Anda di halaman 1dari 58

BAB I

SEJARAH, DEFINISI, & ARTI PENTING SUPERVISI DALAM


PEKERJAAN SOSIAL

A. Sejarah Perkembangan Supervisi Peksos


Terdapat beberapa referensi tentang supervisi pekerjaan sosial sebelum
tahun 1920. Beberapa referensi tersebut berkaitan dengan lembaga
pengawasan administrasi yang bertanggungjawab terhadap pengeluaran dana
untuk masyarakat umum dan pelayanan terhadap klien.. Kata “supervisi”
pertama kali digunakan oleh Jeffry R. Bracett (1904) dalam bukunya yang
berjudul “Supervision and Educational in Charity”. Namun semakin lama,
supervisi pekerja sosial ditanamkan dengan tugas-tugas tambahan, yaitu
mengefisienkan dan mengefektifkan pelayanan administrasi lembaga,
pendidikan, dan dukungan.
Dalam publikasi The Family oleh Asosiasi Kesejahteraan Keluarga
Amerika, mulai tahun 1920, referensi sering menggunakan kata supervisi.
Supervisi memiliki asal-usul dalam gerakan amal masyarakat di abad ke-19.
Mulai dari Buffalo, New York, pada tahun 1878, Organisasi Amal
Masyarakat segera dikembangkan di sebagian besar masyarakat bagian timur
kota.
Istilah supervisor pada awalnya disebut dengan pengunjung, yaitu
pekerja pelayanan langsung atau relawan dari lembaga organisasi amal.
Sebagai relawan mereka umumnya ditugaskan pada sejumlah keluarga
(Gurteen 1882).
Akhir abad 19, dengan pertumbuhan industrialisasi dan urbanisasi
Amerika, imigrasi meningkat dan staf dibayar meningkat. Akibatnya terjadi
penurunan pengunjung relawan.
1. Perkembangan Pendidikan Pekerjaan Sosial
Awalnya gerakan organisasi amal, dibicarakan oleh kelompok
pengunjung dan agen lembaga. Secara perlahan pendidikan atau pelatihaan
mulai menuju kearah formal dengan system pendidikan yang jasanya harus
di bayar. Pada tahun 1891, organisasi amal Boston mulai
menyelenggarakan pelatihan serta memberikan program magang bagi
pemula untuk menambah pengalaman kerja. Lembaga sekretaris umum
mengadakan sesi atau waktu pengajaran dan pengembangan diri bagi para
pemula.
Pada tahun 1882 Wisconsin menyelenggarakan konferensi amal negara
yang pertama dan pemeriksaan dan konferensi ini melahirkan buah pikiran
dalam hal pendidikan dan pelatihan bagi pekerja sosial.
Mulai saat itu lahirlah para pelopor atau pendiri untuk sekolah atau
perguruan tinggi yang mencetak pekerjaan sosial serta pelatihan lainnya
yang bersifat formal. Seiring dengan perkembangan, mulai muncul
perhatian akan pentingnya supervisi.

2. Pengembangan Literatur Supervisi Pekerjaan Sosial


Dalam proses pengidentifikasian supervisi menjadi salah satu acuan
ilmu pengetahuan pekerjaan sosial. Perhatian terhadap medan pekerjaan
sosial semakin berkembang dan begitu juga dengan supervisinya yang
terus berkembang.
Marcus secara rinci menyatakan bahwa fungsi supervisi dalam hal
tradisi, seperti administratif yang berhubungan dengan pemberian support
kepada pekerja sosial agar dapat pekerja dengan baik.
Pada tahun 1975 telah terjadi peningkatan literatur yang dikhususkan
untuk supervisi pekerjaan sosial. Tidak hanya literatur supervisi yang
tumbuh, tetapi juga menjadi lebih empiris dengan adanya data penelitian
yang ditemukan lebih 26 studi empiris dalam jurnal, disertasi, dan buku-
buku (Harkness dan Poertner 1989). Delapan tahun kemudian, Tsui (1977)
meneliti tiga puluh contoh supervisi penelitian.
Pada tahun 1983Supervisiliteratur telah menunjukkan tanda-tanda
pembangunan interdisipliner dan spesialisasi.

