang mendalam, mendukung ketika
sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang tepat.
Tujuan pembelajaran IPS (Pusat Kurikulum, 2006: 7) adalah mengembangkan potensi
peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap
mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas, dalam perspektif formal dan realistik, IPS di tingkat sekolah
pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara
yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes
and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang
baik. Oleh karena itu, kegiatankegiatan belajar dan mengajar serta situasi berikut ini
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006) hendaknya menjadi orientasi utama pelaksanaan
Pendidikan IPS di sekolah dasar.
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.
Gambar di atas berbicara tentang bentuk pendidikan IPS yang disajikan dalam sebuah
proses pendidikan. Bentuk pendidikan IPS akan sangat tergantung dari definisi atau
pengertian yang dianut seseorang tentang pendidikan IPS. Dalam hal ini terdapat dua
pendapat dalam bentuk penyajian pendidikan IPS. Pendapat pertama mengemukakan bahwa
materi dari disiplin-disiplin ilmu sosial dijadikan sebagai salah satu sumber materi/ pokok
bahasan kurikulum pendidikan. Sedangkan pendapat kedua melihat pendidikan ilmu sosial
merupakan pendidikan dari ilmu-iilmu sosial dalam pengertian bahwa pendidikan IPS
dikembangkan dari disiplin ilmu sosial sebagai satu-satunya sumber materi pendidikan.
Berdasarkan pendapat kedua maka terdapat beberapa cara pengorganisasian materi disiplin-
disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS, yaitu :
1. Organisasi terpisah. Merupakan bentuk organisasi kurikulum yang mengajarkan
setiap disiplin ilmu-ilmu sosial secara terpisah berdasarkan ciri dan karakteristik
masing-masing disiplin ilmu.
2. Organisasi korelatif/ berhubungan. Merupakan bentuk organisasi materi yang
mencoba mencari keterkaitan pembahasan antara satu pokok bahasan dengan pokok
bahasan lainnya tanpa menghilangkan ciri dari satu disiplin ilmu sosial yang utama.
Dengan keterkaitan, siswa belajar mengenai satu pokok bahasan dari disiplin lain.
3. Organisasi fusi/ terpadu. Merupakan peleburan dari berbagai bidang ilmu-ilmu sosial
yang dikemas sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan pendidikan dan
kepentingan siswa.
Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan
secara terpadu/ fusi. Materi pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat sekolah dasar tidak
menunjukkan label dari masing-masing disiplin ilmu sosial. Materi disajikan secara tematik
dengan mengambil tema-tema sosial yang terjadi di sekitar siswa. Demikian juga halnya
tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena-fenomena serta aktivitas sosial yang
terjadi di sekitar siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas pada lingkungan yang
semakin jauh dari lingkaran kehidupan siswa. Pendekatan seperti ini dikenal dengan model
pendekatan kemasyarakatan yang meluas (Expanding community approach) yang pernah
dikembangkan oleh Paul R. Hanna pada kurun waktu tahun 1963-an. Pendekatan
kemasyarakatan yang meluas ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Berdasarkan gambar di atas, kita dapat melihat bahwa yang menjadi pusat kajian adalah
siswa. Materi IPS dikembangkan dari fenomena-fenomena sosial yang terjadi dekat dengan
lingkungan siswa kemudian meluas pada lingkungan sekolah, masyarakat sekitar tempat
tinggal siswa, lingkungan kota dimana siswa tinggal, propinsi, Negara dan kemudian ke
wilayah regional Negara tetangga bahkan sampai lingkungan dunia. Selain ruang lingkup
kajian yang semakin meluas, tema-tema yang disajikan berangkat dari hal-hal yang
sederhana menuju pada permasalahan sosial yang semakin kompleks.
PERTEMUAN II
LANDASAN DAN KOMPETENSI PENDIDIKAN IPS
A. Karakteristik Siswa SD
1. Pengertian Karakteristik Anak SD Menurut Para Ahli
a. Piaget (Dalam Desmita, 2011)
Anak usia sekolah dasar merupakan usia manusia aktif dan peniru yang ulung
serta tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar berada pada tahap pra
operasional konkrit.
b. David (2001).
Menurutnya, karakteristik anak sekolah pada dasarnya mengalami perkembangan
neuron pada otak anak, membuat lebih banyak koneksi dibandingkan neuron pada
otak manusia dewasa.
c. Piaget (Dalam Snowman, 2010)
Menurutnya, karakteristik anak sekolah dasar percaya berkembang lebih cepat
ketika mereka berinteraksi satu sama lain.
d. Suyadi (2009).
Arti karakteristik anak-anak usia sekolah dasar adalah anak yang suka bermain.
Dunia anak adalah dunia bermain dan belajarnya anak sebagian besar melalui
permainan yang mereka lakukan Bermain menurut Ade (2011), memiliki fungsi
sebagai sarana refreshing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah
bekerja dan dihinggapi rasa jenuh.
e. Miftahul (2010)
Menurutnya, anak-anak di Usia sekolah dasar juga menyukai hal-hal yang mampu
membangkitkan imajinasi mereka. Mereka menyenangi tempat belajar yang
nyaman dan sesuai dengan dunia mereka sehingga belajar menjadi hal yang
menyenangkan bagi anak-anak. Belajar akan lebih efektif dan terkondisikan
ketika suasana belajar menyenangkan. Suasana, keadaan ruangan akan
menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi.
Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru,
agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar. Sebagai
guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya
maka sangatlah penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain
karakteristik yang perlu diperhatikan kebutuhan peserta didik. Perkembangan Anak
Usia Sekolah Dasar Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami
perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang berkisar
antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :
a. Perkembangan Fisik
Siswa SD Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan
tulang. Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan berat
badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 ‐13
tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki‐laki, Sumantri dkk
(2005).
Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang lebih
lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun di SD.
Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan kurang lebih
sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih
langsing dari anak laki‐laki.
Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa
lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat.
Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan
lebih kuat daripada anak laki‐laki. Anak laki‐laki memulai lonjakan pertumbuhan
pada usia sekitar 11 tahun.
Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati puncak
tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan menstruasi
umumnya dimulai pada usia 12‐13 tahun. Anak laki‐laki memasuki masa pubertas
dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13‐16 tahun.
Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini
terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu
bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem
tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal
(prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan
luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta
perkembangan ciri‐ciri seks primer dan sekunder. Meskipun urutan kejadian
pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan
berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata‐rata anak perempuan memulai
perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki‐laki. Kecepatan
perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk
mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun.
Dengan adanya perbedaan‐perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum
anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas.
b. Perkembangan Kognitif
Siswa SD Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam perkembangan pola
pikir. Tahap perkembangan kognitif individu menurut Piaget melalui empat stadium:
a. Sensorimotorik (0‐2 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan medorong
mengeksplorasi dunianya. b. Praoperasional(2‐7 tahun), anak belajar menggunakan
dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata‐kata. Tahap pemikirannya
yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat
egosentris dan intuitif ketimbang logis c. Operational Kongkrit (7‐11), penggunaan
logika yang memadai. Tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda
konkrit. d. Operasional Formal (12‐15 tahun). kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia
c. Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu.
J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan
dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan
sosial.
Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan berpikir
bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak
pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah
keluarga, dan taman kanak‐kanaknya.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering
rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka
"dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap
ini disebut tahap "I can do it my self". Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu
tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka dapat
meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali
mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya
tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara cara yang
dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang
jujur.
Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan
membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih mudah menggunakan
perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma‐norma sosial dan
kesesuaian jenis‐jenis tingkah laku tertentu. Pada saat anak‐anak tumbuh semakin
lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan
menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada
kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan
sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan
sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki‐laki dan perempuan
menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya
berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional
yang serius Teman‐teman mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya.
Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian
serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok
teman sebaya melalui pakaian atau perilaku. Hubungan antara anak dan guru juga
seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan
bergantung kepada guru. Di awal awal tahun kelas besar SD hubungan ini menjadi
lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi
tidak mereka ceritakan kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih
guru mereka sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru
dengan cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya.
Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja adalah
reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk
dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri. Mereka juga mulai menyadari
bahwa ada perbedaan antara apa yang mereka pikirkan dan mereka rasakan serta
bagaimana mereka berperilaku.
Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan‐kemungkinan. Remaja
mudah dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi
mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk
mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sampai 22 tahun, umumnya
telah mengembangkan suatu status pencapaian identitas.
2. Kebutuhan Peserta Didik Siswa SD
a. Anak SD Senang Bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang
bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di
dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi
santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran
serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan
seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
b. Anak SD Senang Bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjam‐jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan
tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh
anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai
siksaan.
c. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok.
Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya, mereka belajar aspek‐
aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan‐ aturan
kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya
dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang
lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa
guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja
atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini
membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat
meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3‐4 orang untuk
mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
d. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/memperagakan Sesuatu Secara
Langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional
konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep‐
konsep baru dengan konsep‐konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa
membentukkonsep‐konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi‐fungsi badan, pera
jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi
pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan
memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin,
dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung
setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara
persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
3. Implikasi Karakteristik Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Bagi Anak
Usia Sekolah Dasar
a. Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja
dalam kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung. Oleh
karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur
permainan, memungkinkan siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung
dalam pembelajaran.
b. Menurut Havighurst tugas perkembangan anak usia SD adalah sebagai berikut :
1) menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas
fisik,
2) membangun hidup sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan.
3) belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya,
4) belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
5) mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat,
6) mengembangkan konsep‐konsep hidup yang perlu dalam lehidupan.
7) mengembangkan kata hati, moral, dan nilai‐nilai sebagai pedoman perilaku.
8) mencapai kemandirian pribadi.
4. Tugas perkembangan tersebut mendorong guru SD untuk :
a. menciptkaan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik,
b. melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian sosialnya
berkembang,
c. mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret
atau langsung dalam membangun konsep; serta
d. melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai‐nilai sehingga siswa
mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.
Pendidikan di SD merupakan jenjang pendidikan yang mempunyai peranan sangat
penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Sumber :
https://www.pinhome.id/blog/karakteristik-anak-sd-sekolah-dasar-menurut-para-ahli-
lengkap/
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Karakteristik%20Siswa%20SD.pdf
C. Keterlibatan Fisik dan Psikis Peserta Didik dalam Proses Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar secara aktif adalah pembelajaran yang mengajak peserta
didik agar dapat belajar serta aktif. Saat peserta didik belajar secara aktif, akan menciptakan
dominasi aktifitas pembelajaran oleh peserta didik, dimana mereka akan menemukan
berbagai ide dari materi pelajaran, pandai dalam pemecahan masalah, dan aktualisasi
terhadap sesuatu yang baru dipelajarinya ke dalam kehidupannya yang nyata jauh lebih baik
dari sebelumnya. Pembelajaran yang aktif mengajak peserta didik ikut andil selama proses
belajar mengajar, bukan hanya psikis, melainkan juga pelibatan fisik. Dengan pembelajaran
seperti demikian, membuat peserta didik berada pada situasi dan kondisi yang sangat
menarik dan menyenangkan sehingga hasil belajar menjadi maksimal.
Pembelajaran aktif seharusnya menjadi alternatif pilihan untuk peningkatan mutu atau
kualitas pendidikan. Hal tersebut dikarenakan dapat menciptakan kondisi belajar yang aktif
oleh peserta didik. Keaktifan peserta didik tersebut tergambar dalam keanekaraga man
perilaku, misalnya mendengarkan (perkataan guruatau pun sesamapeserta didik),
mendiskusikan (khususnya mengenai keterkaitan antara penyebab dan akibat peristiwa),
merancang suatu hal, mencatat dan sebagainya.
