Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PENGARUH TEORI KOGNITIF JEAN PIAGET TERHADAP

PERKEMBANGAN MORAL SISWA SEKOLAH DASAR


MELALUI PEMBELAJARAN IPS

Dwi Wijayanti

Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
E-mail: dwi_wijayanti1106@yahoo.com

Abstract: Jean Piaget is known as the founder of constructivist learning. The theory regardes
basically each student has knowledge before they have been treated in learning process. Cognitive
development is also covering theory of moral logical development. A social study learning is learning
closely related to value and morality, a social study learning will tend to social cognition so influents
students morality. In fact, social study learning is still experiencing some problems. Therefore, value
and morality internalization to social study learning needs to be prepared and planned continuously
by pressing to each different level. The higher cognitive level is the more mature comprehensive
element and responsibility. Due to, the attitude and their action will always be based by responsibility
to their selves and environment.

Keywords: cognitive, asocial study learning, and morality

Pada dasarnya proses perkembangan sosial dan kognitif seseorang berlangsung tidak lepas dari
moral selalu berkaitan dengan proses belajar. lingkungan sosial yang meliputi keluarga, sekolah,
Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu,
sosial sangat bergantung pada kualitas proses pembelajaran IPS sangat penting diajarkan kepada
belajar (khususnya belajar sosial), baik di anak sejak Sekolah Dasar (SD).
lingkungan sekolah, keluarga, maupun di Secara konseptual tujuan mata pelajaran IPS
lingkungan masyarakat. Hal ini berarti bahwa menurut yaitu:
proses belajar sangat menentukan kemampuan (1) mengenal  konsep-konsep yang berkaitan
siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang dengan kehidupan  masyarakat dan
selaras dengan norma moral, agama, tradisi, dan lingkungannya; (2) memiliki kemampuan
hukum yang berlaku dalam masyarakat. dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
Jean Piaget (1932:7) dalam bukunya yang ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah,
berjudul “The Moral Judgment of the Child” dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
menyebutkan bahwa ada keterkaitan antara (3) memiliki komitmen dan kesadaran
perkembangan kognitif seorang anak terhadap terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
pemahaman moral. Semakin tinggi pemahaman (4) memiliki kemampuan berkomunikasi,
kognitif maka semakin tinggi pula tingkat bekerjasama dan berkompetisi dalam
pemahaman moral. Pembelajaran IPS merupakan masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
pembelajaran yang berkaitan erat dengan nilai dan nasional, dan global (Depdiknas, 2006).
moralitas (value and morality). Melalui pelajaran Menurut Udin S. Winataputra (2010: 11-
IPS, siswa memperoleh pemahaman tentang 12) ada tiga tradisi pedagogis dalam kajian
konsep diri dan juga lingkungan sekitarnya. IPS yaitu (1) Tradisi, Social Studies Taught as
IPS menuntun siswa untukmemahami peran Citizenship Transmission. Tradisi ini bertujuan
mereka dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, untuk mengembangkan warga negara yang baik,
pembelajaran IPS akan mengarah pada kognisi sesuai dengan nilai dan norma yang ada di suatu
sosial, sehingga mempengaruhi moralitas siswa. masyarakat, bangsa atau negara. (2) Tradisi, Social
Kognisi sosial merupakan cara pandang dan Studies Taught as Social Science. Tradisi ini terkait
berpikir mengenai dunia sosial. Perkembangan dengan pembentukan warga negara yang baik

83
84 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 1, Nomor 2, Januari 2015, hlm. 83-92

