Anda di halaman 1dari 113

BAHAN AJAR

PENDIDIKAN IPS DI SD

Oleh :
Dra. Sri Dadi, M.Pd

Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu
PERTEMUAN I
HAKEKAT PEMBELAJARAN IPS DI SD

A. Pengertian dan Misi IPS


Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia pendidikan dasar
dan menengah di negara kita, secara historis muncul bersamaan dengan diberlakukannya
Kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975. IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan
mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu
(integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-diciplinary (Numan Somantri,
2001: 101). Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di
sekolah yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu dapat
dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan
kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin IPS, ilmu pengetahuan alam, teknologi,
humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Dengan cara demikian pula diharapkan
pendidikan IPS terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping keberadaannya yang
diharapkan tetap koheren dengan perkembangan sosial yang terjadi.
Berkaitan dengan pengertian IPS, Barth (1990: 360) mengemukakan sebagai berikut.
Social studies was assigned the mission of citizenship education, that mission
included the study of personal/social problems in an interdiciplinary integrated
school curriculum that would emphasize the practice of decision making.
Maksudnya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial membawa misi pendidikan kewarganegaraan
termasuk didalamnya pemahaman mengenai individu atau masalah sosial yang terpadu
secara interdisipliner dalam kurikulum sekolah yang akan menekankan pada praktek
pengambilan keputusan.
Sementara itu, menurut National Council for Social Studies
(http://faculty.plattsburgh.edu/susan.mody/432SumB04/NCSSdef.htm) definisi IPS (social
studies) adalah sebagai berikut.

Social studies is the integrated study of social science and humanities to promote
civic competence. Within the school pogram, social studies provides coordinated,
systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archeology,
economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion, and sociology as well as appropriate content from humanities,
mathematics and natural sciences.
IPS merupakan studi terintegrasi dari ilmu-IPS untuk mengembangkan potensi
kewarganegaraan yang dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan
sistematis yang dibangun dalam beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi,
ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi,
dan juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam.
Senada dengan pendapat Barth di atas, Pusat Kurikulum mendefinisikan Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-IPS seperti sosiologi,
sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan
atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner
dari aspek dan cabang-cabang ilmu-IPS seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
hukum dan budaya (Pusat Kurikulum, 2006: 5).
Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran IPS disebutkan sebagai salah satu
mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai SMP/MTs. Mata pelajaran ini
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi,
dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik disiapkan dan diarahkan agar
mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta
warga dunia yang cinta damai.
Sejalan dengan pengertian umum tersebut, IPS sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah
dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-IPS dan disiplin
ilmu lain yang relevan untuk merealisasikan tujuan pendidikan di tingkat persekolahan.
Implikasinya, berbagai tradisi dalam IPS termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan
sosial, aspek metode, maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-IPS, dikemas
secara psikologis, pedagogis, dan sosial budaya untuk kepentingan pendidikan.
Berdasarkan perspektif di atas, secara umum IPS dapat dimaknai sebagai seleksi dari
struktur disiplin akademik ilmu-IPS yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila (Numan Somantri, 2001: 103). Pengertian
umum ini mengimplikasikan adanya penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari
berbagai disiplin akademis ilmu-IPS. Kaidah-kaidah akademis, pedagogis, dan psikologis
tidak bisa ditinggalkan dalam upaya pengorganisasian dan penyajian upaya tersebut. Dengan
cara demikian, pendidikan IPS diharapkan tidak kehilangan berbagai fungsi yang
diembannya, apalagi jika dikaitkan secara langsung dengan pencapaian tujuan institusional
pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sementara itu, fungsi pengajaran IPS di SD adalah untuk mengembangkan pengetahuan,
nilai, sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan peserta didik agar dapat
direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Berkaitan dengan fungsi mata pelajaran IPS, Jarolimek (1986: 4) berpendapat bahwa:
The major mission of social studies education is to help children learn about the
social world in which they live and how it got that way; to learn to cope with
social realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skills, needed to help
shape an enlightened humanity.
Misi utama pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat
dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan, untuk belajar menerima realitas sosial,
dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk membantu mengasah
pencerahan manusia.

B. Tujuan IPS
Sebagai bidang ajar di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih
atau diorganisasikan dalam rangka kajian IPS. Berkaitan dengan tujuan IPS, Martorella
(1994: 7) menyatakan bahwa:
The Social Studies are selected information and modes of investigation from the
social sciences, selected information from any area that relates directly to an
undestanding of individuals, groups, and societies and applications of the selected
information to citizenship education.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan informasi terpilih dan cara-cara investigasi dari ilmu-
ilmu sosial, informasi dipilih dari berbagai tempat yang berhubungan langsung terhadap
pemahaman individu, kelompok dan masyarakat dan penerapan dari informasi yang dipilih
untuk maksud mendidik warga negara yang baik. Dari pengertian tersebut dapat dipahami
bahwa mata pelajaran IPS di SD bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu
warga negara yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang berguna bagi diri dalam
hidup sehari-hari dan warga negara yang bangga sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah
air.
Karakteristik tujuan IPS menurut Bruce Joyce melalui Kenworthy (1981: 7) memiliki tiga
kategori, yaitu (1) pendidikan kemanusiaan, (2) pendidikan kewarganegaraan, dan (3)
pendidikan intelektual. Pendidikan kemanusiaan berarti bahwa IPS harus membantu anak
memahami pengalamannya dan menemukan arti atau makna dalam kehidupannya. Dalam
tujuan pertama ini terkandung unsure pendidikan nilai. Selanjutnya, pendidikan
kewarganegaraan berarti bahwa siswa harus dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif
dalam dinamika kehidupan masyarakat. Siswa memiliki kesadaran untuk meningkatkan
prestasinya sebagai bentuk tanggung jawab warga negara yang setia pada negara.
Pendidikan nilai dalam tujuan ini lebih ditekankan pada kewarganegaraan. Sementara itu,
pendidikan intelektual berarti bahwa IPS membantu siswa untuk memperoleh ide-ide
analitis dan berbagai cara untuk memecahkan masalah yang dikembangkan dari konsep-
konsep IPS. Dalam memecahkan masalah, siswa akan dihadapkan pada upaya mengambil
keputusan sendiri. Melalui peningkatan kematangan, soswa belajar untuk menjawab
pertanyaan dengan benar dan menguji ide-ide kritis dalam situasi sosial.
Menurut Fraenkel (1980: 8-11), ada empat kategori tujuan IPS, yaitu pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai. Pengetahuan diartikan sebagai kemahiran dan pemahaman
terhadap sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini adalah membantu siswa
untuk belajar lebih banyak tentang dirinya, fisiknya, dan dunia sosial. Keterampilan
diartikan sebagai pengembangan berbagai kemampuan tertentu untuk mempergunakan
pengetahuan yang diperolehnya. Ada beberapa keterampilan dalam IPS, yaitu keterampilan
berpikir, keterampilan akademik, keterampilan penelitian, dan keterampilan sosial.
Sementara sikap diartikan sebagai kemahiran dalam mengembangkan dan menerima
keyakinan-keyakinan, ketertarikan, pandangan, dan kecenderungan tertentu. Nilai diartikan
sebagai kemahiran memegang sejumlah komitmen yang mendalam, mendukung ketika
sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang tepat.
Tujuan pembelajaran IPS (Pusat Kurikulum, 2006: 7) adalah mengembangkan potensi
peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap
mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas, dalam perspektif formal dan realistik, IPS di tingkat sekolah
pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara
yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes
and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang
baik. Oleh karena itu, kegiatankegiatan belajar dan mengajar serta situasi berikut ini
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006) hendaknya menjadi orientasi utama pelaksanaan
Pendidikan IPS di sekolah dasar.
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.

C. Pengertian Ilmu Sosial Menurut Ahli


Beberapa pengertian ilmu sosial menurut para ahli, diantaranya sebagai berikut:
1. Menurut, Achmad Sanusi : Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial
yang bertaraf akademis, biasanya di pelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut
makan semakin ilmiah.
2. Menurut Gross : Ilmu Sosial suatu disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai
makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota dalam
masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
3. Menurut Lewis : Ilmu sosial merupakan cabang ilmu yang memiliki tujuan untuk
mencapai, menetapkan, dan menghasilkan interaksi di dalam kehidupan sehari-hari yang
diterapkan warga negara atau pemerintahan.
4. Menurut Keith Jacob : Yang dimaksud Ilmu sosial yaitu sesuatu yang dibangun dan
terjadi di dalam suatu komunitas.
5. Nursid Sumaatmadja : Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh
karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sumber :
 https://www.pengertianku.net/2014/11/mengenal-pengertian-ilmu-sosial-dan-meenurut-
para-ahli.html

D. Disiplin-Disiplin Ilmu Sosial Dalam Pendidikan IPS


Pendidikan IPS yang dikembangkan pada tingkat persekolahan akan sangat berbeda
dengan pendidikan IPS yang dikembangkan di tingkat perguruan tinggi. Pendidikan IPS yang
dikembangkan di tingkat persekolahan memiliki tujuan untuk membina peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang dikehendaki bangsa dan masyarakatnya. Tujuan ini menurut Hasan
(1996) dinamakan dengan tujuan kepribadian umum. Tujuan kepribadian umum ini harus
jelas terumus dan menjadi salah satu patokan dalam mengembangkan tujuan pengajaran dan
pemilihan materi pelajaran. Dalam hal pemilihan materi maka pendidikan IPS di jenjang
persekolahan melakukan pemilihan yang sangat berorientasi kepada kepentingan pendidikan,
bukan pada keilmuan semata.
Materi adalah apa yang dipelajari oleh siswa berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
Pendidikan IPS merupakan sintetis antara disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin ilmu -ilmu
sosial maka materi yang dipelajari siswa adalah materi yang berkaitan dengan pencapaian
tujuan pendidikan. Oleh karena itu materi yang dikembangkan dalam pendidikan IPS tidak
dapat melepaskan diri dari materi yang dikembangkan dari luar disiplin ilmu sosial yaitu
materi-materi yang digunakan untuk mengembangkan sikap dalam proses belajar.
Pengembangan materi kurikulum pendidikan IPS hendaknya memperhatikan scope dan
sequence. Scope meliputi bidang ilmu kajian yang menjadi garapan pendidikan IPS.
Sedangkan sequence adalah taat urutan antara suatu materi dengan materi lain atau dalam
konteks kurikulum berkenaan dengan tata urutan antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lain. Sequence dapat dikelompokkan atas dua pendekatan yaitu pendekatan logis
dan pendekatan pedagogis. Pendekatan logis didasarkan pada pemikiran logis suatu disiplin
ilmu sedangkan pendekatan pedagogis didasarkan pada pertimbangan siswa dan bukan tata
urutan yang ada dari disiplin ilu. Kriteria seperti kemudahan, familiarisasi dengan pokok
bahasan serta tingkat abstrak suatu materi pokok bahasan dijadikan dasar pertimbangan.
Materi pendidikan IPS dikembangkan dari disiplin-disiplin ilmu sosial yang kemudian
disintesiskan dengan ilmu pendidikan dan disajikan dengan didasarkan pada tujuan
pendidikan tertentu. Timbul pertanyaan, disiplin-disiplin ilmu sosial apa saja yang
dikembangkan dalam pendidikan IPS di Indonesia? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini,
silahkan Anda perhatikan perkembangan disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan
dalam pendidikan IPS di Indonesia berikut ini.
Sampai saat ini, Indonesia mengalami beberapa kali pergantian kurikulum. Setia p
kurikulum memiliki karakterisitik tersendiri termasuk dalam hal disiplin-disiplin ilmu sosial
yang dikembangkan dalam pendidikan IPS. Dalam hal ini pembicaraan tentang kurikulum
akan diawali dari kurikulum tahun 1964 sampai pada kurikulum tahun 2006. Selain itu
pembahasan tentang kurikulum tersebut hanya mengkaji disiplin-disiplin ilmu sosial yang
dikembangkan dalam kurikulum tersebut.
Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam kurikulum tahun 1964 meliputi mata
pelajaran Sejarah Indonesia, Geografi Indonesia, Ekonomi dan pendidikan kewarganegaraan
dalam mata pelajaran civics. Mata pelajaran Sejarah Indonesia dan Geografi Indonesia
dianggap sebagai mata pelajaran yang memiliki peran penting dalam membina kualitas siswa
yang diharapkan. Suasana kehidupan politik pada saat itu memerlukan adanya upaya
pendidikan yang diarahkan untuk membentuk identitas bangsa yang kuat. Pelajaran Sejarah
akan mampu memberikan landasan yang kuat karena ia akan mampu menggambarkan
perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat dan akekuasaan yang ada di wilayah
Nusantara. Sementara melalui Geografi Indonesia, siswa diperkenalkan pada wilayah
Republik Indonesia dengan berbagai keragaman corak lingkungan fisik dan budayanya.
Seiring dengan terjadinya perubahan politik pada saat itu yaitu dengan terjadinya
pergantian pemerintahan dari pemerintah Orde Lama kepada pemerintah Orde Baru maka
berpengaruh pula pada perubahan kurikulum. Kurikulum 1964 digantikan oleh kurikulum
1968. Dalam kurikulum 1968, disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS
masih meliputi pendidikan Sejarah, geografi dan ekonmi. Perubahan yang paling utama
terlihat dari perubahan mata pelajaran civics menjadi kewarganegaraan. Mata pelajaran ini
kemudian berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila dan terakhir disebut dengan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Pada kurikulum selanjutnya yaitu kurikulum tahun 1975, disiplin ilmu sosial yang
dikembangkan dalam pendidikan IPS lebih beragam. Disiplin ilmu sosial yang
dikembangkan dalam kurikulum 1975 meliputi geografi dan kependudukan, sejarah
ekonomi-koperasi, antropologi budaya serta tata buku dan hitung dagang.
Perubahan yang signifikan terlihat dalam disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam
kurikulum selanjutnya yaitu kurikulum tahun 1984. Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan
dalam kurikulum 1984 memasukkan disiplin ilmu sosiologi, antropologi, hukum, politik
disamping disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi. Selain itu dalam kurikulum tahun 1984
dimasukkan kajian-kajian kemasyarakatan yang diintegrasikan dalam pendidikan IPS. Kajian
tersebut adalah tentang lingkungan hidup dan keluarga berencana yang dirumuskan dalam
tujuan kurikuler mata pelajaran geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan tata negara.
Kurikulum selanjutnya yaitu kurikulum tahun 1994 tidak terjadi perubahan yang berarti
dalam hal disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS. Disiplin ilmu
sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS berdasarkan kurikulum 1994 masih
meliputi sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik dan hukum. Perubahan
hanya terlihat dari pergantian label mata pelajaran geografi menjadi ilmu bumi serta adanya
pemisahan mata pelajaran sosiologi dan antropologi pada tingkat SMA yang sebelumnya
diberikan dalam satu mata pelajaran sosiologi-antropologi.
Demikian juga pada kurikulum tahun 2004, disiplin ilmu sosial yang dikembangkan
masih meliputi sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik dan hukum. Hanya
saja pada kurikulum tahun 2004, mata pelajaran sejarah disatukan dengan pendidikan
kewarganegaraan. Namun pada kurikulum selanjutnya yaitu kurikulum tahun 2006, sejarah
dikembangkan secara terpisah dengan pendidikan kewarganegaraan. Perubahan yang cukup
signifikan dalam pengembangan Pendidikan IPS melalui kurikulum tahun 2004 dan 2006
adalah dimasukkannya kajian tentang masyarakat multikultural, pendekatan ilmu teknologi
dan masyarakat serta pendekatan kemasyarakatan dalam menghadapi persaingan di era
globalisasi.
Memperhatikan disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam kurikulum
pendidikan IPS di Indonesia maka kita dapat menyimpulkan bahwa tradisi pengembangan
pendidikan IPS di Indonesia biasanya terdiri dari disiplin ilmu ekonomi, sejarah, geografi,
sosiologi, politik, hukum dan pendidikan kewarganegaraan. Apabila kita bandingkan dengan
tradisi social studies di Amerika Serikat maka disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam
social studies lebih beragam bila dibandingkan dengan tradisi pendidikan IPS di Indonesia.
Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam social studies di Amerika Serikat meliputi
antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi,
religi dan sosiologi. Selain itu bidang ilmu lain yang dianggap memiliki relevansi dan dapat
mendukung pengembangan social studies seperti ilmu kemasyarakatan, matematika dan
ilmu-ilmu kealaman menjadi bagian dari kajian social studies.
Meskipun demikian, disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS di
Indonesia dianggap dapat mewakili pencapaian tujuan yang diharapkan. Pengembangan
pendidikan IPS yang ditujukan sebagaipembentukan kewarganegaraan dapat dikembangkan
melalui pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan serta sejarah. Pengembangan pendidikan
IPS sebagai ilmu sosial yang merujuk pada pengembangan segi keilmuan sosial itu sendiri
dapat diwakili oleh beberapa disiplin ilmu seperti geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, dan
antropologi.
Untuk Indonesia sendiri, tradisi pendidikan IPS yang berlaku biasanya diberikan dalam
bentuk inter dan mono disipliner. Setiap tingkatan persekolahan diberikan pendidikan IPS
dengan struktur pemberian materi yang berbeda yang disesuaikan dengan tingkat usia siswa.
Untuk tingkat sekolah dasar diberikan materi pendidikan IPS yang dikemas secara terpadu
dengan mengambil tema-tema yang berkaitan dengan bidang sosial. Pada tingkat SLTP,
pendidikan IPS diberikan secara interdisipliner yang terdiri dari bidang ilmu sejarah, geografi
dan ekonomi. Sedangkan pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan diberikan secara
terpisah. Sementara itu untuk tingkat sekolah menengah atas, pendidikan IPS diberikan
secara terpisah dalam arti dikembangkan secara tersendiri menurut masing-masing disiplin
ilmu.
Dilakukan organisasi materi dalam pengembangan model dan prosedur pengembangan
materi kurikulum pendidikan IPS. Organisasi materi ini akan membahas mengenai
bagaimana materi yang ada diatur sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Dalam arti
kata lain, organisasi materi berbicara tentang bagaimana cara mengemas pendidikan IPS
yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa. Untuk lebih jelasnya
silahkan Anda perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 1 Kelompok Bentuk Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial


Sumber : Hasan (1996; 15)

Gambar di atas berbicara tentang bentuk pendidikan IPS yang disajikan dalam sebuah
proses pendidikan. Bentuk pendidikan IPS akan sangat tergantung dari definisi atau
pengertian yang dianut seseorang tentang pendidikan IPS. Dalam hal ini terdapat dua
pendapat dalam bentuk penyajian pendidikan IPS. Pendapat pertama mengemukakan bahwa
materi dari disiplin-disiplin ilmu sosial dijadikan sebagai salah satu sumber materi/ pokok
bahasan kurikulum pendidikan. Sedangkan pendapat kedua melihat pendidikan ilmu sosial
merupakan pendidikan dari ilmu-iilmu sosial dalam pengertian bahwa pendidikan IPS
dikembangkan dari disiplin ilmu sosial sebagai satu-satunya sumber materi pendidikan.
Berdasarkan pendapat kedua maka terdapat beberapa cara pengorganisasian materi disiplin-
disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS, yaitu :
1. Organisasi terpisah. Merupakan bentuk organisasi kurikulum yang mengajarkan
setiap disiplin ilmu-ilmu sosial secara terpisah berdasarkan ciri dan karakteristik
masing-masing disiplin ilmu.
2. Organisasi korelatif/ berhubungan. Merupakan bentuk organisasi materi yang
mencoba mencari keterkaitan pembahasan antara satu pokok bahasan dengan pokok
bahasan lainnya tanpa menghilangkan ciri dari satu disiplin ilmu sosial yang utama.
Dengan keterkaitan, siswa belajar mengenai satu pokok bahasan dari disiplin lain.
3. Organisasi fusi/ terpadu. Merupakan peleburan dari berbagai bidang ilmu-ilmu sosial
yang dikemas sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan pendidikan dan
kepentingan siswa.
Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan
secara terpadu/ fusi. Materi pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat sekolah dasar tidak
menunjukkan label dari masing-masing disiplin ilmu sosial. Materi disajikan secara tematik
dengan mengambil tema-tema sosial yang terjadi di sekitar siswa. Demikian juga halnya
tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena-fenomena serta aktivitas sosial yang
terjadi di sekitar siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas pada lingkungan yang
semakin jauh dari lingkaran kehidupan siswa. Pendekatan seperti ini dikenal dengan model
pendekatan kemasyarakatan yang meluas (Expanding community approach) yang pernah
dikembangkan oleh Paul R. Hanna pada kurun waktu tahun 1963-an. Pendekatan
kemasyarakatan yang meluas ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Berdasarkan gambar di atas, kita dapat melihat bahwa yang menjadi pusat kajian adalah
siswa. Materi IPS dikembangkan dari fenomena-fenomena sosial yang terjadi dekat dengan
lingkungan siswa kemudian meluas pada lingkungan sekolah, masyarakat sekitar tempat
tinggal siswa, lingkungan kota dimana siswa tinggal, propinsi, Negara dan kemudian ke
wilayah regional Negara tetangga bahkan sampai lingkungan dunia. Selain ruang lingkup
kajian yang semakin meluas, tema-tema yang disajikan berangkat dari hal-hal yang
sederhana menuju pada permasalahan sosial yang semakin kompleks.
PERTEMUAN II
LANDASAN DAN KOMPETENSI PENDIDIKAN IPS