Pembelajaran aktif adalah suatu bentuk kegiatan belajar mengajar dimana peserta
didik memiliki porsi yang cukup besar dalam membahas dan mengkaji selama proses
pembelajaran dengan terlebih dahulu berusaha mencari beraneka ragam sumber pengetahuan
dan informasi. Sehingga, Peserta didik memperoleh berbagai pengalaman demi peningkatan
pengetahuan dan kompetensi.Lebih lanjut, pembelajaran aktrif melahirkan kemungkinan
berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik seperti analisis dan
sisntesis, melaksanakan penilaian kegiatan belajar, serta menerapkan di kegiatan hidup
sehari-harinya.
Pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar guru dituntut untuk senantiasa
mengoptimalkan sifat aktif peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Peserta didik yang
kurang aktif selama proses belajar mengajar dapat mempengaruhi pencapaian tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Ciri-ciri peserta didik yang aktif dalam proses belajar
mengajar, dapat dikemukakan antara lain:
a. Rajin atau memiliki kesabaran yang tinggi dalam mengikuti pelajaran
Yang dimaksud di sini adalah bahwa peserta didik tidak pernah absen mengikuti
pelajaran setiap harinya sesuai jadwal pelajaran yang telah ditetapkan, kecuali
dikarenakan beberapa hal yang sulit diminimalisir misalnya karena sakit.
b. Menjawab pertanyaan guru bila ditanya
Dalam proses belajar mengajar biasanya guru memulai kegiatannya dengan mengajukan
berbagai pertanyaan kaitannya dengan pelajaran terdahulu maupun kaitannya dengan
pelajaran selanjutnya. Atau ketika guru menyajikan pelajaran memanfaatkan metode
bertanya lalu dijawab oleh peserta didik. Peserta didik yang aktif akan selalu berupaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan.
c. Mengajukan pertanyaan bila penjelasan guru belum dimengerti Sering terjadi dalam
proses belajar mengajar penjelasan guru mengenai pelajaran yang disajikan tidak dapat
dimengerti oleh peserta didik, disebabkan metode mengajar yang tidak tepat, kalimat-
kalimat yang digunkan guru tidak dapat dimengerti peserta didik, dan sebagainya. Agar
peristiwa tersebut tidak berlarut-larut maka sebaiknya guru mendorong peserta didik
untuk memberikan pertanyaan kepada guru mengenai hal-hal yang tidak dipahaminya.
Yang demikian itu dapat dilaksanakan dengan mudah oleh peserta didik yang aktif
selama proses pembelajaran, sehingga ia dapat mengenali letak permasalah yang
membuatnya belum mengerti, dan khusus peserta didik yang tidak aktif (lalai) sangat
sulit untuk melakukannya. Karena itu, guru harus memberikan dorongan yang ekstra
agar setiap peserta didik dapat mengeksplorasi berbagai kemampuan dan permasalahan
yang dihadapi selama kegiatan pembelajaran tanpa terkecuali.
d. Peserta didik mengerjakan berbagai tugas yang diberikan kepadanya
Metode mengajar guru ada beraneka ragam, satu diantaranya yaitu pemberian tugas.
Metode ini tidak hanya terbatas pada tugas-tugas yang seharusnya peserta didik kerjakan
pada saat jam pelajaran, tetapi juga tugas-tugas kokurikuler yang harus dikerjakan oleh
peserta didik di luar jam pelajaran. Peserta didik yang aktif belajar ditandai dengan
mengerjakan berbagai tugas tersebut dengan baik.
e. Mencatat penjelasan guru yang dianggap penting
Pada saat guru menjelaskan pelajaran terkadang terdapat bagian-bagian dari penjelasan
tersebut yang perlu dicatat, mengingat keterbatasam kemampuan peserta didik untuk
menghafal dan daya tahan hafalan. Perlu diketahui pula bahwa biasanya terdapat bagian
dari penjelasan guru yang tidak terdapat dalam buku- bukupaket dan bagian-bagian
inilah yang perlu dicatat.
f. Memperhatikan pelajaran dengan seksama
Perhatian dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan, bahkan diupayakan harus
terpusat. Dengan demikian, setiap awal dimulainya pelajaran, guru hendaknya berupaya
mengaktifkan perhatian peserta didik. Akvitas mengaktifkan perhatian peserta didik
selama kegiata belajar mengajar memunyai peranan yang begitu besar. Ketidakhadiran
perhatian menyebabkan terjadi kejenuhan dan sua dan rasa bosan selama proses belajar
mengajar. Perhatian tersebut dapat dimunculkan dengan membuat kesesuaian antara
bahan pengajaran dan kebutuhan peserta didik. Ketika kedua hal tersebut telah
bersesuaian, maka motivasipun lahirselama proses belajar mengajar. Motivasi
dimaksudkan untuk mendorong dan memberi arah kepada seseorang untuk
melaksanakan sesuatu. Kurangnya motivasi pada diri membuat seseorang malas
melakukan sesuatu, sehingga mengerjakan sesuatu dengan asal-asalan. Oleh karena itu,
baik perhatian maupun motivasi sangat dibutuhkan oleh peserta didik selama kegiatan
belajar mengajar. Peserta didik diharapkan mampu untuk seanntiasa menamkan
kebiasaan, berperilaku dan mencari pelbagai aktivitas yang dapat meembangkitkan
perhatian dan motivasi belajar sehingga memperoleh hasil yang memuaskan.
g. Senang mengikuti pelajaran
Senang yang dimaksud di sini adalah keaktifan mengikuti pelajaran, tanpa merasa
ditekan atau dipaksa-paksa. Peserta didik harusnya dapat melaksanakan kegiatan belajar
mengajar dengan setulus hati, tanpa perlu adanya paksaan dari guru ataupun paksaan
dari orang tua. Sikap senang dari peserta didik menimbulkan konsentrasi penuh peserta
didik selama mengikuti pelajaran.
h. Minat belajar cukup tinggi Salah satu peserta gambaram peserta didik aktif selama
kegiatan belajar mengajar adalah bila peserta didik meempunyai minat belajar yang
cukup tinggi. Peserta didik yang memunyai minat belajar rendah, akan menimbulkan
sifat acuh tak acuh dalam mengikuti pelajaran.
Agus Sujanto memberikan pendapat jika ingin membentuk dan mengembangkan minat
peserta didik, dapat dilakukan dengan beberapa upaya berikut:
1) Memperkaya ide atau gagasan.
2) Pemberian penghargaan untuk merangsang minat.
3) Melakukan pengenalan dengan berbagai pribadi yang memiliki krativitas.
4) Mengeksplorasi lingkungan dengan bijaksana.
5) Meninkatkan kinerja fantasi
6) Mengupakan untuk senantiasa bersikap positif.
Minat belajar peserta didik dapat dipupuk dan ditingkatkan melalui beberapa upaya
berikut:
1) Merubah suasana lingkungan, relasi, bacaan, kebiasan dan aktivitas biasanya.
Seperti melaksanakan liburan ke berbagai tempat, ikut dalam pertemuan-
pertemuan, mencari bahan bacaan baru yang sebelumnya tidak pernah dibaca, serta
menciptakan kebiasaan dan hobi dengan berbagai macam, hal ini akan membuat
lebih berminat.
2) Latihan dan implementasi sederhana, dengan cara mencari solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi. Latihan tersebut dimaksudkan untuk meningatkan
minta belajar melalui peningkatan minat terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi terlebih dahulu. Setelah minat dalam memecahkan permasalah telah ada
maka dengan sendirinya minat pada proses belajar mengajar aka nada dalam diri
peserta didik.
3) Membuat orang lain agarminat yang dimilikinya berkembangdan pada hakekatnya
mengembangkan diri sendiri.
Syaiful Bahri beranggapan bahwa” besarnya porsi minat sangat berpengaruh
padakegiatan belajar. Peserta didik yang memunyai minat berusahadengan penuh
kesungguhan selama proses pembelajaran berlangsung. Lancarnya kegiatan belajar
mengajar harus menyertakan minta belajar peserta didik. Oleh karena itu, berbagai usaha
untuk meningkatkan minat peserta harus senantiasa diupayakan agar peserta didik dapat
paham dan mengerti pengajaran yang diberikan. Berikut ini upaya yang dapat
dilaksanakan guru demi mengembangkan minat peserta didik, di antaranya:
1) Sesuai kebutuhan yang dibutuhkan peserta didik.
2) Menghubungkan masa lalu dengan masalah yang dihadapi
3) Diberi kesempatan melaksanakan hasil optimal.
4) Penggunaan aneka ragammetode pembelajaran.
Karena itu, situasi dan suasana yang mendukung dapat dimanfaatkan guru
mengembangkan minat peserta didik. Minat peserta didik dalam kegiatan belajar
merupakan kekuatan yang bersumber dari diri peserta didik. Minat tersebut memiliki
hubungan dengan sesuatu yang dibutuhkan peserta didik untuk diketahuinya. Hal inilah
yang menjadi perhatian guru, karena guru harus mampu mengatur dan menciptakan
suasana belajar mengajar yang edukatif dan interaktif dengan tentunya menarik minat
dan motivasi peserta didik.
PERTEMUAN IV
ESENSI KURIKULUM IPS SD
A. Peristiwa
Petama-tama mari kita awali belajar kajian modul ke-2 ini dengan an mengingat kembali
beberapa pokok pikiran tentang karakteristik. pendidikan IPS di SD, seperti telah diuraikan
dalam modul pertama. Coba Anda sebutkan pengertian IPS dalam kurikulum di SD? Apa
pula fungsi dan tujuan mata pelajaran IPS di SD? Untuk lebih memantapkan pemahaman
Anda tentang materi tersebut, silakan buka kembali modul pertama. Apakah Anda
menemukan hal-hal yang ditanyakan di atas?
Baiklah, coba perhatikan rambu-rambu dari pengertian IPS SD dalam Kurikulum 2006
bahwa IPS itu merupakan salah satu mata pelajaran yang . diberikan mulai dari SD sampai
SMP, di mana IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada Jenjang SD mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang
memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh mata pelajaran IPS, yaitu agar peserta didik
memiliki kemas puan sebagai berikut.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya;
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
4. Memiliki kemampuan (kompetensi) berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi
(berdaya saing) dalam masyarakat yang majemuk, baik di tingkat lokal, nasional, dan
global (dunia).
Selanjutnya, mengenai ruang lingkup esensi materi dari mata pelajaran IPS meliputi
aspek-aspek sebagai berikut.
1. Geografi meliputi manusia, tempat, dan lingkungan.
2. Sejarah meliputi waktu, keberanjuran, dan perubahan.
3. Sosiologi meliputi sistem sosial dan budaya.
4. Ekonomi meliputi perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Memperhatikan pokok-pokok pemahaman dan pengertian kajian di atas, persoalan kita
adalah berkenaan dengan pertanyaan "Kompetensi apa yang harus dimiliki oleh peserta
didik'; "bahan kajian apa yang perlu diberikan kepada anak didik kita?". "Aspek-aspek apa
yang harus dinilai dari peserta didik'?. Bagaimanakah pendekatan, strategi dan cara yang
harus dilakukan agar tujuan kegiatan belajar mengajar berhasil mencapai sasaran yang baik?