(good citizens), yang ditandai dengan kemampuan kehidupan sehari-hari. Terkait dengan hal tersebut
dalam melihat dan mengatasi masalah-masalah paparan tulisan ini memberikan gambaran tentang
sosial dan personal dengan menggunakan cara implikasi teori kognitif terhadap perkembangan
kerja ilmuwan sosial. (3) Tradisi, Social Studies moral anak dalam pembelajaran IPS, terutama
Taught as Reflective Inquiry, merupakan tradisi untuk siswa Sekolah Dasar (SD).
yang ditandai dengan pembentukan warga negara
yang baik dengan ciri utamanya kemampuan
PEMBAHASAN
mengambil keputusan dalam upaya mencari
nilai tambah dan memecahkan masalah-masalah Konsep Pembelajaran IPS
sosial. Dengan demikian melalui mata pelajaran Istilah Ilmu pengetahuan sosial merupakan
IPS diharapkan kemampuan kognitif seorang terjemahan dari National Council for Social
anak akan berpengaruh pada moralitasnya dalam Studies (NCSS). Menurut NCSS:
berperilaku di kehidupan sehari-hari. “social studies is the integrated of the social
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tujuan science and humanities to promote civic
pembelajaran IPS tersebut belum sepenuhnya competence. Within the school program, social
tercapai. Pembelajaran IPS di sekolah dasar lebih studies provides coordinated, systematic
mengarah pada pencapaian kognitif siswa daripada study drawing upon such disciplines as
keterampilan sosial yang harus mereka miliki. Hal anthropology, archaeology. Economics,
ini dapat dilihat dengan adanya sistem ranking geography, history, law, philopophy,
kelas berdasarkan nilai raport. Siswa dengan political science. Psychology, religion dan
predikat ranking 1 adalah mereka yang memiliki sociology. As well as appropriate content
nilai ujian akhir semester tertinggi, meskipun from humanities, mathematics and natural
mungkin perilaku sosialnya kurang begitu baik. science.” (artinya Studi sosial merupakan
Bisa saja nilai tinggi diperoleh dari hasil mencontek studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial untuk
dan lain-lain. Hal ini menujukkan bahwa raport mengembangkan potensi kewarganegaraan
dijadikan sebagai tolak ukur pencapaian seorang yang dikoordinasikan dalam program sekolah
siswa dalam pembelajaran. Raport menilai siswa sebagai pembahasan sistematis yang dibangun
dari segi kognitif saja, sedangkan segi afektif di atas disiplin ilmu seperti antropologi,
dan psikomotor kurang terakomodasi. Tidak arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum,
hanya itu, maraknya kasus kekerasan seksual filsafat, ilmu-ilmu politik, psikologi, agama,
yang dilakukan oleh siswa SD, tawuran sesama sosiologi, dan juga memuat isi dari humaniora
siswa SD, pencurian, merokok dan sebagainya dan ilmu-ilmu alam).
semakin menunjukkan bahwa pembelajaran IPS Nursid Sumaatmadja (2008:123) menyatakan
selama ini kurang mampu mentransfer nilai-nilai bahwa ilmu pengetahuan sosial dapat diartikan
moral dengan baik, sehingga muncul berbagai sebagai semua bidang ilmu pengetahuan manusia
penyimpangan sosial tersebut. dalam konteks sosialnya atau sebagai anggota
Dari segi metode pembelajaran, pembelajaran masyarakat, yang mencakup disiplin ilmu sosiologi
IPS masih banyak menggunakan metode antropogi, ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, ilmu
konvensional yang menempatkan guru sebagai hukum, psikologi sosial, geografi, ilmu sejarah,
pusat pembelajaran di kelas (teacher centered), ilmu politik,dan ilmu manajemen. Konsep IPS,
sehingga kemampuan berpikir kritis anak kurang yaitu: (1) interaksi, (2) saling ketergantungan, (3)
terasah dengan baik. Selain itu, guru yang kesinambungan dan perubahan, (4) keragaman/
mengajarkan IPS terpadu bukanlah guru yang kesamaan/perbedaan, (5) konflik dan konsesus,
memiliki latar belakang IPS, sehingga akan sulit (6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaan
memahami konsep-konsep atau teori-teori yang (power), (9) nilai kepercayaan, (10) keadilan
ada dalam pelajaran IPS. Guru yang seperti itu dan pemerataan, (11) kelangkaan (scarcity),
akan bardampak pada cara pembelajaran IPS (12) kekhususan, (13) budaya (culture), dan (14)
yang dilakukan lebih menekankan pada hafalan nasionalisme.
saja sehingga keterampilan-keterampilan berpikir Tujuan pembelajaran IPS, antara lain
dalam IPS tidak dikembangkan. mengantarkan, membimbing dan mengembangkan
Melihat banyaknya permasalahan dalam potensi siswa agar: (1) menjadi warga
pembelajaran IPS tersebut maka perlu adanya negara (dan juga warga dunia) yang baik;
pembelajaran yang komprehensif dan lebih (2) mengembangkan pemahaman mengenai
bermakna. Pembelajaran IPS akan lebih bermakna pengetahuan dasar keekonomian, kesejarahan,
apabila pembelajaran tersebut dilakukan sesuai kegeografian, kesosiologian, kewarganegaraan,
dengan level perkembangan kognitif siswa. Oleh dan kemasyarakatan, (3) mengembangkan
karena itu, materi yang diajarkan dapat dipahami kemampuan berpikir kritis dengan penuh
siswa dengan baik dan mudah diterapkan dalam kearifan dan keterampilan inkuiri untuk dapat
Dwi Wijayanti, Analisis Pengaruh Teori Kognitif 85