A. Landasan Filosofis Kurikulum Pendidikan IPS SD


Penetapan materi pendidikan IPS yang akan diberikan kepada siswa disusun dan
direncanakan sedemikian rupa yang memperhatikan teori dan konsep serta landasan filosofis,
akademik dan edukatif. Kesemuanya itu tentu saja akan diarahkan pada tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam pendidikan IPS. Ketika dilakukan penyusunan kurikulum pendidikan
IPS, langkah awalnya didasarkan pada penetapan landasan filsafat apa yang akan digunakan.
Tentunya pengambilan landasan filsafat ini akan mengacu pada berbagai pemikiran yaitu dari
segi pengembangan keilmuan itu sendiri, pengembangan siswa sebagai pribadi dan berbagai
tuntutan serta kebutuhan dalam masyarakat. Perlu ditekankan bahwa landasan filosofis yang
akan kita ambil harus sesuai dengan corak budaya masyarakat kita yang tidak menempatkan
keilmuan di atas segala-galanya melainkan harus diimbangi dengan kesadaran dan ketakwaan
kepada sang pencipta. Sehingga filsafat pendidikan IPS berada diantara adagium “intellectus
quaerens fidem” dan “fides quaerens intellectum”.
Pendidikan IPS merupakan suatu synthetic antara disiplin ilmu pendidikan dan disiplin
ilmu sosial itu sendiri maka di dalam pengembangannya tidak saja didasarkan pada
pengembangan dari segi keilmuan semata melainkan diarahkan untuk tujuan pendidikan.
Teori dan konsep yang digunakan mengacu kepada teori dan konsep yang memiliki
relevansinya dengan segi kependidikan. Pada tahap kemudian dari segi penyajiannya harus
disesuaikan dengan landasan edukatif pendidikan IPS. Artinya materi yang diberikan harus
dilakukan proses penyederhanaan terlebih dahulu yang didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan psikologis ataupun faktor tingkat kematangan siswa. Penyederhanaan
pendidikan IPS diorganisir dan disiapkan sedemikian rupa dan didasarkan pada tujuan yang
hendak dicapai.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, memperlihatkan bahwa semua factor dan unsur-unsur
yang terkandung dalam pendidikan IPS semuanya bermuara kepada tujuan. Penetapan
landasan filosofis, akademik dan edukatif serta pengembangan teori dan konsep akan
tergantung dari tujuan yang telah ditetapkan. Dimana tujuan dari pengembangan pendidikan
IPS meliputi pengembangan intelektual, kemampuan individual serta peranannya dalam
masyarakat. Hal tersebut pada akhirnya akan dibangun melalui suatu pondasi pendidikan IPS
yang dirancang oleh keterkaitan yang signifikan antara teori dan konsep serta landasan
filosofis, akademik, dan edukatif dengan tujuannya.
Pengembangan kurikulum pendidikan IPS di Indonesia tidak terlepas dari landasan
filosofis yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut. Landasan filosofis yang
dimaksud adalah landasan filosofis kependidikan atau lebih khusus lagi landasan filosofis
kurikulum pendidikan ilmu-ilmu sosial (Hasan, 1996; 56). Dalam tradisi pengembangan
kurikulum pendidikan IPS di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai aliran filsafat diantaranya
esensialisme, eklektik, perenialisme, progressivisme dan rekonstruksi sosial. Untuk lebih
jelas dan memahami tentang landasan filosofis tersebut, silahkan Anda perhatikan penjelasan
berikut ini.
Aliran filsafat yang pertama adalah esensialisme. Menurut aliran filsafat ini,
kecemerlangan ilmu adalah sesuatu yang harus menjadi kepedulian setiap generasi sebab
hanya melalui penguasaan ilmu, masyarakat akan berkembang. Berdasarkan filsafat ini maka
pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Pengaruh pemikiran fiilsafat ini
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan IPS adalah bahwa pendidikan IPS disajikan
secara terpisah sesuai dengan keilmuan itu sendiri. Menurut penganut aliran esensialisme
bahwa tujuan untuk mendidik menjadi warga negara yang baik akan tercapai dengan
sendiirinya apabila intelektualisme siswa dapat dikembangkan dengan baik. Dalam hal ini,
intelektualisme yang dimaksud adalah kemampuan seseorang memecahkan berbagai
persoalan yang ada secara keilmuan (Hasan, 1996; 58).
Filsafat esensialis memandang bahwa sasaran utama sekolah adalah memperkenalkan
siswa pada karakter dasar alam semesta yang sudah mapan dengan cara mewariskan mereka
budaya yang telah berkembang sepanjang zaman. Dalam pengembangan kurikulum
pendidikan, esensialisme dipandang sebagai salah satu filsafat yang menekankan pada
penguasaan disiplin ilmu secara monodisipliner yang harus dikuasai oleh siswa melalui
proses kegiatan belajar mengajar di kelas (Miller & Seller, 1995). Dengan merujuk pada
filsafat ini, proses belajar mengajar di kelas ditekankan pada peran guru yang dominan dan
menempatkan siswa sebagai peserta yang menerima warisan nilai yang ditransmisikan atau
diekspositorikan oleh guru. Melalui peranan guru, pandangan esensialis menempatkan
academic excellence and cultivation of intellect (Hasan, 2004) lebih penting daripada
kemampuan untuk mengembangkan proses inquiri guna memproduksi pengetahuan baru.
Nampaknya, filsafat kurikulum pendidikan ini tidak relevan dengan pendekatan pendidikan
IPS menurut pandangan baru yang menghendaki agar para peserta didik memiliki peran aktif
dalam proses inquiri di dalam dan luar kelas.
Oleh karena itu, orientasi filosofis kurikulum seperti itu harus segera diubah. Sebab
orientasi tersebut tidak bisa menjadi sarana untuk menyiapkan para peserta didik membangun
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan guna menghadapi berbagai tantangan masa
depan.
Aliran filsafat selanjutnya adalah aliran eklektik. Aliran filsafat eklektik merupakan
perpaduan antara pandangan esensialis dengan campur tangan kepentingan pendidikan.
Pendidikan IPS dikembangkan tidak secara tidak secara terpisah melainkan dikembangkan
dalam bentuk pendekatan korelasi dan terpadu. Pendekatan yang demikian memberikan
kemungkinan yang lebih luas bagi siswa untuk juga memperhatikan apa yang terjadi di
masyarakat sekitarnya tanpa kehilangan wawasan keilmuan (Hasan, 1996;60).
Aliran filsafat yang ketiga adalah perenialisme. Aliran filsafat ini mengembangkan
intelektualisme yang didasrkan pada study yang dinamakan liberal arts. Artinya
pengembangan intelektualisme didasarkan dan ditujukan untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai-nilai luhur bangsa, berbicara tentang keagungan dan kejayaaan bangsa.
Filsafat perenialisme yang dikembangkan oleh Brameld (dalam O’NMeil, 2001)
memandang bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas
prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terikat oleh
ruang dan waktu. Filsafat yang berakar pada pemikiran Plato, Aristoteles dan Thomas
Aquinas ini menghendaki adanya pewarisan nilai dari generasi terdahulu ke generasi
berikutnya melalui penyampaian berbagai informasi atau mentransmisikan pengetahuan
kepada peserta didik (Hasan 1996). Berdasarkan pandangan filosofis tersebut, kuriulum di
Indonesia menjadi sangat ideologis untuk menjadikan peserta didik sebagai warga negara
yang memilii pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Tujuan
pewarisan nilai, budaya serta untuk memperkuat integrasi bangsa sangat menonjol dan hal itu
sebagai ciri dari kurikulum perenialis. Jadi, pandangan filsafat perenialis menekankan pada
transfer of culture (Schubert).
Pembelajaran yang dianggap sebagai implementasi kurikulum yang melibatkan guru dan
siswa dalam proses interaksi – menurut Saylor dan Alexander (dalam Miller & Seller, 1995)
– tidak dapat dilepaskan dalam konteks social-budaya masyarakat terutama yang menyangkut
masalah komunikasi antara pihak-pihak terkait dalam proses pembelajaran. Dalam
masyarakat demokratis di negara-negara Anglo-saxon (Inggris, Amerika Serikat, Kanada,
Australia dan Selandia baru), komunikasi antara guru dengan siswa dilakukan melalui
banyak arah secara egaliter serta menempatkan guru dan siswa sebagai partner yang memiliki
peran sama dalam mengembangkan serta mengkonstruksi materi pembelajaran. Nilai-nilai
equality, praternity, dan liberty sebagai nilai yang diwariskan dari revolusi Perancis tahun
1789 telah mempengaruhi cara masyarakat tersebut berkomunikasi, termasuk dalam
komunikasi antara guru dengan siswa di kelas.
Sebaliknya, dalam masyarakat Indonesia yang agraris atau masyarakat transisi yang
sedang berubah dari masyarakat agraris ke industri serta dari masyarakat yang belum
demokratis, proses pembelajaran –sebagai bagian dari implementasi kurikulum- dilakukan
melalui komunikasi searah dari guru kepada siswa. Model komunikasi tersebut tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh sosial budaya patronase dan feodalisme yang menempatkan
orangtua (guru) lebih tinggi daripada anak (siswa); guru selalu dianggap paling pintar, tidak
pernah salah, dan oleh karena itu mereka tidak bisa dibantah oleh anak (siswa). Dalam
masyarakat Indonesia yang agraris, model komunikasi patron and client relationship yang
diwariskan oleh tradisi kerajaan Mataram dulu (Moertono, 1968) telah diterima sebagai
model yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pembelajaran di
kelas. Dalam model ini, patron digambarkan sebagai sosok pemuka, pemimpin dan penguasa
yang harus dilayani serta memiliki pengaruh yang besar atas sejumlah client yang tergantung
kepadanya.
Pandangan perenialis dalam pengembangan kurikulum mendapat tempat yang tepat
dalam budaya patronase di Indonesia. Pandangan yang bersifat klasik dan menghendaki
adanya pewarisan nilai dari generasi terdahulu ke genarasi kemudian tersebut menempatkan
siswa dalam posisi yang pasif. Oleh karena itu mudah dipahami apabila para siswa Indonesia
yang selalu didorong untuk mengembangkan pembelajaran siswa aktif, menjadi pembelajar
yang mandiri serta memiliki kebebasan untuk memilih adalah sangat sulit dilakukan.
Nampaknya, cara siswa Indonesia belajar telah lama terkonstruksi melalui pandangan
kurikulum yang diterapkannya serta kondisi sosial budaya yang melingkupinya. Dengan
demikian, budaya patronase yang diadopsi dalam implementasi kurikulum kita tidak hanya
berpengaruh terhadap proses pembelajaran tersebut melainkan juga terhadap sikap dan
perilaku peserta didik setelah mengikuti jenjang pendidikan tertentu. Sikap selalu tergantung
pada orang lain atau tidak mandiri anak-anak kita merupakan sebuah konsekuensi dari sistem
sosial-budaya yang dianutnya.
Dalam budaya patronase terdapat anggapan bahwa seorang anak harus dididik sesuai
dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh orang tuanya. Anak harus diubah tingkah lakunya
sehingga menjadi seorang anak yang sesuai dengan kehendak orang tua. Nampaknya
pandangan ini mempengaruhi pengembang kurikulum kita untuk menjadikan peserta didik
memiliki pengetahuan atau keterampilan tertentu yang sesuai dengan apa yang mereka
pikirkan.
Aliran filsafat yang keempat adalah filsafat progressivisme. Menurut filsafat pendidikan
progressivisme, tujuan utama sekolah adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis dan
membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan dalam
konteks pengalaman siswa pada umumnya. Menurut pandangan ini, pengembangan
pembelajaran harus memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar
belakang sosial budaya dan mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif sebagai
warganegara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Kinsler & Gamble, 2001). Aliran filsafat
yang terakhir yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
Aliran filsafat ini memandang pendidikan sebagai wahana untuk mengembangkan
kesejahteraan sosial. Filsafat pendidikan rekonstruksionisme, seperti dikemukakan oleh
O’Neil (2001), dapat dipilih sebagai salah satu alternative dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan IPS untuk masa depan. Orientasi rekonstruksionisme berpandangan bahwa
sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokratis yang menduinai. Secara
filosofis, seorang rekonstruksionis yakin bahwa teori pada puncaknya tidak terpisahkan dari
latar belakang sosial dalam suatu era kesejarahan tertentu. Dengan demikian, pikiran adalah
sebuah produk dari kehidupan di sebuah masyarakat tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
Oleh karena itu, tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, aliran ini menghendaki agar setiap
individu dan kelompok masyarakat mampu mengembangkan pengetahuan, teori atau
pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan
peserta didik dalam proses pembelajaran guna memproduksi pengetahuan baru.
Saya berpendapat bahwa orientasi progressivisme dan rekonstruksionisme dalam
pengembangan kurikulum pendidikan IPS dapat dijadikan alternatif guna menghadapi
berbagai tantangan masa depan. Dengan beberapa kelemahan yang tidak bisa dihindari,
kedua pandangan filsafat ini tidak hanya bertujuan untuk mengubah kondisi masyarakat pada
masa sekarang melainkan juga berorientasi untuk shaping the future. Pendapat ini sejalan
dengan pandangan Hasan (2004) yang memilih pengembangan kurikulum pendidikan IPS
yang berorinetasi pada pengembangan masyarakat ke arah masa depan. Hal ini terlihat dari
pendapatnya berikut ini :
[…] kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan, dimana kehidupan masa lalu,
masa sekarang dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa dijadikan
dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.
Berdasarkan pemaparan tentang lima pandangan filosofis yang mempengaruhi
pengembangan kurikulum pendidikan IPS di Indonesia, silahkan Anda buat catatan yang
mengkaji berbagai kelebihan dan kelemahan dari masingmasing aliran filsafat tersebut di
atas.
Kurikulum adalah salah satu faktor dalam proses pendidikan yang berperan seperti
“perangkat lunak” dari proses tersebut. Kurikulum mempunyai peranan sentral karena
menjadi arah atau titik pusat dari proses pendidikan. Peranan kurikulum sangat penting dan
strategis dalam proses pendidikan disamping peranan lain seperti guru, siswa dan sebagainya.
Suatu kurikulum mencerminkan baik secara eksplisit maupun tidak asumsi-asumsi yang
dianutnya mengenai tujuan dan hakikat pendidikan, tujuan dan hakikat kurikulum, asumsi
mengenai siswa, proses pendidikan dan pengajaran, visi penyusunan kurikulum tentang
harapan, tuntutan serta kebutuhan yang dihadapi dan akan dihadapi oleh siswa saat ini dan
masa yang akan datang.
Kurikulum bukanlah faktor yang terpisah dari dinamika tuntutan masyarakat,. Muara dari
kurikulum adalah masyarakat pemakai jasa pendidikan. Kurikulum yang pada intinya
merupakan “formula” atau “resep” yang menjembatani atau mengantarkan siswa dari
keadaan kurang atau tidak berpengetahuan dan berketerampilan menjadi insan-insan yang
memiliki pengetahuan, terampil dan berguna serta dapat berkontribusi secara positif terhadap
perkembangan masyarakat. Dengan demikian, kurikulum seharusnya mempunyai interaksi
yang intens dengan karakteristik dan dinamika masyarakat.
Kurikulum pada dasarnya berorientasi kepada masa yang akan datang. Dengan demikian
penyusunan kurikulum hendaknya mampu mengantisipasi arah perkembangan ilmu
pengetahuan dan dampaknya. Penyusunan kurikulum harus memiliki kesempatan untuk
berperan dalam menentukan atau mempelopori arah, warna, jenis serta intensitas perubahan
di masyarakat. Untuk mempertahankan nilai relevansi yang tinggi antara kurikulum dengan
masayarakat, kurikulum perlu secara terus menerus dimonitor dan dievaluasi. Sebagai satu
faktor yang dinamik, kurikulum aktif berintegrasi dengan masyarakat pemakainya dan perlu
memanfaatkan perkembangan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, keilmuan, teknologi
dan sebagainya.
Desain pembelajaran pendidikan IPS yang baik tidak hanya menekankan pada aspek
pengembangan intelektual saja tetapi juga mencakup segi pengembangan afektif dan
psikomotor siswa. NCSS (1994) menyebutkan bahwa desain kurikulum pendidikan IPS yang
baik akan dapat membantu membangun siswa memiliki pandangan yang merupakan paduan
dari personal, akademik, pluralis dan global. Oleh karena itu ada empat perspektif yang perlu
dikembangkan. Pertama perspektif personal, yang akan membantu siswa untuk membangun
kemampuannya dalam menyelidiki setiap peristiwa, isu serta kejadian yang akan berdampak
pada diri, keluarga, bangsa serta masyarakat dunia. Siswa diharapkan dapat
memperhitungkan kerugian dan keuntungan serta mempertanggungjawabkan setiap
keputusan yang diambilnya. Kedua perspektif akademik, proses dan pengalaman
pembelajaran yang telah dimiliki siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa. Berbagai
konsep yang telah dipelajarinya dapat memberikan pemahaman dan pilihan pandangan
tentang kehidupan sosial yang sesungguhnya (nyata). Ketiga perspektif pluralis, siswa dapat
menerima dan menghargai kenyataan adanya perbedaan masyarakat dalam hal ras, agama,
gender, kelompok dan budaya secara keseluruhan Siswa dapat menerima dan menghargai
kenyataan adanya perbedaan masyarakat dalam hal ras, agama, gender, kelompok dan budaya
secara keseluruhan. Perbedaan ini diterima oleh siswa sebagai kekayaan sosial dan unsur
yang berkualitas di dalam lingkungan masyarakat demokratis. Perspektif ini mengarah
kepada pendidikan multikultural. Keempat perspektif global, siswa memiliki kepedulian
terhadap lingkungan dunia yang semakin berkurang kekayaan alamnya serta memiliki
komitmen dalam menghadapi masyarakat dunia yang majemuk.

B. Kompetensi IPS Yang Di Kembangkan Di SD


Silahkan Anda perhatikan rumusan tujuan pendidikan yang terdapat dalam pasal 3
undang-undang no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional berikut ini :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulai, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab
Berdasarkan rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, kita dapat melihat sejumlah
kompetensi yang diharapkan muncul setelah dilakukannya proses pendidikan. Kompetensi
yang dimaksud adalah sejumlah kemampuan yang dapat dikuasai dan ditunjukan oleh siswa
sebagai hasil dari proses pendidikan. Kompetensi yang diharapkan muncul sebagai hasil
proses pendidikan yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulai, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi acuan dalam pengembangan tujuan
pendidikan IPS. Tujuan pendidikan IPS menurut James Banks meliputi serangkaian
kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dalam segi akademik dan thingking
skills serta pengembangan nilai. Selain itu, Schunke menambahkannya dengan
pengembangan dan pembentukan kewarganegaraan (citizenship). Dengan demikian maka
kompetensi yang dikembangkan dalam pendidikan IPS meliputi kemampuan pengembangan
aspek intelektualisme serta pengembangan keterampilan sosial yang dibutuhkan oleh siswa
dalam kehidupan bermasyarakat.
Pembelajaran IPS tidak dapat lepas dari belajar untuk menguasai proses ilmiah dalam
aspek ilmu sosial untuk menemukan/merumuskan konsep/produk ilmiah yang didasari oleh
sikap ilmiah secara interdisipliner. Oleh karena itu, kompetensi yang harus dikuasai oleh
peserta didik dalam rumpun mata pelajaran ini adalah berupa keterampilan intelektual yang
meliputi keterampilan dasar sebagai kemampuan yang terendah, kemudian diikuti dengan
keterampilan melakukan proses, dan keterampilan tertinggi berupa keterampilan investigasi.
Keterampilan dasar mencakup keterampilan mengamati gejala sosial yang selalu berubah,
mengumpulkan dan menyeleksi informasi, dan mengikuti instruksi yang sudah tersusun.
Keterampilan melakukan proses ilmiah meliputi menginferensi dan menyeleksi berbagai
cara/prosedur. Keterampilan investigasi adalah keterampilan inkuiri berupa merencanakan
dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi terhadap materi pembelajaran dari
dalam/luar kelas, termasuk fenomena sosial.
Berkaitan dengan kompetensi pengembangan intelektualisme tidak terlepas dari faktor
tingkat perkembangan usia peserta didik. Dalam hal ini kita bisa merujuk pendapat Piaget,
seorang psikolog yang telah merumuskan sejumlah kemampuan yang dapat dicapai oleh
manusia sesuai dengan tingkatan perkembangan usianya. Menurut Piaget, tingkat
perkembangan tersebut meliputi sensorimotor, tingkat preoperasional, tingkat operasi konkret
dan tingkat operasi formal.
Berdasarkan tingkat usianya, siswa SD berada pada taraf perkembangan operasi konkret.
Pada tingkatan operasi konkret, anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir beraneka.
Mereka sudah dapat membedakan mana benda atau kondisi yang tidak berubah dan mana
yang berubah. Kemampuan mengelompokkan sudah berkembang pada masa ini walaupun
masih terbatas pada hal-hal yang konkret. Kemampuan berpikir yang lebih abstrak belum
sepenuhnya berkembang pada masa operasi konkret. Kemampuan berpikir yang formal dan
abstrak baru dapat berkembang dengan baik dimulai pada usia 12 tahun.
Pendidikan IPS tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban mengembangkan aspek afektif.
Aspek afektif ini adalah tujuan yang berkenaan dengan aspek sikap, nilai dan moral. Dimana
dengan memberikan ketiga aspek ini diharapkan dapat menimbulkan suatu pribadi yang utuh
dari mereka-mereka yang dibekali dengan pendidikan IPS. Keterampilan sosial yang
dibangun melalui ranah kognitif menjadi dasar untuk mengembangkan penguasaan ranah
afektif berupa keterampilan sosial dalam kerja sama dan berkomunikasi dengan kelompok
yang majemuk, mencintai lingkungan fisik dan sosialnya, serta kemampuan dalam
memecahkan berbagai masalah sosial.
Keterampilan mencari, memilih, mengolah, dan menggunakan informasi untuk
memberdayakan diri serta keterampilan bekerjasama dengan kelompok yang majemuk
nampaknya merupakan aspek yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik yang kelak
akan menjadi warganegara dewasa dan berpartisipasi aktif di era global. Alasannya adalah,
era global yang ditandai dengan persaingan dan kerjasama di segala aspek kehidupan
“mempersyaratkan” mereka memiliki keterampilan-keterampilan tertentu.
Di tengah arus globalisasi, masyarakat Indonesia masih dihadapkan pada tantangan besar
yaitu mengatasi masalah-masalah sosial serta menyiapkan peserta didik beberapa
keterampilan sosial yang memungkinkan mereka mampu berkompetisi serta bekerjasama
aktif sebagai bagian dari masyarakat global.
Keterampilan-keterampilan apakah yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran
IPS di kelas ? Setiap negara memiliki rumusan-rumusan keterampilan serta kompetensi yang
harus dimiliki oleh peserta didiknya agar mereka kelak menjadi warga yang berpartisipasi
aktif dalam masyarakat dan memenangkan persaingan dan kerjasama di era global ini.
Keterampilan sosial dalam menghadapi era global juga mulai disadari oleh kalangan
pendidik dan pengembang kurikulum di Indonesia . Departemen Pendidikan Nasional ,
misalnya , melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah telah merumuskan profil lulusan pendidikan sekolah umum yang antara
lain memiliki keterampilan dalam mengikuti perkembangan global. Profil lulusan yang
diharapkan memiliki kompetensi atau keterampilan dalam beberapa hal, antara lain 1)
mampu mencari, memilah dan mengolah informasi dari berbagai sumber, 2) mampu
mempelajari hal-hal baru untuk memecahkan masalah sehari-hari, 3) memiliki keterampilan
berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, 4) memahami, menghargai dan mampu
bekerjasama dengan orang lain yang majemuk, 5) mampu mentransformasikan kemampuan
akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat, lingkungan dan perkembangan
global serta aturan-aturan yang melingkupinya, serta keterampilan-keterampilan lainnya yang
relevan. Profil-profil tersebut harus dapat diterjemahkan oleh pengembang kurikulum di
tingkat persekolahan, yaitu para guru di kelas, melalui proses belajar mengajar yang
melibatkan secara aktif semua peserta didik sehingga keterampilan-keterampilan sosial dapat
dilatihkan melalui KBM tersebut.
Sebuah kurikulum memuat sejumlah tujuan dan kompetensi yang diharapkan muncul
pada diri siswa setelah melalui proses pendidikan. Silahkan Anda perhatikan pengembangan
kompetensi mata pelajaran IPS pada tingkat sekolah dasar yang dirumuskan oleh kurikulum
tahun 2006 atau yang lebih dikenal dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
Kurikulum tahun 2006 mengisyaratkan tujuan akhir dari proses pendidikan IPS pada
tingkat sekolah dasar adalah untuk mengarahkan peserta didik agar dapat menjadi warga
negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai. Tujuan ini telah mengarahkan pada pengembangan diri siswa untuk menjadi warga
negara dan warga dunia yang baik. Pengembangan kompetensi sosial yang dikembangkan
pada kurikulum tahun 2006 tidak hanya diarahkan pada pengembangan kemampuan siswa
untuk hidup pada masa sekarang akan tetapi sudah diarahkan pada tantangan masa depan.
Hal ini terlihat dari latar belakang yang dirumuskan dalam kurikulum tahun 2006 yang
menyebutkan bahwa di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan
berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh
karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis.
PERTEMUAN III
KARAKTERISTIK, PEMBELAJARAN IPS, DAN KETERLIBATAN SISWA DALAM
PEMBELAJARAN IPS DI SD

A. Karakteristik Siswa SD
1. Pengertian Karakteristik Anak SD Menurut Para Ahli
a. Piaget (Dalam Desmita, 2011)
Anak usia sekolah dasar merupakan usia manusia aktif dan peniru yang ulung
serta tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar berada pada tahap pra
operasional konkrit.
b. David (2001).
Menurutnya, karakteristik anak sekolah pada dasarnya mengalami perkembangan
neuron pada otak anak, membuat lebih banyak koneksi dibandingkan neuron pada
otak manusia dewasa.
c. Piaget (Dalam Snowman, 2010)
Menurutnya, karakteristik anak sekolah dasar percaya berkembang lebih cepat
ketika mereka berinteraksi satu sama lain.
d. Suyadi (2009).
Arti karakteristik anak-anak usia sekolah dasar adalah anak yang suka bermain.
Dunia anak adalah dunia bermain dan belajarnya anak sebagian besar melalui
permainan yang mereka lakukan Bermain menurut Ade (2011), memiliki fungsi
sebagai sarana refreshing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah
bekerja dan dihinggapi rasa jenuh.
e. Miftahul (2010)
Menurutnya, anak-anak di Usia sekolah dasar juga menyukai hal-hal yang mampu
membangkitkan imajinasi mereka. Mereka menyenangi tempat belajar yang
nyaman dan sesuai dengan dunia mereka sehingga belajar menjadi hal yang
menyenangkan bagi anak-anak. Belajar akan lebih efektif dan terkondisikan
ketika suasana belajar menyenangkan. Suasana, keadaan ruangan akan
menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi.
Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru,
agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar. Sebagai
guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya
maka sangatlah penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain
karakteristik yang perlu diperhatikan kebutuhan peserta didik. Perkembangan Anak
Usia Sekolah Dasar Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami
perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang berkisar
antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :
a. Perkembangan Fisik
Siswa SD Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan
tulang. Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan berat
badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 ‐13
tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki‐laki, Sumantri dkk
(2005).
 Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang lebih
lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun di SD.
 Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan kurang lebih
sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih
langsing dari anak laki‐laki.
 Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa
lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat.
 Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan
lebih kuat daripada anak laki‐laki. Anak laki‐laki memulai lonjakan pertumbuhan
pada usia sekitar 11 tahun.
 Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati puncak
tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan menstruasi
umumnya dimulai pada usia 12‐13 tahun. Anak laki‐laki memasuki masa pubertas
dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13‐16 tahun.
 Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini
terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu
bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem
tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal
(prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan
luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta
perkembangan ciri‐ciri seks primer dan sekunder. Meskipun urutan kejadian
pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan
berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata‐rata anak perempuan memulai
perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki‐laki. Kecepatan
perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk
mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun.
Dengan adanya perbedaan‐perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum
anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas.
b. Perkembangan Kognitif
Siswa SD Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam perkembangan pola
pikir. Tahap perkembangan kognitif individu menurut Piaget melalui empat stadium:
a. Sensorimotorik (0‐2 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan medorong
mengeksplorasi dunianya. b. Praoperasional(2‐7 tahun), anak belajar menggunakan
dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata‐kata. Tahap pemikirannya
yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat
egosentris dan intuitif ketimbang logis c. Operational Kongkrit (7‐11), penggunaan
logika yang memadai. Tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda
konkrit. d. Operasional Formal (12‐15 tahun). kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia
c. Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu.
J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan
dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan
sosial.
Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan berpikir
bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak
pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah
keluarga, dan taman kanak‐kanaknya.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering
rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka
"dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap
ini disebut tahap "I can do it my self". Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu
tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka dapat
meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali
mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya
tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara cara yang
dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang
jujur.
Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan
membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih mudah menggunakan
perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma‐norma sosial dan
kesesuaian jenis‐jenis tingkah laku tertentu. Pada saat anak‐anak tumbuh semakin
lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan
menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada
kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan
sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan
sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki‐laki dan perempuan
menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya
berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional
yang serius Teman‐teman mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya.
Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian
serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok
teman sebaya melalui pakaian atau perilaku. Hubungan antara anak dan guru juga
seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan
bergantung kepada guru. Di awal awal tahun kelas besar SD hubungan ini menjadi
lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi
tidak mereka ceritakan kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih
guru mereka sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru
dengan cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya.
Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja adalah
reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk
dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri. Mereka juga mulai menyadari
bahwa ada perbedaan antara apa yang mereka pikirkan dan mereka rasakan serta
bagaimana mereka berperilaku.
Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan‐kemungkinan. Remaja
mudah dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi
mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk
mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sampai 22 tahun, umumnya
telah mengembangkan suatu status pencapaian identitas.
2. Kebutuhan Peserta Didik Siswa SD
a. Anak SD Senang Bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang
bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di
dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi
santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran
serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan
seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
b. Anak SD Senang Bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjam‐jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan
tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh
anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai
siksaan.
c. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok.
Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya, mereka belajar aspek‐
aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan‐ aturan
kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya
dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang
lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa
guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja
atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini
membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat
meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3‐4 orang untuk
mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
d. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/memperagakan Sesuatu Secara
Langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional
konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep‐
konsep baru dengan konsep‐konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa
membentukkonsep‐konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi‐fungsi badan, pera
jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi
pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan
memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin,
dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung
setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara
persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
3. Implikasi Karakteristik Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Bagi Anak
Usia Sekolah Dasar
a. Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja
dalam kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung. Oleh
karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur
permainan, memungkinkan siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung
dalam pembelajaran.
b. Menurut Havighurst tugas perkembangan anak usia SD adalah sebagai berikut :
1) menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas
fisik,
2) membangun hidup sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan.
3) belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya,
4) belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
5) mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat,
6) mengembangkan konsep‐konsep hidup yang perlu dalam lehidupan.
7) mengembangkan kata hati, moral, dan nilai‐nilai sebagai pedoman perilaku.
8) mencapai kemandirian pribadi.
4. Tugas perkembangan tersebut mendorong guru SD untuk :
a. menciptkaan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik,
b. melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian sosialnya
berkembang,
c. mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret
atau langsung dalam membangun konsep; serta
d. melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai‐nilai sehingga siswa
mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.
Pendidikan di SD merupakan jenjang pendidikan yang mempunyai peranan sangat
penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Sumber :
 https://www.pinhome.id/blog/karakteristik-anak-sd-sekolah-dasar-menurut-para-ahli-
lengkap/
 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Karakteristik%20Siswa%20SD.pdf

B. Konsep Pembelajaran Terpadu Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Pendekatan pembelajaran terpadu dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sering
disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara
individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-
prinsip secara holistik dan autentik.
Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar. Melalui pembelajaran
terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah
kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang
dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri
berbagai konsep yang dipelajari.
Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun dari berbagai
cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam hal ini,
dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas,
diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain.
Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang
berkembang. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai
disiplin atau sudut pandang ,contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata,
IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu -ilmu
sosial.
Pembelajaran IPS Model Integrasi Berdasarkan Topik
Dalam pembelajaran IPS keterpaduan dapat dilakukan berdasarkan topik yang terkait,
misalnya ‘Kegiatan ekonomi penduduk’. Kegiatan ekonomi penduduk dalam contoh yang
dikembangkan ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam IPS. Kegiatan
ekonomi penduduk dalam hal ini ditinjau dari persebaran dan kondisi fisis-geografis yang
tercakup dalam disiplin Geografi.
Secara sosiologis, Kegiatan ekonomi penduduk dapat mempengaruhi interaksi sosial
di masyarakat atau sebaliknya. Secara historis dari waktu ke waktu kegiatan ekonomi
penduduk selalu mengalami perubahan. Selanjutnya penguasaan konsep tentang jenis-jenis
kegiatan ekonomi sampai pada taraf mampu menumbuhkan kreativitas dan kemandirian
dalam melakukan tindakan ekonomi dapat dikembangkan melalui kompetensi yang berkaitan
dengan ekonomi.
Skema berikut memberikan gambaran keterkaitan suatu topik/tema dengan berbagai
disiplin ilmu.

Pembelajaran IPS Model Integrasi Berdasarkan Potensi Utama


Keterpaduan IPS dapat dikembangkan melalui topik yang didasarkan pada potensi
utama yang ada di wilayah setempat; sebagai contoh, “Potensi Bali Sebagai Daerah Tujuan
Wisata”. Dalam pembelajaran yang dikembangkan dalam Kebudayaan Bali dikaji dan
ditinjau dari faktor alam, historis kronologis dan kausalitas, serta perilaku masyarakat
terhadap aturan.
Melalui kajian potensi utama yang terdapat di daerahnya, maka peserta didik selain
dapat memahami kondisi daerahnya juga sekaligus memahami Kompetensi Dasar yang
terdapat pada beberapa disiplin yang tergabung dalam IPS .