3. Supervisi dalam Group Work dan Organisasi Masyarakat


Supervisi dalam organisasi masyarakat merumuskan lebih tegas.
Organisator-organisator masyarakat sering bekerja di lembaga dengan staff
terbatas anggota dari unit khusus yang kecil di lembaga besar. Dalam
setiap kasus tidak menguraikan struktur hirarkis yang mencakup personal
supervisor. Sifat dasar pekerjaan organisator masyarakat sering cenderung
menyebar dan tujuan tidak terbentuk.
Syarat dari fungsi supervisi dalam organisasi masyarakat adalah
penugasan kerja, meninjau dan asesmen dari pekerjaan yang dilakukan,
mungkin melakukan dengan pengelola lembaga.
Bagaimanapun, supervisi sangat dibutuhkan ketika organisasi
masyarakat masuk dalam arena politik, dimana adanya permainan
kekuasaan dan tekanan, sehingga tugas supervisi dalam fungsi administrasi
adalah mengembalikan dukungan dan merencanakan keputusan yang akan
diambil.
Wayne (1988) membuat salah satu upaya untuk mempelajari perbedaan
dalam praktik supervisi dan supervisi dalam orientasi antara mikro
(casework) dan makro (organisasi masyarakat).

B. Definisi Supervisi Peksos


Supervisi berasal dari bahasa Latin yaitu super (atas) dan videre (untuk
menonton, untuk melihat). Yang berarti mengawasi atau melihat. Dengan
demikian, supervisi berarti proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain dengan tanggung jawab
untuk mencapai kualitas yang diharapkan.Sedangkan supervisor didefinisikan
sebagai pengawas atau yang mengawasi kerja dengan penuh tanggung jawab
untuk mencapai kualitas.
Robinson, dalam buku pekerjaan sosial pertamanya, Supervision in
Social Casework, mendefinisikan supervisi sebagai “sebuah proses
pendidikan dimana seseorang dengan seperangkat pengetahuan dan
keterampilan bertanggungjawab melatih seseorang dengan kemampuan yang
kurang” (1936:53).
Edisi pertama Encyclopedia of Social Work mendefinisikan supervisi
sebagai proses pendidikan. Ini adalah “metode tradisional untuk menyalurkan
pengetahuan dan ketrampilan praktik pekerjaan sosial dari yang sudah terlatih
ke yang kurang terlatih, dan dari murid dan pekerja yang sudah
berpengalsaman ke yang kurang berpengalaman” (1965:785). Edisi ke 16
(1971) dan ke 17 (1977) dari Encyclopedia menekankan fungsi administrasi.
Supervisi didefinisikan sebagai “fungsi administrasi, sebuah proses untuk
menjalankan pekerjaan dan mempertahankan kontrol sosial dan
akuntabilitas” (Miller, 1977: 1544–1551).

1. Fungsi Supervisi
Edisi ke 19 dari Encyclopedia (Shulman 1995) menyatakan bahwa definisi
supervisi dalam pekerjaan sosial adalah administrasi, pendidikan, dan
dukungan.
a. Fungsi Administratif
Supervisi yang memiliki fungsi administratif memfokuskan diri pada
masalah penerapan kebijkan prosedur lembaga secara tepat, efektif,
dan benar. Tujuan khususnya yaitu memberikan wawasan secara akurat
kepada pekerja sosial mengenai konteks kerja dalam lembaga yang
bersangkutan sehingga pekerja sosial dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.
b. Fungsi Pendidikan
Supervisi yang memiliki fungsi pendidikan memfokuskan diri pada
ketepatan dan efektivitas yang berkenaan dengan pemanfaatan
pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu. Tujuannya adalahuntuk meningkatkan kapasitas
supervisee. Tujuan khususnya adalah meningkatkan kapasitas pekerja
sosial dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif.
c. Fungsi suppotive/dukungan
Fungsi ini memfokuskan diri pada pemberian semangat dan kepuasan
kerja kepada supervisee. Tujuannya adalah untuk membantu pekerja
sosial meningkatkan motivasi kerja dan kepuasan kerja dalam
menjalankan tugas-tugasnya.