Secara lebih umum dapat kita katakan bahwa pengajaran IPS itu berkenaan dengan
pengenalan dan pemahaman anak terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada masa kini,
yaitu yang lebih dikenal dengan isu sosial.
Namun demikian, kita menyadari bahwa isu sosial yang dialami anak itu pada dasarnya
masih kabur sifatnya. Cobalah Anda sendiri renungkan sejenak, apakah isu sosial itu?.
Secara sederhana, istilah isu sosial dapat diartikan sebagai kabar atau berita suatu peristiwa
yang terjadi dam menyangkut pada aktivitas kehidupan manusia di masyarakat serta tidak
jelas asal usulnya, masih berupa desas-desus atau kabar angin. Dengan pengertian tadi tentu
kita akan sukar menjelaskannya dengan katakata sehingga jelas maksudnya kepada anak
didik kita. Supaya memiliki pengertian tertentu maka perlu kita batasi dengan penggunaan
istilah lain, yaitu Peristiwa. dari Peristiwa inilah dapat dilakukan suatu pengamatan, apakah
peristiwa benarbenar terjadi ataukah hanya isu belaka/kabar angin. Selanjutnya, dari
peristiwa itu, terutama peristiwa yang benar-benar terjadi dapat dicari suatu fakta yang dapat
diamati dan ditunjukkan secara jelas sebagai kenyataan, wujud, sebagai realita.
Fakta terungkap dari pengamatan atas kenyataan atau dapat juga dikatakan bahwa
kenyataan lahir karena dukungan fakta (atau fakta-fakta). Demikianlah terdapat hubungan
timbal batik antara kenyataan dan fakta.
Fakta (fakta-fakta) juga berkaitan erat dengan data. Ada sedikit perbedaan antara fakta
dan data. Data-data itu bersifat objektif sedangkan fakta mengandung arti penafsiran
seseorang, jadi ada unsur subjektivitasnya, Fakta dan data jelas mempunyai hubungan
timbal batik. Oleh Karena Sifatnya yang jelas dan terukur maka dalam bidang
keilmuan fakta dan data mempunyai kedudukan penting. Fakta dan data merupakan fondasi
bagi pengertian keilmuan dan selanjutnya penting artinya bagi pengembangan ilmu itu
sendiri. Perkembangan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu pengetahuan alam didasari oleh
pengungkapan fakta dan data untuk selanjutnya sampai kepada konsep, generalisasi, teori,
dan hukum. Jika digambarkan hubungan antara peristiwa, fakta dan data, konsep,
generalisasi, teori dan hukum secara p skernatis adalah sebagai berikut.
1. Peristiwa.
2. Fakta/data.
3. Konsep.
4. Generalisasi.
5. Teori.
6. Hukum.
Di dalam pembahasan modul ini, sesuai dengan kegunaan secara praktis pembicaraan
kita dibatasi pada: Peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi.
Anda telah memperoleh gambaran tentang peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi,
persoalannya sekarang adalah berikut ini.
1. Bagaimanakah kita merumuskan "peristiwa”? Contohnya!
2. Bagaimanakah kita merumuskan “fakta”? Contohnya!
3. Bagaimanakah kita merumuskan “konsep”? Contohnya!
4. Bagaimanakah kita merumuskan “"gencralisasi"? Contohnya!
5. Bagaimanakah kita mengaitkan pengertian peristiwa, fakta konsep, dan itu dalam
hubungannya dengan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)?
Inilah isi bahan pembicaraan kita pada kegiatan belajar pertama pada Modul 2 ini.
Pertama-tama mari kita bicarakan pengertian peristiwa dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.
Secara sederhana peristiwa atau ke adian adalah hal-hal yang pernah terjadi. Apakah yang
terjadi itu? Yakni semua kejadian di di atas muka bumi ini (bahkan di alam semesta) yang
menyangkut kehidupan manusia.
Peristiwa atau kejadian ada yang bersifat alamiah, seperti gunung meletus, banjir,
tsunami, gempa bumi, gerhana matahari, dan sebagainya. Juga terdapat peristiwa yang
bersifat insaniah, yakni peristiwa yang berkaitan dengan aktivitas umat manusia, seperti
pembangunan jembatan, skandal korupsi, pemilu, krisis moneter, inflasi, reformasi dan
sebagainya.
Sungguhpun peristiwa merupakan suatu kejadian yang benar-benar dan pernah terjadi,
tetapi masih perlu dibuktikan kebenarannya. Hal ini dikarenakan peristiwa biasanya sudah
menjadi sejarah, yakni kejadian yang sudah terjadi di masa lalu. Peristiwa yang telah diuji
kebenarannya itulah yang disebut fakta.
Sebagai guru perlu kiranya mencari upaya untuk lebih menjelaskan pengertian peristiwa
ini dengan cara sederhana kepada anak didik kita yang masih di bangku sekolah tingkat SD,
misalnya dengan memberikan pertanyaan kepada siswa, seperti berikut ini.
1. Coba kamu sebutkan dua kejadian yang terjadi di rumahmu pada hari kemarin?
2. Siapakah yang menonton acara televisi pada hari kemarin, ada berita kejadian apa saja?
3. Untuk anak laki-laki, tahun berapakah kamu disunat?
4. Ceritakan pengalamanmu ketika masa liburan sekolah, ada kejadian apa saja?
5. Apakah tugas kamu di rumah?
6. Dan seterusnya.
B. Fakta
Level terendah dalam pengetahuan adalah fakta. Dikatakan rendah karena pernyataan
tersebut sangat spesifik dan terbatas penggunaannya dalam memahami dunia. Fakta dapat
didefinisikan sebagai pernyataan mengenai spesifik orang, benda, peristiwa atau ide dala m
lingkungan sosial, atau alam. Dalam pembelajaran IPS, diharapkan siswa dapat mengenal
berbagai fakta, khususnya terkait dengan kehidupannya.
Fakta dapat dihasilkan melalui observasi, artinya bahwa fakta dapat dibuktikan secara
empiris. Oleh karena itu, fakta merupakan sesuatu yang benar atau kejadian yang nyata.
Dalam kehidupan ini, fakta tidak terhitung jumlahnya, sedangkan sekolah yang merupakan
pendidikan formal memiliki ciri waktu dan tujuan dalam batas tertentu. Dengan demikian,
guru perlu memilih fakta yang relevan dengan kehidupan siswa sehingga materi yang
dipelajari menjadi bermakna. Berikut merupakan beberapa contoh fakta:
1. Jakarta adalah ibu kota Indonesia.
2. Kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah Kutai.
3. Sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni membahas rumusan Dasar
Negara.
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa fakta merupakan
sesuatu yang benar-benar terjadi mengenai orang, peristiwa, benda dan ide, serta dapat
diobservasi.
C. Konsep
Konsep mencerminkan level yang lebih tinggi dari pengetahuan. Konsep merupakan kata
atau frasa yang digunakan untuk menamai sekelompok orang yang sama, benda, peristiwa,
atau pun ide. Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk mengkilasifikasikan suatu
kelompok yang sama. Ketika proses mengklasifikasi, kemampuan yang perlu dikuasai adalah
mengenal karakteristik umum. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa konseptualisasi
merupakan proses kategorisasi kclompok yang mempunyai ciri yang sama tersebut memiliki
nama. Dengan kata lain konseptualisasi merupkan proses pemberian nama (naming).
Konsep lebih tinggi dari fakta karena menggambarkan hal yang spesifik dari kelompok
yang sama (group Of similar) tidak secara identik, tetapi mempunyai karakteristik yang
sama. Seperti yang telah disebutkan di stas bahwa konsep berkaitan dengan orang, benda,
peristiwa, atau ide yang sama. Untuk lebih memahami mengenai konsep, berikut merupakan
contoh konsep:
1. Konsep yang berkaitan dengan orang adalah presiden;
2. Konsep yang berkaitan dengan benda adalah danau, tanjung, dan teluk;
3. Konsep peristiwa seperti kemerdekaan dan;
4. Konsep yang berupa ide seperti toleransi, demokrasi dan globalisasi.
Dari beberapa contoh yang telah diberikan, terdapat dua ciri khusus. Beberapa contoh
konsep merupakan hal yang dapat terlihat dan beberapa yang lain merupakan konsep yang
tidak dapat terlihat secara langsung melainkan dapat dirasakan manifestasi dari konsep
tersebut. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa konsep ada yang bersifat konkret
seperti danau dan tanjung, adapun toleransi, demokrasi dan globalisasi merupakan konsep
yang bersifat abstrak. Dalam memilih konsep yang akan diajarkan kepada siswa, Banks
(Ischak dkk, 2005) menegaskan bahwa pertama-tama perlu mengaitkan dengan pengalaman
siswa (entry behavior) kemudian mengembangkannya dan memperluasnya supaya semakin
memperkaya wawasan dan dapat menentukan keputusan dengan lebih baik. Selanjutnya Taba
(Banks, 1985: Ischak dkk, 2005) menyebutkan kriteria pemilihan konsep sebagai berikut:
1. Validity : konsep yang mewakili secara tepat ilmu yang terkait.
2. Significance : konsep yang bermakna.
3. Appropriateness : konsep yang memiliki kelayakan atau kepantasan.
4. Durability : tahan lama.
5. Balance : memberikan keseimbangan dalam scope dan kedalamannya.
D. Generalisasi
Generalisasi merupakan level yang lebih tinggi dari konsep. Generalisasi merupakan
pernyataan dari hubungan antara dua atau lebih konsep. Pernyataan tersebut bersifat umum
serta tidak terkait pada situasi yang khusus. Berikut merupakan contoh dari generalisasi IPS:
1. Kebudayaan bersifat universal dikarenakan setiap masyarakat memilikinya
(Antropologi).
2. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhannya terbatas
(Ekonomi).
3. Setiap individu memiliki beberapa status dan peran yang berbeda dalam kehidupannya
(Sosiologi).
4. Manusia memiliki ketergantungan terhadap alam dan manusia sendiri dapat
memodifikasi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhannya (Geografi).
Dapat dipahami mengapa generalisasi lebih tinggi dari konsep. Hal tersebut dikarenakan
untuk memahami generalisasi, siswa terlebih dahulu harus memahami konsep pembentuk
generalisasi tersebut. Seperti contoh di atas “Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan
alat pemuas kebutuhannya terbatas”, siswa akan memahami generalisasi tersebut setelah
siswa memahami konsep kebutuhan dan konsep alat pemuas kebutuhan. Jika siswa belum
memahami dua konsep tersebut, maka siswa akan kesulitan dalam memahami makna
generalisasi.
Berikut merupakan ilustrasi bahwa fakta, konsep, dan generalisasi saling berkaitan dan
bersifat hierarkis. Beberapa fakta membentuk konsep dan beberapa konsep akan membentuk
generalisasi. Oleh karena itu, fakta perlu dipelajari terlebih dahulu sebelum konsep dan
generalisasi.
Contoh subtema yang dipelajari mengenai kebutuhan:
a. Fakta
Agar siswa paham mengenai fakta, guru dapat memberikan stimulus dengan:
a. Meminta siswa menceritakan makanan ketika sarapan.
b. Meminta siswa menceritakan kegiatan liburan sekolah.
c. Meminta siswa menyebutkan benda yang dibutuhkan sehari-hari.
d. Menanyakan benda pengganti pulpen untuk menulis dan lain-lain.
b. Konsep
Konsep yang dapat dipelajari antara lain adalah kebutuhan primer, sekunder, tersier,
barang subtitusi, barang komplementer, barang ekonomi, barang bebas dan lain-lain.
c. Generalisasi
Generalisasi yang dapat terbentuk diantaranya:
a. Kebutuhan tersier dapat terpenuhi setelah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi.
b. Kebutuhan manusia tidak terbatas, akan tetapi alat pemuas kebutuhannya terbatas.