Pembelajaran IPS Model Integrasi Berdasarkan Permasalahan


Model pembelajaran terpadu pada ilmu pengetahuan sosial yang lainnya adalah
berdasarkan permasalahan yang ada, contohnya adalah “Tenaga Kerja Indonesia”. Pada
pembelajaran terpadu, Tenaga Kerja Indonesia ditinjau dari beberapa faktor sosial yang
mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor geografi, ekonomi, sosiologi, dan historis.
Sumber :
 https://maglearning.id/2021/02/06/konsep-pembelajaran-terpadu-dalam-ilmu-
pengetahuan-sosial-ips/

C. Keterlibatan Fisik dan Psikis Peserta Didik dalam Proses Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar secara aktif adalah pembelajaran yang mengajak peserta
didik agar dapat belajar serta aktif. Saat peserta didik belajar secara aktif, akan menciptakan
dominasi aktifitas pembelajaran oleh peserta didik, dimana mereka akan menemukan
berbagai ide dari materi pelajaran, pandai dalam pemecahan masalah, dan aktualisasi
terhadap sesuatu yang baru dipelajarinya ke dalam kehidupannya yang nyata jauh lebih baik
dari sebelumnya. Pembelajaran yang aktif mengajak peserta didik ikut andil selama proses
belajar mengajar, bukan hanya psikis, melainkan juga pelibatan fisik. Dengan pembelajaran
seperti demikian, membuat peserta didik berada pada situasi dan kondisi yang sangat
menarik dan menyenangkan sehingga hasil belajar menjadi maksimal.
Pembelajaran aktif seharusnya menjadi alternatif pilihan untuk peningkatan mutu atau
kualitas pendidikan. Hal tersebut dikarenakan dapat menciptakan kondisi belajar yang aktif
oleh peserta didik. Keaktifan peserta didik tersebut tergambar dalam keanekaraga man
perilaku, misalnya mendengarkan (perkataan guruatau pun sesamapeserta didik),
mendiskusikan (khususnya mengenai keterkaitan antara penyebab dan akibat peristiwa),
merancang suatu hal, mencatat dan sebagainya.
Pembelajaran aktif adalah suatu bentuk kegiatan belajar mengajar dimana peserta
didik memiliki porsi yang cukup besar dalam membahas dan mengkaji selama proses
pembelajaran dengan terlebih dahulu berusaha mencari beraneka ragam sumber pengetahuan
dan informasi. Sehingga, Peserta didik memperoleh berbagai pengalaman demi peningkatan
pengetahuan dan kompetensi.Lebih lanjut, pembelajaran aktrif melahirkan kemungkinan
berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik seperti analisis dan
sisntesis, melaksanakan penilaian kegiatan belajar, serta menerapkan di kegiatan hidup
sehari-harinya.
Pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar guru dituntut untuk senantiasa
mengoptimalkan sifat aktif peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Peserta didik yang
kurang aktif selama proses belajar mengajar dapat mempengaruhi pencapaian tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Ciri-ciri peserta didik yang aktif dalam proses belajar
mengajar, dapat dikemukakan antara lain:
a. Rajin atau memiliki kesabaran yang tinggi dalam mengikuti pelajaran
Yang dimaksud di sini adalah bahwa peserta didik tidak pernah absen mengikuti
pelajaran setiap harinya sesuai jadwal pelajaran yang telah ditetapkan, kecuali
dikarenakan beberapa hal yang sulit diminimalisir misalnya karena sakit.
b. Menjawab pertanyaan guru bila ditanya
Dalam proses belajar mengajar biasanya guru memulai kegiatannya dengan mengajukan
berbagai pertanyaan kaitannya dengan pelajaran terdahulu maupun kaitannya dengan
pelajaran selanjutnya. Atau ketika guru menyajikan pelajaran memanfaatkan metode
bertanya lalu dijawab oleh peserta didik. Peserta didik yang aktif akan selalu berupaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan.
c. Mengajukan pertanyaan bila penjelasan guru belum dimengerti Sering terjadi dalam
proses belajar mengajar penjelasan guru mengenai pelajaran yang disajikan tidak dapat
dimengerti oleh peserta didik, disebabkan metode mengajar yang tidak tepat, kalimat-
kalimat yang digunkan guru tidak dapat dimengerti peserta didik, dan sebagainya. Agar
peristiwa tersebut tidak berlarut-larut maka sebaiknya guru mendorong peserta didik
untuk memberikan pertanyaan kepada guru mengenai hal-hal yang tidak dipahaminya.
Yang demikian itu dapat dilaksanakan dengan mudah oleh peserta didik yang aktif
selama proses pembelajaran, sehingga ia dapat mengenali letak permasalah yang
membuatnya belum mengerti, dan khusus peserta didik yang tidak aktif (lalai) sangat
sulit untuk melakukannya. Karena itu, guru harus memberikan dorongan yang ekstra
agar setiap peserta didik dapat mengeksplorasi berbagai kemampuan dan permasalahan
yang dihadapi selama kegiatan pembelajaran tanpa terkecuali.
d. Peserta didik mengerjakan berbagai tugas yang diberikan kepadanya
Metode mengajar guru ada beraneka ragam, satu diantaranya yaitu pemberian tugas.
Metode ini tidak hanya terbatas pada tugas-tugas yang seharusnya peserta didik kerjakan
pada saat jam pelajaran, tetapi juga tugas-tugas kokurikuler yang harus dikerjakan oleh
peserta didik di luar jam pelajaran. Peserta didik yang aktif belajar ditandai dengan
mengerjakan berbagai tugas tersebut dengan baik.
e. Mencatat penjelasan guru yang dianggap penting
Pada saat guru menjelaskan pelajaran terkadang terdapat bagian-bagian dari penjelasan
tersebut yang perlu dicatat, mengingat keterbatasam kemampuan peserta didik untuk
menghafal dan daya tahan hafalan. Perlu diketahui pula bahwa biasanya terdapat bagian
dari penjelasan guru yang tidak terdapat dalam buku- bukupaket dan bagian-bagian
inilah yang perlu dicatat.
f. Memperhatikan pelajaran dengan seksama
Perhatian dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan, bahkan diupayakan harus
terpusat. Dengan demikian, setiap awal dimulainya pelajaran, guru hendaknya berupaya
mengaktifkan perhatian peserta didik. Akvitas mengaktifkan perhatian peserta didik
selama kegiata belajar mengajar memunyai peranan yang begitu besar. Ketidakhadiran
perhatian menyebabkan terjadi kejenuhan dan sua dan rasa bosan selama proses belajar
mengajar. Perhatian tersebut dapat dimunculkan dengan membuat kesesuaian antara
bahan pengajaran dan kebutuhan peserta didik. Ketika kedua hal tersebut telah
bersesuaian, maka motivasipun lahirselama proses belajar mengajar. Motivasi
dimaksudkan untuk mendorong dan memberi arah kepada seseorang untuk
melaksanakan sesuatu. Kurangnya motivasi pada diri membuat seseorang malas
melakukan sesuatu, sehingga mengerjakan sesuatu dengan asal-asalan. Oleh karena itu,
baik perhatian maupun motivasi sangat dibutuhkan oleh peserta didik selama kegiatan
belajar mengajar. Peserta didik diharapkan mampu untuk seanntiasa menamkan
kebiasaan, berperilaku dan mencari pelbagai aktivitas yang dapat meembangkitkan
perhatian dan motivasi belajar sehingga memperoleh hasil yang memuaskan.
g. Senang mengikuti pelajaran
Senang yang dimaksud di sini adalah keaktifan mengikuti pelajaran, tanpa merasa
ditekan atau dipaksa-paksa. Peserta didik harusnya dapat melaksanakan kegiatan belajar
mengajar dengan setulus hati, tanpa perlu adanya paksaan dari guru ataupun paksaan
dari orang tua. Sikap senang dari peserta didik menimbulkan konsentrasi penuh peserta
didik selama mengikuti pelajaran.
h. Minat belajar cukup tinggi Salah satu peserta gambaram peserta didik aktif selama
kegiatan belajar mengajar adalah bila peserta didik meempunyai minat belajar yang
cukup tinggi. Peserta didik yang memunyai minat belajar rendah, akan menimbulkan
sifat acuh tak acuh dalam mengikuti pelajaran.
Agus Sujanto memberikan pendapat jika ingin membentuk dan mengembangkan minat
peserta didik, dapat dilakukan dengan beberapa upaya berikut:
1) Memperkaya ide atau gagasan.
2) Pemberian penghargaan untuk merangsang minat.
3) Melakukan pengenalan dengan berbagai pribadi yang memiliki krativitas.
4) Mengeksplorasi lingkungan dengan bijaksana.
5) Meninkatkan kinerja fantasi
6) Mengupakan untuk senantiasa bersikap positif.
Minat belajar peserta didik dapat dipupuk dan ditingkatkan melalui beberapa upaya
berikut:
1) Merubah suasana lingkungan, relasi, bacaan, kebiasan dan aktivitas biasanya.
Seperti melaksanakan liburan ke berbagai tempat, ikut dalam pertemuan-
pertemuan, mencari bahan bacaan baru yang sebelumnya tidak pernah dibaca, serta
menciptakan kebiasaan dan hobi dengan berbagai macam, hal ini akan membuat
lebih berminat.
2) Latihan dan implementasi sederhana, dengan cara mencari solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi. Latihan tersebut dimaksudkan untuk meningatkan
minta belajar melalui peningkatan minat terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi terlebih dahulu. Setelah minat dalam memecahkan permasalah telah ada
maka dengan sendirinya minat pada proses belajar mengajar aka nada dalam diri
peserta didik.
3) Membuat orang lain agarminat yang dimilikinya berkembangdan pada hakekatnya
mengembangkan diri sendiri.
Syaiful Bahri beranggapan bahwa” besarnya porsi minat sangat berpengaruh
padakegiatan belajar. Peserta didik yang memunyai minat berusahadengan penuh
kesungguhan selama proses pembelajaran berlangsung. Lancarnya kegiatan belajar
mengajar harus menyertakan minta belajar peserta didik. Oleh karena itu, berbagai usaha
untuk meningkatkan minat peserta harus senantiasa diupayakan agar peserta didik dapat
paham dan mengerti pengajaran yang diberikan. Berikut ini upaya yang dapat
dilaksanakan guru demi mengembangkan minat peserta didik, di antaranya:
1) Sesuai kebutuhan yang dibutuhkan peserta didik.
2) Menghubungkan masa lalu dengan masalah yang dihadapi
3) Diberi kesempatan melaksanakan hasil optimal.
4) Penggunaan aneka ragammetode pembelajaran.
Karena itu, situasi dan suasana yang mendukung dapat dimanfaatkan guru
mengembangkan minat peserta didik. Minat peserta didik dalam kegiatan belajar
merupakan kekuatan yang bersumber dari diri peserta didik. Minat tersebut memiliki
hubungan dengan sesuatu yang dibutuhkan peserta didik untuk diketahuinya. Hal inilah
yang menjadi perhatian guru, karena guru harus mampu mengatur dan menciptakan
suasana belajar mengajar yang edukatif dan interaktif dengan tentunya menarik minat
dan motivasi peserta didik.
PERTEMUAN IV
ESENSI KURIKULUM IPS SD

A. Peristiwa
Petama-tama mari kita awali belajar kajian modul ke-2 ini dengan an mengingat kembali
beberapa pokok pikiran tentang karakteristik. pendidikan IPS di SD, seperti telah diuraikan
dalam modul pertama. Coba Anda sebutkan pengertian IPS dalam kurikulum di SD? Apa
pula fungsi dan tujuan mata pelajaran IPS di SD? Untuk lebih memantapkan pemahaman
Anda tentang materi tersebut, silakan buka kembali modul pertama. Apakah Anda
menemukan hal-hal yang ditanyakan di atas?
Baiklah, coba perhatikan rambu-rambu dari pengertian IPS SD dalam Kurikulum 2006
bahwa IPS itu merupakan salah satu mata pelajaran yang . diberikan mulai dari SD sampai
SMP, di mana IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada Jenjang SD mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang
memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh mata pelajaran IPS, yaitu agar peserta didik
memiliki kemas puan sebagai berikut.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya;
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
4. Memiliki kemampuan (kompetensi) berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi
(berdaya saing) dalam masyarakat yang majemuk, baik di tingkat lokal, nasional, dan
global (dunia).
Selanjutnya, mengenai ruang lingkup esensi materi dari mata pelajaran IPS meliputi
aspek-aspek sebagai berikut.
1. Geografi meliputi manusia, tempat, dan lingkungan.
2. Sejarah meliputi waktu, keberanjuran, dan perubahan.
3. Sosiologi meliputi sistem sosial dan budaya.
4. Ekonomi meliputi perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Memperhatikan pokok-pokok pemahaman dan pengertian kajian di atas, persoalan kita
adalah berkenaan dengan pertanyaan "Kompetensi apa yang harus dimiliki oleh peserta
didik'; "bahan kajian apa yang perlu diberikan kepada anak didik kita?". "Aspek-aspek apa
yang harus dinilai dari peserta didik'?. Bagaimanakah pendekatan, strategi dan cara yang
harus dilakukan agar tujuan kegiatan belajar mengajar berhasil mencapai sasaran yang baik?
Secara lebih umum dapat kita katakan bahwa pengajaran IPS itu berkenaan dengan
pengenalan dan pemahaman anak terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada masa kini,
yaitu yang lebih dikenal dengan isu sosial.
Namun demikian, kita menyadari bahwa isu sosial yang dialami anak itu pada dasarnya
masih kabur sifatnya. Cobalah Anda sendiri renungkan sejenak, apakah isu sosial itu?.
Secara sederhana, istilah isu sosial dapat diartikan sebagai kabar atau berita suatu peristiwa
yang terjadi dam menyangkut pada aktivitas kehidupan manusia di masyarakat serta tidak
jelas asal usulnya, masih berupa desas-desus atau kabar angin. Dengan pengertian tadi tentu
kita akan sukar menjelaskannya dengan katakata sehingga jelas maksudnya kepada anak
didik kita. Supaya memiliki pengertian tertentu maka perlu kita batasi dengan penggunaan
istilah lain, yaitu Peristiwa. dari Peristiwa inilah dapat dilakukan suatu pengamatan, apakah
peristiwa benarbenar terjadi ataukah hanya isu belaka/kabar angin. Selanjutnya, dari
peristiwa itu, terutama peristiwa yang benar-benar terjadi dapat dicari suatu fakta yang dapat
diamati dan ditunjukkan secara jelas sebagai kenyataan, wujud, sebagai realita.
Fakta terungkap dari pengamatan atas kenyataan atau dapat juga dikatakan bahwa
kenyataan lahir karena dukungan fakta (atau fakta-fakta). Demikianlah terdapat hubungan
timbal batik antara kenyataan dan fakta.
Fakta (fakta-fakta) juga berkaitan erat dengan data. Ada sedikit perbedaan antara fakta
dan data. Data-data itu bersifat objektif sedangkan fakta mengandung arti penafsiran
seseorang, jadi ada unsur subjektivitasnya, Fakta dan data jelas mempunyai hubungan
timbal batik. Oleh Karena Sifatnya yang jelas dan terukur maka dalam bidang
keilmuan fakta dan data mempunyai kedudukan penting. Fakta dan data merupakan fondasi
bagi pengertian keilmuan dan selanjutnya penting artinya bagi pengembangan ilmu itu
sendiri. Perkembangan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu pengetahuan alam didasari oleh
pengungkapan fakta dan data untuk selanjutnya sampai kepada konsep, generalisasi, teori,
dan hukum. Jika digambarkan hubungan antara peristiwa, fakta dan data, konsep,
generalisasi, teori dan hukum secara p skernatis adalah sebagai berikut.
1. Peristiwa.
2. Fakta/data.
3. Konsep.
4. Generalisasi.
5. Teori.
6. Hukum.
Di dalam pembahasan modul ini, sesuai dengan kegunaan secara praktis pembicaraan
kita dibatasi pada: Peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi.
Anda telah memperoleh gambaran tentang peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi,
persoalannya sekarang adalah berikut ini.
1. Bagaimanakah kita merumuskan "peristiwa”? Contohnya!
2. Bagaimanakah kita merumuskan “fakta”? Contohnya!
3. Bagaimanakah kita merumuskan “konsep”? Contohnya!
4. Bagaimanakah kita merumuskan “"gencralisasi"? Contohnya!
5. Bagaimanakah kita mengaitkan pengertian peristiwa, fakta konsep, dan itu dalam
hubungannya dengan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)?
Inilah isi bahan pembicaraan kita pada kegiatan belajar pertama pada Modul 2 ini.
Pertama-tama mari kita bicarakan pengertian peristiwa dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.
Secara sederhana peristiwa atau ke adian adalah hal-hal yang pernah terjadi. Apakah yang
terjadi itu? Yakni semua kejadian di di atas muka bumi ini (bahkan di alam semesta) yang
menyangkut kehidupan manusia.
Peristiwa atau kejadian ada yang bersifat alamiah, seperti gunung meletus, banjir,
tsunami, gempa bumi, gerhana matahari, dan sebagainya. Juga terdapat peristiwa yang
bersifat insaniah, yakni peristiwa yang berkaitan dengan aktivitas umat manusia, seperti
pembangunan jembatan, skandal korupsi, pemilu, krisis moneter, inflasi, reformasi dan
sebagainya.
Sungguhpun peristiwa merupakan suatu kejadian yang benar-benar dan pernah terjadi,
tetapi masih perlu dibuktikan kebenarannya. Hal ini dikarenakan peristiwa biasanya sudah
menjadi sejarah, yakni kejadian yang sudah terjadi di masa lalu. Peristiwa yang telah diuji
kebenarannya itulah yang disebut fakta.
Sebagai guru perlu kiranya mencari upaya untuk lebih menjelaskan pengertian peristiwa
ini dengan cara sederhana kepada anak didik kita yang masih di bangku sekolah tingkat SD,
misalnya dengan memberikan pertanyaan kepada siswa, seperti berikut ini.
1. Coba kamu sebutkan dua kejadian yang terjadi di rumahmu pada hari kemarin?
2. Siapakah yang menonton acara televisi pada hari kemarin, ada berita kejadian apa saja?
3. Untuk anak laki-laki, tahun berapakah kamu disunat?
4. Ceritakan pengalamanmu ketika masa liburan sekolah, ada kejadian apa saja?
5. Apakah tugas kamu di rumah?
6. Dan seterusnya.

B. Fakta
Level terendah dalam pengetahuan adalah fakta. Dikatakan rendah karena pernyataan
tersebut sangat spesifik dan terbatas penggunaannya dalam memahami dunia. Fakta dapat
didefinisikan sebagai pernyataan mengenai spesifik orang, benda, peristiwa atau ide dala m
lingkungan sosial, atau alam. Dalam pembelajaran IPS, diharapkan siswa dapat mengenal
berbagai fakta, khususnya terkait dengan kehidupannya.
Fakta dapat dihasilkan melalui observasi, artinya bahwa fakta dapat dibuktikan secara
empiris. Oleh karena itu, fakta merupakan sesuatu yang benar atau kejadian yang nyata.
Dalam kehidupan ini, fakta tidak terhitung jumlahnya, sedangkan sekolah yang merupakan
pendidikan formal memiliki ciri waktu dan tujuan dalam batas tertentu. Dengan demikian,
guru perlu memilih fakta yang relevan dengan kehidupan siswa sehingga materi yang
dipelajari menjadi bermakna. Berikut merupakan beberapa contoh fakta:
1. Jakarta adalah ibu kota Indonesia.
2. Kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah Kutai.
3. Sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni membahas rumusan Dasar
Negara.
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa fakta merupakan
sesuatu yang benar-benar terjadi mengenai orang, peristiwa, benda dan ide, serta dapat
diobservasi.

C. Konsep
Konsep mencerminkan level yang lebih tinggi dari pengetahuan. Konsep merupakan kata
atau frasa yang digunakan untuk menamai sekelompok orang yang sama, benda, peristiwa,
atau pun ide. Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk mengkilasifikasikan suatu
kelompok yang sama. Ketika proses mengklasifikasi, kemampuan yang perlu dikuasai adalah
mengenal karakteristik umum. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa konseptualisasi
merupakan proses kategorisasi kclompok yang mempunyai ciri yang sama tersebut memiliki
nama. Dengan kata lain konseptualisasi merupkan proses pemberian nama (naming).
Konsep lebih tinggi dari fakta karena menggambarkan hal yang spesifik dari kelompok
yang sama (group Of similar) tidak secara identik, tetapi mempunyai karakteristik yang
sama. Seperti yang telah disebutkan di stas bahwa konsep berkaitan dengan orang, benda,
peristiwa, atau ide yang sama. Untuk lebih memahami mengenai konsep, berikut merupakan
contoh konsep:
1. Konsep yang berkaitan dengan orang adalah presiden;
2. Konsep yang berkaitan dengan benda adalah danau, tanjung, dan teluk;
3. Konsep peristiwa seperti kemerdekaan dan;
4. Konsep yang berupa ide seperti toleransi, demokrasi dan globalisasi.
Dari beberapa contoh yang telah diberikan, terdapat dua ciri khusus. Beberapa contoh
konsep merupakan hal yang dapat terlihat dan beberapa yang lain merupakan konsep yang
tidak dapat terlihat secara langsung melainkan dapat dirasakan manifestasi dari konsep
tersebut. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa konsep ada yang bersifat konkret
seperti danau dan tanjung, adapun toleransi, demokrasi dan globalisasi merupakan konsep
yang bersifat abstrak. Dalam memilih konsep yang akan diajarkan kepada siswa, Banks
(Ischak dkk, 2005) menegaskan bahwa pertama-tama perlu mengaitkan dengan pengalaman
siswa (entry behavior) kemudian mengembangkannya dan memperluasnya supaya semakin
memperkaya wawasan dan dapat menentukan keputusan dengan lebih baik. Selanjutnya Taba
(Banks, 1985: Ischak dkk, 2005) menyebutkan kriteria pemilihan konsep sebagai berikut:
1. Validity : konsep yang mewakili secara tepat ilmu yang terkait.
2. Significance : konsep yang bermakna.
3. Appropriateness : konsep yang memiliki kelayakan atau kepantasan.
4. Durability : tahan lama.
5. Balance : memberikan keseimbangan dalam scope dan kedalamannya.
D. Generalisasi
Generalisasi merupakan level yang lebih tinggi dari konsep. Generalisasi merupakan
pernyataan dari hubungan antara dua atau lebih konsep. Pernyataan tersebut bersifat umum
serta tidak terkait pada situasi yang khusus. Berikut merupakan contoh dari generalisasi IPS:
1. Kebudayaan bersifat universal dikarenakan setiap masyarakat memilikinya
(Antropologi).
2. Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhannya terbatas
(Ekonomi).
3. Setiap individu memiliki beberapa status dan peran yang berbeda dalam kehidupannya
(Sosiologi).
4. Manusia memiliki ketergantungan terhadap alam dan manusia sendiri dapat
memodifikasi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhannya (Geografi).
Dapat dipahami mengapa generalisasi lebih tinggi dari konsep. Hal tersebut dikarenakan
untuk memahami generalisasi, siswa terlebih dahulu harus memahami konsep pembentuk
generalisasi tersebut. Seperti contoh di atas “Kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan
alat pemuas kebutuhannya terbatas”, siswa akan memahami generalisasi tersebut setelah
siswa memahami konsep kebutuhan dan konsep alat pemuas kebutuhan. Jika siswa belum
memahami dua konsep tersebut, maka siswa akan kesulitan dalam memahami makna
generalisasi.
Berikut merupakan ilustrasi bahwa fakta, konsep, dan generalisasi saling berkaitan dan
bersifat hierarkis. Beberapa fakta membentuk konsep dan beberapa konsep akan membentuk
generalisasi. Oleh karena itu, fakta perlu dipelajari terlebih dahulu sebelum konsep dan
generalisasi.
Contoh subtema yang dipelajari mengenai kebutuhan:
a. Fakta
Agar siswa paham mengenai fakta, guru dapat memberikan stimulus dengan:
a. Meminta siswa menceritakan makanan ketika sarapan.
b. Meminta siswa menceritakan kegiatan liburan sekolah.
c. Meminta siswa menyebutkan benda yang dibutuhkan sehari-hari.
d. Menanyakan benda pengganti pulpen untuk menulis dan lain-lain.
b. Konsep
Konsep yang dapat dipelajari antara lain adalah kebutuhan primer, sekunder, tersier,
barang subtitusi, barang komplementer, barang ekonomi, barang bebas dan lain-lain.
c. Generalisasi
Generalisasi yang dapat terbentuk diantaranya:
a. Kebutuhan tersier dapat terpenuhi setelah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi.
b. Kebutuhan manusia tidak terbatas, akan tetapi alat pemuas kebutuhannya terbatas.
Keterkaitan fakta, konsep, dan generalisasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Generalisasi

Konsep

Fakta

Gambar : Struktur Pengetahuan

E. Nilai
Apakah yang dimaksud dengan nilai? Apa fungsi nilai bagi masyarakat? Kenapa nilai
menjadi penting dalam pembelajaran IPS? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja bermanfaat
bagi kita untuk bisa memahami konsep nilai atau values) dan pentingnya nilai dalam
pembelajaran IPS. Oleh karena itu, pembahasan berikut akan berupaya paling tidak
menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas.
Nilai dapat diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Pocwadarminta, 1984). Nilai padanan kata bahasa Inggrisnya adalah value. Sementara value
sendiri artinya quality of being useful or desireable (A.S. Hornby (1982:950). Kenapa nilai
itu penting dalam kehidupan sosial kita dan bagaimana nilai dapat tertanam dalam diri
seorang anak?
Batasan tentang nilai dapat mengacu kepada berbagai hal seperti minat, kesukaan,
pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya (Pepper dalam
Soelaeman, 2005). Rumusan nilai dapat diperluas atau dipersempit. Rumusan nilai yang luas
dapat meliputi seluruh perkcmbangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai. Nilai juga
merupakan ukuran, untuk menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Sementara batasan
nilai yang sempit adalah adanya suatu perbedaan penyusunan antara apa yang dibutuhkan
dan apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya dibutuhkan. Nilai-nilai tersusun secara
hierarkis dan mengatur rangsangan kepuasan hati dalam mencapai tujuan kepribadiannya.
Kepribadian dari sistem sosio-budaya merupakan syarat dalam susunan kebutuhan rasa
hormat terhadap keinginan yang lain atau kelompok sebagai suatu kehidupan sosial yang
besar.
Nilai menurut Soebino (1986) adalah pegangan hidup yang dijadikan landasan untuk
melakukan sesuatu. Suatu nilai baru dapat dipandang sebagai pegangan hidup apabila
penganutnya bersedia untuk melakukan suatu perbuatan kalau selaras dengan nilai itu dan
bersedia untuk melakukan segalanya demi nilai itu. Oleh karena itu, betapapun suatu nilai
tersebut sangat diyakini dan dihormati serta dijunjung tinggi oleh penganut nilai itu, tetapi
kalau penganutnya belum berani untuk berkorban demi nilai yang diyakininya itu, maka nilai
tersebut belum dapat dikatakan sebagai pegangan hidup bagi penganutnya.
Dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan demi kualitas
generasi muda untuk menghadapi masa depan, maka nilai-nilai seperti yang akan dijelaskan
di bawah ini diperlukan untuk ditamamkan pada anak seperti yang disampaikan
Sumaatmadja (1984) berikut.
1. Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS, yaitu adanya
perubahan perilaku sosial anak didik ke arah yang lebih baik. Perilaku tersebut, meliputi
aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Peningkatan kognitif di sini tidak hanya
terbatas makin meningkatnya pengetahuan sosial, melainkan pula peningkatan nalar
sosial dan kemampuan mencari alternatifalternatif pemecahan masalah sosial. Oleh
karena itu, materi yang dibahas pada pembelajaran IPS ini, jangan hanya terbatas pada
kenyataan, fakta dan data sosial, melainkan juga mengangkat masalah sosial yang terjadi
sehari-hari. Memunculkan masalah sosial itu tidak selalu dari guru saja, melainkan juga
bisa dari anak didik dcngan mengangkatnya dalam pcmbclajaran. Mclalui suasana yang
dcmikian, nalar sosial dan kemampuan mencari alternatif pemecahan masalah sosial dari
anak akan semakin makin meningkat.
Dalam proses peningkatan perilaku sosial melalui pembinaan nilai edukatif, tidak
hanya terbatas pada perilaku kognitif, melainkan lebih mendalam lagi berkenaan dengan
perilaku afektifnya. Justru perilaku inilah yang lebih mewarnai aspek kemanusiaan.
Melalui pembelajaran IPS, perasaan, kesadaran, penghayatan, sikap, kepedulian, dan
tanggung jawab sosial anak ditingkatkan. Kejelian mereka terhadap ketimpangan sosial,
penderitaan orang lain, perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai, melalui IPS
yang ditanamkan sampai menyentuh nuraninya. Masalah sebagai fakta sosial diproses
melalui berbagai metode dan pendekatan sampai betul-betul membangkitkan kepedulian
serta tanggung jawab sosial anak.
2. Nilai Praktis
Pembelajaran dan pendidikan dianggap tidak memiliki makna yang baik, jika
tidak memiliki nilai praktis. Oleh karena itu, pokok bahasan IPS itu, jangan hanya tentang
pengetahuan yang konseptual-teoretis belaka melainkan juga digali dari kehidupan
sehari-hari yang memiliki nilai praktis, misalnya mulai dari lingkungan keluarga, di
pasar, di jalan, di tempat-tempat bermain dan seterusnya. Dengan demikian pembelajaran
dan pendidikan akan dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan sosial anak sehari-
hari.
Pendidikan IPS memiliki muatan nilai praktis dalam pelaksanaannya mesti
disesuaikan dengan tingkat usia dan kegiatan anak sehari-hari, seperti mendengarkan
berita, mendengarkan siaran radio, membaca buku cerita, menghadapi permasalahan
kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam pendidikan IPS juga mesti dilaksanakan secara
menarik, tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak
secara langsung memiliki nilai praktis serta strategis dalam membina anak-anak dengan
kenyataan hidup saat ini dan masa-masa datang.
3. Nilai Teoritis
Pembelajaran dan pendidikan IPS tidak hanya menyajikan dan mcmbahas
kenyataan, fakta dan data yang terlepas-lepas, melainkan dapat juga membahas yang
lebih jauh dengan menelaah keterkaitan aspek kehidupan sosial dengan aspek -aspek
kehidupan yang lainnya. Dengan demikian pembelajaran dan pendidikan IPS akan dapat
membina anak hari ini pada perjalanannya diarahkan untuk menjadi generasi penerus di
masa depan.
Nilai teoritis yang dapat ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran dan
pendidikan IPS adalah dengan membina daya nalar anak didik untuk mengetahui sendiri
kenyataan (sense of reality) dan dorongan menggali sendiri di lapangan (sense of
discovery). Kemampuan dalam menyelidiki dan meneliti dengan mengajukan berbagai
pernyataan (sense of inquiry) mereka dibina serta dikembangkan. Agar, kemampuan
mereka mengajukan “hipotesis” dan dugaan-dugaan terhadap suatu persoalan, juga
berkembang.
Dengan demikian, kemampuan mereka “berteori” dalam pembelajaran IPS, dibina
dan ditumbukembangkan. Dalam menghadapi kehidupan sosial terus berkembang dengan
cepat dan sekaligus juga cepat berubah, kemampuan berteori ini sangat berguna serta
strategis.
4. Nilai Filsafat
Pembahasan ruang lingkup IPS dilakukan secara bertahap sesuai dengan
perkembangan kemampuan anak peserta didik. Dalam pembelajran IPS diharapkan
mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk
sosial. Melalui proses yang demikian, anak ditumbuhkembangkan kesadaran dan
penghayatannya tentang keberadaannya mereka di tengah-tengah masyarakat, dan
lingkungan alam sekitarnya. Dari kesadaran keberadaan mereka ini, lalu mereka
disadarkana tentang pertanyaan mereka di masyarakat dan lingkungan sekitar mereka.
Dengan cara ini, kemampuan mereka dalam merenungkan keberadaan dan
peranannya di masyarakat ini makin ditumbuhkembangkan. Atas kemampuan mereka
untuk berfilsafat, tidak luput dari jangkauan pembelajaran IPS. Dengan demikian, nilai
filsafat yang seperti itu akan sangat berfaedah dalam kehidupan bermasyarakat. |
5. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan merupakan nilai untuk dasat menghayati sendiri tentang
kenikmatan yang diperoleh kita sebagai manusia. Kita sebagai manusia merupakan
sebagai makhluk sosial yang berbeda dengan makhluk-makhluk hidup ciptaan Yang
Maha Kuasa, baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang. Kenikmatan dari Tuhan Yang
Maha Kuasa ini berupa akal pikiran yang berkembang dan dapat ditumbukembangkan
yang memungkinkan manusia mampu memenuhi kebutuhannya dari sumber daya telah
disediakan oleh-Nya. Kenikmatan kita sebagai manusia yang mampu menguasai IPTEK,
menjadi landasan kita untuk mendekatkan diri dan meningkatkan Iman dan Takwa
(IMTAQ) kepada-Nya.
Kekaguman kita sebagai manusia kepada segala ciptaan-Nya merupakan nilai
ketuhanan yang strategis sebagai bangsa yang berfalsafahkan Pancasila. Pembelajaran
IPS dengan ruang lingkup dan aspek kehidupan sosial yang luas cakupannya, menjadi
landasan kuat bagi pcnanaman dan pcngcmbangan nilai ketuhanan. Nilai ketuhananan
menjadi kunci kebahagiaan kita baik lahir maupun batin, menjadi landasan moralitas
dalam mencetak generasi muda hari ini demi menyongsong masa akan datang. Nilai
Ketuhanan menjadi wajib mendapat perhatian dari Anda dan kita semua selaku guru IPS
karena materi dan proses pembelajaran apa pun pada pembelajaran IPS pertu
berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan ini .
Dengan menanamkan nilai-nilai seperti itu, anak disiapkan untuk menjadi
Anggota masyarakat yang bcrguna bagi kepentingan masyarakat dan bangsanya.
Selanjutnya kita akan membahas tentang keterampilan-keterampilan dalam IPS.
Keterampilan-keterampilan ini diperlukan sebagai bekal untuk mampu hidup di tengah
tengah masyarakatnya.