memahami, menyikapi, dan mengambil langkah- 2. Asimilasi dan Akomodasi


langkah untuk ikut memecahkan masalah sosial Asimilasi adalah proses kognitif dimana
kebangsaan, (4) membangun komitmen terhadap seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
nilai-nilai kemanusiaan dan menghargai serta ikut atau pengalaman baru ke dalam skema atau
mengembangkan nilai-nilai luhur dan budaya pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Indonesia, dan (5) mengembangkan kemampuan Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu
berkomunikasi dan bekerja sama dalam kehidupan proses kognitif untuk menempatkan dan
masyarakat yang majemuk, baik lokal, regional mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan
maupun internasional (Sardiman, 2006: 6). yang baru kedalam skema yang ada. Setiap
Dari deskripsi tersebut dapat dipahami orang secara terus menerus mengembangkan
bahwa mata pelajaran IPS di SD merupakan proses ini.
sebuah studi yang terkoordinasi, sistematis yang Menurut Piaget, proses asimilasi dan
dikembangkan astas dasar konsep-konsep disiplin akomodasi ini terus berlangsung dalam diri
ilmu kewarganegaraan, antropologi, arkeologi, seseorang. Akomodasi adalah pembentukan
ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu- skema baru atau mengubah skema lama,
ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi, dan sehingga cocok dengan rangsangan yang
juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu baru, atau memodifikasi skema yang ada
alam. IPS merupakan studi terintegrasi yang sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.
mempelajari manusia sebagai makhluk sosial Skema seseorang dibentuk oleh pengalaman
dan sebagai anggota masyarakat, yang dijadikan sepanjang waktu. Skema menunjukkan taraf
sebagai mata pelajaran dalam sekolah sebagai pengertian dan pengetahuan seseorang saat
pembahasan yang sistematis. ini tentang dunia sekitarnya (Paul Suparno,
2001:23).
Konsep dalam Teori Kognitif Jean Piaget Menurut Piaget (via John L. Philips,
Menurut Piaget proses belajar secara garis 1969:9) “Accommodation and assimilation
besar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yakni are called Functional Invariants, because
(1) asimillasi, (2) akomodasi dan (3) equilibrasi. they are characteristic of all biological
Proses asimilasi adalah proses penyatuan system, regardless of the varyng contents of
(pengintegrasian) informasi baru ke strukut these systems”. Asimilasi dan akomodasi
kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. disebut sebagai invarian fungsional karena
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif mereka terjadi disemua level perkembangan
ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah intelektual.
penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi 3. Skema
dan akomodasi (Hamzah B Uno, 2006:11).
Menurut Paul Suparno (2001: 18) ada beberapa Skema adalah potensi umum untuk
konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah melakukan satu kelompok perilaku.
memahami teori perkembangan kognitif atau teori Misalnya potensi umum untuk melakukan
perkembangan Piaget yaitu sebagai berikut. hal-hal tertentu seperti menghisap, menatap,
menggapai atau memegang. Skema memegang
1. Inteligensi adalah kemampuan umum untuk memegang
sesuatu. Skema lebih dari sekedar manifestasi
Menurut Claraparede dan Stern (dalam
refleksi memegang saja. Skema memegang
Piaget, 1981:9) intelligence is a mental
dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang
adaptation to newcircumstances (integensi
membuat semua tindakan memgang bisa
sebagai suatu adaptasi mental pada lingkungan
dimungkinkan.
baru). Piaget (1981:6) mengartikan intelegensi
Suatu skema dapat dianggap sebagai
secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan
elemen dalam struktur kognitif organisme.
secara ketat. Ia memberikan definisi umum
Skema yang ada dalam organisme akan
yang lebih mengungkap orientasi biologis.
menetukan bagaimana ia akan merespon
Menurutnya, intelligence is the form of
lingkungan fisik. Skema dapat muncul dalam
equilibrium towards which all the structures
bentuk perilaku yang jelas seperti dalam kasus
arising out of perception, habit and elementary
memegang atau dapat muncul dalam bentuk
sensorimotor mechanisms tend (intelegensi
perilaku tersamar. Manifestasi perilaku
adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana
yang tidak jelas dapat disamakan dengan
semua struktur yang menghasilkan persepsi,
tindak berpikir (Hergenhahn & Matthew,
kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor
2008:314).
diarahkan).
86 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 1, Nomor 2, Januari 2015, hlm. 83-92

4. Ekuilibrasi mengubah skema itu dalam berhubungan


Ekuilibrasi adalah keseimbangan dengan lingkungannya.
antara asimilasi dan akomodasi, sedangkan 6. Pengetahuan figuratif dan operatif
diskuilibrasi adalah keadaan tidak
Piaget membedakan antara pengetahuan
seimbangnya antara proses asimilasi dan
figuratif dan pengetahuan operatif. Pengetahuan
akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat
figuratif di dapatkan dari gambaran langsung
seseorang menyatukan pengalaman luar
seseorang terhadap objek yang dipelajari.
dengan struktur dalamnya. Menurut Piaget
Pengetahuan operatif di dapatkan karena orang
ekuilibrasi adalah tendensi bawaan untuk
itu mengadakan operasi terhadap objek yang
mengorganisasikan pengalaman agar
dipelajari (Paul Suparno, 2001:24)
mendapatkan adaptasi yang maksimal.
Ekuilibrasi secara sederhana didefinisikan
sebagai dorongan terus-menerus ke arah Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Jean
keseimbangan atau akuilibrasi (Hergenhahn Piaget
& Matthew, 2008:316). 1. Sensorimotor Stage (0-2 Tahun)
5. Adaptasi Dicirikan oleh tidak adanya bahasa. Karena
anak tidak menguasai kata untuk suatu benda.
Adaptasi terjadi dalam suatu proses
Anak-anak pada tahap ini bersifat egosentris.
asimilasi dan akomodasi. Di satu pihak
Objek akan tidak eksis bagi anak jika tidak
seseorang menyatukan atau mengasimilasi
menghadapinya secara langsung. Interaksi dengan
gambaran akan realitas luar dalam struktur
lingkungan adalah interaksi sensomotor dan hanya
psikologisnya (skema) yang sudah dimiliki
berkaitan dengan keadaan masa kini. Secara garis
untuk dicocokkan dengan lingkungannya.
besar, perkembangan periode-periode pada tahap
Tetapi di lain pihak kadang seorang harus
sensorimotor dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Tabel Perkembangan Kognitif Tahap Sensorimotor


Ciri Perkembangan
Periode Konsep Benda Konsep Ruang Konsep Kausalitas
Kognitif Umum

1 Refleks (umur 0-1 * Refleks Belum ada pembedaan Fragmentasi, - Egosentris


bulan) terpecah - Tidak ada kausalitas

2 Kebiasaan (umur * Kebiasaan 1. Belum ada pembedaan Mulai ada - Belum ada
1-4 bulan). l Kooordinasi tangan dan mulut gerakan diri dan benda koordinasi ruang pembedaan gerakan
l Ikuti benda yang bergerak dan luar diri dan objek luar
suara 2. Pembedaan awal - Kausalitas belum
l Imitasi awal berkembang