2. Tujuan Supervisi
Tujuan jangka pendek adalah memperbaiki kemampuan pekerja agar
bekerja lebih efektif. Tujuan jangka pendek mempengaruhi tujuan jangka
panjang. Tujuannya adalah efektif dan efisien dalam memberikan
pelayanan terhadap klien sesuai mandat yang diberikan oleh masy kepada
lembaga tempat PS bekerja.

3. Posisi Hirarkis Supervisor


Talcott Parsons (1951) mengidentifikasi tiga tingkat dari hirarki
organisasi (1) tingkat policy (Menjembatani antara visi misi organisasi
dengan lingkungan masy luas), (2) tingkat management (menjembatani
antar bagian tugas dalam organisasi), dan (3) tingkat pelayanan
(Langsung memberikan pelayanan kpd organizational clients).
Supervisor melakukan kontak hanya dengan pekerjasosial yang
langsung melayani klien. Supervisortidak harus melakukan kontak
dengan klien.

4. Supervisi Sebagai Pelayanan Tidak Langsung


Untuk mengadakan kontak dengan klien maupun memberikan
pelayanan, supervisor harus melalui pekerja sosial.Pekerja sosial sebagai
penghubung antara klien dengan supervisor.

5. Unsur-unsur Penting dalam Supervisi


a. Hubungan/relasi
b. Supervisor
c. Pekerja Sosial/Supervisee
d. Lembaga Kesejahteraan Sosial

6. Prinsip-prinsip Supervisi
a. Prinsip positif yaitu prinsip-prinsip yang harus dikerjakan
oleh seorang supervisor :
1) Mendasarkan terhadap sumber kolektif dari proses
kelompok.
2) Berdasarkan hubungan profesioanal.
3) Sederhana dan informal.
4) Obyektif dan mawas diri.
5) Penerimaan
6) Keunikan; dalam proses supervisi kita harus dapat
membedakan antara yang satu dengan yang lain karena
keunikan pada manusia.
7) Komunikasi
8) Memelihara/menjaga kerahasiaan.
b. Prinsip lain yang mendukung kegiatan supervisi
1) Mengikutsertakan pekerja dalam pelaksanaan kerja
2) Pengakuan
3) Wewenang yang didelegasikan
4) Prinsip perhatian timbal balik.

C. Ekologi Supervisi Peksos


Dari setiap komponennya saling mempengaruhi komponen lainnya karena
antar komponen memiliki pengaruh yang besar.

Penggambaran pandangan tradisional komponen sistem ekologi supervisor-


supervisee

D. Arti Penting Supervisi dalam Prektek Pekerjaan Sosial


Fungsi dan proses supervisi telah mencapai kepentingan khusus dalam
pekerjaan sosial dibandingkan profesi yang lainnya. Supervisi diperlukan
untuk menjaga bahwa pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan tujuan
lembaga serta evaluasi yang dilakukan.
Karakteristik dalam pekerjaan sosial, yaitu :
1. Pekerjaan sosial berbeda dengan profesi lainnya, profesi lebih
bersifat kewirausahaan, secara tradisional menawarkan pelayanan untuk
kelompok klien melalui lembaga.
2. Kegiatan lembaga sosial terkait dengan distribusi pelayanan dan
persediaan bahwa lembaga tidak berdiri sendiri.
3. Keuangan dan sumber daya yang digunakan agensi untuk
membantu klien, serta kebijakan yang sehat dalam penerapan lembaga,
sering berasal di tempat lain.
4. Otonomi diberikan kepada setiap anggota profesi mencerminkan
derajat otonomi diberikan secara keseluruhan.
5. Pekerjaan sosial, melakukan tugas-tugas seragam dalam konteks
yang tidak pasti dan tak terduga ke arah ambigu, pencapaian tujuan yang
menyebar dan dengan populasi yang heterogen, ada lebih dari
desentralisasi pengambilan keputusan dan kebutuhan yang lebih besar
untuk otonomi pekerja.
6. Pekerja sosial menjalankan fungsi mereka di bawah kondisi yang
tidak memungkinkan untuk pengamatan langsung.