F. Keterampilan
Keterampilan dalam IPS yang perlu dikembangkan sebagaimana dijelaskan dalam
Darsono dkk (2017) diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: (a) workstudy skills, yaitu
kctcrampilan dalam bckcrja, (b) groupprocess skills, yaitu keterampilan proses kelompok,
dan (c) social-living skills, yaitu keterampilan hidup bermasyarakat.
Sementara menurut National Council for Social Studies (NCSS, 1971) menyatakan
bahwa terdapat beberapa keterampilan yang seyogyanya dimiliki dalam IPS supaya anak
didik mampu hidup dan berhubungan. dengan orang lain, antara lain:
1. keterampilan penelitian terdiri dari:
a. mengidentifikasi dan mengklasifikasi data
b. mengumpulkan dan mengorganisasi data
c. menginterprestasi data
d. menganalisis data
e. mengevaluasi hasil
f. menggeneralisasi hasil
g. mengaplikasikan pada konteks yang lain
2. keterampilan berpikir terdiri dari:
a. menetapkan sebab dan akibat
b. mengevaluasi fakta
c. Memprediksi
d. menyarankan konsekuensi-konsekuensi dari suatu fenomena
e. meramalkan masa depan
f. menyarankan alternatif pemecahan masalah, dan
g. mampu memandang sesuatu dari perspektif yang berbeda.
3. Keterampilan Berpartisipasi Sosial terdiri dari:
a. mengidentifikasi konsekuensi dari tindakan seseorang dan dampaknya terhadap orang
lain
b. memperlihatkan kebaikan dan perhatian terhadap orang lain
c. berbagi tugas dan membangun kerja sama dengan orang lain
d. memfungsikan keanggotaan dan sebuah kelompok mengadopsi beberapa variasi dari
peran dalam kelompok
4. Keterampilan Berkomunikasi terdiri dari:
a. Pemahaman tentang lambang dan sistem lambang seperti warna dalam peta dan
lambang lalu-lintas jalan raya.
b. Pemahaman tentang aturan dan ketentuan yang berkaitan dengan sarana komunikasi.
c. Pengungkapan gagasan secara jelas dan kreatif melalui berbagai bentuk komunikasi.
Itulah keterampilan-keterampilan dalam IPS yang perlu dimiliki dan ditanamkan pada
anak didik kita dalam pembelajaran IPS supaya mereka kelak mampu hidup di tengah-tengah
kehidupan yang komplek dan dinamis ini.
PERTEMUAN V
PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS

1. Pendekatan Konstruktivisme
Sebelum masuk ke pendekatan pembelajaran konstruktivistik, kita tinjau dulu
ruang lingkup mata pelajaran Pengetahuan Sosial yang meliputi :
 sistem sosial dan budaya
 manusia, tempat dan lingkungan
 perilaku ekonomi dan kesejahteraan
 waktu, keberlanjutan dan perubahan
 sistem berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya kita perhatikan pula Standar Kompetensi mata pelajaran Pengetahuan
Sosial SD dan MI. Standar kompetensi mata pelajaran adalah kompetensi yang harus
dikuasai siswa setelah melalui proses pembelajaran Pengetahuan Sosial, antara lain
sebagai berikut :
Kelas I
Kemampuan memahami identitas diri dan keluarga dalam rangka berinteraksi dengan
lingkungannya yang sehat.
Kelas II
Kemampuan menerapkan hak dan kewajiban, sikap saling menghormati, dan hidup hemat
dalam keluarga serta memelihara lingkungan.
Kelas III
Kemampuan memahami :
a. kronologis peristiwa penting dalam keluarga
b. peran, hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga, sekolah dan masyarakat
c. menciptakan kerjasama berdasarkan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat
d. melestarikan lingkungannya.
Kelas IV
Kemampuan memahami :
a. keragaman suku bangsa dan budaya serta perkembangan teknologi
b. persebaran sumberdaya alam, sosial dan aktivitasnya dalam jual beli, dan
c. menghargai berbagai peninggalan di lingkungan setempat.
Kelas V
Kemampuan memahami hal-hal berikut :
a. keragaman kenampakan alam, sosial, budaya dan kegiatan ekonomi di Indonesia.
b. perjalanan bangsa Indonesia pada masa Hindu Budha dan Islam beserta
peninggalannya sampai masa kemerdekaan.
Kelas VI
Kemampuan memahami hal-hal berikut :
a. peran masyarakat sebagai potensi bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan.
b. kegiatan ekonomi negara Indonesia dan negara tetangga, dan
c. kenampakan alam dunia.
Didalam pendekatan pembelajaran dewasa ini terdapat setidaknya tiga (3)
pendekatan, yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan kognitif dan pendekatan
konstruktivistik. Dua pendekatan pertama, yaitu pendekatan behavioristik dan pendekatan
kognitif telah dan mulai ditinggalkan, Sedangkan pendekatan konstruktivistik sedang
dipersiapkan untuk implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Pembelajaran konstruktivistik menekankan pada proses sampai pada suatu jawaban,
tidak sekedar meminta siswa mengulang kembali jawaban yang “benar”. Karena itu guru
dalam pembelajaran konstruktivistik perlu memainkan peran yang bermacam-macam
yang secara umum berfungsi sebagai fasilitator dalam penyusunan pengetahuan siswa.
Salah satu aspek yang perlu dilakukan guru adalah bagaimana membuat siswa menikmati
suasana belajar sehingga belajar dengan gembira. Dengan suasana itu siswa berlatih
berpikir tingkat tinggi untuk mengembangkan penalarannya dengan cara mengaitkan data
baru ke dalam struktur pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya.
Dalam implementasi pembelajaran konstruktivistik terdapat sejumlah tantangan.
Salah satu tantangan adalah pandangan dan sikap siswa terhadap mata pelajaran IPS yang
dianggap sebagai mata pelajaran hafalan belaka. Pandangan seperti itu menyebabkan
tumbuhnya sikap dan perilaku siswa di kelas hanya sebagai pendengar pasif. Dan
kemudian, mengulang kembali konsep, teori, fakta dan informasi yang disampaikan guru
pada saat ulangan.
Dalam pembelajaran dengan praktek konstruktivistik, siswa diharapkan belajar
mengenai situasi nyata, kehidupan sehari-hari mereka dan tidak sekedar menghafal
konsep. Kenyataan seperti itu bukan kesalahan yang diperbuat oleh siswa semata. Guru
IPS sudah terbiasa mengajar dengan metode ceramah, menjelaskan sesuatu hal yang
dianggapnya perlu diketahui siswa, walaupun kenyataannya belum tentu siswa
mendengarnya, dan memahami hal-hal yang dijelaskan oleh guru. Ceramah dianggapnya
sebagai metode pilihan. Guru beranggapan, bahwa dengan metode itu materi pelajaran
dapat disampaikan sebanyak-banyaknya sehingga target kurikulum dapat dicapai. Alasan
lain yang berpengaruh adalah adanya asumsi bahwa menghafal semua materi mendukung
pemahaman isi sehingga pembelajaran dipusatkan pada hafalan mengenai fakta yang
tercakup dalam satuan pengajaran.
Menurut Asri Budiningsih, (2005), peran kunci guru dalam pembelajaran
konstruktivistik meliputi :
a. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil
keputusan dan bertindak;
b. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
c. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa
mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Pembelajaran IPS seperti itu tidak berlebihan jika dikatakan akan menimbulkan
kesalahan dalam memahami makna konsep IPS. Makna konsep IPS belum dapat
dipahami sebagai program pendidikan yang terpadu (integrated) untuk memahami
realitas sosial masyarakat. Selain itu, makna IPS belum dipahami sebagai upaya untuk
menumbuhkembangkan kompetensi warga negara, tetapi lebih dipandang sebagai upaya
membekali warga negara. Oleh karena itu jika IPS dipandang sebagai mata pelajaran
yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan kompetensi waga negara, maka perlu
perubahan pendekatan pembelajarannya.
Para ahli psikologi pembelajaran konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan
itu merupakan sesuatu yang bersemayam dalam tubuh seseorang, bukan diluar tubuh
sesorang, seperti dalam buku teks atau catatan pelajaran IPS. Siswa akan memperoleh
pengetahuan baru jika informasi yang dihadapi secara kognitif berinteraksi dengan apa
yang telah diketahuinya. Sebagai contoh, siswa yang belajar IPS berusaha menyesuaikan
informasi baru dengan gagasan mental yang telah dimiliki dan dipahami dari
pengalaman-pengalaman masa lalunya. Begitu informasi baru itu secara tepat dapat
digabungkan dengan informasi yang telah ada, akan tercapai pemahaman terhadap isu
dan terbentuklah pengetahuan IPS baru.
Menurut filosofi konstruktivistik memahami sesuatu berarti mampu mengerjakan atau
menyusun sesuatu menurut rencana dan cara pribadi/ individu. Pengetahuan tidak
mungkin dipisahkan dari pengamatan dan pengalaman penyusunnya. Pengetahuan harus
diperoleh secara pribadi, tidak dapat dipindahkan dari seseorang (guru) ke orang lain
(siswa). Kalau hal ini terjadi, seperti menuangkan air ke dalam botol. Karena itu
diperlukan upaya dari penyusun pengetahuan untuk mempertanyakan sesuatu, mencari
penjelasan mengenai sesuatu tadi dan mengujinya apakah penjelasan tersebut tepat.
Dari sudut sarana belajar, pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan
utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang
dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir
sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu
mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
Dalam era modern, yang ditandai oleh kemajuan sain dan teknologi, kehidupan sosial,
ekonomi, budaya serta politik yang makin kompleks ini, pendekatan konstruktivistik
dipandang memiliki kelebihan dibanding pendekatan tradisional (behavioristik). Secara
rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan
pembelajaran konstruktivistik sebagai berikut :
Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) Pembelajaran Konstruktivisme
1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian 1. Kurikulum disajikan mulai dari
menuju keseluruhan dengan menekankan keseluruhan menuju ke bagian-bagian, dan
pada keterampilan-keterampilan dasar. lebih mendekatkan pada konsep-konsep
yang lebih luas.
2. Pembelajaran sangat taat pada kurikulum 2. Pembelajaran lebih menghargai pada
yang telah ditetapkan. pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak 3. Kegiatan kurikuler lebih banyak
mengandalkan pada buku teks dan buku mengandalkan pada sumber-sumber data
kerja. primer dan manipulasi bahan.
4. Siswa-siswa dipandang sebagai kertas 4. Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir
kosong yang dapat digoresi informasi oleh yang dapat memunculkan teori-teori
guru, dan guru pada umumnya tentang dirinya.
menggunakan cara didaktik dalam
menyampaikan informasi kepada siswa.
5. Penilaian hasil belajar atau pengetahuan 5. Pengukuran proses dan hasil belajar siswa
siswa dipandang sebagai bagian dari terjalin di dalam kesatuan kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada pmbelajaran, dengan cara guru mengamati
akhir pelajaran dengan cara testing. hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta
6. Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri- melalui tugas-tugas pekerjaan.
sendiri, tanpa ada group process dalam 6. Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja
belajar. didalam group process.

Pembelajaran konstruktivistik dengan memiliki kelebihan untuk menyiapkan


siswa dalam kehidupan dewasa ini maupun akan datang. Dalam pendekatan itu terlihat
siswa diposisikan sebagai pusat pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif menjadi
bagian penting dalam pendekatan ini. Siswa didorong secara aktif mengajukan
pemecahan masalah, menawarkan penjelasan, melakukan prediksi-prediksi yang harus
dijadikan sebagai dasar untuk penggalian informasi dan untuk diuji ketepatannya.
Dengan begitu dalam pembelajarannya, siswa dapat menyusun pengetahuannya yang
lebih tepat untuk dirinya dan dapat mengaitkan dengan makna lingkungan sekitarnya.
Perubahan dari pendekatan tradisional atau behavioristik menuju kelas
konstruktivistik tentu tidak mudah. Kelas konstruktivistik perlu dibangun secara pelan-
pelan oleh guru bersama siswa. Dalam kelas konstruktivistik guru bertindak sebagai
fasilitator pembelajaran dan siswa mengambil alih tanggung jawab mengenai apa dan
bagaimana belajar. (Asri Budiningsih, 2005).
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran konstruktivistik, sebagai berikut :
a. Perencanaan kegiatan.
 Menggali dan menggunakan pertanyaan serta ide-ide siswa untuk mengarahkan
pelajaran dan unit-unit pembelajaran seluruhnya.
 Menerima dan menggalakkan siswa untuk memulai menyampaikan ide.
 Menggalang kepemimpinan oleh siswa, kerjasama antar siswa, pencarian sumber
informasi dan pengambilan tindakan nyata sebagai hasil proses pembelajaran.
b. Starategi dalam kelas
 Menggunakan pemikiran, pengalaman dan minat siswa untuk mengarahkan
pembelajaran. Hal itu dapat dilakukan dengan melakukan perubahan rencana
yang telah dibuat guru.

 Menggalakkan pemanfaatan sumber-sumber informasi alternatif berupa materi


tertulis dan “pakar” setelah buku teks.

 Menggunakan pertanyaan terbuka.


c. Kegiatan Siswa

 Menggalakkan siswa untuk mengelaborasi pertanyaan dan jawaban mereka.


 Menggalakkan siswa untuk menyarankan sebab-sebab dari suatu peristiwa dan
situasi.
 Menggalakkan siswa untuk memprediksi konsekuensi.
 Menggalakkan siswa untuk menguji ide mereka sendiri. Misalnya, menjawab
pertanyaan mereka, membuat dugaan-dugaan mengenai penyebab, dan membuat
prediksi-prediksi mengenai konsekuensi.
d. Teknik Mengajar Mencari ide-ide siswa sebelum menyebutkan ide-ide guru atau
sebelum mempelajari ide-ide buku teks atau sumber.
 Menggalakkan siswa untuk membandingkan dan mendebat ide dan konsep
teman-temannya.
 Menggunakan strategi pembelajaran kooperatif yang menekankan kolaborasi,
menghormati individual dan menggunakan taktik pembagian kerja.
 Menggalakkan pembagian waktu yang cukup untuk melakukan refleksi dan
analisis.
 Menghargai dan menggunakan semua ide yang dikemukakan siswa.
 Menggalakkan analisis pribadi, pengumpulan bukti-bukti nyata untuk
mendukung ide, perumusan kembali ide setelah ada pengalaman dan bukti baru.
Menurut Budi Handoyo dkk (2004), peran guru dalam pembelajaran
konstruktivistik, dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Presenter, Guru berperan sebagai pembawa informasi yang mendemonstrasikan untuk
menjadi model dan melaksanakan kegiatan bagi kelompok siswa dengan memberi
kebebasan individu yang mengalami kegiatan secara langsung.
b. Pengamat, Guru dapat mengidentifikasi ide-ide siswa, berinteraksi dengan tepat dan
memberikan pilihan-pilihan cara belajar.
c. Pengaju Pertanyaan dan Masalah, Guru bertindak sebagai perangsang pembentukan
ide, pengujian ide, dan menyusun konsep dengan cara mengajukan pertanyaan dan
mengemukakan masalah yang muncul dari pengamatan.
d. Pengorganisasian Lingkungan, Guru bertindak sebagai seorang yang berhati-hati dan
jelas dalam mengorganisasi kegiatan yang perlu dilakukan siswa. Namun tetap
memberikan kebebasan yang cukup untuk melakukan eksplorasi sendiri.
e. Koordinator Hubungan Masyarakat, Guru berperan menggalakkan kerjasama
hubungan kemasyarakatan antara siswa dengan masyarakat diluar kelas yang
mempertanyakan keuntungan menggunakan pendekatan konstruktivistik yang
dilakukan.
f. Pencatat Keanggotaan Belajar Siswa. Guru berperan sebagai seseorang yang mencatat
dengan seksama pengaruh kegiatan belajar terhadap masing-masing siswa dalam hal
proses penyusunan pengetahuan dan pengembangan keterampilan sains.
g. Penyusun Teori, Guru berperan sebagai seseorang yang membantu siswa mengaitkan
berbagai ide mereka dan menyusun pola yang bermakna yang menunjukkan hasil
penyusunan pengetahuan mereka.

2. Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menghubungkan mata
pelajaran pada pada situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan
antara pengetahuan dan penerapannya untuk kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara, dan mendorong mereka bekerja keras yang diperlukan untuk pembelajaran
itu.
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa
yang sedang dikerjakan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan
dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa
dan tenaga kerja. Melalui pembelajaran kontekstual hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung ilmiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstal menekankan pada berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan
lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan pensintesisan informasi dan data
dari berbagai sumber dan pandangan. Agar sebuah pengajaran dapat bermakna dalam
membantu siswa memecahkan masalah, yaitu memberi tugas yang berkaitan dengan
kehidupan nyata.
Peran guru dalam pembelajaran kontekstual, yaitu menyediakan fasilitas yang
diperlukan siswa, ini akan merupakan dukungan dalam upaya meningkatkan inkuiri dan
perkembangan intelektual siswa. Terdapat enam (6) unsur dalam pembelajaran
kontekstual, yaitu :
a. Pembelajaran bermakna; pemahaman, relasi dan penghargaan pribadi siswa, bahwa
merekaberkepentingan terhadap isi yang harus dipelajari. Pembelajaran relevan
dengan hidup mereka.
b. Penerapan pengetahuan; kemampuan untuk melihat apa yang dipelajari diterapkan
dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi pada masa sekarang dan masa akan datang.
c. Berpikir tingkat tinggi; siswa dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan kreatif
dalam mengumpulkan data, memahami suatu issu atau memecahkan masalah.
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar; isi pengajaranberhubungan
dengan sesuatu rentang dan beragam standar lokal, nasional, assosiasi dan/ atau
industri.
e. Responsif terhadap budaya; pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai,
keyakinan dan kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat
mereka mendidik.
f. Penilaian Autentik; penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid
mencerminkan hasil belajar sesungguhnya diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini
dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan porto folio,
rubrik, ceklis, dan panduan pengamatan.
Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual dikenal sejumlah prinsip pembelajaran. Fungsi
prinsip pembelajaran tersebut adalah sebagai dasar dan acuan dalam pemilihan dan
pengembangan strategi dan model pembelajaran. Dengan acuan dan dasar tersebut,
pemilihan dan pengembangan pembelajaran menjadi terarah untuk pengembangan
kecakapan siswa.
Terdapat tujuh (7) prinsip pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :
a. Konstruktivis. Pembelajaran IPS perlu memasukkan ciri-ciri pembelajaran
konstruktivisme yang memiliki 4 tahap siklus belajar, yaitu: eksplorasi, eksplanasi,
ekspansi dan evaluasi.
b. Bertanya. Pembelajaran IPS perlu memberi kesempatan pada siswa untuk
mengemukakan pertanyaan berdasarkan masalah yang ditemukan. Masalah dapat
dikemukakan oleh guru, jika siswa kesulitan untuk menemukan sendiri.
c. Inquiry. Pembelajaran IPS perlu disusun agar siswa belajar melalui proses inquiring,
yaitu: observasi-penemuan masalah-penarikan hipotesis-pengumpulan dan pencatatan
data-analisis data dan penarikan kesimpulan.
d. Pembelajaran Kooperatif. Pada pembelajaran IPS siswa perlu diatur sehingga antar
sesama dapat bekerja sama secara kooperatif, artinya siswa tidak hanya bekerja dalam
kelompok tetapi juga setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan
belajar semua anggota kelompok.
e. Refleksi. Dalam pembelajaran kontekstual masalah dan hipotesis yang diajukan oleh
siswa pada tahap ekplorasi merupakan pengetahuan atau konsep awal siswa. Ketika
siswa sudah menemukan konsep pada tahap eksplanasi, siwa perlu diajak merefleksi
konsep awal terhadap konsep yang berhasil dibangunnya sendiri.
f. Pemodelan. Dalam pembelajaran kontekstual ini, guru merupakan model yaitu model
mengenai kecakapan dan keterampilan yang perlu dikuasai siswa. Kecakapan yang
dibelajarkan sebaiknya dimodelkan bukan janya diberitahukan, dijelaskan atau
diperintahkan. Dalam pembelajaran yang kooperatif, pemodelan bukan hanya dari
guru, melainnkan juga dari siswa lain yang menjadi teman sebaya.
g. Esesmen Autentik. Penilaian belajar ditujukan pada kecakapan autentik yang
diperoleh dalam pembelajaran, yaitu kecakapan yang dapat teramati dalam situasi
nyata dan berada dalam pengalaman langsung siswa. Kecakapan yang dinilai meliputi
kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan berpikir rasional, kecakapan
akademik dan kecakapan vokasional yang terbentuk selama proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian belajar dengan berbagai teknik, seperti peta konsep, porto
folio, presentasi, interviu, daftar chek untuk kinerja siswa yang dilakukan di dalam
atau diluar konteks pembelajaran.
Strategi Pembelajaran Kontekstual
Untuk menerapkan pembelajaran kontekstual, diperlukan strategi pembelajaran
yang tepat. Menurut Blancard, 2001 dalam Budi, 2004, Strategi pembelajaran kontekstual
adalah sebagai berikut :
a. Pembelajarannya berbasis masalah. Pembelajaran kontekstual dapat berawal dari
masalah nyata atau simulasi masalah nyata. Siswa dapat menggunakan pendekatan
sitematis dan keterampilan berpikir kritis untu menemukan dan menjawab masalah
atau isu itu. Siswa mungkin dapat juga menggunakan materi yang beragam untuk
memecahkan masalah itu. Masalah-masalah yang relevan dengan siswa, keluarga,
pengalaman sekolah, workplace, masyarakat memiliki peran yang berarti bagi siswa.
b. Penggunaan konteks yang beragam. Teori-teori kognisi situasi menyarankan, bahwa
pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks fisik dan sosial yang berkembang.
Bagaimana dan dimana seseorang memerlukan dan menciptakan pengetahuan
menjadi amat penting. Pengalaman kontekstual akan memperkaya, jika siswa belajar
kecakapan dalam konteks yang beragam. Contoh belajar dalam konteks di sekolah,
masyarakat, workplace dan keluarga.
c. Menggambarkan keberadaan siswa yang beragam. Secara keseluruhan keberadaan
siswa adalah beragam, dan keragaman itu akan meningkat dengan adanya perbedaan
nilai, pandangan dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang ada pada siswa. Perbedaan itu
dapat menjadi masukan bagi pembelajaran dan menambah kompleksitas pengalaman
pembelajaran kontekstual. Kegiatan dengan belajar kelompok dan tim kerjasama
merupakan pembelajaran yang menghormati keragaman latar belakang sejarah siswa,
perspektif yang luas, membangun keterampilan-keterampilan interpersonal.
d. Mendorong pembelajaran yang mandiri. Pada akhirnya siswa harus menjadi dirinya,
yaitu seorang pebelajar sepanjang hayat (long live education). Pebelajar sepanjang
hayat dapat menelaah, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit
tindakan menilainya. Untuk mengerjakan hal demikian siswa harus menjadi lebih
peduli bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan
masalah, dan menggunakan latar belakang pengetahuannya. Pembelajaran
kontekstual harus memberi tempat pada siswa untuk mencoba-coba (trial and error),
menyediakan waktu dan struktur untuk refleksi, menyediakan dorongan yang cukup
untuk membantu siswa dalam menggerakkan dari independent menuju pembelajaran
interdependen (saling ketergantungan).
e. Penggunaan kelompok belajar yang saling tergantung. Siswa akan menjadi
terpengaruh pengetahuan dan kepercayaan, dan akan menyumbangkan pengetahuan
dan kepercayaan itu kepada siswa yang lain. Kelompok belajar atau komunitas belajar
dibangun di dalam sekolah dan workplace dalam upaya berbagi pengetahuan yang
berfokus pada tujuan dan memperbolehkan semua untuk saling mengajar dan belajar.
Jika komunitas belajar dibentuk di sekolah, guru bertindak sebagai pelatih, fasilitator,
dan mentor.
f. Menerapkan asesmen autentik. Pembelajaran kontekstual bermaksud untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan yang bermakna dengan memperkuat
siswa dalam kehidupan nyata, atau konteks yang autentik. Asesmen pembelajaran
seharusnya sejalan dengan metode dan tujuan pembelajaran. Asesmen autentik
menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi, menyatu dalam proses belajar atau
pengajaran, dan menyediakan bagi siswa arah dan kesempatan untuk perbaikan.
Autentik asesmen digunakan untuk memonitor kemajuan dan menginformasikan
praktek pengajaran.
Prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual sebagaimana diuraikan, perlu
dijabarkan dalam skenario pembelajaran/ Dalam keseharian guru, skenario pembelajaran
itu dituangkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Skenario/ KBM diupayakan
dapat disusun secara jelas sehingga dapat dijalankan dengan mudah di dalam kelas.
Namun, jika sesuatu hal, skenario dapat dirubah untuk disesuaikan dengan keadaan di
kelas. Karena itu, penerapan skenario sebaiknya fleksibel.
3. Pendekatan Saintifik
a. Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses
kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan
induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan
yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi
spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran
induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas.
Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan
detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada
teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk
dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-
bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas
pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data,
menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran
terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1) mengamati
2) menanya
3) mengumpulkan informasi/eksperimen
4) mengasosiasikan/mengolah informasi
5) mengkomunikasikan.
Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
Tabel. Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya
Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi Yang
Dikembangkan
Mengamati Membaca, mendengar, Melatih kesungguhan,
menyimak, melihat (tanpa atau ketelitian, mencari informasi
dengan alat)
Menanya Mengajukan pertanyaan Mengembangkan kreativitas,
tentang informasi yang tidak rasa ingin tahu, kemampuan
dipahami dari apa yang merumuskan pertanyaan untuk
diamati atau pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang
mendapatkan informasi perlu untuk hidup cerdas dan
tambahan tentang apa yang belajar sepanjang hayat
diamati (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat
hipotetik)
Mengumpulkan informasi/ - melakukan eksperimen Mengembangkan sikap teliti,
eksperimen - membaca sumber lain selain jujur, sopan, menghargai
buku teks pendapat orang lain,
- mengamati objek/kejadian/ kemampuan berkomunikasi,
- aktivitas menerapkan kemampuan
- wawancara dengan mengumpulkan informasi
narasumber melalui berbagai cara yang
dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ mengolah - mengolah informasi yang Mengembangkan sikap jujur,
informasi sudah dikumpulkan baik teliti, disiplin, taat aturan,
terbatas dari hasil kegiatan kerja keras, kemampuan
mengumpulkan/eksperimen menerapkan prosedur dan
mau pun hasil dari kegiatan kemampuan berpikir induktif
mengamati dan kegiatan serta deduktif dalam
mengumpulkan informasi. menyimpulkan.
- Pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan
dan kedalaman sampai
kepada pengolahan
informasi yang bersifat
mencari solusi dari berbagai
sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda
sampai kepada yang
bertentangan.
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap jujur,
pengamatan, kesimpulan teliti, toleransi, kemampuan
berdasarkan hasil analisis berpikir sistematis,
secara lisan, tertulis, atau mengungkapkan pendapat
media lainnya dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan
benar.