3 Reproduksi * Ulangi hal-hal yang menarik 1. Mulai ada Ada kordinasi Dirinya sebagai
kejadian yang l Koordinasi tangan dan mata 2. Antisipasi letak Benda ruang penyebab semua
menarik (umur l Perbedaan sarana dan tujuan yang bergerak kejadian
4-8 bulan) l Pengertian dan pemahaman awal 3. Klasifikasi benda awal

4 Kordinasi skemata * Perbedaan sarana dan tujuan 1. Permanensi benda Konsep ruang Awal kausalitas dari
(8-12 bulan) l Menemukan sarana baru 2. Mencari benda-benda ada, tetapi masih luar
l Koordinasi skemata yang tersembunyi berpusat pada
dirinya

5 Eksperimen (umur * Penemuan sarana baru 1. Permanensi benda Sadar akan Diri sebagai benda
12-18 bulan) l Adaptasi pada situasi baru 2. Tahu pemindahan hubungan antara diantara benda-benda
l Keingintahuan besar benda benda-benda dalam lain, sebagai objek
ruang, antarbenda tindakan
dan dirinya

6 Representasi * Representasi simbol mulai 1. Lengkap Sadar akan gerakan Sebab akibat disadari
(umur 18-24 l Koordinasi internal 2. Tahu benda yang tidak
bulan) l Meniru model yang baru atau tampak
yang tidak ada disitu

Sumber : Paul Suparno, Teori perkembangan kognitif Jean Piaget (2001:29).


Dwi Wijayanti, Analisis Pengaruh Teori Kognitif 87

2. Preoperational Thinking (2-7 Tahun) secara memadai dan menangani konsep angka.
Ditandai dengan mulai digunakannya Tetapi pada tahap ini proses pemikiran diarahkan
simbol-simbol untuk menghadirkan suatu pada kejadian riil yang diamati oleh anak.
benda atau pemikiran, khususnya penggunaan 4. Formal Operational (11 Tahun ke atas)
bahasa. Anak mulai membentuk konsep Kini anak dapat menangani situasi
sederhana. hipotesis dan proses berpikir mereka tidak lagi
3. Conctere Operation (8-11 Tahun) tergantung hanya pada hal-hal yang langsung
Dimulai dengan adanya penggunaan aturan dan riil. Anak mulai bisa berpikir abstrak.
kokret yang jelas. Anak kini mengembangkan (Hergenhahn & Matthew, 2008:320).
kemampuan untuk mempertahankan Secara jelas keempat tahap tersebut dapat
(konservasi), kemampuan mengelompokkan digambarkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2. Skema Empat Tahap Perkembangan Kognitif Piaget


No. Tahap Umur Ciri pokok Perkembangan
1 Sensorimotor 0-2 tahun * Berdasarkan tindakan
* Langkah demi langkah
2 Praoperasi 2-7 tahun * Penggunaan simbol/bahasa tanda
* Konsep intuitif
3 Operasi konkret 8-11 tahun * Pakai aturan jelas/logis
* Reversibel dan kekekalan
4 Operasi formal 11 tahun keatas * Hipotesis
* Abstrak
* Deduktif dan induktif
* Logis dan probabilitas
Sumber : Paul Suparno, Teori perkembangan kognitif Jean Piaget (2001: 25).

Teori Perkembangan Moral Menurut Jean orang dalam berinteraksi dengan orang lain. Para
Piaget pakar perkembangan anak mempelajari tentang
bagaimana anak-anak berpikir, berperilaku dan
Teori Piaget tentang perkembangan kognisi
menyadari tentang aturan-aturan tersebut. Minat
juga mencakup teori tentang perkembangan
terhadap bagaimana perkembangan moral yang
penalaran moral. Piaget percaya bahwa struktur
dialami oleh anak membuat Piaget secara intensif
dan kemampuan kognisi berkembang lebih dulu.
mengobservasi dan melakukan wawancara dengan
Kemampuan kognisi kemudian menentukan
anak-anak dari usia 4-12 tahun. Ada dua macam
kemampuan anak-anak bernalar tentang situasi
studi yang dilakukan oleh Piaget (1932:11)
sosial. Mengenai kemampuan kognisi, piaget
mengenai perkembangan moral anak dan remaja
berpendapat bahwa perkembangan moral
sebagai berikut.
berlangsung dalam tahap-tahap yang dapat
1. Melakukan observasi terhadap sejumlah
diprediksi, dalam hal ini dari tipe penalaran moral
anak yang bermain kelereng, sambil
yang sangat egosentris ke tipe penalaran moral
mempelajari bagaimana mereka
yang didasarkan pada sisitem keadilan berasarkan
bermain dan memikirkan aturan-aturan
kerjasama dan tindakan timbal balik (Slavin,
permainan.
2011:68).
2. Menanyakan kepada anak-anak
Dalam bukunya The Moral Judgement of the
pertanyaan tentang aturan-aturan etis,
Child, Piaget (1932: 9) menyatakan bahwa kesadaran
misalnya mencuri, berbohong, hukuman,
moral anak mengalami perkembangan dari satu
dan keadilan.
tahap dari tahap yang lebih tinggi. Pertanyaan
Piaget menghabiskan ribuan jam mengamati
yang melatarbelakangi pengamatan Piaget adalah
anak-anak yang sedang bermain dan menanyakan
bagaimana pikiran manusia menjadi semakin
mereka tentang perilaku dan perasaannya. la
hormat pada peraturan (sejauh mana peraturan
memusatkan perhatian pada bagaimana anak-
dianggap sebagai pembatasan) dan pelaksanaan
anak belajar berbicara, berfikir, bernalar dan
dari peraturan itu. Perkembangan moral berkaitan
akhirnya membentuk pertimbangan moral. Piaget
dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan
yakinbahwa anak-anak berfikir dengan cara yang
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh
berbeda dari orang dewasa dan bahwa manusia
88 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 1, Nomor 2, Januari 2015, hlm. 83-92