7. Hubungan sebab akibat antara kegiatan pekerjaan sosial dan


perubahan-perubahan dalam situasi klien jauh lebih halus dan sulit
didefinisikan.
8. Pekerja sosial sebagai penghubung klien dengan sistem sumber dan
lembaga mempunyai koneksi terhadap sistem sumber.
9. Pelayanan tidak cukup atau tidak lengkap menghasilkan kerugian
bagi para klien.
10. Kebutuhan akan kontrol organisasi dalam pengawasan di lembaga
dibuat lebih banyak imperatif oleh ketiadaan kontrol-kontrol organisasi
efektif di bagian profesi dirinya.
11. Birokratisasi, di mana supervisi adalah sebuah komponen, hasil
tidak hanya dari pelatihan terbatas banyak orang membawa gelar pekerja
sosial tetapi juga dari dasar pengetahuan dan teknologi terbatas bahkan
untuk sepenuhnya pekerja terlatih.
12. Sifat alami dalam menemukan permasalahan dan tugas-tugas
dilakukan oleh pekerja sosial, mungkin jiika perli dilakukan pengawasan
suportif.
BAB 2
SUPERVISI ADMINISTRATIF

A. Definisi Supervisi Administratif


• Administrasi adalah proses yang mengimplementasikan tujuan
organisasi.
• Stein (1965:58) menggambarkan sebagai proses "mendefinisikan
dan mencapai tujuan dari organisasi melalui sistem upaya yang
terkoordinasi dan kooperatif”.
• Supervisi adalah aspek khusus dari administrasi organisasi.
• Supervisi yang memiliki fungsi administratif memfokuskan diri
pada masalah penerapan kebijakan dan prosedur lembaga secara tepat,
efektif, dan benar.
• Tujuan supervisi administratif adalah memberikan wawasan secara
akurat kepada pekerja sosial mengenai konteks kerja dalam lembaga yang
bersangkutan sehingga pekerja sosial dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.

B. Tugas Supervisor dalam Supervisi Administratif


1. Perekrutan dan seleksi staf
Supervisor berwenang untuk melakukan wawancara terhadap calon
pekerja sosial yang akan bekerja pada sebuah lembaga. Berdasarkan hasil
wawancara itu, supervisor memberikan masukan pada “unit terkait”
tentang hasil wawancaranya. Meskipun supervisor memberikan
kontribusi kepada proses perekrutan, ini adalah fungsi administrasi
supervisi sekunder. Tanggung jawab utama untuk merekrut dan
mempekerjakan umumnya ditugaskan untuk personil unit organisasi
pelayanan sosial.

2. Pelantikan dan penempatan pekerja


Menurut Charles, Gabor dan Matheson (1992:31)“Supervisor
dibutuhkan untuk bekerja secara sadar dan konsisten dalam mendampingi
pekerja pemula untuk merasa diterima sebagai anggota yang bernilai di
lingkungan kerja”. Supervisor harus membuat karyawan baru dapat
senyaman mungkin berada pada kondisi yang baru.
Fungsi supervisor adalah bertanggung jawab terhadap
administratif. Supervisor bersiap untuk melantik pekerja dengan
mendorong manajer kantor atau personil kantor untuk memperoleh
informasi yang diperlukan dan kertas kerja dari pekerja yang baru,
mengkaji folder personilnya, menginformasikan pekerja lain dalam unit
bahwa seorang pekerja baru telah dipekerjakan, mencarikan sebuah
kantor dan sebuah meja, memilih materi bacaan mengenai lembaga dan
fungsinya, dan memilihkan tugas-tugas dengan batasan jumlah tertentu
untuk dibicarakan dengan pekerja untuk tugas yang memungkinkan.