Kompetensi Keterampilan 4Cs


Pembelajaran abad 21 menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking,
communication, collaboration, and creativity), adalah empat keterampilan yang telah
diidentifikasi sebagai keterampilan abad ke-21 (P21) sebagai keterampilan sangat penting
dan diperlukan untuk pendidikan abad ke-21.

Tabel. Peta kompetensi keterampilan 4Cs sesuai dengan P21.


FRAMEWORK 21st CENTURY SKILLS KOMPETENSI BERPIKIR P21
Creativity Thinking and innovation Peserta didik dapat menghasilkan,
mengembangkan, dan
mengimplementasikan ide-ide mereka
secara kreatif baik secara mandiri maupun
berkelompok
Critical Thinking and Problem Solving Peserta didik dapat mengidentifikasi,
menganalisis, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi,
klaim dan data-data yang tersaji secara luas
melalui pengakajian secara mendalam, serta
merefleksikannya dalam kehidupan sehari-
hari
Communication Peserta didik dapat mengkomunikasikan
ide-ide dan gagasan secara efektif
menggunakan media lisan, tertulis, maupun
teknologi.
Collaboration Peserta didik dapat bekerja sama dalam
sebuah kelompok dalam memecahkan
permsalahan yang ditemukan
Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia
Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya
semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21
sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada
UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi,
diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan
Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan
Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value). Secara keseluruhan
standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indonesian Partnership for 21 Century
Skill Standard (IP-21CSS)
Tabel. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)
Framework 21st Century
P-21CSS Aspek
Skills
Creativity Thinking and  Berpikir secara kreatif
innovation  Bekerja kreatif dengan
lainnya
 Mengimplementasikan
inovasi
Critical Thinking and Problem  Penalaran efektif
Solving  Menggunakan sistem
4Cs berpikir
 Membuat penilaian dan
keputusan
 Memecahkan masalah
Communication and  Berkomunikasi secara
Collaboration jelas
 Berkolaborasi dengan
orang lain
Information, Media and  Mengakses dan
Technology Skills mengevaluasi informasi
 Menggunakan dan
menata informasi
ICTs
 Menganalisis dan
menghasilkan media
 Mengaplikasikan
teknologi secara efektif
Life & Career Skills  Menunjukkan perilaku
scientific attitude (hasrat
Character Building
ingin tahu, jujur, teliti,
terbuka dan penuh kehati-
hatian)
 Menunjukkan penerimaan
terhadap nilai moral yang
berlaku di masyarakat
 Menghayati konsep ke-
Tuhanan melalui ilmu
pengetahuan
Spiritual Values
 Menginternalisasikan
nilai-nilai spiritual dalam
kehidupan sehari-hari

4. Pendekatan TPACK
Saudara tentu sudah memiliki pengetahuan (Knowledge/K) cara membelajarkan
(Pedagogy/P) dan menguasai materi pembelajaran sesuai bidang (Content/C)) dikenal
dengan istilah Pedagogy Content Knowledge (PCK). Istilah PCK pertama kali
diperkenalkan oleh Shulman pada tahun 1986. Namun, PCK tidak sekedar irisan atau
gabungan pengetahuan tentang pedagogi dan penguasaan materi namun diperkuat oleh
pengalaman-pengalaman guru (tacit knowledge). Penelitian menunjukkan persepsi calon
guru terhadap TPACK sangat dipengaruhi oleh pengalaman mengikuti perkuliahan terkait
pengetahuan tentang teknologi dan pengetahuan tentang pedagogi dan teknologi (Koh,
et.al, 2013) Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan
pengaruh besar terhadap proses pembelajaran sehingga abad 21 mendorong Saudara
untuk memiliki pengetahuan terkait teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Istilah
PCK berkembang menjadi TPCK dimana “T” adalah teknologi. Guna memudahkan
penyebutannya TPCK dirubah menjadi TPACK dan berkembang melibatkan banyak
domain pengetahuan di dalamnya.
Konsep TPACK melibatkan 7 domain pengetahuan dikarenakan ada irisan atau
sintesa baru, yaitu;
a. Pengetahuan materi (content knowledge/CK) yaitu penguasaan bidang studi atau
materi pembelajaran.
b. Pengetahuan pedagogis (pedagogical knowledge/PK) yaitu pengetahuan tentang
proses dan strategi pembelajaran.
c. Pengetahuan teknologi (technological knowledge/TK) yaitu pengetahuan bagaiamana
menggunakan teknologi digital.
d. Pengetahuan pedagogi dan materi (pedagogical content knowledge/PCK) yaitu
gabungan pengetahuan tentang bidang studi atau materi pembelajaran dengan proses
dan strategi pembelajaran.
e. Pengetahuan teknologi dan materi (technological content knowledge/TCK) yaitu
pengetahuan tentang teknologi digital dan pengetahuan bidang studi atau materi
pembelajaran.
f. Pengetahuan tentang teknologi dan pedagogi (technological paedagogical
knowledge/TPK) yaitu pengetahuan tentang teknologi digital dan pengetahuan
mengenai proses dan strategi pembelajaran.
g. Pengetahuan tentang teknologi, pedagogi, dan materi (technological, pedagogical,
content knowledge/TPCK) yaitu pengetahuan tentang teknologi digital, pengetahuan
tentang proses dan strategi pembelajaran, pengetahuan tentang bidang studi atau
materi pembelajaran.
TPACK merupakan kerangka pengintegrasian teknologi ke dalam proses
pembelajaran yang melibatkan paket-paket pengatahuan tentang teknologi, materi, dan
proses atau strategi pembelajaran. Paket-paket pengetahuan bersinggungan menghasilkan
irisan- irisan menjadi paket pengetahuan baru seperti diilustrasikan melalui gambar
berikut.

Gambar. TPACK kerangka integrasi teknologi dalam pembelajaran


PCK, TPK, dan TCK merupakan paket pengetahuan yang berlaku umum tidak
merujuk kepada bidang studi atau materi pelajaran secara spesifik sehingga bersifat
sebagai kerangka yang umum. TPCK sintesa pengetahuan guru sesuai konteks, sehingga
guru bisa mengajarkan materi tertentu menggunakan teknologi pembelajaran untuk
memudahkan proses belajar peserta didik. Ketiga paket pengetahuan yaitu PCK, TPK,
dan TCK sebenarnya merupakan satu paket pengetahuan yang tidak terpisah disebut Total
PACKage atau disebut TPACK yang diperkenalkan oleh Mishra & Koesler (2007), selain
untuk memudahkan penyebutannya. Saudara tentunya masih ingat bahwa TPACK ini
masih merupakan kerangka umum sehingga Saudara selaku guru harus
menterjemahkannya ke dalam tataran praktis. Saudara tidak perlu khawatir karena Yeh
et.al (2014) mencoba memberikan gambaran penerapan secara praktis. Disamping itu
pada modul 4 Saudara akan diberikan contoh penerapannya secara nyata dalam
pembelajaran. Adapun gambaran penerapan secara praktis TPACK menurut Yeh et.al
(2014) melibatkan 8 domain pengetahuan seperti divisualkan melalui gambar berikut.

Gambar. Kerangka Integrasi Teknologi TPACK secara Praktis


Berdasakan gambar kemungkinan penerapan TPACK dapat mencakup 8 domain
yang mencakup 5 area yaitu bidang studi, peserta didik, kurikulum, penilaian, dan
praktek mengajar. Ke delapan domain untuk penerapan TPACK secara praktis adalah:
a. Menggunakan TIK untuk menilai peserta didik. Contoh Saudara menggunakan
Microsoft excel untuk mengolah nilai, menggunakan kuis online untuk menilai
partisipasi peserta didik, menggunakan grup chatting untuk memahami cara
berkomunikasi melalui medsos dan sebagainya.
b. Menggunakan TIK untuk memahami materi pembelajaran. Contohnya mengemas
materi abstrak ke dalam animasi video, mensimulasikan prinsip kerja mesin
menggunakan animasi, memberikan rujukan tautan untuk belajar lebih lanjut dan
sebagainya.
c. Mengintegrasikan TIK untuk memahami peserta didik. Contohnya meminta peserta
didik memvisualisasikan idenya menggunakan corel draw, menggunakan whatsapp
atau email untuk menampung keluhan peserta didik, menyediakan forum konsultasi
secara online dan sebagainya
d. Mengintegrasikan TIK dalam rancangan kurikulum termasuk kebijakan. Contohnya
melibatkan guru dalam pengembangan sumber belajar digital, diskusi rutin
pengembangan konten digital, memasukkan program peningkatan melek TIK bagi
guru dan sebagainya
e. Mengintegrasikan TIK untuk menyajikan data. Contohnya menggunakan TIK untuk
menyajikan data akademik, data induk peserta didik, data mutasi peserta didik,
membuat grafik dan sebagainya
f. Mengintegrasikan TIK dalam strategi pembelajaran. Contohnya mengembangkan
pembelajaran berbasis web, mengelola forum diskusi online, melaksanakan
teleconference, menggunakan video pembelajaran untuk memotivasi peserta didik
dan sebagainya.
g. Menerapkan TIK untuk pengelolaan pembelajaran. Contohnya menggunakan TIk
untuk presensi online, memasukkan dan mengolah nilai peserta didik, menggunakan
sistem informasi akademik dan sebagainya.
h. Mengintegrasikan TIK dalam konteks mengajar. Contohnya menyediakan pilihan
pembelajaran berbasis online, menciptakan lingkungan pembelajaran yang kaya
sumber digital, memanfaatkan sumber belajar berbasis teknologi dan sebagainya.
Berdasarkan contoh-contoh pengintegrasian TIK dengan kerangka TPACK
sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan sekolah. Saudara tentu memiliki
pengetahuan formal, pengalaman, cara pandang, dan sistem kepercayaan mengenai
teknologi. Saudara tetap harus meletakkan karakteristik peserta didik sebagai pijakan
dalam menentukan strategi pembelajaran. Karakteristik generasi z yang akkrab dengan
teknologi dan dunia digital sebaiknya dipandang sebagai modalitas belajar sehingga guru
bersikap bijak dalam mengintegrasikan TIK dalam kelas. Saudara perlu memahami
bahwa dengan memanfaatkan kerangka TPACK harus menjadi bagian upaya
mentransformasi diri menuju sosok ideal guru abad 21 yang akan kita bahas pada bagian
lain modul ini.
Saudara harus optimis mampu memperkaya lingkungan kelas menjadi lebih
bermakna. Saudara saat ini sudah mendapatkan gambaran umum dan praktis penggunaan
TPACK. Saat ini Saudara disampaikan tips yang dapat dilakukan untuk mulai
mentransformasi kelas kita masing-masing dari hal-hal yang sederhana.
a. Lakukan refleksi diri (ikuti langkah-langkah berefleksi yang ada di Modul 2 Kegiatan
Belajar 4) terkait kompetensi diri Saudara selaku guru. Jawablah pertanyaan-
pertanyaan berikut ini:
1) Sejauhmana kompetensi Saudara pada aspek pedagogi untuk abad 21?
2) Sejauhmana kompetensi Saudara pada aspek teknologi untuk abad 21?
3) Sejauhmana penguasaan materi Saudara untuk pembelajaran abad 21?
b. Lakukan pengamatan kondisi peserta didik dan ketersediaan perangkat akses sumber
digital sehingga perlu melibatkan dengan orangtua. Saudara perlu memanfaatkan
modalitas belajar generasi z untuk diarahkan kepada kegiatan belajar produktif
sekaligus membangun budaya pemanfaatan perangkat digital yang baik. Perbanyak
penyajian visual daripada verbal dan kemas materi ke dalam segmen-segmen kecil
yang praktis, gunakan waktu-waktu senggang peserta didik yang rawan bermain
game dengan tugas pembelajaran berbasis TIK yang menarik.
c. Pilih topik pembelajaran yang abstrak, sulit diamati langsung, bersifat kompleks, dan
atau materi yang mengandung cara kerja sistemik untuk disajikan dengan dukungan
perangkat TIK sehingga memberi nilai tambah. Misalnya materi sistem tata surya,
sistem peredaran darah, proses kondensasi, rantai makanan dalam ekosistem, logika
kerja hukum permintaan dan sebagainya.
d. Identifikasi konten pembelajaran yang apabila disajikan dalam bentuk lain lebih
mudah datau dengan kata lain sulit jika disajikan secara konvensional. Contoh
menjelaskan transformasi data, analisis multimodal, penyajian data simultan dan
sebagainya
e. Identifikasi taktik mengajar yang tidak mungkin disajikan dengan cara lain misalnya
ide-ide yang tidak ada di dunia nyata. Misalnya eksplorasi dunia maya masa depan,
kota bawah laut, simulasi prinsip kerja, pemodelan, dan sebagainya. TIK dapat pula
untuk mewadahi dan memvisualisasikan gagasan imajinatif peserta didik.
f. Gunakan komputer dan atau perangkat TIK dengan menempatkan peserta didik
sebagai subyek aktif dan terbiasa bekerja secara berkelompok. Contoh kegiatan
menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam mengeksplorasi sumber digital,
mengamati, menilai, menemukan, dan memecahkan masalah.
PERTEMUAN VI
MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN IPS SD

A. Model Pembelajaran
Dewasa ini banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk
pembelajaran IPS. Model-model pembelajaran IPS yang disajikan pada uraian ini mengacu
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menekankan pada model
pembelajaran inkuiri, kerja kelompok dan pemecahan masalah. Oleh karena itu model yang
akan disajikan berikut meliputi pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran berbasis
kooperatif dan pembelajaran berbasis kerja proyek. Model-model pembelajaran tersebut
mengacu pada pendekatan konstruktivisme dan strategi kontekstual.
1. Pembelajaran Berbasis Inkuiri.
Pembelajaran inkuiri bukan sutu model pembelajaran yang baru sama sekali.
Pembelajaran ini sudah diperkenalkan pada kurikulum 1994, tetapi belum dapat berjalan
dengan baik, karena ada kendala pemahaman dan penerapan di lapangan. Dalam
beberapa hal, konsep pembelajaran inkuiri dijumpai pada pendekatan keterampilan
proses, dan ada pula yang menyamakan dengan konsep pembelajaran berbasis temuan
(discovery learning).
Menurut Kloper, proses inkuiri meliputi tiga tingkatan, yaitu : (1). Pengamatan
dan pengukuran, (2). Melihat suatu masalah dan mencari cara pemecahannya, (3).
Menyusun, menguji dan merevisi suatu model teoritik. Dalam penerapannya tentu perlu
disesuaikan dengan kondisi objektif di sekolah. Pada prinsipnya penerapan inkuiri secara
keseluruhan akan lebih baik daripada menerapkan satu tingkatan atau dua tingkatan saja.
Dalam pembelajaran inkuiri terdapat keterampilan dasar yang perlu ditumbuh
kembangkan dalam diri siswa. Menurut Dimyati dan Mujiono (1999) dalam proses
pembelajaran itu terdapat enam (6) keterampilan dasar dan sepuluh (10) keterampilan
terintegrasi. Ke enam keterampilan dasar itu, sebagai berikut :
a. Mengamati, yaitu mengamati dunia sekitar objek-objek dan fenomena alam dengan
panca indera yang terdiri atas penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
perasa. Mengamati merupakan kemampuan yang paling dasar dalam memperoleh
ilmu pengetahuan. Ada dua sifat pengamatan yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Pengamatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan panca indera dan peralatan
untuk memberikan informasi khusus, seperti pengukuran dengan penggaris.
Pengamatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk
memperoleh informasi. Misalnya warna dengan mata, rasa dengan tangan.
b. Mengklasifikasi, yaitu menentukan berbagai jenis golongan dengan mengamati
persamaan dan perbedaan dan hubungan serta mengelompokkan objek berdasarkan
kesesuaian dengan berbagai tujuan. Misalnya, mengelompokkan jenis sumberdaya
alam setempat berdasarkan sifatnya.
c. Mengkomunikasikan, yaitu menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan
prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk visual, seperti grafik, gambar, peta, diagram.
Misalnya, mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan dan membaca peta.
d. Mengukur, yaitu mengetahui ukuran suatu benda dengan satuan ukuran tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya untuk mengukur panjang suatu benda dengan
penggaris atau meteran, mengukur sikap siswa terhadap koperasi dengan ukuran skala
sikap dan lain-lain.
e. Memprediksi, yaitu meramalkan apa yang akan terjadi diwaktu akan datang
berdasarkan informasi yang telah diperoleh. Misalnya, meramalkan jumlah penduduk
desa sepuluh tahun yang akan datang.
f. Menyimpulkan, yaitu memutuskan keadaan suatu obyek atau peristiwa berdasarkan
fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Misalnya penduduk Kelurahan Kebonsari
akan bertambah dua kali lipat dengan jumlah penduduk sekarang dalam waktu lima
tahun yang akan datang.
Sedangkan kesepuluh keterampilan terintegrasi adalah sebagai berikut :
a. Mengenal variabel;
b. Membuat tabel data;
c. Membuat grafik;
d. Menggambarkan hubungan antar variabel;
e. Mengumpulkan dan mengolah data;
f. Menganalisa data;
g. Menyusun hipotesis;
h. Mendefinisikan variabel;
i. Merancang penelitian, dan
j. Bereksperimen.
Dalam penerapan pembelajaran inkuiri ini tentu perlu disesuaikan dengan tarap
perkembangan siswa. Penyesuaian itu penting untuk menjaga agar pembelajaran tetap
dalam koridor konstruktivistik dan kontekstual. Oleh karena itu, peran guru untuk
merancang pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa sangat diperlukan. Dalam
rancangan itu semakin banyak melibatkan keterampilan yang beragam akan semakin baik
hasilnya. Berikut ini contoh rancangan pembelajaran inkuiri.
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Kelas : Empat (IV) Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan hubungan sumberdaya
alam dengan kegiatan ekonomi masyarakat setempat.
Indikator : a. membuat daftar SDA yang ada di lingkungannya.
b.menceritakan SDA yang menonjol di lingkungannya.
c. menjelaskan perlunya menjaga kelestarian SDA setempat.
Hasil Belajar : Menngidentifikasi SDA yang ada di lingkungan setempat.
Materi Pokok : Pengaruh sumberdaya alam terhadap kegiatan ekonomi.
Media : Menggunakan media realita ragam sumberdaya laut, darat Dan media
gambar atau foto.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning = PBL).
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran
konstruktif yang baik untuk mengembangkan kompetensi berpikir tingkat tinggi. Model
ini juga sering dikenal dengan nama lain pembelajaran proyek atau pendidikan
berdasarkan pengalaman (experienced based education), belajar autentik (authentic
learning) dan belajar pada kehidupan nyata (ancored instruction), (Budi, 2004).
Salah satu akar PBL adalah penelitian John Dewey, tentang demokrasi dan
pendidikan yang menggambarkan, bahwa pendidikan sekolah seharusnya mencerminkan
masyarakat yang lebih besar, dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan
masalah kehidupan nyata. Dalam PBL pengajaran tidak menekannkan pada apa yang
sedang dilakukan siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan
(kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pembelajaran di sekolah
seharusnya lebih memiliki manfaat nyata (tidak abstrak) dengan melibatkan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil untuk melaksanakan proyek yang menarik dan pilihan mereka
sendiri. Peran guru dalam pembelajaran ini, ditekankan sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah untuk mereka
sendiri. Peran guru mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi
masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
Karakteristik pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah;
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin;
c. Pendidikan autentik;
d. Menghasilkan produk/ karya dan memamerkannya;
e. kerjasama.
Karakteristik PBL yang demikian akan cocok untuk pembelajaran IPS, karena IPS
merupakan program pendidikan yang secara substansial interdisiplin dengan mengacu
pada permasalahan-permasalahan nyata yang terjadi di masyarakat yang dipecahkan
secara bersama. Tujuan PBL adalah a), keterampilan berpikir dan keterampilan
pemecahan masalah, b). pemodelan peranan orang dewasa, c). pembelajaran yang
otonom dan mandiri. Keterampilan berpikir dan pemecahan masalah merupakan dua hal
esensial bagi pendidikan kita dewasa ini dan ke depan. Sebab, kehidupan di era global
menuntut kecakapan warga negara untuk terampil memecahkan masalah.
Dalam PBL, terdapat beberapa tahapan sebagai pedoman pelaksanaan di kelas.
 Tahap Pertama (1) : Orientasi siswa kepada masalah. Kegiatan Guru adalah
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi
siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
 Tahap Kedua (2) : Mengorganisasi siswa untuk belajar. Kegiatan yang dilakukan guru
adalah membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
 Tahap Ketiga (3) : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Kegiatan guru adalah mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
 Tahap Keempat (4) : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Disini guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti
laporan, video dan model dalam membentuk mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
 Tahap Kelima (5) : Menganalisis dan Mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Kegiatan guru adalah membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Berikut ini contoh rancangan pembelajaran berbasis masalah :
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Kelas : IV
KD : Mendeskripsikan hubungan sumberdaya alam dengan Kegiatan ekonomi
masyarakat setempat.
Indikator : a. Menjelaskan bentuk kegiatan ekonomi di lingkungannya.
b. Menjelaskan pengaruh kondisi alam terhadap kondisi ekonomi.
c. Mengidentifikasi cara memanfaatkan waktu untuk kegiatan ekonomi.
Hasil Belajar : Mendeskripsikan kegiatan ekonomi yang ada di lingkungan Setempat.
Materi Pokok : Pengaruh sumberdaya alam terhadap kegiatan ekonomi.
Media : Menggunakan media gambar atau foto.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan
oleh beberapa ahli pendidikan, diantaranya :
a. Cohen mendefinisikan, Cooperative learning will be defined as student working
together in a group small enough that everyone participate on a collective task that
has been clearly assign. Moreover, students are expected to carry out their task
without direct and immediate supervision of the teacher. Dalam definisi ini
mengandung penekanan pada aspek tugas-tugas kolektif yang harus dikerjakan
bersama dalam kelompok dan pendelegasian wewenang dari guru kepada siswa. Guru
berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan materi atau
tugas.
b. Slavin mendefinisikan, Cooperative learning methods share the idea that students
work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as
their own. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif siswa
belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap
pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.
c. Menurut Cooper dan Heinich, menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai
metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan
siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama,
sambil bekerja sama belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial.
Anggota-anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan saling bergantung satu
sama lain untuk mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dikatakan bahwa belajar kooperatif
mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan
sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota
kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran
dengan baik.
Pembelajaran kooperatif menekankan kerjasama antara siswa dalam kelompok.
Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami
suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Banyak anggota suatu kelompok dalam belajar kooperatif, biasanya terdiri dari empat
sampai enam orang dimana anggota kelompok yang terbentuk diusahakan heterogen
berdasarkan perbedaan kemampuan akdemik, jenis kelamin dan etnis.
Pengembangan pembelajaran kooperatif bertujuan untuk :
a. Pencapaian hasil belajar. Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai
macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-
tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu. Efek penting kedua ialah penerimaan yang
luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan
maupun ketidakmampuan.
c. Pengembangan keterampilan sosial, yaitu keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Adapun prinsip dari pembelajaran kooperatif adalah :
a. Belajar siswa aktif
b. Belajar kerjasama
c. Pembelajaran partisipatorik
d. Reactive teaching
e. Pembelajaran yang menyenangkan
Lundgren, menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok. Hal ini
dapat dilihat dari perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar
konvensional, seperti berikut ini.
Kelompok belajar kooperatif Kelompok Belajar konvensional
 kepemimpinan bersama  satu pemimpin
 saling ketergantungan yang positif  tidak saling tergantung
 satu pemimpin  keanggotaan yang homogen
 tidak saling tergantung  asumsi adanya keterampilan sosial
 keanggotaan yang heterogen  tanggung jawab terhadap hasil belajar
 mempelajari keterampilan kooperatif sendiri
 tanggung jawab terhadap hasil belajar  hanya menekankan pada tugas
seluruh anggota kelompok  diarahkan oleh guru
 menekankan pada tugas dan hubungan  beberapa hasil individual
kooperatif  evaluasi individual
 ditunjang oleh guru
 satu hasil kelompok
 evaluasi kelompok

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan beberapa karakteristik dari belajar


kooperatif, diantaranya :
a. Kelas dibagi atas kelompok-kelompok kecil, dengan anggota kelompok yang terdiri
dari beberapa orang siswa yang memiliki kemampuan akademik yang bervariasi serta
memperhatikan jenis kelamin dan etnis.
b. Siswa belajar dalam kelompoknya dengan bekerja sama untuk menguasai materi
pelajaran dengan saling membantu.
c. Sistem penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikenal empat (4) model pembelajaran. Keempat
model itu seringkali diterapkan secara bervariasi, sehingga terdapat variasi pembelajaran
kooperatif. Keempat model tersebut adalah :
a. Student Teams Achievement Divisions(STAD)
b. Jigsaw
c. Investigasi Kelompok (Group Investigation /GI)
d. Pendekatan Struktural.
Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Penyajian materi baru dalam model STAD disampaikan dengan ceramah atau
tertulis. Siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok-kelompok, masing-
masing kelompok dengan anggota 4-5 orang. Setiap kelompok diupayakan heterogen dari
segi jenis kelamin, suku/ etnik dan kemampuan akademiknya.
Setiap kelompok bekerja dengan menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain. Untuk memahami materi pelajaran anggota kelompok saling
membantu satu sama lain melalui tuturial dan atau melakukan diskusi. Secara individual
setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis tersebut kemudian di skor,
dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan itu tidak berdasarkan
pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor tersebut melampaui
rata-rata skor yang lalu. Penyekoran itu dilakukan setiap minggu pada suatu lembar
penilaian singkat. Pada saat itu diumumkan yang memperoleh nilai skor tertinggi.
Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar
itu juga.
Secara prosedural, pembelajaran kooperatif STAD dapat diuraikan dalam
beberapa tahap, sebagai berikut :
 Tahap I : Pendahuluan, menetapkan dan menjelaskan tujuan pembelajaran.
- Menjelaskan kepada siswa proses kooperatif yang akan digunakan, tujuan
pembelajaran, dan mengaitkannya dengan pengetahuan awal siswa.
- Menetapkan tingkah laku dan interaksi antar siswa yang diharapkan.
 Tahap II : Penyajian informasi (Garis besar materi pelajaran).
- Menyajikan informasi/ konsep kunci secara verbal atau dalam bentuk hand out
atau menggunakan bentuk bahan ajar yang lainnya. Bila digunakan informasi
yang banyak dari buku teks, maka bisa digunakan LKS untuk membantu
memilih dan mencatat informasi yang terdapat dalam buku teks tersebut.
 Tahap III : Mengatur siswa ke dalam kelompok belajar.
- Mengatur kelompok-kelompok yang terdiri atas 3-4 orang siswa dan
menyeimbangkan perbedaan-perbedaan diantara siswa. Dalam hal ini, harus
disusun variasinya, yang berkaitan dengan tingkat intelektualnya, jenis kelamin
dan etnis. Setiap kelompok terdiri atas siswa yang memiliki intelektual tinggi,
sedang dan rendah.
- Mengatur peran serta anggota kelompok dalam kelompoknya.
 Tahap IV : Membantu siswa bekerja dan belajar dalam kelompok.
- Mengamati peran dan partisipasi masing-masing individu dalam kerja kelompok.
- Membantu siswa yang mengalami kesulitan bekerja secara kelompok.
 Tahap V : Memberikan tes/ kuis tentang materi pelajaran.
- Tes/ kuis diberikan secara individu dan tidak diperkenankan untuk saling
bekerjasama. Penilaian dilakukan oleh fasilitator dan skor peningkatan kelompok
didasarkan atas skor individu.
 Tahap VI : Memberikan penghargaan pada kelompok.
- Penghargaan untuk kelompok dapat berupa tanda mata, status (misalnya,
kelompok terbaik), sanjungan dan sebagainya. Keseluruhan proses pembelajaran
dengan teknik STAD terdiri atas 3 sampai 5 kali pertemuan.