direncanakan secara biologis untuk bergerak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk


maju menuju pemikiran yang rasional dan logis menerima pendapat orang lain dalam situasi
melalui serangkaian tahap-tahap perkembangan sosial. Akibat sifat egosentris ini anak bisa
yang dapat diduga. Tahap “perkembangan” adalah membaurkan aspek subyektif dan obyektif
belajar dari suatu tahap untuk melangkah ke tahap suatu pengalaman.
berikutnya. Sama seperti anak kecil harus belajar Hal ini menunjukkan bahwa pandangan
berjalan sebelum dapat belajar berlari, ia harus anak terhadap kaidah-kaidah moral lebih
belajar patuh pada peraturan-peraturan eksternal merupakan suatu keberadaan nyata dan
sebelum ia dapat mengembangkan pengendalian tidak bisa diubah daripada sebagai alat yang
diri berdasarkan nilai-nilai moral. Piaget fleksibel yang dapat dipergunakan untuk
menyimpulkan bahwa anak-anak berfikir dalam mencapai tujuan dan nilai-nilai manusia.
dua cara berbeda mengenai moralitas, tergantung Perilaku anak ditentukan oleh ketaatan
pada kematangan perkembangan mereka yaitu otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran
moralitas heteronom (heteronomous morality) dan atau penilaian. Mereka menganggap bahwa
moralitas otonom (otonoum morality) (Santrock, orang tua dan orang dewasa yang ada di
2003:439). Secara lebih terperinci dapat dijelaskan sekitarnya berwenang sebagai maha kuasa dan
sebagai berikut. mengikuti peraturan yang diberikan padanya
1. Moralitas Heteronom tanpa mempertanyakan kebenarannya.
Tahap pertama perkembangan moral Dalam pembelajaran IPS, moralitas
disebut dengan heteronomous morality, heteronom ini telihat dari tidak adanya
moral realism, atau morality of constraint
atau moralitas heteronom. Tahap pertama minat dan mortivasi siswa untuk mengi-
perkembangan moral ini menurut teori Piaget kuti pelajaran. Proses belajar IPS selama
terjadi kira-kira pada usia 4-7 tahun. Tahap ini masih jauh dari apa yang diidealkan
ini merupakan moralitas yang belum matang menurut Piaget. Siswa belajar IPS lebih
secara intelektual, yang dipengaruhi oleh karena kepatuhan mereka terhadap aturan
salah satu sisi kasih-sayang orang dewasa
yang ada di sekitar anak. Benar-salah perilaku yang ada. Siswa terpaksa mengikuti pela-
anak didasarkan pada konsekuensi yang jaran dikarenakan mereka takut mendapat
diperolehnya, bukan atas dasar motivasi yang nilai buruk bahkan tidak naik kelas, bukan
ada pada dirinya. karena kesadaran mereka akan penting-
Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan nya belajar IPS sehingga mengugah rasa
sebagai sifat-sifat dunia yang tidak
boleh berubah, yang lepas dari kendali ingin tahu mereka dengan terlibat secara
manusia. Cara berpikir heteronom menilai aktif dalam proses belajar.
kebenaran atau kebaikan perilaku dengan
mempertimbangkan akibat dari perilaku itu, 2. Moralitas Otonom
bukan maksud dari pelaku. Dalam cara berfikir Pada tahap kedua perkembangan moral,
heteronom yakin bahwa aturan tidak boleh yang biasa disebut dengan autonom morality
berubah dan digugurkan oleh semua otoritas atau morality in cooperation atau moralitas
yang berkuasa. Ketika Piaget menyarankan otonom. Dalam tahap ini anak berusia
agar aturan diganti dengan aturan baru lebih dari 10 tahun ke atas. Anak menjadi
(dalam permainan kelereng), anak-anak kecil sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-
menolak. Mereka bersikeras bahwa aturan hukum diciptakan oleh manusia dan dalam
harus selalu sama dan tidak boleh diubah. menilai suatu tindakan, seseorang harus
Meyakini keadilan yang immanen, yaitu mempertimbangkan maksud-maksud pelaku
konsep bahwa bila suatu aturan dilanggar, dan juga akibat-akibatnya. Dalam tahap ini anak
hukuman akan dikenakan segera. Yakin memperoleh kemandirian dalam pembuatan
bahwa pelanggaran dihubungkan secara keputusan moral, atau anak memperoleh
otomatis dengan hukuman. kemampuan untuk memainkan peran sesuai
Heteronomous morality seorang anak dengan perkembangan intelektualnya, selain
merupakan uangkapan struktur yang secara itu juga ketergantungan pada orang dewasa
umum belum matang, masih bersifat egosentris mulai diubah menjadi kesederajatan dalam
dan statis. Egosentris dalam pengertian bahwa kerjasama sosial. Mereka mulai menyadari
anak masih belum atau kurang memiliki bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan
kemampuan untuk membedakan aspek- hanya terjadi apabila seseorang yang relevan
aspek yang berasal dari dirinya sendiri dan menyaksikan kesalahan sehingga hukuman
aspek-aspek yang berasal dari situasi sosial, pun menjadi tak terelakkan.
Dwi Wijayanti, Analisis Pengaruh Teori Kognitif 89