3. Perencanaan kerja
Supervisor merencanakan untuk mengatur angkatan kerja yang
tersedia, tugas supervisor yaitu memberikan penjelasan lembaga dari
yang bersifat umum sampai khusus. Supervisor harus dapat merancang
penyebaran tugas dengan baik. Perencanaan pekerjaan ini terkait dengan
pengambilan keputusan tentang penjadwalan, prioritas, dan siapa yang
akan melakukan pekerjaan tersebut.
Dalam penggelaran sumber daya tenaga kerja, supervisor harus
memantau absensi, keterlambatan, liburan, dan cuti sakit sehingga dapat
memastikan adanya pekerja sosial yang akan memberikan pelayanan.

4. Penugasan kerja
Setelah merancang tugas secara keseluruhan, selanjutnya adalah
pemberian tugas secara individual. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian tugas adalah :
a. Kriteria penugasan: kapasitas supervisee, beban tugas/ tingkat
kesulitan kasus, tugas sebaiknya beragam, diberikan kesempatan untuk
memilih sesuai minat, kecocokan dalam hal usia, ras, jender, atau
etnis.
b. Manajemen waktu: jadawal, rentang waktu penyelesaian pekerjaan.
c. Prosedur penugasan pekerjaan: penugasan biasanya didasarkan
pada pengetahuan tentang karakteristik kasus, kemampuan pekerja
sosial (supervisee) dan pengalamanya.
d. Masalah-masalah dalam penugasan pekerjaan: Masalah muncul
apabila supervisee menyatakan lebih senang dengan beberapa klien
tertentu saja atau tidak mau dengan klien tertentu. Sedangkan klien
membutuhkan pertolongan dari pekerja sosial. Supervisor harus
memahami apa yang dirasakan oleh supervisee, yang kemudian harus
ditindaklanjuti dengan mendiskusikannya.

Selanjutnya juga supervisor perlu memperhatikan tentang kesesuaian


atau tidak tugas yang diberikan kepada suatu unit.
5. Delegasi kerja
Hurlbert 1992 menyatakan bahwa tanggung jawab tugas dan
wewenang untuk mengambil tindakan dapat didelegasikan namun tidak
dapat sepenuhnya dilepaskan oleh pengawas.Tugas delegasi adalah suatu
fungsi kompleks yang tergantung pada jumlah interaksi variable
"tergantung kemampuan pengawas untuk mendelegasikan secara efektif
pada cara dia berhubungan dengan pekerjaannya, bawahannya, atasannya
dan dirinya sendiri "(Uskup 1969:112).
Dalam memberikan tugas, supervisor tidak hanya harus
memperhatikan kriteria2 seperti pada bagian terdahulu, tetapi juga dapat
mendelegasikannya.Supervisee dapat didelegasikan kewenangan untuk
melakukan suatu pekerjaan atau tindakan setelah mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu, atau diberitahu sebelumnya.

6. Monitoring, pengulangan dan evaluasi kerja


Setelah memberikan tugas pada supervisee, supervisor memiliki
tanggung jawab lebih lanjut yaitu melakukan pemantauan berdasarkan
laporan lisan, catatan, dan statistik dari supervisee serta penggunaan
waktu oleh supervisee. Supervisor juga melakukan peninjauan kerja dan
melakukanevaluasi dimana supervisor harus menjelaskan seperti apa
kinerja supervisee selama ini, memberitahukan jika ada kesalahan dan
memberikan alternative pemecahan masalah.