Jigsaw
Menurut Nur Asma (2006), model Jigsaw ini dapat digunakan bilamana materi
yang harus dikaji berbentuk narasi tertulis. Model ini paling cocok digunakan dalam
pelajaran-pelajaran semacam kajian-kajian sosial, sastra, beberapa bagian ilmu
pengetahuan (sains), dan berbagai bidang terkait yang tujuan pembelajarannya adalah
pemerolehan konsep bukan keterampilan. “Bahan mentah” pengajaran untuk Jigsaw
biasanya berupa materi yang berisi cerita, biografi atau narasi yang serupa atau materi
deskriptif.
Secara sederhana, langkah-langkah pembelajaran kooperatif Jigsaw dibagi dalam
tahap-tahap berikut :
 Tahap I : Membagi siswa menjadi kelompok-kelompok dengan jumlah anggota
masing-masing 5 atau 6 orang. Misalnya, dalam satu kelas dapat dibagi dalam
kelompok A,B,C,D,E,F dan seterusnya. Keanggotaan kelompok diatur agar beragam
dari segi etnis, agama, budaya, ekonomi, akademik dan seterusnya.
 Tahap II : Memberi nomer urut anggota kelompok sebanyak anggota. Misalnya si A
nomer urut 1, si B nomer urut 2, dan seterusnya. Siswa yang telah memiliki nomer
urut tersebut diposisikan ahli (expert) yang harus mempelajari bagian tertentu suatu
pokok bahasan. Bahan pelajaran sebagai satuan informasi yang besar harus dapat
dipecah/ dibagi menjadi satuan-satuan kecil sesuai dengan jumlah anggota ahli untuk
dipelajari oleh kelompok ahli tersebut. Misalnya/ contoh jika materi yang diajarkan
itu adalah keragaman budaya, kelompok siswa mempelajari bahasa, sekelompok
siswa yang lain belajar tradisi, sekelompok siswa yang lain lagi belajar belajar karya -
karya, dan sekelompok siswa yang lain lagi belajar kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
Anggota kelompok yang mendapat tugas topik berkumpul dan berdiskusi tentang
topik yang telah dibagikan tersebut. Kelompok itu disebut kelompok ahli. Dengan
demikian, terdapat kelompok ahli bahasa, tradisi, norma, kebiasaan, dan sekelompok
karya.
 Tahap III : Siswa mengelompok sesuai dengan nomer urutan yang yang telah
ditentukan siswa dengan nomer urut 1 berkumpul dengan nomer urut 1 yang lain.
Demikian juga dengan nomer urut 2,3,4 dan seterusnya. Kelompok ini disebut
kelompok ahli yang akan mempelajari secara bersama topik-topik kecil yang
diberikan guru.
 Tahap IV : Siswa kembali lagi ke kelompok asal masing-masing. Siswa asal
kelompok A, kembali ke kelompok A, demikian juga yang lain. Sebagai “ahli” dalam
sub topiknya, mereka bertugas untuk menjelaskan informasi penting dalam sub topik
tersebut kepada temannya secara bergantian sesuai dengan urutan materi. Dengan
demikian seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya
terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru.
 Tahap V : Setelah kegiatan penjelasan dan diskusi pada kelompok asal selesai, siswa
diberi kuis secara individu tentang materi yang akan dipelajari.
 Tahap VI : Memberi penghargaan kepada tim atau individu yang mendapat skor
tertinggi. Penghargaan itu dapat diberikan dalam bentuk lembar mingguan atau yang
lain.
Investigasi Kelompok (Group Investigation = GI)
Investigasi kelompok, merupakan model pembelajaran kooeratif yang paling
kompleks dan paling sulit diterapkan. Dalam penerapan GI itu, guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen.
Dalam beberapa kasus, bagaimanapun juga, kelompok dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu.
Selanjutnya, siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang
mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresestasikan
laporannya kepada seluruh kelas. Tahap-tahap dalam pembelajaran GI sebagai berikut :
 Tahap I : Pemilihan topik Siswa memilih subtopik khusus tentang masalah umum
yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya, siswa diorganisasikan menjadi dua
sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi
tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
 Tahap II : Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur
embelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan sub topik yang telah
dipilih pada tahap pertama.
 Tahap III : Implementasi Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan
pada tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan
keterampilan yang luas. Hendaknya juga mengarahkan siswa kepada jenis-jenis
sumber belajar yang berbeda, baik di dalam atau diluar sekolah. Guru secara ketat
mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberi bantuan bila diperlukan.
 Tahap IV : Analisis dan Sintesis Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi
yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersbut
diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk
dipresentasikam kepada seluruh kelas.
 Tahap V : Presentasi Hasil Final Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya dengan cara yang menarik didepan kelas, dengan tujuan agar siswa
yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh
perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
 Tahap VI : E v a l u a s i
Dalam hal kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa
dan guru mengevaluasi setiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
4. Pembelajaran Struktural
Model pembelajaran struktural dalam pembelajaran kooperatiftelah ikembangkan
oleh Spencer Kagen dkk. Pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur
tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang
dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional, seperti resitasi. Pada tataran ini guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh
kelas, dan siwa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur
itu menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih
dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik,
dan ada struktur yang drancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan
kelompok.
Struktur pertama adalah think-pair-share (berpikir-berpasangan-berbagi),
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak
kepada siswa berpikir, menjawab dan saling membantu. Struktur kedua adalah numbered-
heads-together untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam sustu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Contoh : Rencana Pembelajaran Kooperatif
Mata Pelajaran :IPS
Satuan Pendidikan : SDI Al-Hikmah Gadang Malang
Kelas : V (lima)
Wak tu : 2 x 35 menit
Kompetensi Dasar : Kemampuan menghargai Keragaman Suku Bangsa dan Budaya
Indonesia
Indikator : • Menjelaskan hakekat wawasan nusantara yang mempersatukan
wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
 Menceritakan pentingnya wawasan nusantara dalam
mempersatukan wilayah kesatuan Republik Indonesia.
 Menunjukkan pada peta beberapa suku bangsa yang ada di

Indonesia.
Media : Gambar-gambar keragaman suku, agama, dan karya-karyanya,
atlas dan Peta Indinesia.
KBM : a. Membuka Pelajaran Guru berserita tentang keragaman suku
bangsa di Indonesia. Pasang surut kehidupan dengan
keragaman budaya dan masalah yang timbul dalam kehidupan
itu.
b. Inti Pelajaran
 Guru membagi siswa dalam kelas menjadi kelompok-

kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Diusahakan


anggota kelompok mencerminkan keragaman budaya, suku,
agama, kemampuan akdemik dan sejenisnya. Setelah dibagi
dalam kelompok-kelompok itu, siswa diberi identitas yang
berupa nomer urut. Misalnya kelompok yang beranggota
lima orang, diberi nomer urut 1,2,3,4, hingga 5
 Guru membentuk kelompok berdasarkan nomer urut yang

dimilikinya. Nomer urut 1 bergabung dengan nomer urut 1


dari kelompok yang berbeda, demikian juga nomer urut 2,
nomer urut 3 dan seterusnya. Kelompok yang baru dibentuk
ini dinamakan kelompok ahli. Jumlah anggota kelompok
ahli tergantung pada jumlah nomer urut siswa.
 Guru membagi topik-topik bahasan sejumlah kelompok ahli

untuk dibahasnya. Misalnya kelompok 1 membahas budaya


Aceh, kelompok 2 membahas budaya Minang, kelompok 3
membahas budaya Jawa, dan seterusnya hingga keragaman
suku di Indonesia dapat dibahas oleh kelompok-kelompok
ahli tersebut. Dalam diskusi diupayakan untuk selalu
menggunakan peta, agar lokasi masing-masing budaya dapat
diketahui dengan tepat. Supaya pembahasan tersebut
berjalan baik, sebaiknya seminggu sebelumnya, guru
memberi tugas untuk membaca materi keragaman budaya
Indonesia.
 Setelah diskusi kelompok ahli selesai, siswa diminta untuk

kembali pada kelompok yang pertama yang beranggotakan 5


orang. Tugas siswa menjelaskan kepada temannya topik
yang dibahas dalam kelompok ahli secara bergiliran sesuai
dengan urutan nomernya. Waktu yang diberikan misalnya 3
menit untuk setiap siswa.
 Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Untuk itu

masing-masing siswa diminta membuat kesimpulan secara


tertulis. Misalnya membuat kesimpulan tertulis sebanyak
dua paragraf, masing-masing paragraf terdiri dari tiga
kalimat.

c. Menutup Pelajaran Guru memberi penghargaan kepada siswa


atas kegiatan yang telah dilakukan, dan memberi motivasi
untuk bersikap konsisten dengan hasil diskusi yang telah
dilakukan.
5. Pembelajaran Berbasis Projek
Model pembelajaran ini dalam hal tertentu mungkin ada yang sama dengan
pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis inkuiri dan pembelajaran
kooperatif. Letak perbedaannya, pada pembelajaran berbasis projek ini terdapat tindakan
yang dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan yang dilakukan dalam kurun
waktu tertentu. Tindakan yang dilakukan sebagai pemecahan masalah dalam kurun waktu
tertentu itulah yang dinamakan proyek. Pembelajaran berbasis projek dilakukan melalui
beberapa tahapan, yaitu :
a. mengidentifikasi permasalahan.
b. menginventarisasi alternatif jawaban sebagai pemecahan
c. memilih alternatif pemecahan
d. menyusun rencana tindakan
e. melaksanakan tindakan
f. mengamati hasil tindakan
g. menarik kesimpulan
h. menyusun laporan
i. mengkomunikasikan hasil
Dalam program pembelajaran ini, tahapannya dapat disederhanakan dan
diintegrasikan dalam langkah pembelajaran yang lazim digunakan, seperti berikut ini :
Mata Pelajaran :IPS
Satuan Pendidikan : S D N Bago-Besuk- Probolinggo
Kelas : IV
Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan hubungan sumberdaya alam dengan Kegiatan
ekonomi masyarakat setempat.
Indikator : Menjelaskan perlunya menjaga kelestarian SDA setempat.
Media : Menggunakan gambar atau foto kelestarian sumberdaya alam
Langkah-langkah pembelajaran : a. Membuka Pelajaran
 menetapkan dan menjelaskan tujuan pembelajaran

 menggali kemampuan siswa (ekplorasi) yang

berkaitan dengan materi yang akan dipelajari,


yaitu pelestarian sumberdaya alam. Guru
melakukan eksplorasi tentang permasalahan itu,
bercerita SDA di lingkungan sekitar siswa dan
kerusakan yang terjadi. Misalnya menceritakan
kerusakan SDA yang ditandai dengan semakin
merosotnya keragaman hayati dan faktor-faktor
yang menyebabkannya. Dalam cerita singkat itu
diengkapi dengan contoh-contoh nyata.
b. Inti Pelajaran
 Guru menyajikan secara garis besar SDA
setempat
 Guru mengatur siswa dalam kelompok-kelompok
belajr yang terdiri atas 4-5 siswa yang memiliki
kemampuan beragam
 Siswa mengidebtifikasi masalah kelestarian SDA
di lingkungannya. Untuk itu siswa dapat
melakukan observasi terhadap lingkungan sekitar
sekolah. Jika hal itu tidak mungkin dapat dibantu
dengan pengamatan pada foto atau gambar.
 Siswa menginventarisasi alternatif jawaban
sebagai pemecahan masalah. Alternatif
pemecahan masalah tersebut diusahakan sebanyak
mungkin.
 Siswa memilih satu alternatif pemecahan masalah
yang dianggap paling cocok untuk pemecahan
masalah.
 Siswa menyusun rencana tindakan atau semacam
proposal sederhana. Dalam proposal sederhana
setidaknya dapat dikemukakan nama kegiatan,
waktu, pelaksanaannya, cara melaksanakan, cara
memelihara, jadwal pemeliharaan, biaya yang
diperlukan.
 Siswa menentukan waktu pelaksanaan kegiatan.
Misalnya penanaman pohon dilaksanakan pada
hari Sabtu jam 16.00
 Siswa membagi tugas untuk memelihara tanaman.
Perubahan demi perubahan dicatat sebagai data
laporan.
 Siswa menyusun laporan secara keseluruhan dari
proyek dilakukan hingga perkembangan yang
terakhir. Misalnya menjelang akhir semester.
 Siswa menyampaikan laporan hasil proyek yang
telah dikerjakan dalam diskusi kelas.
c. Menutup Pelajaran
 Guru memberi penghargaan (apresiasi) pada siswa
atas proses dan hasil yang dicapainya.
 Guru meminta pada masing-masing siswa untuk
membuat kesimpulan secara tertulis minimal 3
paragraf.

B. Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode paling umum yang sudah sering digunakan
oleh guru dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran disampaikan secara lisan
dalam metode ini. Guru tidak memerlukan media tambahan lain sebab pusat dari
pengetahuan terdapat pada guru.
Meski begitu, metode ini memiliki kekurangan yaitu siswa seringkali mengalami
kejenuhan karena metode ini menjadikan siswa menjadi kurang aktif dalam proses
belajarnya. Namun tenang, di bawah ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar metode ceramah bisa diterima dengan mudah oleh siswa.
 Guru perlu melakukannya dengan semangat dan penuh keceriaan.
 Menggunakan bahasa yang santun dan mudah dipahami pada saat penyampaian
materi.
 Kegiatan belajar diselingi dengan humor atau cerita inspiratif sehingga siswa tidak
bosan.
 Memperhatikan gerak tubuh, gerakan mata, tidak hanya berada pada satu tempat yang
sama, dan lain sebagainya.
2. Metode Diskusi
Jika metode ceramah menempatkan guru sebagai sumber belajar, maka pada metode
diskusi kegiatan belajar berpusat pada siswa. Umumnya, metode diskusi terdiri dari
beberapa kelompok dengan latar belakang yang bervariasi. Metode ini juga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memecahkan suatu masalah yang diberikan oleh guru.
Agar proses diskusi dapat berjalan lancar, guru perlu selalu memantau kegiatan diskusi
yang tengah berlangsung.
3. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi bisa digunakan saat tengah mempelajari materi yang perlu
didemonstrasikan agar siswa menjadi lebih paham. Biasanya materi pelajaran eksakta
seperti fisika, kimia, dan biologi. Demonstrasi akan menunjukkan kepada siswa
bagaimana proses terjadinya sesuatu. Dengan kata lain, guru sedang berusaha
menunujukkan kepada siswa kesamaan antara teori dan praktik. Metode ini cukup efektif
digunakan karena membuat siswa menjadi lebih fokus pada materi yang tengah
dipelajari.
4. Metode Resitasi
Metode resitasi mengharuskan siswa untuk fokus pada materi yang sedang
disampaikan guru, sebab pada akhir pembelajaran siswa akan diminta untuk membuat
ringkasan terkait materi yang telah diterima selama pembelajaran berlangsung.
Materi yang disampaikan oleh guru dapat dilakukan dengan cara ceramah,
menampilkan dalam gambar atau video, ataupun melalui audio. Tujuan dari membuat
ringkasan adalah agar siswa senantiasa mengingat apa yang diterima dari guru. Guru
diharapkan untuk mengawasi siswa selama pembuatan ringkasan agar tidak ada siswa
yang berlaku curang.
Setelahnya guru akan bertanya secara acak terkait apa yang telah diringkas siswa.
Hal ini menjadikan siswa mau tidak mau harus bertanggung jawab atas ringkasan
masing-masing.
5. Metode Eksperimen
Metode ini hampir mirip dengan metode demonstrasi. Bedanya, pada metode ini
siswa diharuskan melakukan kegiatan eksperimen secara mandiri melalui serangkaian
proses ilmiah hingga mendapatkan suatu hasil.
Dari hasil yang didapatkan, siswa akan belajar untuk melakukan analisis dan
menyimpulkan hasil eksperimennya. Metode eksperimen ini cukup efektif diterapkan
dalam proses pembelajaran sebab siswa secara mandiri berusaha untuk memecahkan
persoalan yang tengah dihadapi.
6. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah salah satu metode yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung antara guru dan siswa. Guru akan menyampaikan materi
pembelajaran dengan cara memberikan pertanyaan kepada siswa. Dalam hal ini, guru
sedang berupaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Siswa diminta
untuk menyampaikan pendapatnya dengan percaya diri . Dengan berlatih secara terus
menerus, siswa akan semakin terbiasa sehingga cenderung lebih cepat dan efisien dalam
memecahkan masalah.
7. Metode Karya Wisata
Metode karya wisata adalah salah satu metode yang menjadi idola para siswa.
Pasalnya metode ini mengajak siswa untuk belajar di luar kelas, berinteraksi langsung
dengan lingkungan sekitarnya, dan melakukan eksplorasi untuk menemukan cara
penyelesaian masalah. Metode ini dapat dilakukan dalam tempo yang singkat ataupun
lama. Tergantung dengan kebutuhan siswa dalam memahami materi yang sedang
dipelajari.
8. Metode Discovery
Metode mengajar secara discovery mengajak siswa untuk terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran. Dalam metode ini, siswa diminta untuk mempelajari materi
secara mandiri, menemukan sendiri hal-hal yang mereka pertanyakan, hingga melakukan
analisis terkait temuan mereka. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang bertugas
mengarahkan kegiatan pembelajaran.
PERTEMUAN VII
MEDIA DAN SUMBER BELAJAR IPS SD

A. Media Pembelajaran IPS


1. Kerangka Isi
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya
tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar
dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak didik dalam tenggang waktu
yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
Pada bab ini akan dijelaskan secara berurutan yaitu klasifikasi media
pembelajaran IPS SD, selanjutnya fungsi dan peranan media pembelajaran IPS di SD.
2. Tujuan Pembelajaran
Setelah proses belajar mengajar selesai diharapkan anda dapat mengidentifikasi
dan menjelaskan fungsi dan peranan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
yang optimal.
3. Materi Pembelajaran
Media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran merupakan suatu kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri. Karena memang gurulah yang menghendakinya untuk
membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dan bahan pelajaran yang
diberikan oleh guru kepada anak didik. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka
bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh setiap anak didik, terutama bahan
pelajaran yang rumit dan kompleks.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup
penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat
dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Media dapat mewakili apa yang
kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan
bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian anak didik lebih
mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media.
Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat bila
penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
Karena itu tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan
media. Manakala diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi
sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada
satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain pihak ada
bahan pelajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pengajaran seperti
globe, grafik, gambar, peta diagram dan seterusnya. Bahkan pelajaran dengan tingkat
kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apalagi bagi anak didik yamg
kurang menyukai bahan pelajaran yang disampaikan itu.
Anak didik cepat merasa bosan dan kelelahan tentu tidak dapat mereka hindari,
disebabkan penjelasan guru yang sukar dicerna dan dipahami. Guru yang bijaksana tentu
sadar bahwa kebosanan dan kelelahan anak didik adalah berpangkal dari penjelasan yang
diberikan guru simpang siur, tidak ada fokus masalahnya. Hal ini tentu saja harus
dicarikan jalan keluarnya. Jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu
bahan dengan baik, apa salahnya jikamenghadirkan media sebagai lat bantu pengajaran
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan pengajaran.
a. Klasifikasi Media Pembelajaran IPS SD
Kalau dalam pendidikan di masa lalu, guru merupakan satu-satunya sumber
belajar bagi anak didik. Sehingga kegiatan pendidikan cenderung masih tradisional.
Perangkat teknologi penyebarannya masih sangat terbatas dan belum memasuki dunia
pendidikan. Tetapi lain halnya sekarang, perangkat teknologi sudah berada dimana-
mana. Pertumbuhan dan perkembangannya hampir-hampir tak terkendali, sehingga
wabahnyapun menyusup ke dalam dunia pendidikan. Di sekolah-sekolah kini
terutama di kota-kota besar, teknologi dalam berbagai bentuk dan jenisnya sudah
dipergunakan untuk mencapai tujuan. Ternyata teknologi, yang disepakati sebagai
media itu, tidak hanya sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sumber belajar dalam
proses belajar mengajar.
Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri-dari dua jenis, tetapi lebih
dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya liputya, dan dari bahan serta
cara pembuatannya.
1) Dilihat dari Jenisnya, yaitu :
 Media Auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara
saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok
untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
 Media Visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan.
Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film
rangkai) foto, gambar atau lukisan atau cetakan. Adapula media visual yang
menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu dan film
kartun.
 Media Audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena
meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Yaitu (audiovisual diam
dan audiovisual gerak)
2) Dilihat dari Daya Liputnya, yaitu :
 Media dengan Daya Liput Luas dan Serentak, penggunaan media ini tidak
terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik
yang banyak dalam waktu yang sama. Contoh radio dan televisi.
 Media dengan Daya Liput yang Terbatas oleh Ruang dan Tempat,
penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film,
sound slide, film rangkai yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan
gelap.
 Media untuk Pengajaran Individual, penggunaannya hanya untuk seorang
diri, termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui
komputer.
3) Dilihat dari Bahan Pembuatannya, yaitu :
 Media Sederhana, bahandasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara
pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit.
 Media Kompleks, media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh
serta mahal harganya, sulit membuatnya dan penggunaannya memerlukan
ketrampilan yang memadai.
b. Fungsi dan Peranan Media Pembelajaran
Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajara, media mempunyai beberapa
fungsi. Nana Sudjana (1991) dalam Djamarah (2006 : 134) merumuskan fungsi media
pengajaran menjadi 6 kategori, sebagai berikut :
1) Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan mrupakan fungsi
tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan
situasi belajar mengajar yang efektif.
2) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan
situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan oleh guru.
3) Media pengajaran dalam pengajran, penggunaannya integral dengan tujuan dari
isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan
(pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.
4) Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti
digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik
perhatian siswa.
5) Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat
proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang
diberikan guru.
6) Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu
belajar mengajar. Dengan perkataan lain, menggunakan media, hasil belajar yang
dicapai siswa akan tahan lama diingat siswa, sehingga mempunyai nilai tinggi.
Ketika fungsi-fungsi media pelajaran itu diaplikasikan ke dalam proses belajar
mengajar, maka terlihatlah peranannya sebagai berikut :
1) Media yang digunakan guru sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu
bahan yang guru sampaikan.
2) Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan
oleh para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat memperoleh
media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.
3) Media sebagai sumber belajar bagi siswa. Media sebagai bahan konkret berisikan
bahan-bahan yangharus dipelajari para siswa, baik individual maupun kelompok.
Kekonkretan sifat media itulah akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan
belajar mengajar.
Bertolak dari fungsi dan peranan media diharapkan pemahaman guru terhadap
media menjadi jelas, sehingga tidak memanfaatkan media secara sembarangan.
Prinsip-prinsip dan faktor-faktor sebagaimana disebutkan di atas, kiranya jangan
diabaikan. Semua itu sangat penting dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan
media dalam proses belajar mengajar.
Sebagai media yang meletakkan cara berpikir konkret dalam kegiatan belajar
mengajar, pengembangannya diserahkan kepada guru. Guru dapat mengembangkan
media sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini akan terkait dengan kecermatan
guru memahami kondisi psikologis siswa, tujuan metode, dan kelengkapan alat bantu.
Kesesuaian dan keterpaduan dari semua unsur ini akan sangat mendukung
pengembangan media pengajaran.
Kegagalan seorang guru dalam mengembangkan media pengajaran akan terjai
jika penguasaan terhadap karakteristik media itu sendiri sangat kurang. Pemanfaatan
media dengan maksud mengulur-ulur waktu tidak dibenarkan. Karena kegiatan
belajar mengajar bukan untuk hal itu. Apabila pemanfaatan media dengan dalih untuk
memperkenalkan kekayaan sekolah. Semua itu tidak ada sangkut pautnya sama sekali
dengan pencapaian tujuan pengajaran. Karena itu, pemanfaatan media hanya
diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan pengajaran.
Tetapi pemanfaatan media pengajaran juga tidak asal-asalan menurut keinginan
guru, tidak berencana dan sistematik. Guru harus memanfaatkannya menurut
langkah-langkah tertentu, dengan perencanaan sistematik. Ada enam (6) langkah yang
bisa ditempuh guru pada waktu ia mengajar dengan mempergunakan media.
Langkah-langkah itu, adalah :
1) Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media.
2) Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media mana yang
akan dimanfaatkan guna mencapai tujuan. Dalam hal ini prinsip pemilihan dan
dasar pertimbangannya patut diperhatikan.
3) Persiapan kelas. Pada fase ini siwa atau kelas harus mempunyai persiapan,
sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan media. Guru harus
dapat memotivasi mereka agar dapat menilai, mengantisipasi, menghayati
pelajaran dengan menggunakan media pengajaran.
4) Langkah Penyajian Pelajaran dan Pemanfaatan Media. Pada fase ini penyajian
bahan pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran. Keahlian guru dituntut
disini. Media diperbantukan oleh guru untuk membantu tugasnya menjelaskan
bahan pelajaran. Media dikembangkan penggunaannya untuk keefektifan dan
efisiensi pencapaian tujuan.
5) Langkah Kegiatan Belajar Siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan
memanfaatkan media pengajaran. Pemanfaatan media disini bisa siswa sendiri
yang mempraktekkannya ataupun guru langsung memanfaatkannya, baik di kelas
atau di luar kelas.
6) Langkah Evaluasi Pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar dievaluasi,
sampai sejauh mana tujuan pengajaran tercapai, yang sekaligus dapat dinilai
sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan
proses belajar siswa. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar atau bahan bagi proses
belajar berikutnya.
c. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Memilih Media Pengajaran
1) Obyektivitas
Unsur yang bersifat subyektivitas bagi guru dalam memilih media pengajaran
harus dihindarkan. Artinya, guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas
dasar krsenangan pribadi. Apabila secara obyektif berdasarkan hasil penelitian
atau percobaan, suatu media pengajaran menunjukkan keefektifan dan efisiensi
yang tinggi, maka guru jangan merasa bosan menggunakannya. Untuk
menghindari pengaruh unsur subyektivitas guru, alangkah baiknya apabila dalam
memilih media pengajaran itu guru meminta pandangan atau saran dari teman
sejawat dan atau melibatkan siswa.
2) Program Pengajaran
Program pengajaran yang akan disampaikan kepada anak didik harus sesuai
dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya maupun kedalamannya.
Meskipun secara teknis program itu sangat baik, jika tidak sesuai dengan
kurikulum ia tidak akan banyak membawa manfaat, bahkan mungkin hanya
menambah beban, baik bagi anak didik maupun bagi guru disamping akan
membuang-buang waktu, tenaga dan biaya. Terkecuali jika program itu hanya
dimaksudkan untuk mengisi waktu senggang saja, daripada anak didik bermain-
main tidak keruan.
3) Sasaran Program
Sasaran program yang dimaksud yaitu anak didik yang akan menerima informasi
pengajaran melalui media pengajaran. Pada tingkat usia tertentu dan dalam
kondisi tertentu anak didik mempunyai kemampuan tertentu pula, baik cara
berfikirnya, daya imajinasinya, kebutuhannya maupun daya tahan dalam
belajarnya. Untuk itu maka media yang akan digunakan harus dilihat
kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan anak didik, baik dari segi bahasa,
simbol-simbol yang digunakan, cara dan kecepatan penyajiannya, ataupun waktu
penggunaannya.
4) Situasi dan Kondisi
Situasi dan kondisi yang ada juga perlu mendapat perhatian dalam menentukan
pilihan media pengajaran yang akan digunakan, Situasi dan kondisi yang
dimaksud meliputi situasi dan kondisi sekolah maupun situasi dan kondisi anak
didik yang akan mengikuti pelajaran.
5) Kualitas Teknik
Dari segi teknik, media pengajaran yang akan digunakan perlu diperhatikan,
apakah sudah memenuhi syarat. Barangkali ada rekaman audionya atau gambar-
gambar, atau alat-alat bantunya yang kurang jelas atau kurang lengkap, sehingga
perlu penyempurnaan sebelum digunakan. Suara atau gambar yang kurang jelas
bukan saja tidak menarik, tetapi juga dapat mengganggu jalannya proses belajar
mengajar.
6) Keefektifan dan Efisiensi
Penggunaan Keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai, edangkan efisiensi
berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut. Keefektifan dalam
penggunaan media meliputi apakan dengan menggunakan media tersebut
informasi pengajaran dapat diserap oleh anak didik dengan optimal, sehingga
menimbulkan perubahan tingkah lakunya. Sedangkan efisiensi meliputi apakan
dengan menggunakan media tersebut, waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan
untuk mencapai tujuan tersebut sedikit mungkin. Ada media yang dipandang
sangat efektif untuk mencapai suatu tujuan, namun proses pencapaiannya tidak
efisien, baik dalam pengadaannya maupun di penggunaannya. Demikian pula
sebaliknya, ada media yang efisien dalam pengadaannya dan penggunaannya,
namun tidak efektif dalam pencapaian hasilnya. Memang sangat sulit untuk
mempertahankan keduanya (efektif dan efisien) secara bersamaan, tetapi di dalam
memilih media pengajaran guru sedapat mungkin menekan jarak diantara
keduanya.
Untuk mata pelajaran IPS di SD, terutama bagi kelas-kelas rendah, media
pengajaran mutlak keberadaannya. Sebab anak SD kelas rendah yang rata-rata berusia
6 sampai 9 tahun tingkat daya imajinasinya masih tinggi. Apabila proses belajar
mengajarnya bersifat abstrak maka mereka akan bingung dan menafsirkan yang
berbeda-beda, dari masing-masing anak. Sebagai contoh “kuda”, mereka akan
mengira atau berimajinasi kuda lumping, kuda laut, kuda catur, kuda loreng (zebra)
atau kuda-kudaan dan seterusnya. Tetapi apabila guru membawa sebuah gambar
kuda, maka akan berbedalah penafsiran mereka (siswa). “Oh itu kuda”. Berkaki
empat, berekor panjang, warnanya coklat atau hitam atau putih dan seterusnya.