Keterkaitan fakta, konsep, dan generalisasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Generalisasi
Konsep
Fakta
E. Nilai
Apakah yang dimaksud dengan nilai? Apa fungsi nilai bagi masyarakat? Kenapa nilai
menjadi penting dalam pembelajaran IPS? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja bermanfaat
bagi kita untuk bisa memahami konsep nilai atau values) dan pentingnya nilai dalam
pembelajaran IPS. Oleh karena itu, pembahasan berikut akan berupaya paling tidak
menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas.
Nilai dapat diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Pocwadarminta, 1984). Nilai padanan kata bahasa Inggrisnya adalah value. Sementara value
sendiri artinya quality of being useful or desireable (A.S. Hornby (1982:950). Kenapa nilai
itu penting dalam kehidupan sosial kita dan bagaimana nilai dapat tertanam dalam diri
seorang anak?
Batasan tentang nilai dapat mengacu kepada berbagai hal seperti minat, kesukaan,
pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya (Pepper dalam
Soelaeman, 2005). Rumusan nilai dapat diperluas atau dipersempit. Rumusan nilai yang luas
dapat meliputi seluruh perkcmbangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai. Nilai juga
merupakan ukuran, untuk menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Sementara batasan
nilai yang sempit adalah adanya suatu perbedaan penyusunan antara apa yang dibutuhkan
dan apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya dibutuhkan. Nilai-nilai tersusun secara
hierarkis dan mengatur rangsangan kepuasan hati dalam mencapai tujuan kepribadiannya.
Kepribadian dari sistem sosio-budaya merupakan syarat dalam susunan kebutuhan rasa
hormat terhadap keinginan yang lain atau kelompok sebagai suatu kehidupan sosial yang
besar.
Nilai menurut Soebino (1986) adalah pegangan hidup yang dijadikan landasan untuk
melakukan sesuatu. Suatu nilai baru dapat dipandang sebagai pegangan hidup apabila
penganutnya bersedia untuk melakukan suatu perbuatan kalau selaras dengan nilai itu dan
bersedia untuk melakukan segalanya demi nilai itu. Oleh karena itu, betapapun suatu nilai
tersebut sangat diyakini dan dihormati serta dijunjung tinggi oleh penganut nilai itu, tetapi
kalau penganutnya belum berani untuk berkorban demi nilai yang diyakininya itu, maka nilai
tersebut belum dapat dikatakan sebagai pegangan hidup bagi penganutnya.
Dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan demi kualitas
generasi muda untuk menghadapi masa depan, maka nilai-nilai seperti yang akan dijelaskan
di bawah ini diperlukan untuk ditamamkan pada anak seperti yang disampaikan
Sumaatmadja (1984) berikut.
1. Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS, yaitu adanya
perubahan perilaku sosial anak didik ke arah yang lebih baik. Perilaku tersebut, meliputi
aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Peningkatan kognitif di sini tidak hanya
terbatas makin meningkatnya pengetahuan sosial, melainkan pula peningkatan nalar
sosial dan kemampuan mencari alternatifalternatif pemecahan masalah sosial. Oleh
karena itu, materi yang dibahas pada pembelajaran IPS ini, jangan hanya terbatas pada
kenyataan, fakta dan data sosial, melainkan juga mengangkat masalah sosial yang terjadi
sehari-hari. Memunculkan masalah sosial itu tidak selalu dari guru saja, melainkan juga
bisa dari anak didik dcngan mengangkatnya dalam pcmbclajaran. Mclalui suasana yang
dcmikian, nalar sosial dan kemampuan mencari alternatif pemecahan masalah sosial dari
anak akan semakin makin meningkat.
Dalam proses peningkatan perilaku sosial melalui pembinaan nilai edukatif, tidak
hanya terbatas pada perilaku kognitif, melainkan lebih mendalam lagi berkenaan dengan
perilaku afektifnya. Justru perilaku inilah yang lebih mewarnai aspek kemanusiaan.
Melalui pembelajaran IPS, perasaan, kesadaran, penghayatan, sikap, kepedulian, dan
tanggung jawab sosial anak ditingkatkan. Kejelian mereka terhadap ketimpangan sosial,
penderitaan orang lain, perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai, melalui IPS
yang ditanamkan sampai menyentuh nuraninya. Masalah sebagai fakta sosial diproses
melalui berbagai metode dan pendekatan sampai betul-betul membangkitkan kepedulian
serta tanggung jawab sosial anak.
2. Nilai Praktis
Pembelajaran dan pendidikan dianggap tidak memiliki makna yang baik, jika
tidak memiliki nilai praktis. Oleh karena itu, pokok bahasan IPS itu, jangan hanya tentang
pengetahuan yang konseptual-teoretis belaka melainkan juga digali dari kehidupan
sehari-hari yang memiliki nilai praktis, misalnya mulai dari lingkungan keluarga, di
pasar, di jalan, di tempat-tempat bermain dan seterusnya. Dengan demikian pembelajaran
dan pendidikan akan dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan sosial anak sehari-
hari.
Pendidikan IPS memiliki muatan nilai praktis dalam pelaksanaannya mesti
disesuaikan dengan tingkat usia dan kegiatan anak sehari-hari, seperti mendengarkan
berita, mendengarkan siaran radio, membaca buku cerita, menghadapi permasalahan
kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam pendidikan IPS juga mesti dilaksanakan secara
menarik, tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak
secara langsung memiliki nilai praktis serta strategis dalam membina anak-anak dengan
kenyataan hidup saat ini dan masa-masa datang.
3. Nilai Teoritis
Pembelajaran dan pendidikan IPS tidak hanya menyajikan dan mcmbahas
kenyataan, fakta dan data yang terlepas-lepas, melainkan dapat juga membahas yang
lebih jauh dengan menelaah keterkaitan aspek kehidupan sosial dengan aspek -aspek
kehidupan yang lainnya. Dengan demikian pembelajaran dan pendidikan IPS akan dapat
membina anak hari ini pada perjalanannya diarahkan untuk menjadi generasi penerus di
masa depan.
Nilai teoritis yang dapat ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran dan
pendidikan IPS adalah dengan membina daya nalar anak didik untuk mengetahui sendiri
kenyataan (sense of reality) dan dorongan menggali sendiri di lapangan (sense of
discovery). Kemampuan dalam menyelidiki dan meneliti dengan mengajukan berbagai
pernyataan (sense of inquiry) mereka dibina serta dikembangkan. Agar, kemampuan
mereka mengajukan “hipotesis” dan dugaan-dugaan terhadap suatu persoalan, juga
berkembang.
Dengan demikian, kemampuan mereka “berteori” dalam pembelajaran IPS, dibina
dan ditumbukembangkan. Dalam menghadapi kehidupan sosial terus berkembang dengan
cepat dan sekaligus juga cepat berubah, kemampuan berteori ini sangat berguna serta
strategis.
4. Nilai Filsafat
Pembahasan ruang lingkup IPS dilakukan secara bertahap sesuai dengan
perkembangan kemampuan anak peserta didik. Dalam pembelajran IPS diharapkan
mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk
sosial. Melalui proses yang demikian, anak ditumbuhkembangkan kesadaran dan
penghayatannya tentang keberadaannya mereka di tengah-tengah masyarakat, dan
lingkungan alam sekitarnya. Dari kesadaran keberadaan mereka ini, lalu mereka
disadarkana tentang pertanyaan mereka di masyarakat dan lingkungan sekitar mereka.
Dengan cara ini, kemampuan mereka dalam merenungkan keberadaan dan
peranannya di masyarakat ini makin ditumbuhkembangkan. Atas kemampuan mereka
untuk berfilsafat, tidak luput dari jangkauan pembelajaran IPS. Dengan demikian, nilai
filsafat yang seperti itu akan sangat berfaedah dalam kehidupan bermasyarakat. |
5. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan merupakan nilai untuk dasat menghayati sendiri tentang
kenikmatan yang diperoleh kita sebagai manusia. Kita sebagai manusia merupakan
sebagai makhluk sosial yang berbeda dengan makhluk-makhluk hidup ciptaan Yang
Maha Kuasa, baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang. Kenikmatan dari Tuhan Yang
Maha Kuasa ini berupa akal pikiran yang berkembang dan dapat ditumbukembangkan
yang memungkinkan manusia mampu memenuhi kebutuhannya dari sumber daya telah
disediakan oleh-Nya. Kenikmatan kita sebagai manusia yang mampu menguasai IPTEK,
menjadi landasan kita untuk mendekatkan diri dan meningkatkan Iman dan Takwa
(IMTAQ) kepada-Nya.
Kekaguman kita sebagai manusia kepada segala ciptaan-Nya merupakan nilai
ketuhanan yang strategis sebagai bangsa yang berfalsafahkan Pancasila. Pembelajaran
IPS dengan ruang lingkup dan aspek kehidupan sosial yang luas cakupannya, menjadi
landasan kuat bagi pcnanaman dan pcngcmbangan nilai ketuhanan. Nilai ketuhananan
menjadi kunci kebahagiaan kita baik lahir maupun batin, menjadi landasan moralitas
dalam mencetak generasi muda hari ini demi menyongsong masa akan datang. Nilai
Ketuhanan menjadi wajib mendapat perhatian dari Anda dan kita semua selaku guru IPS
karena materi dan proses pembelajaran apa pun pada pembelajaran IPS pertu
berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan ini .
Dengan menanamkan nilai-nilai seperti itu, anak disiapkan untuk menjadi
Anggota masyarakat yang bcrguna bagi kepentingan masyarakat dan bangsanya.
Selanjutnya kita akan membahas tentang keterampilan-keterampilan dalam IPS.
Keterampilan-keterampilan ini diperlukan sebagai bekal untuk mampu hidup di tengah
tengah masyarakatnya.
F. Keterampilan
Keterampilan dalam IPS yang perlu dikembangkan sebagaimana dijelaskan dalam
Darsono dkk (2017) diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: (a) workstudy skills, yaitu
kctcrampilan dalam bckcrja, (b) groupprocess skills, yaitu keterampilan proses kelompok,
dan (c) social-living skills, yaitu keterampilan hidup bermasyarakat.
Sementara menurut National Council for Social Studies (NCSS, 1971) menyatakan
bahwa terdapat beberapa keterampilan yang seyogyanya dimiliki dalam IPS supaya anak
didik mampu hidup dan berhubungan. dengan orang lain, antara lain:
1. keterampilan penelitian terdiri dari:
a. mengidentifikasi dan mengklasifikasi data
b. mengumpulkan dan mengorganisasi data
c. menginterprestasi data
d. menganalisis data
e. mengevaluasi hasil
f. menggeneralisasi hasil
g. mengaplikasikan pada konteks yang lain
2. keterampilan berpikir terdiri dari:
a. menetapkan sebab dan akibat
b. mengevaluasi fakta
c. Memprediksi
d. menyarankan konsekuensi-konsekuensi dari suatu fenomena
e. meramalkan masa depan
f. menyarankan alternatif pemecahan masalah, dan
g. mampu memandang sesuatu dari perspektif yang berbeda.