7. Kordinasi kerja
Supervisor mempunyai tugas untuk menghubungkan satu pekerja dalam
unit tertentu dengan unit lainnya dalam suatu lembaga, juga dengan
lembaga pelayanan lainnya yang berada dalam satu jaringan kesejahteraa
n sosial masayarakat yang lebih luas.
8. Fungsi komunikasi
Supervisor bertindak sebagai link dalam rantai komunikasi. Dalam garis
vertikal, supervisor menyampaikan pesan dari administrator pada
supervisee.
• Proses dalam komunikasi: supervisor bertugas membangun sistem
komunikasi yang baik dan efektif, dengan supervisee, berbagi informasi,
penerimaan dan kesiapan untuk mendengarkan, menjawab pertanyaan,
memperbaiki kesalahpahaman.
• Masalah dalam komunikasi: Sebagai penghubung, kadang-kadang
supervisor enggan menyampaikan pesan kurang baik yang diterimanya
kepada supervisee, demikian juga sebaliknya. Karena takut ditolak,
dinilai negatif, atau dicela.
• Tugas supervisor berkomunikasi secara vertikal dan juga horizontal
dalam lembaga dan instansi lain.Selain komunikasi formal supervisor
juga harus melakukan informasi informal, pada situasi tertentu.

9. Supervisor sebagai advokat


Supervisor mewakili supervisee dalam hubungannya dengan staf
administrasi yang lain atau dengan administrator. Supervisor lebih
mungkin untuk menguraikan masalah dengan jelas dan menyarankan
solusi alternatif yang dapat diterima oleh pihak lain.
10. Supervisor sebagai penyangga administrasi
• Supervisor harus mampu melindungi supervisee dari tindakan
sewenang-wenang serta keputusan yang tidak tepat dari klien.
• Supervisor harus siap untuk menerima banding dari klien yang
tidak puas dengan pekerja sosial.
• Supervisee dapat melindungi supervisee dari paksaan atau tindakan
sewenang-wenang oleh administrator.
• Supervisor diharapkan untuk melindungi organisasi dari
penyimpangan.

11. Supervisor sebgai agen perubahan


• Supervisor dapat berperan aktif dalam perumusan atau reformulasi
kebijakan lembaga.
• Supervisor memiliki kedudukan yang strategis antara pihak
administrasi dan supervisee, yang secara aktif dapat mempengaruhi pihak
administrasi untuk membuat perubahan dan dapat menerima aspirasi
mereka.
• Supervisor tidak hanya bertanggung jawab melakukan perubahan
dalam organisasi, tetapi harus sensitif terhadap kebutuhan perubahan
dalam jaringan kerja lembaga yang dalam pelaksanaannya mempunyai
pengaruh terhadap supervisee.
• Supervisor harus berkontribusi memfasilitasi meningkatkan
efektifitas kerja superviseenya supaya dapat mendukung pelayanan yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
BAB 3
MASALAH-MASALAH DALAM PELAKSANAAN SUPERVISI
ADMINISTRATIF

A. Masalah yang Terkait dengan Tanggung Jawab terhadap Pekerjaan yang


Dilakukan oleh Pekerja Sosial.
• Supervisor bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang
didelegasikan kepada supervisee. Supervisor bertanggung jawab atas
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh suatu lembaga dalam kaitannya
dengan pekerjaannya.
• Sering terjadi malpraktek yang dilakukan oleh para supervisee.
NASW (1997, 1999) telah mengadopsi pedoman dan standar etika
pengawasan kerja. Berdasarkan dari Reamer(1998), ini mewajibkan
supervisor untuk:
 Menyediakan informasi kepada supervisee untuk memperoleh
persetujuan dari klien mereka.
 Mengidentifikasi kesalahan yang dibuat oleh supervisee.
 Mengawasi upaya pekerja untuk pembangunan dan
mengimplementasikan intervensi yang direncanakan secara
komprehensif.
 Supervisee tahu kapan klien 'harus ditangani ulang, dipindahkan,
atau layanan dihentikan.
 Tahu kapan supervisee membutuhkan konsultasi.
 Memantau kompetensi pekerja, mengatasi ketidakmampuan,
kerusakan, dan penyimpangan etika.
 Memonitor batas antara pekerja dan klien.
 Meninjau dan mengkritik dokumen pekerja dan catatan kasus.
 Supervisee memberikan pengawasan yang dijadwalkan secara
rutin.
 Menyediakan dokumen untuk supervisee.
 Hindari hubungan ganda dengan pekerja.
 Memberikan umpan balik dan evaluasi yang informatif dan
berkesinambungan kepada pekerja terhadap kinerja mereka.