B. Sumber Belajar IPS


Kualitas suatu sumber belajar, khususnya buku pelajaran, dapat diketahui dari
keterampilan guru dalam menggunakannya. Semua bahan dan sumber belajar membutuhkan
kemampuan guru untuk menyiapkan panggung belajar dan memilih tempat penggunaannya.
Sebagai contoh, di satu sisi, sebuah buku pelajaran yang digunakan dalam pembelajaran IPS
oleh seorang guru yang kurang mampu berimajinasi dapat menghancurkan proses
pembelajaran tersebut. Sementara di sisi lain, buku yang sama digunakan oleh guru lain
dapat menjadi salah satu sumber belajar paling berharga yang tersedia untuk kelas. Dengan
kata lain, bahan dan sumber belajar tidak bisa dengan mutlak dianggap bahwa ia lebih baik
dari guru. Dikatakan demikian, karena seperti yang sudah dituliskan di awal, kualitasnya
tergantung dan ditentukan oleh keterampilan guru dalam menggunakannya. Bukan anggapan
sebaliknya, bahwa medialah yang memproduksi program-program menarik untuk anak-anak.
Berbeda halnya dengan para guru kesenian, ketika memerlukan bahan untuk mengajar secara
kreatif, dengan mudah bahan itu tersedia. Akan tetapi, kita tidak bisa menganggap bahwa
pasokan bahan ajar yang murah akan menjamin adanya inspirasi dan kreativitas dalam
mengajar. Dengan demikian, diperlukan interaksi antara guru yang berbakat dengan berbagai
media yang sesuai sehingga mampu menghasilkan pembelajaran yang unggul dalam IPS.
1. Bahan Bacaan
a. Buku Pelajaran
Kebijakan tiap sekolah dalam memberikan buku pelajaran secara gratis untuk
setiap siswa didasarkan pada prinsip perlakuan yang sama dan kesetaraan
kesempatan. Karena alasan inilah, buku pelajaran secara luas digunakan dan bisa
dipastikan akan terus digunakan sampai tahun-tahun mendatang. Hal ini terlihat dari
keberterimaan yang relatif luas terhadap buku pelajaran sebagai sumber belajar yang
berharga, khususnya bagi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Oleh
karena itu, penting bagi guru untuk mulai belajar bagaimana menggunakan buku-
buku ini dengan efektif.
Pengembangan buku pelajaran cenderung konsisten dengan perubahan kurikulum
dan metode mengajar. Salah satu ciri buku pelajaran modern, yaitu menarik dan
mengundang seseorang untuk senang melihat dan membacanya. Beberapa buku
pelajaran IPS SD biasanya terdapat paling tidak satu ilustrasi yang berwarna di
setiap halaman. Secara umum, ada kemajuan substansial dalam penyajian realitas
sosial yang lebih akurat dalam buku pelajaran IPS modern.
Buku pelajaran IPS SD merupakan buku pegangan guru dalam menyajikan materi
kurikulum. Apabila dicermati, meskipun penulisan buku tersebut sudah disesuaikan
dengan tingkat kemampuan pembacanya, masih ada saja permasalahan yang
berkaitan dengan kesulitan membaca yang dihadapi siswa. Hal ini bisa terjadi karena
buku-buku ini dirancang untuk menangani konten substantif. Artinya, istilah dan
konsep yang berkaitan dengan subjek harus digunakan ketika menjelaskan ide-ide
yang disajikan. Sebagai contoh, dalam buku dituliskan topik tentang aktivitas
ekonomi. Topik ini tidak dapat disajikan secara bermakna tanpa melibatkan
setidaknya beberapa konsep dan istilah berikut: perdagangan, pedagang, produsen,
konsumen, pasar tradisional, pasar modern, dan lain-lain. Jika istilah-istilah ini tidak
diikutsertakan dengan alasan untuk menyederhanakan tugas membaca, maka tidak
ada lagi sebuah esai tentang topik ini. Kompleksitas konsep inilah yang sering
membuat pembaca buku-buku pelajaran IPS, khususnya siswa, merasa kesulitan.
Sampai saat ini, permasalahan tersebut belum bisa diatasi sepenuhnya. Adanya
kemudahan dalam membaca buku pelajaran mungkin belum berlaku bagi buku
pelajaran IPS. Dikatakan demikian, karena tujuan penulisan buku pelajaran IPS lebih
pada penyajian informasi yang terjadi di sekitar siswa, daripada buku cerita
sederhana.
Buku pelajaran ditulis dan digunakan sebagai sumber informasi materi yang ada
dalam kurikulum. Buku tersebut dapat digunakan oleh masing-masing siswa dengan
berbagai cara. Dengan demikian, ketika menggunakan buku yang sama, cara yang
dipilih oleh siswa yang satu dengan siswa yang lain kemungkinan berbeda. Bagi
seorang anak, buku mungkin dipandang sebagai sumber bacaan. Sementara itu, bagi
anak kedua berbagai macam ilustrasi yang ada mungkin lebih berharga, sedangkan
bagi anak ketiga bahan peta mungkin diperlukan, dan selanjutnya untuk anak
keempat mungkin menjadi sumber ide untuk studi tambahan.
Hal tersebut juga bisa dialami oleh para guru. Guru yang berbeda dapat memilih
untuk membuat perbedaan dalam menggunakan buku yang sama, tergantung pada
keahlian, pengalaman, atau metode pembelajaran yang dipilih. Guru didorong untuk
memunculkan perbedaan dalam menggunakan buku pelajaran dan bukan untuk
"melindungi" keseragaman isinya dan memaksakan ke semua anak untuk
"menguasai" fakta-fakta yang disajikan.
Untuk menggunakan buku pelajaran IPS dengan efektif, hal pertama dan utama
yang harus dilakukan guru adalah memilih salah satu dari beberapa fungsi buku
seperti yang dituliskan Jarolimek (1967: 83), yaitu (1) exploratory reading, (2)
securing facts related to the study, (3) map, chart, graph, or picture study, dan (4)
summarization of learning. Dalam proses pemilihan tersebut, guru harus selalu
mempertimbangkan keterkaitan antara fungsi yang dipilih dengan materi yang
sedang dibahas dan karakteristik para siswanya. Selanjutnya, ketika sudah memilih
salah satu fungsi buku, kemudian guru mengikuti langkah-langkah penggunaannya
sesuai uraian berikut ini.
1) Mengeksplorasi Kemampuan Membaca
Buku pelajaran dapat digunakan sebagai titik awal keberangkatan sebuah
unit baru untuk membantu anak-anak mencari tahu tentang isi unit tersebut dan
untuk membentuk latar belakang umum dari informasi dasar. Dengan cara ini,
buku pelajaran dapat digunakan untuk memperkenalkan kepada kelas beberapa
ide kunci yang ada dalam unit itu, mengenalkan kosa kata, dan membantu anak
untuk belajar dengan cukup tentang topik yang akan mampu meneruskan
kecerdasan sesuai dengan perencanaan kegiatan lainnya yang sudah disiapkan
oleh guru. Beberapa hal yang harus dilakukan guru jika buku pelajaran
digunakan untuk tujuan ini adalah:
a) Membangun kesiapan materi dengan pengantar konten yang tepat melalui
penggunaan gambar, peta, referensi tentang situasi saat ini, masalah
masyarakat, peristiwa historis atau kegiatan pengantar lainnya.
b) Mengidentifikasi beberapa tujuan tentang pentingnya membaca materi.
Tujuan ini dapat ditulis di papan tulis. Ketika anak-anak diperintahkan
"membaca untuk mencari tahu /...," perintah tersebut cenderung lebih
produktif daripada jika mereka hanya disuruh untuk "membaca buku
halaman 55 sampai 60." Dalam eksplorasi membaca, tujuan yang
diidentifikasi harus bersifat umum, bukan terperinci atau sangat spesifik.
c) Mengantisipasi kosakata yang sulit dan mengembangkan makna kata-kata
kunci baru sebelum membaca. Perhatian tentang topik baru umumnya
dilakukan dengan memperkenalkan kata-kata baru.
d) Memperhatikan pentingnya gambar, ilustrasi, peta, atau grafik yang tersedia
dalam materi. Hal ini terutama diperlukan ketika beberapa unsur ilustrasi
yang sebenarnya sangat penting untuk pemahaman teks, tetapi mungkin
diabaikan oleh anak.
e) Memiliki beberapa jenis tindak lanjut yang harus dilakukan oleh anak -anak
secara individual. Hal ini harus meliputi kegiatan yang berhubungan dengan
tujuan membaca yang sudah ditetapkan.
f) Pilih anak-anak yang memiliki kemampuan rendah dalam membaca, dan
bantulah mereka untuk memahami materi. Untuk mengarahkan studi ini,
guru harus memilih bagian-bagian pendek tentang materi visual yang
disajikan dalam teks. Guru dapat menarik perhatian anak-anak terhadap
suatu bagian, misalnya gambar, keterangan gambar, grafik, peta, atau
diagram. Setelah itu, mendiskusikannya dengan siswa, dan meminta mereka
untuk melihat apakah mereka dapat menemukan berbagai fakta atau
implikasi materi yang disajikan dalam teks. Jika guru tidak dapat
memberikan pengawasan intensif ini dan membantu anak-anak yang
berkemampuan membaca rendah, bahan lain yang lebih sederhana harus
ditemukan untuk mereka, atau guru harus menulis ulang bagian-bagian
tertentu sesuai dengan tingkatan sumber bacaan yang mampu dikuasai oleh
siswa.
g) Memberikan tambahan buku-buku yang relatif sulit bagi pembaca yang
lebih terampil bisa mengubah eksplorasi membaca yang diperpanjang ketika
mereka telah menyelesaikan teks. Bentuknya bisa berupa buku teks lainnya,
ensiklopedi, majalah, atau buku tambahan yang lain.
2) Mendapatkan Fakta yang Berkaitan dengan Materi Ketika materi dalam bab
tertentu sedang dibahas, maka penting bagi anak untuk memperoleh dan
memiliki informasi faktual. Buku pelajaran bisa berfungsi sebagai sumber
informasi yang bagus. Berikut ini beberapa hal yang harus dilakukan guru ketika
menggunakan buku pelajaran untuk fungsi ini:
a) Membantu anak-anak mengidentifikasi informasi faktual secara tepat sesuai
dengan yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menemukan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti "Apa saja langkah-
langkah yang perlu dilakukan untuk mengirimkan sebuah surat penting?”
Bagaimanakah kondisi geografi mempengaruhi cara masyarakat pedesaan?"
Apa saja kesulitan yang dihadapi oleh sekelompok orang yang tinggal di
daerah yang baru” "Apakah jenis tanaman yang biasanya tumbuh di
pegunungan?" Apabila cara ini digunakan dalam kelas, materi faktual yang
akan diperoleh dapat diputuskan oleh guru saja, oleh peserta didik saja, atau
oleh keduanya.
b) Ajari anak bagaimana menggunakan indeks, daftar isi, daftar istilah, dan
daftar ilustrasi untuk membantu mereka mengembangkan kemandirian
ketika mencari informasi dalam teks.
c) Mewajibkan anak berkonsultasi dengan sumber lain untuk mengkonfirmasi
informasi faktual yang disajikan dalam teks. Prosedur ini membantu
mengurangi anggapan bahwa buku pelajaran merupakan sumber buku yang
memadai untuk semua topik.
3) Peta, Chart, Grafik, atau Gambar
Buku pelajaran modern memberikan kelimpahan materi visual yang
menguntungkan dan dapat digunakan oleh guru dalam situasi belajar singkat
yang sudah diarahkan. Dalam studi peta, misalnya, teks menyediakan dengan
baik peta yang dihasilkan pada semua anak. Beberapa buku pelajaran telah
dilengkapi bagian atlas dan latihan khusus untuk mengembangkan keterampilan
peta secara berurutan. Dalam studi grafik, anak-anak secara bersama dapat
mengikuti buku-buku mereka disesuaikan dengan penjelasan makna yang sudah
disampaikan guru. Jika anak-anak diminta untuk menunjuk ke elemen grafik
yang sedang dibahas, guru dapat menceritakan sekilas mana yang akurat dan
mana yang tidak. Demikian juga, gambar dapat digunakan lebih efektif ketika
masing-masing anak memiliki satu gambar. Hal ini akan lebih efektif daripada
gambar tersebut hanya dicetak tunggal untuk satu kelas atau satu posting di
papan pengumuman. Oleh karena itu, buku-buku pelajaran tidak hanya sekedar
untuk dibaca, tetapi juga harus digunakan dengan cara lain sesuai kemampuan
pembacanya.
4) Menyimpulkan Pembelajaran
Buku pelajaran dapat digunakan secara menguntungkan dan mendekati
kesimpulan setiap subtopik untuk meringkas dan menarik kesimpulan secara
bersama-sama dari pelajaran yang telah diperoleh melalui kegiatan lainnya. Teks
disajikan untuk anak-anak ketika mereka telah membangun sebuah latar
belakang informasi yang berkaitan dengan topik. Anak akrab dengan kosakata
dan konsep serta secara psikologis siap untuk mengambil keuntungan penuh dari
penyajian faktual teks. Oleh karena itu, buku pelajaran tidak hanya dapat
berfungsi sebagai titik tolak untuk belajar, tetapi juga bisa menjadi tempat yang
dituju dan sebuah titik untuk kembali. Ketika buku digunakan dengan tujuan
untuk membuat kesimpulan, guru harus:
a) Membangun kesiapan dengan membahas materi yang dipelajari sebelumnya
dan menetapkan kepastian tujuan untuk membaca teks. Untuk melakukan hal
ini, sekali lagi, harus mengambil bentuk "membaca untuk mencari tahu ..."
Tujuan untuk penggunaan teks ini harus rinci dan spesifik, yang berbeda
dengan tujuan umum yang dibahas dalam kaitannya dengan membaca
eksplorasi.
b) Memperjelas kesulitan kosakata yang mungkin bisa ditemui anak-anak.
c) Mengikuti prosedur yang sama pada pembaca lebih lambat dan lebih cepat
seperti dijelaskan dalam membaca eksplorasi.
d) Memastikan tindak lanjut rencana kegiatan yang memungkinkan anak-anak
untuk menerapkan informasi yang diperoleh dalam membaca.
e) Memfasilitasi pembahasan menyeluruh tentang ide-ide utama yang disajikan.
Hal ini seyogyanya ditulis ringkas dan jika mungkin ditempatkan pada papan
tulis atau di buku catatan masing-masing anak.
Berdasarkan sudut pandang guru, kriteria paling penting yang digunakan
guru ketika memilih buku pelajaran adalah kegunaan buku tersebut. Buku ini
harus sesuai dengan gaya guru mengajar jika digunakan dengan baik. Ini berarti
bahwa teks yang akan dibangun sedemikian rupa sehingga cocok untuk
penggunaan yang fleksibel. Sebuah buku yang dapat digunakan hanya dalam
satu modus mengajar atau hanya menekankan pada satu pendekatan, yaitu untuk
IPS saja, umumnya kurang berguna apabila dibandingkan dengan buku yang
dapat disesuaikan dengan berbagai modus mengajar. Keterbacaan selalu menjadi
pertimbangan penting, karena salah satu kritik yang cukup signifikan adalah
materi IPS biasanya sulit untuk dipahami. Buku pelajaran IPS yang bagus
biasanya menyediakan bantuan studi. Pada satu sisi, bantuan studi tersebut harus
memfasilitasi isi pelajaran dan keterampilan, sementara di sisi lain pada saat
yang sama, juga mendorong kebiasaan yang baik untuk belajar.
Saat ini buku pelajaran IPS yang bagus banyak tersedia. Beberapa buku
nampak lebih cocok untuk tujuan tertentu. Sementara buku yang lain lebih akurat
untuk mencerminkan perkembangan kurikulum saat ini. Mereka yang
dibebankan dengan tanggung jawab untuk memilih dan menentukan kualitas
masing-masing buku, harus mengembangkan kriteria dalam mengevaluasi buku
pelajaran IPS. Akan tetapi, beberapa hal secara kritis dapat dilihat pada poin-poin
berikut ini (Jarolimek, 1967: 86).
a) Pengarang (Authorship), untuk memastikan akurasi ilmiah serta kesesuaian
buku bagi anak-anak sekolah dasar, misalnya saja dalam hal ketertarikan,
tingkat membaca, dan pertimbangan kurikuler. Bagaimana penulis dikenal
melalui IPS di sekolah dasar?
b) Cara mempertahankan isi/materi (Treatment of Content), untuk memastikan
kecukupan perlakuan pada konsep-konsep penting, misalnya saja menyajikan
konten yang signifikan dengan cara mempertentangkan cerita faktual yang
sangat deskriptif atau menggunakan pendekatan buku cerita. Apakah materi
pelajaran dipilih dari berbagai sumber, termasuk sejarah, ilmu-IPS,
humaniora, dan ilmu pengetahuan? Apakah buku menyediakan perspektif
global bagi pembaca? Apakah ada keseimbangan yang baik dalam
pencapaian tujuan yang berhubungan dengan materi pelajaran, keterampilan,
nilai-nilai, dan sikap? Apakah ada representasi realistis masyarakat masa
kini, baik dalam bentuk prosa maupun ilustrasinya?
c) Formal dan penampilan umum (formal and general appearance), untuk
memastikan tampilan buku yang menarik berdasarkan kesesuaian ukuran dan
kualitasnya. Apakah ilustrasi yang ditampilkan memang fungsional atau
hanya dekoratif? Ilustrasi di sini bisa berupa foto, gambar, sketsa, bagan,
grafik, peta, dan tabel.
d) Organisasi (organizations), untuk menjamin keharmonisan buku dengan pola
kurikuler yang ada dan pemenuhan kebutuhan program pembelajaran yang
akan digunakan. Apakah buku disusun untuk merangsang siswa belajar
dengan baik ?
e) Bahan visual (visual materials), untuk memastikan warna-warni, keakuratan
ilustrasi berdasarkan kecukupan jumlah dan ukurannya. Apakah bahan ini
berkaitan dengan teks atau hanya untuk meningkatkan daya tarik buku?
f) Perlengkapan instruksional (instructional aids), untuk memastikan
keberadaannya yang menjadi bagian integral dari teks itu sendiri dan harus
benar-benar bermanfaat untuk guru. Apakah alat bantu studi tersebut
membantu menjelaskan dan memperluas arti penting ide-ide?
b. Ensiklopedia
Di kelas-kelas tinggi, idealnya semua ruang kelas memiliki minimal satu atau dua
ensiklopedi yang memang cocok untuk anak-anak. Sementara itu, di kelas rendah,
ensiklopedi dapat digunakan dan memberikan keuntungan dari waktu ke waktu, dan
banyak sekolah di luar negeri menempatkan ensiklopedi di kelas satu, dua, dan tiga.
Banyak dari apa yang dikatakan sehubungan dengan perbaikan buku pelajaran juga
bisa berkaitan dengan ensiklopedi.
Nilai suatu ensiklopedia terletak pada kemudahannya dan cara memperoleh
materi faktual di banyak topik dengan cepat. Hal ini, seperti buku pelajaran,
merupakan sumber penting dari IPS dan salah satu sumber belajar yang akan
digunakan selama beberapa kali dalam pembelajaran materi IPS. Ketika ensiklopedi
yang tersedia di kelas rendah, guru akan mendapatkan gambar-gambar dan ilustrasi
yang dapat membantu dalam memberikan instruksi. Bagian pendek dari materi
kemungkinan dibaca anak-anak dari waktu ke waktu, dan beberapa siswa kelas
rendah akan dapat membaca bagian ensiklopedia secara mandiri. Nilai utama sebuah
ensiklopedia bagi siswa kelas-kelas rendah adalah kontribusinya dalam membangun
sikap positif terhadap pemanfaatan bahan referensi. Melalui ensiklopedi, anak-anak
belajar lebih awal dan dapat menemukan jawaban atas banyak pertanyaan di
berbagai topik. Dalam hal ini, kontak awal dengan referensi ini berfungsi sebagai
kesiapan untuk penggunaan yang lebih terorganisir di tingkat atas. Di kelas tinggi,
ensiklopedia merupakan sumber informasi faktual yang relatif konstan. Artikel
dalam ensiklopedia adalah presentasi yang sangat kental. Akan tetapi, hal ini
menunjukkan kebutuhan untuk referensi tambahan. Referensi ini bisa bersumber dari
orang-orang yang dapat memberikan penjelasan menarik dan biasanya tidak
termasuk dalam cakupan ensiklopedia.
Guru harus menjaga terhadap penyalahgunaan ensiklopedia. Anakanak perlu
belajar bahwa ensiklopedia itu hanya satu sumber dan, dalam beberapa kasus,
bahkan mungkin tidak menjadi sumber informasi terbaik. Anak-anak dapat menjadi
terlalu tergantung pada ensiklopedia dan mengabaikan belajar dari sumber lain yang
tersedia bagi mereka. Jadi, mereka boleh menyalin laporan tertulis persis dari
ensiklopedia atau membuat laporan lisan berdasarkan akun ensiklopedia yang hafal
tapi tidak mengerti. Kesulitannya, tentu saja tidak terletak dengan ensiklopedia tetapi
dengan cara digunakan. Guru perlu melakukan upaya sadar untuk mencegah
penyalahgunaan sumber daya pembelajaran seperti ini.
c. Referensi Tambahan
Selain buku teks dan ensiklopedia, dibutuhkan juga berbagai macam buku-buku
pengayaan sebagai referensi tambahan. Beberapa buku ini mungkin bisa berupa
buku pelajaran yang lain, meskipun yang dibutuhkan tidak sebanyak buku-buku
pengayaan. Secara khusus, pembicaraan ini difokuskan pada "buku yang
diperdagangkan," buku-buku tentang pesawat terbang, kehidupan perkotaan,
perjalanan, taman nasional, biografi orang terkenal di Indonesia, kehidupan di
negeri-negeri lain, masyarakat di tempat kerja, dan topik serupa. Buku-buku anak
kontemporer ini tidak hanya informatif, tetapi juga merupakan literatur yang bagus
bagi anak-anak. Buku-buku tersebut memiliki karya seni yang luar biasa dan
mempertahankan standar kualitas yang tinggi.
Buku-buku literatur yang berguna untuk pembelajaran IPS menurut Jarolimek
(1967: 88) dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam sebagai berikut: (1) akun
informative (informative accounts), yaitu karya-karya yang hanya menyampaikan
informasi yang spesifik dalam bentuk sastra pada topik dipelajari, seperti buku
tentang truk, kereta api, negara, percetakan, komunikasi, rumah-rumah di seluruh
dunia, (2) fiksi informatif (informative fiction), yaitu rekonstruksi peristiwa sejarah
yang dibangun dengan sebuah plot atau cerita fiksi, (3) biografi (biographies), (4)
sejarah non fiksi (nonfiction history), (5) puisi (poems), (6) bahan yang diproduksi
secara local (locally produced materials).
Buku-buku literatur seharusnya berperan penting dalam pembelajaran IPS karena
menyampaikan dimensi afektif berdasarkan pengalaman manusia dengan begitu
baik. Kenyataan yang ditampilkan dalam literatur melalui penggambaran hidup
mampu mengaduk imajinasi pembaca muda, membantu mengembangkan perasaan
dan mengidentifikasi topik yang sedang dipelajari. Hubungan antara literatur dengan
beberapa mata pelajaran termasuk IPS, khususnya sejarah, telah dicatat oleh
sejumlah penulis. Beberapa karya literatur juga dianggap sebagai dokumen sejarah
yang benar dan penting.
Salah satu alasan bahwa bahan-bahan literatur sangat penting adalah bahwa
mereka memberikan rincian yang tidak mungkin untuk didapatkan dalam buku teks
yang dirancang dengan baik atau bahkan ensiklopedia. Buku A, misalnya hanya
dapat menyebutkan perempuan yang memimpin gerakan untuk mendapatkan hak
yang sama untuk jenis kelamin mereka. Namun, anak-anak bisa belajar banyak
tentang orang-orang Amerika dan ditentukan dengan membaca biografi anak-anak di
mana wanita-wanita tinggal. Beberapa rincian yang mendukung semakin
memperkaya makna dan pemahaman tentang periode sejarah yang sedang dipelajari.
Banyak masyarakat lokal dan masyaraka di perkotaan juga mempublikasikan
brosur, buku panduan, dan pamflet. Masyarakat lokal dan negara, sejarah, museum,
dan galeri seni bisa membuat publikasi yang berharga untuk pembelajaran di kelas.
Sumber-sumber ini memberikan segudang informasi, tetapi anak-anak usia sekolah
dasar memerlukan cukup banyak bimbingan dan bantuan dari guru dalam
menggunakannya.
d. Bahan-bahan Murah dan Gratis
Bahan-bahan murah dan gratis menjadi sumber belajar yang berharga dalam
mengajar IPS. Berbagai materi dalam bentuk poster, grafik, buletin, booklet, film,
filmstrips, dan folder perjalanan tersedia secara gratis. Selain materi gratis yang
berlimpah, sumber belajar yang sama dapat diperoleh dengan biaya kecil. Banyak
bahan yang tersedia saat ini disiapkan dengan baik dan berguna untuk belajar di
kelas, serta tidak perlu diperiksa dengan hati-hati untuk memastikan cocok tidaknya
sumber tersebut. Hanya karena bahan tersebut tersedia dan gratis, ada jaminan
bahwa itu adalah sumber belajar itu bernilai. Beberapa pertanyaan di bawah ini harus
dipertimbangkan ketika mengevaluasi bahan gratis dan murah:
1) Apakah bahan tersebut merupakan bahan yang dihasilkan oleh sebuah organisasi
sosial yang bertanggung jawab?
2) Apakah kehadiran periklanan membuat materi itu tidak cocok untuk digunakan?
3) Apakah materi pelajaran disajikan secara jujur dan obyektif? Apakah materi
tersebut konsisten dengan nilai-nilai demokratis dan ideal? Apakah bebas dari
bias rasial dan gender?
4) Apakah materinya cocok, dalam arti mudah dibaca, sesuai tingkat perkembangan
anak, kualitas teknis, dan topik yang sedang dipelajari?
5) Apakah materinya up to date?
6) Apakah sumber-sumber tersebut memberikan informasi yang dibutuhkan?
7) Apakah penggunaan sumber belajar tersebut merupakan suatu kewajiban?
8) Untuk siapa sumber belajar tersebut disiapkan? Siapa yang diuntungkan dari
penggunaannya di dalam kelas?
Di satu sisi, karena permintaan bahan gratis dan murah sangat banyak, sementara di
sisi lain kuantitasnya terbatas, guru disarankan untuk memilih sumber belajar yang
up to date.