3. Keterampilan Berpartisipasi Sosial terdiri dari:
a. mengidentifikasi konsekuensi dari tindakan seseorang dan dampaknya terhadap orang
lain
b. memperlihatkan kebaikan dan perhatian terhadap orang lain
c. berbagi tugas dan membangun kerja sama dengan orang lain
d. memfungsikan keanggotaan dan sebuah kelompok mengadopsi beberapa variasi dari
peran dalam kelompok
4. Keterampilan Berkomunikasi terdiri dari:
a. Pemahaman tentang lambang dan sistem lambang seperti warna dalam peta dan
lambang lalu-lintas jalan raya.
b. Pemahaman tentang aturan dan ketentuan yang berkaitan dengan sarana komunikasi.
c. Pengungkapan gagasan secara jelas dan kreatif melalui berbagai bentuk komunikasi.
Itulah keterampilan-keterampilan dalam IPS yang perlu dimiliki dan ditanamkan pada
anak didik kita dalam pembelajaran IPS supaya mereka kelak mampu hidup di tengah-tengah
kehidupan yang komplek dan dinamis ini.
PERTEMUAN V
PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS
1. Pendekatan Konstruktivisme
Sebelum masuk ke pendekatan pembelajaran konstruktivistik, kita tinjau dulu
ruang lingkup mata pelajaran Pengetahuan Sosial yang meliputi :
sistem sosial dan budaya
manusia, tempat dan lingkungan
perilaku ekonomi dan kesejahteraan
waktu, keberlanjutan dan perubahan
sistem berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya kita perhatikan pula Standar Kompetensi mata pelajaran Pengetahuan
Sosial SD dan MI. Standar kompetensi mata pelajaran adalah kompetensi yang harus
dikuasai siswa setelah melalui proses pembelajaran Pengetahuan Sosial, antara lain
sebagai berikut :
Kelas I
Kemampuan memahami identitas diri dan keluarga dalam rangka berinteraksi dengan
lingkungannya yang sehat.
Kelas II
Kemampuan menerapkan hak dan kewajiban, sikap saling menghormati, dan hidup hemat
dalam keluarga serta memelihara lingkungan.
Kelas III
Kemampuan memahami :
a. kronologis peristiwa penting dalam keluarga
b. peran, hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga, sekolah dan masyarakat
c. menciptakan kerjasama berdasarkan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat
d. melestarikan lingkungannya.
Kelas IV
Kemampuan memahami :
a. keragaman suku bangsa dan budaya serta perkembangan teknologi
b. persebaran sumberdaya alam, sosial dan aktivitasnya dalam jual beli, dan
c. menghargai berbagai peninggalan di lingkungan setempat.
Kelas V
Kemampuan memahami hal-hal berikut :
a. keragaman kenampakan alam, sosial, budaya dan kegiatan ekonomi di Indonesia.
b. perjalanan bangsa Indonesia pada masa Hindu Budha dan Islam beserta
peninggalannya sampai masa kemerdekaan.
Kelas VI
Kemampuan memahami hal-hal berikut :
a. peran masyarakat sebagai potensi bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan.
b. kegiatan ekonomi negara Indonesia dan negara tetangga, dan
c. kenampakan alam dunia.
Didalam pendekatan pembelajaran dewasa ini terdapat setidaknya tiga (3)
pendekatan, yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan kognitif dan pendekatan
konstruktivistik. Dua pendekatan pertama, yaitu pendekatan behavioristik dan pendekatan
kognitif telah dan mulai ditinggalkan, Sedangkan pendekatan konstruktivistik sedang
dipersiapkan untuk implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Pembelajaran konstruktivistik menekankan pada proses sampai pada suatu jawaban,
tidak sekedar meminta siswa mengulang kembali jawaban yang “benar”. Karena itu guru
dalam pembelajaran konstruktivistik perlu memainkan peran yang bermacam-macam
yang secara umum berfungsi sebagai fasilitator dalam penyusunan pengetahuan siswa.
Salah satu aspek yang perlu dilakukan guru adalah bagaimana membuat siswa menikmati
suasana belajar sehingga belajar dengan gembira. Dengan suasana itu siswa berlatih
berpikir tingkat tinggi untuk mengembangkan penalarannya dengan cara mengaitkan data
baru ke dalam struktur pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya.
Dalam implementasi pembelajaran konstruktivistik terdapat sejumlah tantangan.
Salah satu tantangan adalah pandangan dan sikap siswa terhadap mata pelajaran IPS yang
dianggap sebagai mata pelajaran hafalan belaka. Pandangan seperti itu menyebabkan
tumbuhnya sikap dan perilaku siswa di kelas hanya sebagai pendengar pasif. Dan
kemudian, mengulang kembali konsep, teori, fakta dan informasi yang disampaikan guru
pada saat ulangan.
Dalam pembelajaran dengan praktek konstruktivistik, siswa diharapkan belajar
mengenai situasi nyata, kehidupan sehari-hari mereka dan tidak sekedar menghafal
konsep. Kenyataan seperti itu bukan kesalahan yang diperbuat oleh siswa semata. Guru
IPS sudah terbiasa mengajar dengan metode ceramah, menjelaskan sesuatu hal yang
dianggapnya perlu diketahui siswa, walaupun kenyataannya belum tentu siswa
mendengarnya, dan memahami hal-hal yang dijelaskan oleh guru. Ceramah dianggapnya
sebagai metode pilihan. Guru beranggapan, bahwa dengan metode itu materi pelajaran
dapat disampaikan sebanyak-banyaknya sehingga target kurikulum dapat dicapai. Alasan
lain yang berpengaruh adalah adanya asumsi bahwa menghafal semua materi mendukung
pemahaman isi sehingga pembelajaran dipusatkan pada hafalan mengenai fakta yang
tercakup dalam satuan pengajaran.
Menurut Asri Budiningsih, (2005), peran kunci guru dalam pembelajaran
konstruktivistik meliputi :
a. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil
keputusan dan bertindak;
b. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
c. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa
mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Pembelajaran IPS seperti itu tidak berlebihan jika dikatakan akan menimbulkan
kesalahan dalam memahami makna konsep IPS. Makna konsep IPS belum dapat
dipahami sebagai program pendidikan yang terpadu (integrated) untuk memahami
realitas sosial masyarakat. Selain itu, makna IPS belum dipahami sebagai upaya untuk
menumbuhkembangkan kompetensi warga negara, tetapi lebih dipandang sebagai upaya
membekali warga negara. Oleh karena itu jika IPS dipandang sebagai mata pelajaran
yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan kompetensi waga negara, maka perlu
perubahan pendekatan pembelajarannya.
Para ahli psikologi pembelajaran konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan
itu merupakan sesuatu yang bersemayam dalam tubuh seseorang, bukan diluar tubuh
sesorang, seperti dalam buku teks atau catatan pelajaran IPS. Siswa akan memperoleh
pengetahuan baru jika informasi yang dihadapi secara kognitif berinteraksi dengan apa
yang telah diketahuinya. Sebagai contoh, siswa yang belajar IPS berusaha menyesuaikan
informasi baru dengan gagasan mental yang telah dimiliki dan dipahami dari
pengalaman-pengalaman masa lalunya. Begitu informasi baru itu secara tepat dapat
digabungkan dengan informasi yang telah ada, akan tercapai pemahaman terhadap isu
dan terbentuklah pengetahuan IPS baru.
Menurut filosofi konstruktivistik memahami sesuatu berarti mampu mengerjakan atau
menyusun sesuatu menurut rencana dan cara pribadi/ individu. Pengetahuan tidak
mungkin dipisahkan dari pengamatan dan pengalaman penyusunnya. Pengetahuan harus
diperoleh secara pribadi, tidak dapat dipindahkan dari seseorang (guru) ke orang lain
(siswa). Kalau hal ini terjadi, seperti menuangkan air ke dalam botol. Karena itu
diperlukan upaya dari penyusun pengetahuan untuk mempertanyakan sesuatu, mencari
penjelasan mengenai sesuatu tadi dan mengujinya apakah penjelasan tersebut tepat.
Dari sudut sarana belajar, pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan
utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang
dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir
sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu
mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
Dalam era modern, yang ditandai oleh kemajuan sain dan teknologi, kehidupan sosial,
ekonomi, budaya serta politik yang makin kompleks ini, pendekatan konstruktivistik
dipandang memiliki kelebihan dibanding pendekatan tradisional (behavioristik). Secara
rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan
pembelajaran konstruktivistik sebagai berikut :
Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) Pembelajaran Konstruktivisme
1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian 1. Kurikulum disajikan mulai dari
menuju keseluruhan dengan menekankan keseluruhan menuju ke bagian-bagian, dan
pada keterampilan-keterampilan dasar. lebih mendekatkan pada konsep-konsep
yang lebih luas.
2. Pembelajaran sangat taat pada kurikulum 2. Pembelajaran lebih menghargai pada
yang telah ditetapkan. pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak 3. Kegiatan kurikuler lebih banyak
mengandalkan pada buku teks dan buku mengandalkan pada sumber-sumber data
kerja. primer dan manipulasi bahan.
4. Siswa-siswa dipandang sebagai kertas 4. Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir
kosong yang dapat digoresi informasi oleh yang dapat memunculkan teori-teori
guru, dan guru pada umumnya tentang dirinya.
menggunakan cara didaktik dalam
menyampaikan informasi kepada siswa.
5. Penilaian hasil belajar atau pengetahuan 5. Pengukuran proses dan hasil belajar siswa
siswa dipandang sebagai bagian dari terjalin di dalam kesatuan kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada pmbelajaran, dengan cara guru mengamati
akhir pelajaran dengan cara testing. hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta
6. Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri- melalui tugas-tugas pekerjaan.
sendiri, tanpa ada group process dalam 6. Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja
belajar. didalam group process.
2. Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menghubungkan mata
pelajaran pada pada situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan
antara pengetahuan dan penerapannya untuk kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara, dan mendorong mereka bekerja keras yang diperlukan untuk pembelajaran
itu.
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa
yang sedang dikerjakan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan
dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa
dan tenaga kerja. Melalui pembelajaran kontekstual hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung ilmiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstal menekankan pada berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan
lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan pensintesisan informasi dan data
dari berbagai sumber dan pandangan. Agar sebuah pengajaran dapat bermakna dalam
membantu siswa memecahkan masalah, yaitu memberi tugas yang berkaitan dengan
kehidupan nyata.
Peran guru dalam pembelajaran kontekstual, yaitu menyediakan fasilitas yang
diperlukan siswa, ini akan merupakan dukungan dalam upaya meningkatkan inkuiri dan
perkembangan intelektual siswa. Terdapat enam (6) unsur dalam pembelajaran
kontekstual, yaitu :
a. Pembelajaran bermakna; pemahaman, relasi dan penghargaan pribadi siswa, bahwa
merekaberkepentingan terhadap isi yang harus dipelajari. Pembelajaran relevan
dengan hidup mereka.
b. Penerapan pengetahuan; kemampuan untuk melihat apa yang dipelajari diterapkan
dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi pada masa sekarang dan masa akan datang.
c. Berpikir tingkat tinggi; siswa dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan kreatif
dalam mengumpulkan data, memahami suatu issu atau memecahkan masalah.
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar; isi pengajaranberhubungan
dengan sesuatu rentang dan beragam standar lokal, nasional, assosiasi dan/ atau
industri.
e. Responsif terhadap budaya; pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai,
keyakinan dan kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat
mereka mendidik.
f. Penilaian Autentik; penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid
mencerminkan hasil belajar sesungguhnya diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini
dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan porto folio,
rubrik, ceklis, dan panduan pengamatan.
Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual dikenal sejumlah prinsip pembelajaran. Fungsi
prinsip pembelajaran tersebut adalah sebagai dasar dan acuan dalam pemilihan dan
pengembangan strategi dan model pembelajaran. Dengan acuan dan dasar tersebut,
pemilihan dan pengembangan pembelajaran menjadi terarah untuk pengembangan
kecakapan siswa.
Terdapat tujuh (7) prinsip pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :
a. Konstruktivis. Pembelajaran IPS perlu memasukkan ciri-ciri pembelajaran
konstruktivisme yang memiliki 4 tahap siklus belajar, yaitu: eksplorasi, eksplanasi,
ekspansi dan evaluasi.
b. Bertanya. Pembelajaran IPS perlu memberi kesempatan pada siswa untuk
mengemukakan pertanyaan berdasarkan masalah yang ditemukan. Masalah dapat
dikemukakan oleh guru, jika siswa kesulitan untuk menemukan sendiri.
c. Inquiry. Pembelajaran IPS perlu disusun agar siswa belajar melalui proses inquiring,
yaitu: observasi-penemuan masalah-penarikan hipotesis-pengumpulan dan pencatatan
data-analisis data dan penarikan kesimpulan.
d. Pembelajaran Kooperatif. Pada pembelajaran IPS siswa perlu diatur sehingga antar
sesama dapat bekerja sama secara kooperatif, artinya siswa tidak hanya bekerja dalam
kelompok tetapi juga setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan
belajar semua anggota kelompok.
e. Refleksi. Dalam pembelajaran kontekstual masalah dan hipotesis yang diajukan oleh
siswa pada tahap ekplorasi merupakan pengetahuan atau konsep awal siswa. Ketika
siswa sudah menemukan konsep pada tahap eksplanasi, siwa perlu diajak merefleksi
konsep awal terhadap konsep yang berhasil dibangunnya sendiri.
f. Pemodelan. Dalam pembelajaran kontekstual ini, guru merupakan model yaitu model
mengenai kecakapan dan keterampilan yang perlu dikuasai siswa. Kecakapan yang
dibelajarkan sebaiknya dimodelkan bukan janya diberitahukan, dijelaskan atau
diperintahkan. Dalam pembelajaran yang kooperatif, pemodelan bukan hanya dari
guru, melainnkan juga dari siswa lain yang menjadi teman sebaya.
g. Esesmen Autentik. Penilaian belajar ditujukan pada kecakapan autentik yang
diperoleh dalam pembelajaran, yaitu kecakapan yang dapat teramati dalam situasi
nyata dan berada dalam pengalaman langsung siswa. Kecakapan yang dinilai meliputi
kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan berpikir rasional, kecakapan
akademik dan kecakapan vokasional yang terbentuk selama proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian belajar dengan berbagai teknik, seperti peta konsep, porto
folio, presentasi, interviu, daftar chek untuk kinerja siswa yang dilakukan di dalam
atau diluar konteks pembelajaran.
Strategi Pembelajaran Kontekstual
Untuk menerapkan pembelajaran kontekstual, diperlukan strategi pembelajaran
yang tepat. Menurut Blancard, 2001 dalam Budi, 2004, Strategi pembelajaran kontekstual
adalah sebagai berikut :
a. Pembelajarannya berbasis masalah. Pembelajaran kontekstual dapat berawal dari
masalah nyata atau simulasi masalah nyata. Siswa dapat menggunakan pendekatan
sitematis dan keterampilan berpikir kritis untu menemukan dan menjawab masalah
atau isu itu. Siswa mungkin dapat juga menggunakan materi yang beragam untuk
memecahkan masalah itu. Masalah-masalah yang relevan dengan siswa, keluarga,
pengalaman sekolah, workplace, masyarakat memiliki peran yang berarti bagi siswa.
b. Penggunaan konteks yang beragam. Teori-teori kognisi situasi menyarankan, bahwa
pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks fisik dan sosial yang berkembang.
Bagaimana dan dimana seseorang memerlukan dan menciptakan pengetahuan
menjadi amat penting. Pengalaman kontekstual akan memperkaya, jika siswa belajar
kecakapan dalam konteks yang beragam. Contoh belajar dalam konteks di sekolah,
masyarakat, workplace dan keluarga.
c. Menggambarkan keberadaan siswa yang beragam. Secara keseluruhan keberadaan
siswa adalah beragam, dan keragaman itu akan meningkat dengan adanya perbedaan
nilai, pandangan dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang ada pada siswa. Perbedaan itu
dapat menjadi masukan bagi pembelajaran dan menambah kompleksitas pengalaman
pembelajaran kontekstual. Kegiatan dengan belajar kelompok dan tim kerjasama
merupakan pembelajaran yang menghormati keragaman latar belakang sejarah siswa,
perspektif yang luas, membangun keterampilan-keterampilan interpersonal.
d. Mendorong pembelajaran yang mandiri. Pada akhirnya siswa harus menjadi dirinya,
yaitu seorang pebelajar sepanjang hayat (long live education). Pebelajar sepanjang
hayat dapat menelaah, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit
tindakan menilainya. Untuk mengerjakan hal demikian siswa harus menjadi lebih
peduli bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan
masalah, dan menggunakan latar belakang pengetahuannya. Pembelajaran
kontekstual harus memberi tempat pada siswa untuk mencoba-coba (trial and error),
menyediakan waktu dan struktur untuk refleksi, menyediakan dorongan yang cukup
untuk membantu siswa dalam menggerakkan dari independent menuju pembelajaran
interdependen (saling ketergantungan).
e. Penggunaan kelompok belajar yang saling tergantung. Siswa akan menjadi
terpengaruh pengetahuan dan kepercayaan, dan akan menyumbangkan pengetahuan
dan kepercayaan itu kepada siswa yang lain. Kelompok belajar atau komunitas belajar
dibangun di dalam sekolah dan workplace dalam upaya berbagi pengetahuan yang
berfokus pada tujuan dan memperbolehkan semua untuk saling mengajar dan belajar.
Jika komunitas belajar dibentuk di sekolah, guru bertindak sebagai pelatih, fasilitator,
dan mentor.
f. Menerapkan asesmen autentik. Pembelajaran kontekstual bermaksud untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan yang bermakna dengan memperkuat
siswa dalam kehidupan nyata, atau konteks yang autentik. Asesmen pembelajaran
seharusnya sejalan dengan metode dan tujuan pembelajaran. Asesmen autentik
menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi, menyatu dalam proses belajar atau
pengajaran, dan menyediakan bagi siswa arah dan kesempatan untuk perbaikan.
Autentik asesmen digunakan untuk memonitor kemajuan dan menginformasikan
praktek pengajaran.
Prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual sebagaimana diuraikan, perlu
dijabarkan dalam skenario pembelajaran/ Dalam keseharian guru, skenario pembelajaran
itu dituangkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Skenario/ KBM diupayakan
dapat disusun secara jelas sehingga dapat dijalankan dengan mudah di dalam kelas.
Namun, jika sesuatu hal, skenario dapat dirubah untuk disesuaikan dengan keadaan di
kelas. Karena itu, penerapan skenario sebaiknya fleksibel.
3. Pendekatan Saintifik
a. Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses
kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan
induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan
yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi
spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran
induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas.
Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan
detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada
teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk
dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-
bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas
pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data,
menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran
terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1) mengamati
2) menanya
3) mengumpulkan informasi/eksperimen
4) mengasosiasikan/mengolah informasi
5) mengkomunikasikan.
Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
Tabel. Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya
Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi Yang
Dikembangkan
Mengamati Membaca, mendengar, Melatih kesungguhan,
menyimak, melihat (tanpa atau ketelitian, mencari informasi
dengan alat)
Menanya Mengajukan pertanyaan Mengembangkan kreativitas,
tentang informasi yang tidak rasa ingin tahu, kemampuan
dipahami dari apa yang merumuskan pertanyaan untuk
diamati atau pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang
mendapatkan informasi perlu untuk hidup cerdas dan
tambahan tentang apa yang belajar sepanjang hayat
diamati (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat
hipotetik)
Mengumpulkan informasi/ - melakukan eksperimen Mengembangkan sikap teliti,
eksperimen - membaca sumber lain selain jujur, sopan, menghargai
buku teks pendapat orang lain,
- mengamati objek/kejadian/ kemampuan berkomunikasi,
- aktivitas menerapkan kemampuan
- wawancara dengan mengumpulkan informasi
narasumber melalui berbagai cara yang
dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ mengolah - mengolah informasi yang Mengembangkan sikap jujur,
informasi sudah dikumpulkan baik teliti, disiplin, taat aturan,
terbatas dari hasil kegiatan kerja keras, kemampuan
mengumpulkan/eksperimen menerapkan prosedur dan
mau pun hasil dari kegiatan kemampuan berpikir induktif
mengamati dan kegiatan serta deduktif dalam
mengumpulkan informasi. menyimpulkan.
- Pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan
dan kedalaman sampai
kepada pengolahan
informasi yang bersifat
mencari solusi dari berbagai
sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda
sampai kepada yang
bertentangan.
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap jujur,
pengamatan, kesimpulan teliti, toleransi, kemampuan
berdasarkan hasil analisis berpikir sistematis,
secara lisan, tertulis, atau mengungkapkan pendapat
media lainnya dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan
benar.
4. Pendekatan TPACK
Saudara tentu sudah memiliki pengetahuan (Knowledge/K) cara membelajarkan
(Pedagogy/P) dan menguasai materi pembelajaran sesuai bidang (Content/C)) dikenal
dengan istilah Pedagogy Content Knowledge (PCK). Istilah PCK pertama kali
diperkenalkan oleh Shulman pada tahun 1986. Namun, PCK tidak sekedar irisan atau
gabungan pengetahuan tentang pedagogi dan penguasaan materi namun diperkuat oleh
pengalaman-pengalaman guru (tacit knowledge). Penelitian menunjukkan persepsi calon
guru terhadap TPACK sangat dipengaruhi oleh pengalaman mengikuti perkuliahan terkait
pengetahuan tentang teknologi dan pengetahuan tentang pedagogi dan teknologi (Koh,
et.al, 2013) Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan
pengaruh besar terhadap proses pembelajaran sehingga abad 21 mendorong Saudara
untuk memiliki pengetahuan terkait teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Istilah
PCK berkembang menjadi TPCK dimana “T” adalah teknologi. Guna memudahkan
penyebutannya TPCK dirubah menjadi TPACK dan berkembang melibatkan banyak
domain pengetahuan di dalamnya.
Konsep TPACK melibatkan 7 domain pengetahuan dikarenakan ada irisan atau
sintesa baru, yaitu;
a. Pengetahuan materi (content knowledge/CK) yaitu penguasaan bidang studi atau
materi pembelajaran.
b. Pengetahuan pedagogis (pedagogical knowledge/PK) yaitu pengetahuan tentang
proses dan strategi pembelajaran.
c. Pengetahuan teknologi (technological knowledge/TK) yaitu pengetahuan bagaiamana
menggunakan teknologi digital.
d. Pengetahuan pedagogi dan materi (pedagogical content knowledge/PCK) yaitu
gabungan pengetahuan tentang bidang studi atau materi pembelajaran dengan proses
dan strategi pembelajaran.
e. Pengetahuan teknologi dan materi (technological content knowledge/TCK) yaitu
pengetahuan tentang teknologi digital dan pengetahuan bidang studi atau materi
pembelajaran.
f. Pengetahuan tentang teknologi dan pedagogi (technological paedagogical
knowledge/TPK) yaitu pengetahuan tentang teknologi digital dan pengetahuan
mengenai proses dan strategi pembelajaran.
g. Pengetahuan tentang teknologi, pedagogi, dan materi (technological, pedagogical,
content knowledge/TPCK) yaitu pengetahuan tentang teknologi digital, pengetahuan
tentang proses dan strategi pembelajaran, pengetahuan tentang bidang studi atau
materi pembelajaran.