B. Masalah yang Terkait dengan Kewenangan dan Kekuasaan.


1. Dasar Pemikiran tentang kewenangan dan kekuasaan
Supervisor perlu diberikan kewenangan untuk melakukan tugasny secara
memuaskan. Supervisor meninjau tindakan yang telah diambil oleh
supervisee. Ketika supervisee tidak kompeten dalam mengerjakan
tugasnya, supervisor harus bertanggung jawab untuk mempercayakan
pelaksanaan dari keputusan supervisee ketika ia tidak mampu
melakukannya. Kewenangan supervisor diberikan dan disetjui untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan benar oleh seseorang dalam suatu posisi
pada suatu organisasi dan berwenang untuk mengarahkan kegiatan, peran
seseorang dalam posisi yang lain.
2. Kewenangan Supervisor dan Sumber
• kekuasaan untuk memberikan penghargaan
penghargaan diberikan kepada supervisee karena kinerjanya yang
memuaskan.
• kekuasaan untuk memaksa (memberikan sanksi)
supervisor perlu hati-hati dalam memberikan hukuman. Hukuman
diberikan kepada supervisee yang melakukan pelanggaran. Tujuannya
adalah agar supervisee lebih sungguh-sungguh bekerja.
• kekuasaan untuk mengesahkan dan memberikan kedudukan
Kedudukan akan membuat orang disekitarnya hormat serta akan
membuat orang lain meminta pendapat kepada yang bersangkutan.Hal ini
merupakan sesuatu yang menjadikan seseorang mempuyai kewajiban
tertentu dan menyesuakan diri dengan kewajiban tersebut.
• kekuasaan untuk memberikan rekomendasi atau surat keterangan
berkaitan dengan kekuatan untuk memberikan pengaruh ke arah yang
lebih baik kepada supervisee.
• kekuasaan sebagai ahli
supervisor memiliki pengetahuan yang ingin diketahui oleh orang yang
akan belajar darinnya.
• Hubungan antara bentuk-bentuk kekuasaan supervisor
Terbagi menjadi dua, functional power dan formal power.Formal power
mencakup position power, reward power, dan coersive power. Sedangkan
functional power mencakup referent power dan expert power. Akan
menjadi baik jika power tersebut kongruen ada pada supervisor. Expert
power akan melemah jika supervisor kurang memiliki pengalaman.
• Legitimasi kewenangan
Supervisor harus menerima kedudukan, kewenangan yang terkait dan
melekat dengan posisinya.Supervisor dapat meningkatkan efektifitasnya
jika dia dapat berkomunikasi dan berperilaku yang tepat.Jika supervisor
bertindak dengan tepat maka kewenangannya akan dihormati, dan
arahan-arahannya akan lebih diterima.
• Kewenangan “nonauthoritarian”
Supervisor membutuhkan kesadaran yang sensitif bahwa otoritas terbatas
dan yang terkait dengan pekerjaan. Maksudnya adalah kewenangan yang
tidak otoriter.

C. Masalah yang Terkait dengan Penerapan Kewenangan-Kewenangan


Supervisor.
Pencabutan kewenangan serta kekuasaan dilakukan oleh supervisor. Faktor-
faktor organisasional dapat melemahkan kewenangan dan kekuasaan.
Kekuasaan supervisee untuk memberikan tanggapan atau jawaban.