2. Bukan Bahan Bacaan


Bukan bahan bacaan (non reading materials) merupakan klasifikasi istilah untuk
menunjukkan bahan yang lebih banyak tergantung pada penglihatan dan suara dalam
menyampaikan arti mengenai suatu hal daripada interpretasi kata-kata yang tercetak.
Dalam arti, bahan belajar paling tergantung pada membaca sampai batas tertentu, grafik
dan peta memiliki judul dan legenda, filmstrips memiliki judul. Walaupun demikian,
sebagian besar perangkat belajar menggunakan simbol, selain mencetak sebagai metode
utama menyampaikan makna.
Penggunaan sumber belajar selain bahan bacaan tidak diperlukan karena sumber-
sumber lain membahas topik ini secara mendalam. Guru harus menjadi akrab dengan
berbagai sifat umum bukan bahan bacaan dan memperoleh pemahaman tentang prinsip-
prinsip umum ketika menggunakannya. Berikut ini adalah ringkasan singkat dari
beberapa cara menggunakan bahan-bahan tersebut dalam IPS.
a. Gambar, Foto, Ilustrasi
Yang paling banyak digunakan dari semua alat bantu visual adalah gambar-
gambar, foto, dan ilustrasi. Ini digunakan untuk mendapatkan realisme, untuk
mengklarifikasi ide-ide, mengingat objek nyata, dan, singkatnya, untuk memberi
makna belajar. Hal ini juga diketahui bahwa kata-kata tidak bisa menyampaikan
makna secara akurat, jelas, atau cepat seperti yang bisa dilakukan oleh gambar.
Gambar juga dapat membantu dalam meningkatkan keterampilan penyelidikan.
Untuk alasan ini, beberapa buku pelajaran sekarang menggunakan pertanyaan untuk
keterangan, bukan sebuah deskripsi, tentang isi gambar atau ilustrasi.
Apa yang membuat gambar, foto, atau ilustrasi cocok untuk tujuan pembelajaran
IPS? Tentu saja, pertimbangan yang paling penting adalah ketepatan gambar
tersebut. Tujuan mendasar dari setiap bantuan belajar adalah untuk menyampaikan
makna yang akurat. Oleh karena itu, gambar, foto, atau ilustrasi yang kurang bahkan
tidak menarik harus ditolak, kecuali, tentu saja, itu digunakan untuk menggambarkan
ketidakakuratan. Faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah bahwa
bahan-bahan tersebut menjadi ukuran yang cukup untuk mencapai tujuan, melayani
kebutuhan yang disesuaikan dengan usia anak-anak, kualitas artistik yang baik,
mengesankan, penafsirannya relatif mudah, memiliki titik pusat perhatian yang tidak
tersubordinasi oleh banyak rincian.
b. Film
Banyak film yang berukuran 16mm tersedia dan berkaitan dengan topik IPS.
Biasanya, film-film ini disewakan dan harus dipesan beberapa minggu sebelumnya
untuk mengantisipasi penggunanya. Film banyak memberikan kontribusi untuk
mengajar IPS. Melalui film, anak-anak dapat melintasi jarak yang jauh dan bergerak
melalui berabad-abad waktu, anak-anak dapat melihat foto suatu tempat, orang, dan
proses yang tidak mungkin untuk didapatkan dengan cara lain.
Dalam banyak hal, film ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan kunjungan
lapangan. Dikatakan demikian karena film mampu menghadirkan aspek yang paling
penting dari suatu situasi dan menghilangkan hal-hal lainnya yang kurang penting.
Film juga lebih selektif dan memungkinkan penontonnya untuk melihat secara
keseluruhan. Film juga bisa dianggap sebagai media yang menuntut perhatian lebih
besar dari pemirsanya dibandingkan dengan alat bantu belajar lainnya. Sebuah film
memungkinkan penontonnya untuk mengamati proses suatu kejadian. Film
menggambarkan gerak, dan menunjukkan situasi yang melibatkan gerakan. Jika
gerak bukan merupakan faktor utama, sebuah foto yang baik, slide, atau filmstrip
mungkin sama-sama efektif.
Dalam IPS, film bisa disesuaikan dengan berbagai tahap. Film sering digunakan
pada awal unit untuk membangun latar belakang umum dari pengalaman atau untuk
membangkitkan minat. Film juga dapat digunakan selama tahap bekerja untuk
menambahkan makna pada materi yang sedang dibaca, atau film dapat digunakan
pada tahap akhir penelitian untuk meringkas dan memperkuat ide-ide yang telah
dikembangkan. Film bisa menjadi stimulus bagi diskusi dan penelitian lebih lanjut.
c. Filmstrips
Ketika gerakan tidak penting dalam gambar, filmstrips dapat digunakan secara
efektif sebagai film. Filmstrips menawarkan keuntungan lebih dari film dalam hal
biaya, ketersediaan, dan penggunaannya. Karena biaya yang relatif rendah, sekolah
biasanya menyimpan koleksi filmstrip mereka sendiri. Oleh karena itu, bila
diperlukan dapat segera digunakan. Sebuah fitur instruksional yang baik dari
filmstrips adalah bisa mendiskusikan isinya karena sedang ditampilkan. Jika kita
memerlukan gambar yang sudah ditampilkan sebelumnya, filmstrip dapat
menunjukkan kembali gambar tersebut.
Filmstrips dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan dalam IPS. Filmstrip
di Amerika, misalnya, memberikan gambaran yang jelas tentang fitur fisik kawasan
ini dan dengan demikian membantu dalam memahami simbol peta dan memberikan
kesiapan yang baik untuk membaca peta. Hal ini berguna untuk memperkenalkan
anak-anak ke negara-negara lain di dunia, menunjukkan bagaimana orang-orang di
negeri-negeri lain tinggal, bekerja, dan bermain. Filmstrips berguna dalam
menyajikan materi yang mengikuti urutan tertentu, bagaimana mendapatkan surat
dari pengirim ke penerima, langkah-langkah dalam produksi susu, sejarah,
pertumbuhan dan pengembangan wilayah, arah erosi tanah, atau langkah yang harus
diikuti dalam beberapa darurat seperti kebakaran, tenggelam, kecelakaan, atau angin
topan. Sifat isi filmstrip akan menentukan bagaimana dan kapan dapat digunakan
paling efektif.
d. Slide
Fotografi slide telah digunakan di sekolah-sekolah selama bertahun-tahun.
Mereka mungkin dibeli dari lembaga-lembaga komersial atau dibuat sendiri oleh
guru-guru dan anak-anak. Mereka menggunakan pembelajaran yang sama seperti
gambar tetapi memiliki keuntungan untuk dapat dilihat oleh seluruh kelas pada satu
waktu. Banyak guru menggunakan kamera mereka sendiri dengan film 35mm warna
dan memiliki koleksi pribadi yang sangat baik dari slide.
e. Overhead Proyektor
Salah satu alat bantu pembelajaran yang paling berharga dan populer adalah
overhead proyektor (OHP). Perangkat ini fleksibel dan mudah digunakan. Guru
dapat menggunakan dengan 10 slide mika yang disiapkan transparan atau dapat
menggunakan lembaran kosong dan menulis langsung di atasnya dengan pensil,
pena, atau penanda slide. Perangkat ini dapat digunakan untuk beberapa tujuan yang
sama sebagai papan tulis konvensional namun memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan papan tulis. Sebagai contoh, slide atau gambar dapat digunakan
berulang kali, platform diterangi lebih mudah untuk menulis pada daripada papan
tulis, tidak ada debu kapur, tidak memerlukan ruangan yang benar-benar gelap.
Ruangan yang gelap hampir selalu memuaskan untuk digunakan dan dalam beberapa
kasus tidak gelap sama sekali diperlukan. Hal ini tidak mungkin untuk foto proyek
atau ilustrasi non transparan pada OHP. Satu transparansi dapat ditempatkan di atas
yang lain dalam pengembangan kumulatif dari sebuah ide "transparansi.".
Penggunaan overlays ini sangat membantu dalam mengembangkan ide-ide yang
mengikuti pola sekuensial. Guru mampu membuat transparansi sendiri untuk
digunakan dalam IPS.
f. Media Audio (Auditory Aids)
Selain materi visual, guru akan menemukan penggunaan media pendengaran
untuk membantu dalam pembelajaran IPS. Bahan ini paling sering adalah dalam
bentuk rekaman tape, rekaman disc, dan sampai batas tertentu berupa radio. Perekam
tape relatif fleksibel dan mudah dioperasikan. Guru dapat merekam siaran radio
kapan saja, di malam hari atau pada Minggu sore, dan bermain selama beberapa
minggu atau bulan, kemudian pada saat yang tepat sebagian besar digunakan di kelas
dalam pembelajaran IPS.
Pita tercatat memiliki banyak kegunaan lain. Hal ini dapat digunakan, misalnya
untuk merekam pembicaraan perjalanan dengan para guru atau orang dewasa lain di
masyarakat yang tidak dapat mengunjungi kelas secara pribadi. Kuliah dari
pengunjung kelas juga dapat direkam untuk mengulang dan belajar di lain waktu.
Anak-anak dapat merekam diskusi kelas mereka untuk catatan kemajuan,
mengevaluasi pekerjaan mereka, atau sebagai referensi di masa mendatang. Mereka
juga dapat merekam presentasi dramatis, atau siaran berita. Mereka dapat
menyiapkan tampilan papan pengumuman dan mencatat penjelasan tentang materi
yang direkam. Akhirnya, tape recorder merupakan alat yang sangat diperlukan untuk
penyusunan sejarah lisan.
Rekaman disk konvensional yang berisi berbagai aspek sejarah tersedia melalui
sumber komersial. Rekaman ini dikoordinasikan dengan presentasi filmstrip dan
format suara. Disc rekaman juga membantu untuk kegiatan musik dan tari yang
berhubungan dengan IPS.
g. Televisi
Penelitian tentang kebiasaan menonton televisi anak-anak di luar jam sekolah
menunjukkan bahwa menonton televisi adalah hobi mapan hampir semua anak
sekolah Amerika. Penelitian tersebut secara konsisten telah menunjukkan bahwa
anak-anak melihat televisi sebanyak dua hingga empat jam atau bahkan lebih setiap
hari selama seminggu. Jumlah ini akan meningkat pada akhir pekan. Anak-anak
sudah akrab dengan media ini dan terbiasa untuk melihat substansi program yang
kadang kurang berkualitas.
Ada kecenderungan banyak guru untuk menggunakan televisi sebagai sumber
belajar. Jika televisi memiliki nilai pembelajaran, hal ini terjadi karena televisi dapat
melakukan beberapa hal yang tidak bisa lakukan sama sekali oleh media lain.
Televisi pendidikan dapat memberikan bantuan luar biasa pada guru SD,
memperkaya dan menghidupkan IPS, membantu mencapai tujuan yang belum bisa
dicapai melalui penggunaan buku dan sumber belajar konvensional lainnya.
Salah satu kontribusi televisi yang berharga dalam pembelajaran IPS adalah untuk
memotivasi anak-anak. Program televisi memiliki sumber belajar yang sangat
lengkap mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia. Kejadian-kejadian ini bisa
digunakan untuk membangun program yang sangat menarik dan memotivasi.
Televisi dapat menjangkau ruang dan waktu dengan membawa acara yang relevan ke
ruang kelas. Televisi visual bisa mengangkut anak-anak ke daerah-daerah yang
mereka pelajari. Selain itu juga dapat memberikan keterangan kepada mereka yang
mungkin tidak akan mereka rasakan jika tidak berada di sana. Pihak berwenang yang
paling terkemuka dan para pemimpin dunia dapat menjadi guru mereka melalui
televisi. Kemampuan dramatis yang bisa diproduksi televisi dapat digunakan dalam
menghidupkan subjek yang menarik untuk anak-anak.
Kontribusi kedua adalah televisi memberikan informasi yang tidak tersedia
melalui sumber-sumber lainnya. Tidak ada media lainnya yang dapat memungkinkan
anak berperan sebagai saksi pelantikan presiden di negara lain yang jaraknya seribu
mil jauhnya. Seorang pemuda dari Papua tidak dapat mengunjungi semua ruang
kelas di sebuah kota besar dan mengatakan hal-hal menarik tentang tanah airnya.
Akan tetapi pemuda itu bisa berbagi ide dengan anak-anak melalui televisi.
Kekuatan utama dari televisi adalah dapat merakit dan mendistribusikan informasi
secara luas dan cepat.
Kontribusi ketiga televisi untuk IPS adalah untuk mengklarifikasi, menjelaskan,
menafsirkan, dan memperkaya informasi yang mungkin tersedia melalui sumber-
sumber lainnya. Sebagai contoh, seorang kurator museum mungkin dapat
menjelaskan arti agama artifak tertentu dari orang-orang India yang tinggal di
wilayah tersebut. Sebuah otoritas atau traveler mungkin dapat memberikan rincian
yang menarik untuk membantu anak-anak memahami mengapa orang-orang dari
budaya lain melakukan beberapa hal tertentu seperti yang mereka lakukan. Televisi
adalah media yang tepat untuk pengetahuan yang penting karena dapat memberikan
data pribadi yang tidak tersedia melalui sumber-sumber lainnya.
Peningkatan jumlah sekolah telah perekam kaset video yang tersedia, dan ini telah
meningkatkan fleksibilitas media ini. Tidak ada lagi yang perlu untuk melihat
program pada saat yang tepat itu adalah siaran televisi. Dalam hal apapun, ketika
menggunakan televisi selalu dibutuhkan persiapan oleh guru dan anak-anak sebelum
program dilaksanakan dan kepuasan yang diperoleh setelah melihat. Biasanya,
kebermaknaan tayangan secara keseluruhan tergantung pada hal-hal yang telah
dilakukan kelas untuk mempersiapkan diri untuk melaksanakan program ini dan
tagihan yang harus dilakukan pelajar setelah mereka menyaksikannya. Biasanya,
stasiun televisi pendidikan menyediakan panduan pengajaran bagi guru yang akan
membantu dalam mempersiapkan perencanaannya dan memberikan tindak lanjut
kegiatan yang relevan.
h. Kamar Lingkungan
Lingkungan yang terencana dapat menstimulasi, membangkitkan, dan
mempertahankan minat kelas untuk melakukan banyak hal serta menyediakan
banyak cara bagi anak untuk belajar. Hal ini bisa dilakukan jika sekolah tertentu
memiliki sarana dan prasarana memadai. Ruang kelas disusun sedemikian rupa
sehingga memberikan kesempatan pada anak-anak untuk bisa bermain peran sebagai
anggota keluarga, menata meja, mencuci piring, dan sebagainya. Untuk
memfasilitasi kreatifitas anak, sekolah bisa menyediakan bahan manipulatif sehingga
anak dapat membangun kantor pos atau terminal bus. Anak-anak juga membutuhkan
media seni, seperti cat, kapur, krayon, tanah liat, kertas berwarna, untuk
mengekspresikan ide dan perasaan melalui ekspresi kreatif. Demikian pula, buku,
peta, bola dunia, foto, model, pameran, peralatan, cat, bahan seni, kostum, dan papan
pengumuman yang menarik dan informatif.
Penyusunan kamar lingkungan juga bisa meningkatkan atau menghambat belajar.
Ketika memasuki ruang kelas, anak merasakan kenyamanan dan kebebasan.
Seyogyanya, ruang-ruang kelas di sekolah dasar, khususnya kelas yang memang
dijadikan model, diatur sebagus mungkin sehingga secara psikologis anak merasa di
rumah sendiri ketika berada di dalamnya. Ruang kelas seperti itu menyediakan
bahan-bahan yang merangsang tumbuhnya rasa ingin tahu dan minat anak-anak.
Selain itu juga bisa memberikan kehangatan, keramahan, dan keamanan pada anak-
anak.
i. Papan Buletin
Modern dan yang dirancang dengan baik ruang kelas sekolah dasar memberikan
dengan murah hati untuk dinding papan buletin jenis stasioner. Selain itu, banyak
sekolah menyediakan berbagai macam jenis papan buletin portabel. Di kelas rendah,
anak-anak bisa menyarankan beberapa material yang ditempatkan pada papan
buletin, tetapi tampilan yang sebenarnya harus ditangani oleh guru seluruhnya.
Ketika anak-anak duah naik ke kelas tinggi, mereka dapat diberi tanggung jawab
yang lebih banyak untuk mengirim bahan sendiri.
Untuk membuat tampilan papan buletin dengan efektif, guru harus
memperhatikan unsur-unsur tertentu dalam penyusunannya:
1) Tampilkan informasi yang menarik dan berwarna. Informasi ditampilkan melalui
beberapa bahan yang terbuat dari kertas konstruksi gelap, kertas bergelombang,
karton, benang, aluminium foil, atau material yang memiliki desain terkait
seperti jaket dibuang buku atau surat kabar.
2) Gunakan suara prinsip-prinsip desain, keseimbangan, urutan, dan warna. Materi
yang ditampilkan terlalu banyak akan memberikan efek berantakan. Sesuaikan
tampilan dengan kondisi fisik ruangan. Beberapa hal mendasar yang harus
diperhatikan adalah pertimbangan dan ketinggian pintu jendela, tujuan tampilan
lainnya, pencahayaan, dan lokasi layar. Atur efek-efek yang dipilih dengan
mengembangkan kontinuitas di layar.
3) Ubah tampilan secara rutin, dan gunakan variasi materi yang ditampilkan. Semua
bahan yang ditampilkan harus ada tujuannya, dan setelah mencapai
tujuannya,selanjutnya materi tersebut harus dihapus, digantikan materi baru.
4) Luangkan waktu untuk mendiskusikan materi di papan buletin, memperhatikan
materi baru, mengajarkan langsung dari papan buletin dari waktu ke waktu.
5) Dorong anak-anak untuk membawa atau menyiapkan bahan yang sesuai untuk
tampilan papan. Begitu anak-anak cukup matang, libatkan mereka dalam
perencanaan dan persiapan.
3. Masyarakat Setempat
Hal yang harus dilakukan guru berkaitan dengan sumber belajar ini adalah bahwa
manusia melakukan proses pembelajaran seumur hidup dalam masyarakat. Proses sosial
tersebut berfungsi seribu kali lipat dalam komunitas di seluruh dunia. Dalam komunitas
lokal, anak diperkenalkan tentang konsep geografis, cara hidup dalam suatu kelompok,
pelaksanaan pemerintahan, produksi dan distribusi barang jasa, dan warisan sejarah
bangsa yang kaya. Pada sebagian besar masyarakat Indonesia, anak bisa melihat bukti
bahwa orang yang berasal dari latar belakang berbeda, kebangsaan, kepercayaan, agama,
dan ras yang bervariasi, bisa hidup dan bekerja bersama secara harmonis.
Guru dapat menggunakan masyarakat lokal dengan dua cara dasar. Salah satunya
adalah membawa beberapa bagian masyarakat ke kelas, sementara yang lain adalah
membawa siswa ke suatu tempat atau menemui orang penting di masyarakat. Ketika
menggunakan cara yang ke dua, guru disarankan membawa anak-anak sekolah dasar ke
masyarakat hanya untuk pengalaman yang tidak dapat ditiru di dalam kelas. Sebagai
contoh, proses penggilingan padi menjadi beras tidak dapat diamati di dalam kelas,
sehingga guru harus membawa anak-anak ke tempat penggilingan jika proses ini harus
diamati secara langsung. Guru memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar
dengan cara meminta anak-anak membawa bahan-bahan dari rumah untuk disusun
dalam papan buletin, meminta bantuan orang tua siswa, mencari buku dari perpustakaan
umum, menggunakan koran lokal, atau ketika anak-anak membawa barang-barang dari
rumah untuk berbagi dengan orang lain. Pengalaman pribadi anak dengan masyarakat di
sekitarnya dan berbagi dengan teman lain di kelas merupakan contoh penggunaan
masyarakat sebagai sumber belajar.
Guru harus selalu memilih dengan hati-hati orang-orang yang diundang untuk
menghabiskan waktu di kelas dengan para siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Beberapa orang tidak harus diminta untuk berbicara dengan anak-anak karena mereka
tidak mampu membuat anak-anak mengerti, tidak memahami anak-anak, mereka bebas
mengekspresikan sikap atau keyakinan yang mungkin bisa menyinggung perasaan
anggota kelompok, atau mereka kurang memahami pentingnya kunjungan ke kelas.
Guru harus merencanakan terlebih dahulu dan membicarakan dengan tamu yang akan
diundang ke kelas, tujuan kunjungan, dan poin yang akan dibahas. Selain itu, anak-anak
harus disiapkan untuk membuat daftar pertanyaan dan sopan-santun yang harus dijaga.
Dengan cara seperti ini, tokoh masyarakat yang diundang dapat memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap program pembelajaran IPS. Mereka yang dapat dipilih, baik
untuk keperluan wawancara maupun sebagai sumber belajar dikelas mencakup: tokoh
masyarakat, anggota masyarakat yang menguasai sejarah lokal, wartawan surat kabar,
orang-orang profesional (dokter, pengacara), pejabat lokal, dll.
Perencanaan yang memadai akan membantu guru mengantisipasi beberapa
permasalahan yang mungkin timbul sehubungan dengan kunjungan lapangan. Selain itu,
hal tersebut juga akan menghasilkan perjalanan edukasional yang berharga. Kunjungan
lapangan yang tidak dipersiapkan dengan baik dan tidak memiliki tujuan, dapat
membahayakan keselamatan anak-anak dan dapat menghancurkan proses dan hasil
pembelajaran yang seharusnya bisa dibangun di dalam kelas. Meskipun perjalanan
lapangan harus menyenangkan bagi semua orang termasuk guru, pertama-tama dari
semua pengalaman pendidikan, dan tujuan utamanya bukan untuk tamasya
menyenangkan bagi orang yang mengikutinya. Perencanaan yang baik untuk
memastikan bahwa perjalanan akan menjadi sesuatu yang menyenangkan serta
pengalaman pendidikan. Saran dalam mempersiapkan perjalanan lapangan (field trip)
berikut ini dapat membantu dalam mencapai tujuan tersebut.
Menyiapkan Perjalanan
a. menetapkan tujuan perjalanan dengan jelas, dan memastikan bahwa anak-anak
memahami tujuan tersebut. Karya wisata tersebut harus memberikan kesempatan
untuk belajar yang tidak mungkin dilakukan di dalam kelas.
b. Mendapatkan izin administrasi untuk perjalanan lapangan, dan membuat perjanjian
dengan biro perjalanan. Akan lebih baik jika menggunakan transportasi umum atau
bus sekolah daripada menggunakan mobil pribadi. Ketika menggunakan mobil
pribadi, guru tidak pernah yakin apakah sopir benar diasuransikan, kompeten di
belakang kemudi, atau bahkan jika pengemudi memiliki surat ijin mengemudi yang
masih berlaku.
c. Menyiapkan semua pengaturan awal yang diperlukan di tempat kunjungan. Ini harus
mencakup waktu perjalanan sampai ke tujuan, tempat-tempat mana saja yang wajib
dikunjungi anak-anak, siapa saja yang akan membimbing mereka, dan sebagainya.
Disarankan bahwa sebelumnya guru menyiapkan pemilihan waktu karya wisata
dengan anak-anak. Ini akan mengingatkan guru untuk keadaan dan situasi yang
harus didiskusikan dengan anak-anak sebelum meninggalkan kelas. Pastikan bahwa
pemandu karyawisata menyadari tujuan karyawisata.
d. Studi literatur pada subjek yang akan dikunjungi. Guru harus mempersiapkan
pendekatan kunjungan lapangan terlebih dahulu. Pengetahuan ini nantinya akan
berharga dalam membantu anak-anak mempersiapkan perjalanan lapangan, memulai
tindak lanjut dan kegiatan belajar.
e. Mendapatkan izin tertulis dari orang tua masing-masing anak untuk melanjutkan
perjalanan. Bagi anak-anak yang tidak membawa dan tidak dapat menunjukkan surat
izin yang telah ditandatangani orang tua, tidak diperbolehkan mengikuti karya
wisata. Meskipun tindakan ini tidak dengan sendirinya membebaskan guru dari
tanggung jawab atau kewajiban ketika terjadi peristiwa kecelakaan. Surat izin
tersebut menunjukkan kepada guru bahwa orang tua mengetahui perjalanan lapangan
dan menyetujui anak pergi. Masing-masing sekolah memiliki berbagai bentuk untuk
tujuan ini yang diisi oleh guru dan dikirim ke orang tua anak untuk ditandatangani.
f. Siapkan kelas untuk karyawisata. "Apa yang ingin kita cari tahu? Adakah hal-hal
tertentu yang ingin kita cari? “Pertanyaan apa yang ingin kita tanyakan pada
pemandu?" Perencanaan dan persiapan hati-hati yang dilakukan para guru akan
membantu anak-anak menjadi lebih taat dan membuat kegiatan penelitian yang nyata
melalui karyawisata. Anak-anak mungkin akan dibawa ke tempat yang sebelumnya
sudah mereka kunjungi. Sebagian besar dari mereka telah melihat kereta, banyak
dari mereka telah ke bandara, beberapa telah ke pelabuhan, dan semua telah ke
pompa bensin. Lalu, mengapa sekolah harus membawa anak-anak ke tempat-tempat
seperti pada kunjungan lapangan? Jawabannya adalah bahwa ada tujuan yang
berbeda untuk perjalanan lapangan dibandingkan dengan kunjungan insidentil.
Anakanak disiapkan untuk mencari hal-hal yang tidak akan mereka lihat. Diskusikan
dengan anak-anak bagaimana mereka mencatat informasi yang diperoleh dalam
perjalanan mereka. Jika mereka mencatat, ajarkan keterampilan mencatat hal-hal
penting.
Kelas harus menetapkan standar perilaku untuk perjalanan sebelum meninggalkan
sekolah. Anak-anak cepat untuk menerima tantangan bahwa tanggung jawab
perjalanan yang baik terletak pada pribadi masing-masing anggota kelompok. Waktu
yang dihabiskan dalam mempersiapkan karya wisata akan memberikan keuntungan
ketika perjalanan sedang berlangsung. Tidak ada yang lebih memalukan bagi guru,
lebih merusak hubungan masyarakat dengan sekolah, atau lebih parah dengan tujuan
karyawisata dari sekelompok anak-anak kasar dan sulit diatur. Hal ini sering terjadi
ketika anak-anak tidak dipersiapkan secara memadai ketika melakukan karya wisata.
g. Jika perjalanan yang akan dilakukan cukup panjang, perlu dibuat pengaturan untuk
ruang makan dan fasilitas kamar kecil. Bawalah perlengkapan P3K.
h. Memiliki rencana alternatif untuk mengantisipasi cuaca buruk atau sesuatu yang
mengganggu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.
Melakukan Perjalanan
i. Ambil roll sebelum meninggalkan area sekolah, dan sering "menghitung hidung"
selama perjalanan untuk memastikan bahwa beberapa dari anak-anak tidak menjadi
hilang atau tertinggal di kamar kecil di sepanjang jalan. Ketika bepergian dengan
anak-anak, salah satu ide yang baik adalah menempatkan mereka secara berpasangan
karena seorang anak akan tahu dan segera melaporkan tidak adanya pasangan. Untuk
membantu mengawasi mereka dan memastikan perjalanan yang aman, guru harus
mengatur agar orang dewasa lain menemani kelompok. Guru biasanya bisa
mengandalkan orang tua untuk membantu dengan cara ini, tetapi harus
merencanakan pertemuan dengan mereka sebelum perjalanan dan menjelaskan
tujuan, standar perilaku, rute yang akan diikuti, dan rincian penting lainnya. Orang-
orang dewasa yang bertugas menemani anak-anak juga harus disiapkan untuk
mengikuti wisata.
j. Tiba di tempat yang telah ditentukan tepat waktu, dan meminta anak-anak untuk
menyiapkan panduan. Pastikan memperkenalkan panduan untuk kelas. Mengawasi
anak-anak dari dekat selama kegiatan untuk mencegah kecelakaan atau cedera.
Sebelum berangkat, periksa lagi untuk memastikan semua anak ada dalam kelompok
mereka.
k. Pastikan berapa lama waktu yang diizinkan untuk menjawab pertanyaan anak-anak.
l. Pastikan bahwa setiap anak dapat melihat dan mendengar secara memadai. Pastikan
bahwa kesimpulan dibuat sebelum perjalanan disimpulkan.
Mengevaluasi Perjalanan
m. Libatkan kelas dengan kegiatan tindak lanjut yang tepat. Hal ini harus mencakup
menulis catatan terima kasih untuk perusahaan dan orang-orang dewasa yang
mendampingi kelas. Di kelas rendah, anak-anak harus didikte seperti menulis surat
kepada guru yang ditulis di papan tulis atau diagram. Masing-masing anak kemudian
menyalin dan memilih satu atau beberapa untuk dikirim. Guru dan anak-anak juga
berhati-hati mengevaluasi sejauh mana tujuan perjalanan yang telah dicapai.
"Apakah kita telah mencapai apa yang ditetapkan untuk dilakukan? Apakah kita
mendapatkan jawaban atas pertanyaan kita? Apakah kita belajar mengenai sesuatu
yang tidak kita ketahui sebelumnya? Apa sajakah hal-hal lain yang ingin kita
ketahui? Guru dan anak-anak amengevaluasi pelaksanaan kegiatan terutama dalam
hal standar yang ditetapkan sebelum perjalanan dilakukan. Evaluasi ini harus selalu
menyertakan beberapa reaksi yang menguntungkan serta cara di mana kelompok
memperbaikinya di perjalanan berikutnya. Sebuah daftar mungkin terbuat dari saran
untuk perbaikan ini akan disimpan untuk diperiksa sebelum perjalanan berikutnya
dilakukan.
n. Diskusikan pengayaan proyek di mana anak-anak mungkin terlibat untuk studi lebih
lanjut seperti aktivitas konstruksi, cerita asli, laporan, drama dramatis, dan buku
harian/survei sumber daya lain yang tersedia dalam masyarakat untuk belajar.
o. Gunakan kesempatan untuk menarik informasi dan pengalaman berbentuk
karyawisata dalam mata pelajaran lain yang diajarkan di kelas. Setiap masyarakat
memiliki tempat yang dapat dikunjungi oleh kelas dan dengan demikian dapat
memberikan kontribusi pada pengayaan pembelajaran IPS. Ini akan berbeda dari
satu tempat ke tempat lain, tapi salah satu dari beberapa tempat berikut dapat
digunakan: Pabrik, peternakan, rumah sakit, dataran banjir, daerah tererosi, situs
bendungan, situs sejarah, monumen, masyarakat sekitar, stasiun kereta api, bandara,
kantor pos, kebun binatang, taman, galeri seni, fasilitas pencetakan surat kabar,
museum, perpustakaan, pusat perbelanjaan, stasiun pemadam kebakaran, rumah
sakit, dll.

Anda mungkin juga menyukai