TPACK merupakan kerangka pengintegrasian teknologi ke dalam proses
pembelajaran yang melibatkan paket-paket pengatahuan tentang teknologi, materi, dan
proses atau strategi pembelajaran. Paket-paket pengetahuan bersinggungan menghasilkan
irisan- irisan menjadi paket pengetahuan baru seperti diilustrasikan melalui gambar
berikut.
A. Model Pembelajaran
Dewasa ini banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk
pembelajaran IPS. Model-model pembelajaran IPS yang disajikan pada uraian ini mengacu
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menekankan pada model
pembelajaran inkuiri, kerja kelompok dan pemecahan masalah. Oleh karena itu model yang
akan disajikan berikut meliputi pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran berbasis
kooperatif dan pembelajaran berbasis kerja proyek. Model-model pembelajaran tersebut
mengacu pada pendekatan konstruktivisme dan strategi kontekstual.
1. Pembelajaran Berbasis Inkuiri.
Pembelajaran inkuiri bukan sutu model pembelajaran yang baru sama sekali.
Pembelajaran ini sudah diperkenalkan pada kurikulum 1994, tetapi belum dapat berjalan
dengan baik, karena ada kendala pemahaman dan penerapan di lapangan. Dalam
beberapa hal, konsep pembelajaran inkuiri dijumpai pada pendekatan keterampilan
proses, dan ada pula yang menyamakan dengan konsep pembelajaran berbasis temuan
(discovery learning).
Menurut Kloper, proses inkuiri meliputi tiga tingkatan, yaitu : (1). Pengamatan
dan pengukuran, (2). Melihat suatu masalah dan mencari cara pemecahannya, (3).
Menyusun, menguji dan merevisi suatu model teoritik. Dalam penerapannya tentu perlu
disesuaikan dengan kondisi objektif di sekolah. Pada prinsipnya penerapan inkuiri secara
keseluruhan akan lebih baik daripada menerapkan satu tingkatan atau dua tingkatan saja.
Dalam pembelajaran inkuiri terdapat keterampilan dasar yang perlu ditumbuh
kembangkan dalam diri siswa. Menurut Dimyati dan Mujiono (1999) dalam proses
pembelajaran itu terdapat enam (6) keterampilan dasar dan sepuluh (10) keterampilan
terintegrasi. Ke enam keterampilan dasar itu, sebagai berikut :
a. Mengamati, yaitu mengamati dunia sekitar objek-objek dan fenomena alam dengan
panca indera yang terdiri atas penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
perasa. Mengamati merupakan kemampuan yang paling dasar dalam memperoleh
ilmu pengetahuan. Ada dua sifat pengamatan yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Pengamatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan panca indera dan peralatan
untuk memberikan informasi khusus, seperti pengukuran dengan penggaris.
Pengamatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk
memperoleh informasi. Misalnya warna dengan mata, rasa dengan tangan.
b. Mengklasifikasi, yaitu menentukan berbagai jenis golongan dengan mengamati
persamaan dan perbedaan dan hubungan serta mengelompokkan objek berdasarkan
kesesuaian dengan berbagai tujuan. Misalnya, mengelompokkan jenis sumberdaya
alam setempat berdasarkan sifatnya.
c. Mengkomunikasikan, yaitu menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan
prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk visual, seperti grafik, gambar, peta, diagram.
Misalnya, mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan dan membaca peta.
d. Mengukur, yaitu mengetahui ukuran suatu benda dengan satuan ukuran tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya untuk mengukur panjang suatu benda dengan
penggaris atau meteran, mengukur sikap siswa terhadap koperasi dengan ukuran skala
sikap dan lain-lain.
e. Memprediksi, yaitu meramalkan apa yang akan terjadi diwaktu akan datang
berdasarkan informasi yang telah diperoleh. Misalnya, meramalkan jumlah penduduk
desa sepuluh tahun yang akan datang.
f. Menyimpulkan, yaitu memutuskan keadaan suatu obyek atau peristiwa berdasarkan
fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Misalnya penduduk Kelurahan Kebonsari
akan bertambah dua kali lipat dengan jumlah penduduk sekarang dalam waktu lima
tahun yang akan datang.
Sedangkan kesepuluh keterampilan terintegrasi adalah sebagai berikut :
a. Mengenal variabel;
b. Membuat tabel data;
c. Membuat grafik;
d. Menggambarkan hubungan antar variabel;
e. Mengumpulkan dan mengolah data;
f. Menganalisa data;
g. Menyusun hipotesis;
h. Mendefinisikan variabel;
i. Merancang penelitian, dan
j. Bereksperimen.
Dalam penerapan pembelajaran inkuiri ini tentu perlu disesuaikan dengan tarap
perkembangan siswa. Penyesuaian itu penting untuk menjaga agar pembelajaran tetap
dalam koridor konstruktivistik dan kontekstual. Oleh karena itu, peran guru untuk
merancang pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa sangat diperlukan. Dalam
rancangan itu semakin banyak melibatkan keterampilan yang beragam akan semakin baik
hasilnya. Berikut ini contoh rancangan pembelajaran inkuiri.
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Kelas : Empat (IV) Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan hubungan sumberdaya
alam dengan kegiatan ekonomi masyarakat setempat.
Indikator : a. membuat daftar SDA yang ada di lingkungannya.
b.menceritakan SDA yang menonjol di lingkungannya.
c. menjelaskan perlunya menjaga kelestarian SDA setempat.
Hasil Belajar : Menngidentifikasi SDA yang ada di lingkungan setempat.
Materi Pokok : Pengaruh sumberdaya alam terhadap kegiatan ekonomi.
Media : Menggunakan media realita ragam sumberdaya laut, darat Dan media
gambar atau foto.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning = PBL).
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran
konstruktif yang baik untuk mengembangkan kompetensi berpikir tingkat tinggi. Model
ini juga sering dikenal dengan nama lain pembelajaran proyek atau pendidikan
berdasarkan pengalaman (experienced based education), belajar autentik (authentic
learning) dan belajar pada kehidupan nyata (ancored instruction), (Budi, 2004).
Salah satu akar PBL adalah penelitian John Dewey, tentang demokrasi dan
pendidikan yang menggambarkan, bahwa pendidikan sekolah seharusnya mencerminkan
masyarakat yang lebih besar, dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan
masalah kehidupan nyata. Dalam PBL pengajaran tidak menekannkan pada apa yang
sedang dilakukan siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan
(kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pembelajaran di sekolah
seharusnya lebih memiliki manfaat nyata (tidak abstrak) dengan melibatkan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil untuk melaksanakan proyek yang menarik dan pilihan mereka
sendiri. Peran guru dalam pembelajaran ini, ditekankan sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah untuk mereka
sendiri. Peran guru mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi
masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
Karakteristik pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah;
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin;
c. Pendidikan autentik;
d. Menghasilkan produk/ karya dan memamerkannya;
e. kerjasama.
Karakteristik PBL yang demikian akan cocok untuk pembelajaran IPS, karena IPS
merupakan program pendidikan yang secara substansial interdisiplin dengan mengacu
pada permasalahan-permasalahan nyata yang terjadi di masyarakat yang dipecahkan
secara bersama. Tujuan PBL adalah a), keterampilan berpikir dan keterampilan
pemecahan masalah, b). pemodelan peranan orang dewasa, c). pembelajaran yang
otonom dan mandiri. Keterampilan berpikir dan pemecahan masalah merupakan dua hal
esensial bagi pendidikan kita dewasa ini dan ke depan. Sebab, kehidupan di era global
menuntut kecakapan warga negara untuk terampil memecahkan masalah.
Dalam PBL, terdapat beberapa tahapan sebagai pedoman pelaksanaan di kelas.
Tahap Pertama (1) : Orientasi siswa kepada masalah. Kegiatan Guru adalah
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi
siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap Kedua (2) : Mengorganisasi siswa untuk belajar. Kegiatan yang dilakukan guru
adalah membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap Ketiga (3) : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Kegiatan guru adalah mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap Keempat (4) : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Disini guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti
laporan, video dan model dalam membentuk mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap Kelima (5) : Menganalisis dan Mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Kegiatan guru adalah membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Berikut ini contoh rancangan pembelajaran berbasis masalah :
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Kelas : IV
KD : Mendeskripsikan hubungan sumberdaya alam dengan Kegiatan ekonomi
masyarakat setempat.
Indikator : a. Menjelaskan bentuk kegiatan ekonomi di lingkungannya.
b. Menjelaskan pengaruh kondisi alam terhadap kondisi ekonomi.
c. Mengidentifikasi cara memanfaatkan waktu untuk kegiatan ekonomi.
Hasil Belajar : Mendeskripsikan kegiatan ekonomi yang ada di lingkungan Setempat.
Materi Pokok : Pengaruh sumberdaya alam terhadap kegiatan ekonomi.
Media : Menggunakan media gambar atau foto.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan
oleh beberapa ahli pendidikan, diantaranya :
a. Cohen mendefinisikan, Cooperative learning will be defined as student working
together in a group small enough that everyone participate on a collective task that
has been clearly assign. Moreover, students are expected to carry out their task
without direct and immediate supervision of the teacher. Dalam definisi ini
mengandung penekanan pada aspek tugas-tugas kolektif yang harus dikerjakan
bersama dalam kelompok dan pendelegasian wewenang dari guru kepada siswa. Guru
berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan materi atau
tugas.
b. Slavin mendefinisikan, Cooperative learning methods share the idea that students
work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as
their own. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif siswa
belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap
pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.
c. Menurut Cooper dan Heinich, menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai
metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan
siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama,
sambil bekerja sama belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial.
Anggota-anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan saling bergantung satu
sama lain untuk mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dikatakan bahwa belajar kooperatif
mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan
sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota
kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran
dengan baik.
Pembelajaran kooperatif menekankan kerjasama antara siswa dalam kelompok.
Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami
suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Banyak anggota suatu kelompok dalam belajar kooperatif, biasanya terdiri dari empat
sampai enam orang dimana anggota kelompok yang terbentuk diusahakan heterogen
berdasarkan perbedaan kemampuan akdemik, jenis kelamin dan etnis.
Pengembangan pembelajaran kooperatif bertujuan untuk :
a. Pencapaian hasil belajar. Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai
macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-
tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu. Efek penting kedua ialah penerimaan yang
luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan
maupun ketidakmampuan.
c. Pengembangan keterampilan sosial, yaitu keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Adapun prinsip dari pembelajaran kooperatif adalah :
a. Belajar siswa aktif
b. Belajar kerjasama
c. Pembelajaran partisipatorik
d. Reactive teaching
e. Pembelajaran yang menyenangkan
Lundgren, menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok. Hal ini
dapat dilihat dari perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar
konvensional, seperti berikut ini.