Moralitas tidak lagi didasarkan pada Piaget, artinya dalam perkembangan kognitif,
kaidah-kaidah yang ditentukan oleh orang- anak mampu mempertimbangkan semua cara
orang yang memiliki kewenangan yang tidak yang mungkin untuk memecahkan masalah
bisa diubah, tetapi kaidah-kaidah itu dipandang tertentu dan dapat bernalar atas dasar hipotesis
sebagai suatu sistem yang menunjukkan dan dalil. Hal ini memungkinkan anak untuk
hak-hak dan kewajiban yang sama, suatu melihat persoalannya dalam berbagai sudut
sistem yang memiliki tujuan membuat fungsi dan mempertimbangkan berbagai faktor
kelompok sosial sebagaimana adanya. Pada untuk pemecahannya. Teori Perkembangan
tahap kedua ini perkembangan moral anak moral Piaget secara jelas dapat dilihat dalam
bertepatan dengan tahapan operasi formal dari tabel berikut ini.

Tabel 3. Teori Tahap Perkembangan Moral Piaget


No Umur Tahap Ciri khas
1. 4-7 tahun Realisme Moral (pra 1. Memusatkan pada akibat-akibat perbuatan.
perasional) 2. Aturan-aturan tak berubah.
3. Hukuman atas pelanggaran bersifat otomatis.
2. 7-10 tahun Masa transisi (konkret-Perubahan secara bertahap ke pemilikan moral tahap
operasional) kedua.
3. 11 tahun ke atas Otonomi moral, realisme1. Mempertimbangkan tujuan tujuan perilaku
dan resiprositas (formal moral.
operasional) 2. Menyadari bahwa aturan moral adalah kesepakatan
tradisi yang dapat berubah.
Sumber : Jean Piaget, The moral judgment of the child (1932 : 38).

Piaget berpendapat bahwa dalam mendorong mereka untuk mempelajarinya


berkembang anak juga menjadi lebih pintar dengan lebih jauh secara mandiri tanpa
dalam berpikir tentang persoalan sosial, campur tangan atau karena kehendak gurunya,
terutama tentang kemungkinan-kemungkinan melainkan karena rasa keingintahuan mereka
dan kerja sama. Pemahaman sosial ini yang tinggi. Pada tahapan inilah semestinya
diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan pembelajaran IPS di SD karena anak SD
teman sebaya yang saling memberi dan sudah masuk dalam tahapan otonom.
menerima. Dalam kelompok teman sebaya,
setiap anggota memiliki kekuasaan dan
Aplikasi Teori Piaget dalam Pendidikan IPS di
status yang sama, merencanakan sesuatu
Sekolah Dasar
dengan merundingkannya, ketidaksetujuan
diungkapkan dan pada akhirnya disepakati. Teori perkembangan kognitif Piaget sangat
Relasi antara orang tua dan anak, orang banyak mempengaruhi bidang pendidikan.
tua memiliki kekuasaan, sementara anak Implementasi teori pembelajaran kognitif dalam
tidak, tampaknya kurang mengembangkan pengajaran IPS dapat diwujudkan untuk merancang
pemikiran moral, karena aturan selalu atau memodifikasi materi pembelajaran, tujuan
diteruskan dengan cara otoriter. pembelajaran, serta metode pembelajaran.
Usia 7 tahun adalah usia kelas 1 SD. Diharapkan dengan adanya interaksi dari faktor
Pada usia ini siswa memiliki kepatuhan teori kognitif dengan tujuan, materi, serta metode
yang cukup tinggi terhadap peraturan yang pembelajaran maka hasil belajar siswa dapat
ada. Mereka patuh karena takut akan adanya dicapai secara maksimal. Berikut ini aplikasi
hukuman. Pada tahap ini moralitas heteronom teori Piaget terhadap proses belajar mengajar dan
berkembang dengan baik. Oleh karena itu, pengaruhnya terhadap pemahaman moral anak
pada tahap ini peru adanya pengenalan mata melalui pembelajaran IPS di sekolah.
pelajaran IPS yang terintegrasi dalam mata 1. Implikasi Teori Piaget pada Kurikulum
pelajaran lain. Kurikulum bukan hanya sekedar susunan
Dalam pembelajaran IPS, tahapan otonom bahan baku yang akan dipelajari oleh
dapat ditunjukkan siswa ketika siswa merasa siswa secara ketat, melainkan menyangkut
memiliki kebutuhan untuk mendalami IPS seluruh proses hubugan antar siswa, guru,
tanpa suruhan dari guru. Ada kesadaran dari bahan, metode, dan juga lingkungan yang
siswa dalam memahami makna IPS, sehingga mempengaruhi pembelajaran. Metode
90 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 1, Nomor 2, Januari 2015, hlm. 83-92