Kelompok belajar kooperatif Kelompok Belajar konvensional
kepemimpinan bersama satu pemimpin
saling ketergantungan yang positif tidak saling tergantung
satu pemimpin keanggotaan yang homogen
tidak saling tergantung asumsi adanya keterampilan sosial
keanggotaan yang heterogen tanggung jawab terhadap hasil belajar
mempelajari keterampilan kooperatif sendiri
tanggung jawab terhadap hasil belajar hanya menekankan pada tugas
seluruh anggota kelompok diarahkan oleh guru
menekankan pada tugas dan hubungan beberapa hasil individual
kooperatif evaluasi individual
ditunjang oleh guru
satu hasil kelompok
evaluasi kelompok
Jigsaw
Menurut Nur Asma (2006), model Jigsaw ini dapat digunakan bilamana materi
yang harus dikaji berbentuk narasi tertulis. Model ini paling cocok digunakan dalam
pelajaran-pelajaran semacam kajian-kajian sosial, sastra, beberapa bagian ilmu
pengetahuan (sains), dan berbagai bidang terkait yang tujuan pembelajarannya adalah
pemerolehan konsep bukan keterampilan. “Bahan mentah” pengajaran untuk Jigsaw
biasanya berupa materi yang berisi cerita, biografi atau narasi yang serupa atau materi
deskriptif.
Secara sederhana, langkah-langkah pembelajaran kooperatif Jigsaw dibagi dalam
tahap-tahap berikut :
Tahap I : Membagi siswa menjadi kelompok-kelompok dengan jumlah anggota
masing-masing 5 atau 6 orang. Misalnya, dalam satu kelas dapat dibagi dalam
kelompok A,B,C,D,E,F dan seterusnya. Keanggotaan kelompok diatur agar beragam
dari segi etnis, agama, budaya, ekonomi, akademik dan seterusnya.
Tahap II : Memberi nomer urut anggota kelompok sebanyak anggota. Misalnya si A
nomer urut 1, si B nomer urut 2, dan seterusnya. Siswa yang telah memiliki nomer
urut tersebut diposisikan ahli (expert) yang harus mempelajari bagian tertentu suatu
pokok bahasan. Bahan pelajaran sebagai satuan informasi yang besar harus dapat
dipecah/ dibagi menjadi satuan-satuan kecil sesuai dengan jumlah anggota ahli untuk
dipelajari oleh kelompok ahli tersebut. Misalnya/ contoh jika materi yang diajarkan
itu adalah keragaman budaya, kelompok siswa mempelajari bahasa, sekelompok
siswa yang lain belajar tradisi, sekelompok siswa yang lain lagi belajar belajar karya -
karya, dan sekelompok siswa yang lain lagi belajar kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
Anggota kelompok yang mendapat tugas topik berkumpul dan berdiskusi tentang
topik yang telah dibagikan tersebut. Kelompok itu disebut kelompok ahli. Dengan
demikian, terdapat kelompok ahli bahasa, tradisi, norma, kebiasaan, dan sekelompok
karya.
Tahap III : Siswa mengelompok sesuai dengan nomer urutan yang yang telah
ditentukan siswa dengan nomer urut 1 berkumpul dengan nomer urut 1 yang lain.
Demikian juga dengan nomer urut 2,3,4 dan seterusnya. Kelompok ini disebut
kelompok ahli yang akan mempelajari secara bersama topik-topik kecil yang
diberikan guru.
Tahap IV : Siswa kembali lagi ke kelompok asal masing-masing. Siswa asal
kelompok A, kembali ke kelompok A, demikian juga yang lain. Sebagai “ahli” dalam
sub topiknya, mereka bertugas untuk menjelaskan informasi penting dalam sub topik
tersebut kepada temannya secara bergantian sesuai dengan urutan materi. Dengan
demikian seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya
terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru.
Tahap V : Setelah kegiatan penjelasan dan diskusi pada kelompok asal selesai, siswa
diberi kuis secara individu tentang materi yang akan dipelajari.
Tahap VI : Memberi penghargaan kepada tim atau individu yang mendapat skor
tertinggi. Penghargaan itu dapat diberikan dalam bentuk lembar mingguan atau yang
lain.
Investigasi Kelompok (Group Investigation = GI)
Investigasi kelompok, merupakan model pembelajaran kooeratif yang paling
kompleks dan paling sulit diterapkan. Dalam penerapan GI itu, guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen.
Dalam beberapa kasus, bagaimanapun juga, kelompok dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu.
Selanjutnya, siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang
mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresestasikan
laporannya kepada seluruh kelas. Tahap-tahap dalam pembelajaran GI sebagai berikut :
Tahap I : Pemilihan topik Siswa memilih subtopik khusus tentang masalah umum
yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya, siswa diorganisasikan menjadi dua
sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi
tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
Tahap II : Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur
embelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan sub topik yang telah
dipilih pada tahap pertama.
Tahap III : Implementasi Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan
pada tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan
keterampilan yang luas. Hendaknya juga mengarahkan siswa kepada jenis-jenis
sumber belajar yang berbeda, baik di dalam atau diluar sekolah. Guru secara ketat
mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberi bantuan bila diperlukan.
Tahap IV : Analisis dan Sintesis Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi
yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersbut
diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk
dipresentasikam kepada seluruh kelas.
Tahap V : Presentasi Hasil Final Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya dengan cara yang menarik didepan kelas, dengan tujuan agar siswa
yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh
perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
Tahap VI : E v a l u a s i
Dalam hal kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa
dan guru mengevaluasi setiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
4. Pembelajaran Struktural
Model pembelajaran struktural dalam pembelajaran kooperatiftelah ikembangkan
oleh Spencer Kagen dkk. Pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur
tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang
dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional, seperti resitasi. Pada tataran ini guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh
kelas, dan siwa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur
itu menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih
dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik,
dan ada struktur yang drancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan
kelompok.
Struktur pertama adalah think-pair-share (berpikir-berpasangan-berbagi),
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak
kepada siswa berpikir, menjawab dan saling membantu. Struktur kedua adalah numbered-
heads-together untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam sustu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Contoh : Rencana Pembelajaran Kooperatif
Mata Pelajaran :IPS
Satuan Pendidikan : SDI Al-Hikmah Gadang Malang
Kelas : V (lima)
Wak tu : 2 x 35 menit
Kompetensi Dasar : Kemampuan menghargai Keragaman Suku Bangsa dan Budaya
Indonesia
Indikator : • Menjelaskan hakekat wawasan nusantara yang mempersatukan
wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Menceritakan pentingnya wawasan nusantara dalam
mempersatukan wilayah kesatuan Republik Indonesia.
Menunjukkan pada peta beberapa suku bangsa yang ada di
Indonesia.
Media : Gambar-gambar keragaman suku, agama, dan karya-karyanya,
atlas dan Peta Indinesia.
KBM : a. Membuka Pelajaran Guru berserita tentang keragaman suku
bangsa di Indonesia. Pasang surut kehidupan dengan
keragaman budaya dan masalah yang timbul dalam kehidupan
itu.
b. Inti Pelajaran
Guru membagi siswa dalam kelas menjadi kelompok-
B. Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode paling umum yang sudah sering digunakan
oleh guru dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran disampaikan secara lisan
dalam metode ini. Guru tidak memerlukan media tambahan lain sebab pusat dari
pengetahuan terdapat pada guru.
Meski begitu, metode ini memiliki kekurangan yaitu siswa seringkali mengalami
kejenuhan karena metode ini menjadikan siswa menjadi kurang aktif dalam proses
belajarnya. Namun tenang, di bawah ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar metode ceramah bisa diterima dengan mudah oleh siswa.
Guru perlu melakukannya dengan semangat dan penuh keceriaan.
Menggunakan bahasa yang santun dan mudah dipahami pada saat penyampaian
materi.
Kegiatan belajar diselingi dengan humor atau cerita inspiratif sehingga siswa tidak
bosan.
Memperhatikan gerak tubuh, gerakan mata, tidak hanya berada pada satu tempat yang
sama, dan lain sebagainya.
2. Metode Diskusi
Jika metode ceramah menempatkan guru sebagai sumber belajar, maka pada metode
diskusi kegiatan belajar berpusat pada siswa. Umumnya, metode diskusi terdiri dari
beberapa kelompok dengan latar belakang yang bervariasi. Metode ini juga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memecahkan suatu masalah yang diberikan oleh guru.
Agar proses diskusi dapat berjalan lancar, guru perlu selalu memantau kegiatan diskusi
yang tengah berlangsung.
3. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi bisa digunakan saat tengah mempelajari materi yang perlu
didemonstrasikan agar siswa menjadi lebih paham. Biasanya materi pelajaran eksakta
seperti fisika, kimia, dan biologi. Demonstrasi akan menunjukkan kepada siswa
bagaimana proses terjadinya sesuatu. Dengan kata lain, guru sedang berusaha
menunujukkan kepada siswa kesamaan antara teori dan praktik. Metode ini cukup efektif
digunakan karena membuat siswa menjadi lebih fokus pada materi yang tengah
dipelajari.
4. Metode Resitasi
Metode resitasi mengharuskan siswa untuk fokus pada materi yang sedang
disampaikan guru, sebab pada akhir pembelajaran siswa akan diminta untuk membuat
ringkasan terkait materi yang telah diterima selama pembelajaran berlangsung.
Materi yang disampaikan oleh guru dapat dilakukan dengan cara ceramah,
menampilkan dalam gambar atau video, ataupun melalui audio. Tujuan dari membuat
ringkasan adalah agar siswa senantiasa mengingat apa yang diterima dari guru. Guru
diharapkan untuk mengawasi siswa selama pembuatan ringkasan agar tidak ada siswa
yang berlaku curang.
Setelahnya guru akan bertanya secara acak terkait apa yang telah diringkas siswa.
Hal ini menjadikan siswa mau tidak mau harus bertanggung jawab atas ringkasan
masing-masing.
5. Metode Eksperimen
Metode ini hampir mirip dengan metode demonstrasi. Bedanya, pada metode ini
siswa diharuskan melakukan kegiatan eksperimen secara mandiri melalui serangkaian
proses ilmiah hingga mendapatkan suatu hasil.
Dari hasil yang didapatkan, siswa akan belajar untuk melakukan analisis dan
menyimpulkan hasil eksperimennya. Metode eksperimen ini cukup efektif diterapkan
dalam proses pembelajaran sebab siswa secara mandiri berusaha untuk memecahkan
persoalan yang tengah dihadapi.
6. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah salah satu metode yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung antara guru dan siswa. Guru akan menyampaikan materi
pembelajaran dengan cara memberikan pertanyaan kepada siswa. Dalam hal ini, guru
sedang berupaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Siswa diminta
untuk menyampaikan pendapatnya dengan percaya diri . Dengan berlatih secara terus
menerus, siswa akan semakin terbiasa sehingga cenderung lebih cepat dan efisien dalam
memecahkan masalah.
7. Metode Karya Wisata
Metode karya wisata adalah salah satu metode yang menjadi idola para siswa.
Pasalnya metode ini mengajak siswa untuk belajar di luar kelas, berinteraksi langsung
dengan lingkungan sekitarnya, dan melakukan eksplorasi untuk menemukan cara
penyelesaian masalah. Metode ini dapat dilakukan dalam tempo yang singkat ataupun
lama. Tergantung dengan kebutuhan siswa dalam memahami materi yang sedang
dipelajari.
8. Metode Discovery
Metode mengajar secara discovery mengajak siswa untuk terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran. Dalam metode ini, siswa diminta untuk mempelajari materi
secara mandiri, menemukan sendiri hal-hal yang mereka pertanyakan, hingga melakukan
analisis terkait temuan mereka. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang bertugas
mengarahkan kegiatan pembelajaran.
PERTEMUAN VII
MEDIA DAN SUMBER BELAJAR IPS SD