pembelajaran harus memberikan kebebasan dengan kritis, siswa akan dapat menguasai
siswa mengungkapkan yang mereka ketahui bahan dengan lebih baik. kegiatan siswa secara
dan tidak ketahui. Kebebasan berpikir kreatif pribadi dalam mengolah bahan, mengerjakan
perlu diberi tempat yang besar. soal, membuat kesimpulan dan merumuskan
Kurikulum sendiri harus lebih fleksibel, suatu rumusan dengan kalimat sendiri adalah
bukan merupakan susunan bahan yang mati, kegiatan yang sangat penting bagi siswa
melainkan lebih merupakan garis besar dalam membangun pengetahuannya. Tugas
yang dapat dikembangkan oleh guru dan guru adalah menyediakan alat-alat dan
siswa dalam proses belajar mengajar. Hal mendorong agar siswa aktif. Dalam hal ini
penting lainnya adalah agar evaluasi siswa akan terjadi fase asimilasi dan akomodasi.
juga merupakan bentuk yang kreatif, yang Fase ini cukup penting bagi siswa untuk
memungkinkan siswa mengungkapkan jalan menyesuaikan diri dengan belajar kooperatif
pikirannya sendiri (Paul Suparno, 2001:147). yang menekankan belajar sebagai proses
2. Tekanan pada siswa (Student Centered) pemaknaan pengetahuan bukan semata-mata
Menurut Piaget, pengetahuan itu menerima pengetahuan.
dibentuk sendiri oleh siswa dalam berhadapan Perkembangan kognitif siswa juga
dengan lingkungan atau objek yang sedang tergantung pada unsur-unsur lain seperti
dipelajarinya. Oleh karena itu, kegiatan siswa kematangan berpikir dan transmisi sosial.
dalam membentuk pengetahuannya sendiri Oleh karena itu, dalam menyiapkan sekolah
menjadi hal yang sangat penting. Proses perlu diperhatikan juga lingkungan sosial
belajar harus membantu dan memungkinkan teman, tingkat kematangan siswa untuk
siswa aktif mengkonstruksi pengetahuannya. menangkap bahan, dan kemungkinnan untuk
Tekanan lebih pada siswa yang aktif dan bertemu dan berdiskusi dengan beberapa ahli
bukan pada guru yang aktif. Guru perlu dalam bidang yang dipelajari.
menyediakan dan memberikan bahan sesuai 4. Peranan Guru
dengan taraf berkembangan kognitif siswa Ilmu pengetahuan tidak dapat ditransfer
agar lebih berhasil membantu siswa berpikir dari guru ke siswa tanpa ada keaktifan
dan membentuk pengetahuan. siswa sendiri. Sangat penting seorang guru
Pembelajaran IPS bertujuan untuk menciptakan suasana agar mudir lebih mudah
mengembangkan kemampuan berpikir kritis mengkonstruksi pengetahuannya (Paul
dengan penuh kearifan dan keterampilan Suparno, 2001:145). Guru menggunakan
inkuiri untuk dapat memahami, menyikapi, pendekatan konstruktif yaitu bahwa dalam
dan mengambil langkah-langkah untuk ikut pembelajaran, semua siswa akan belajar baik
memecahkan masalah sosial kebangsaan. dengan melakukan eksperimen, berdiskusi,
Melalui pendekatan student centered daripada hanya menirukan guru atau
diharapkan siswa dapat mengasimilasi dan melakukan sesuatu secara hafalan (Santrock,
mengakomodasi pengetahuan baru mereka 2007: 260).
sendiri ke dalam pola atau pengetahuan yang Hal yang perlu diperhatikan dalam
sudah ada sebelumnya, sehingga tercapai orientasi sebagai upaya untuk mempersiapkan
kesesuaian (aquilibrasi) dalam belajar. guru mata pelajaran IPS adalah penguasaan
Dengan demikian pembelajaran IPS akan keterampilan guru. Dalam hal ini terjadi
lebih bermakna. proses asimilasi guru mengintegrasikan
Pembelajaran IPS tidak sekedar transfer persepsi, konsep atau pengalaman baru ke
of knowledges tetapi juga transferof values. dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
Penanaman nilai dan sikap yang baik melalui pikirannya. Keterampilan yang dimaksud
pembelajaran IPS, tidak dapat dilepaskan adalah keterampilan guru mengelola
dari perkembangan kognitif siswa itu sendiri. pembelajaran kooperatif atau keterampilan
Kemampuan kognisi akan menentukan guru mengorganisir semua unsur atau
kemampuan siswa dalam bernalar tentang komponen yang melibatkan keseluruhan
situasi sosial. Semakin tinggi tingkat kognisi proses pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
maka semakin tinggi pula pemahaman moral sosial dan pembelajaran kognitif sosial
siswa tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya membutuhkan kecakapan guru memilih
kesesuaian antara materi pelajaran, nilai- dan mengembangkan suatu pendekatan
nilai yang ditanamkan dengan perkembangan pengelolaan kelas.
kognisi siswa. 5. Teori Piaget pada Pendidikan Teenager
3. Metode Belajar Menurut Piaget pikiran anak usia sekolah
Dengan keaktifan mengolah bahan, dasar bukanlah hal kosong, karena pada usia
bertanya secara aktif, dan mencerna bahan ini anak mulai menginjak remaja dan memiliki
Dwi Wijayanti, Analisis Pengaruh Teori Kognitif 91

rasa keingitahuan (curiousity) yang tinggi. metode pengajaran dan juga memilih bahan bagi
Sebaliknya remaja sudah memiliki sejumlah pendidikan terutama pendidikan di sekolah dasar.
gagasan mengenai dunia fisik dan alami. Bidang perkembangan kognitif saat ini ada karena
Remaja datang ke sekolah dengan gagasannya jasa Jean Piaget. Berkat Piaget jugalah dunia
sendiri mengenai ruang, waktu, kausalitas, menerima pandangan bahwa anak dan remaja
kuantitas dan bilangan. Pendidik hanya adalah pemikir aktif dan konstruktif yang melalui
perlu belajar memahami yang dikemukakan interaksi dengan lingkungannya, membentuk
remaja agar dapat merespon dengan tepat perkembangan mereka sendiri.
terhadap gagasan mereka. Remaja secara Teori Piaget tentang perkembangan kognisi
alamiah adalah makhluk yang serba ingin juga mencakup teori tentang perkembangan
tahu. Cara terbaik untuk memelihara motivasi penalaran moral. Piaget percaya bahwa struktur
belajar adalah dengan memberi mereka dan kemampuan kognisi berkembang lebih dulu.
kesempatan berinteraksi secara spontan Kemampuan kognisi kemudian menentukan
dengan lingkungannya. Para pendidik kemampuan anak-anak bernalar tentang situasi
harus memastikan bahwa tindakannya tidak sosial. Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral
mematikan semangat remaja untuk mencari anak mengalami perkembangan dari satu tahap
pengetahuan (Santrock, 2003:112). yang lebih tinggi, dan melalui perkembangan umur
Melalui motivasi yang baik, siswa akan maka orientasi perkembangan itu pun berkembang
dengan mudah menerima informasi yang dari sikap heteronom (bahwasannya peraturan itu
disampaikan oleh guru. Pada dasarnya dalam berasal dari diri orang lain) menjadi otonom dari
pembelajaran perlu juga adanya keteladanan. dalam diri sendiri.
Guru tidak hanya menanamkan nilai-nilai Penanaman nilai dan sikap pada pengajaran
tetapi juga memberikan contoh penerapan IPS perlu dipersiapkan dan dirancang
dari nilai-nilai tersebut, sehingga moralitas berkesinambungan dengan penekanan pada setiap
siswa tidak hanya berhenti pada tahap tingkat yang berbeda. Semakin tinggi tingkat
heteronomous, tetapi dapat bekembang ke kognitif siswa semakin besar unsur pemahaman
tahap autonomous (kesadaran moral). Guru dan pertanggungjawaban. Melalui penanaman nilai
sebagai center of view perlu memberikan moral secara baik dan terarah pada siswa, sikap
keteladanan yang baik agar moralitas yang mental siswa juga akan menjadi positif terhadap
berkembang pada diri siswa pun baik. Dengan rangsangan dari lingkungannya, sehingga tingkah
adanya kesadaran moral maka para siswa laku dan tindakannya tidak menyimpang dari nilai
dapat berhati-hati dalam berperilaku. Mereka budi pekerti yang luhur. Dengan demikian tingkah
dapat membedakan perilaku yang sesuai dan laku dan tindakannya tersebut akan selalu dilandasi
yang tidak sesuai dengan norma yang ada di oleh tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan
masyarakat. Dengan demikian maka tujuan terhadap lingkungannya.
pembelajaran IPS untuk menciptakan tradisi Dengan mempelajari dan memahami teori
warga negara yang baik (social studies to perkembangan kognitif dan penalaran moral anak
building good citizens) akan lebih mudah dari Jean Piaget ini, sebagai seorang pendidik
tercapai. hendaknya mengadakansebuah evaluasi awal
terhadap fase-fase perkembangan kognitif itu
sendiri. Pemahaman yangbenar terhadap fase-fase
PENUTUP
perkembangan anak, tentu memberikan sebuah
Teori perkembangan kognitif Piaget banyak acuan, dan sebagai tolak ukur dalam pemahaman
mempengaruhi bidang pendidikan. Tahap-tahap terhadap siswa, sehingga implementasi
pemikiran Piaget cukup lama mempengaruhi pembelajaran IPS di lapangan akan sesuai dengan
para pendidik menyusun kurikulum, memilih tujuan IPS dalam kurikulum.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2006. Kurikulum tingkat satuan Jean Piaget. 1932.  The moral judgment of the
pendidikan. Jakarta: Depdiknas RI. child.  London: Routledge & Kegan Paul,
Hamzah B. Uno. 2006. Orientasi baru dalam Ltd.
psikologi pembelajaran. Yogyakarta: PT. --------------. 1981.  The psychology of
Bumi Aksara. intellegence.  London: Routledge & Kegan
Hergenhahn B. R & Matthew H. Olson. 2008. Paul, Ltd.
Theories of learning (teori belajar). Jakarta: J.W.Santrock. 2003. Adolescence (perkembangan
Kencana Prenada Media Group. remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
92 Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 1, Nomor 2, Januari 2015, hlm. 83-92

------------------. 2007.  Perkembangan anak. Robert. E. Slavin. 2011.Educational psycology


Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. theory and practice(psikologi pendidikan
NCSS. 1994. Curriculum standars for the social teori dan praktik edisi kedelapan jilid 2).
studies. Washington D.C.: National Council Boston: Allyn and Baconterjemahan Marianto
for the Social Studies. Samosir.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nursid Sumaatmadja. 2008. Konsep dasar Sardiman AM., 2006. “Pengembangan kurikulum
IPS. Jakarta: Bumi Aksara. pendidikan IPS di Indonesia: sebuah
Paul Suparno. 2001. Teori perkembangan kognitif alternatif”, Makalah, Disampaikan pada
Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius. Seminar Internasional HISPISI dengan tema:
Philips L. John. 1969. The origins of intellect Komparasi Pendidikan IPS Antarbangsa, di
Piaget’s theory. United States of America: Semarang, 7-8 Januari 2006.
Library of Congress. Udin S. Winata Putra dkk. 2010. Materi dan
pembelajaran IPS SD. Jakarta: UNJ.

Anda mungkin juga menyukai