D. Masalah yang Terkait dengan Peraturan, Ketidakpatuhan, serta Tindakan


Disiplin.
Aturan yang didasarkan pada nilai fungsional. Nilai fungsional adalah
sebagai pelindung aturan lembaga, standar dan prosedur supervisor memiliki
tanggung jawab untuk melihat kebijakan yang seragam ditafsirkan.
Memahami ketidakpatuhan, memantau ketidakpatuhan merupakan
tanggungjawab supervisor. Mengambil tindakan disiplin.
BAB 4
SUPERVISI PENDIDIKAN

A. Definisi Supervisi Pendidikan


Supervisi pendidikan berkaitan dengan mengajar supervisee untuk melakukan
pekerjaannya dan membantu dia mempelajarinya. Supervisi pendidikan
berkaitan dengan ketepatan dan efektivitas yang berkenaan dengan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk melakukan
suatu pekerjaan tertentu. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas
pekerja sosial atau supervisee.

B. Perbedaan
Ada beberapa perbedaan yang perlu diketahui antara pengembangan staf,
dalam kepelatihan, dan supervisi pendidikan (Gleeson 1992) yakni
Pengembangan staf mengacu pada semua prosedur di dalam lembaga dan
mengharuskan semua pegawainya untuk meningkatkan relasi, pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang terkait dg pekerjaannya, termasuk in service
training dan supervisi educational. Kegiatannya meliputi pelatihan,
ceramah.lokakarya, informasi pamflet, serta kelompok diskusi untuk pekerja
sosial, administrator, staf administrasi, dan supervisor.
In-service training adalah bentuk yang lebih spesifik dari pengembangan
staf. Biasanya ditujukan untuk mereka yg mempunyai kesamaan dalam jenis
pekerjaan dan tanggung jawab.
Supervisi Edukasional: Sebagai pelengkap dari In Service Training dan
jenis yang lebih khusus dari pengembangan staf. Supervisor melaksanakan
tanggung jawab untuk membantu supervisee dalam melaksanakan dan
menerapkan pembelajaran umum yang diberikan dalam in service training,
secara khusus atau secara individual.
1. Signifikasnsi Supervisi Pendidikan
Supmemiliki tanggungervisor memberikan pendidikan sehingga dapat
membantu supervisee dalam menghadapi pekerjaannya dengan klien.
Selain itu, supervisor membantu supervisee untuk menjadi pekerja sosial
profesional. Supervisor memiliki tanggung jawab untuk memastikan
perkembangan profesional superviseenya.

2. Hubungan Antara Supervisi Pendidikan dan Supervisi


Administratif
Sama-sama memiliki tujuan akhir yaitu memberikan pelayanan yang baik
terhadap klien. Supervisi pendidikan memberikan pelatihan yang
memungkinkan pekerja untuk mencapai pelayanan yang baik. Supervisi
administratif menyediakan struktur organisasi dan sumber daya yang
memungkinkan supervisee untuk dapat melakukan pekerjaan secara
efektif.
C. Konten dari Supervisi Pendidikan
Helen Harris Perlman (1947) menunjukkan bahwa apa yang dibutuhkan
setiap supervisee untuk tahu adalah person, problem, place, dan process (4p).
Supervisor harus mengajarkan hal tersebut. Selain itu, supervisor harus
mengajarkan proses intervensi, mengajarkan teknologi yang memudahkan
supervisee menyelesaikan tugasnya, mengajarkan untuk mengembangkan
lembaga , dan mengajar mengembangkan identitas professional.

D. Proses
Terdapat tiga tahap, yaitu :
1. Tahap memulai Pertemuan
Awalnya membuat penjadwalan secara sistematis sesuai dengan
kebutuhan atau memenuhi standar minimum. Mis: untuk supervisee yang
baru satu jam per minggu. Kemudian persiapan, mempersiapkan segala
bahan2 atau dokumen2 untuk supervisi spt catatan2, berkas kasus.
Rencana kerja dsb.Baik oleh supervisor maupun supervisee.
2. Tahap Pertengahan
Supervisor melakukan pengajaran dan pembelajaran dengan mengajukan
pertanyaan, meminta klarifikasi, dan membebaskan, mendukung,
merangsang, menegaskan, mengarahkan, menantang, dan melengkapi
pemikiran pekerja. Supervisor meminta perhatian terhadap kesalahan
dalam kinerja pekerja, kesempatan yang hilang, kesalahpahaman jelas,
kesenjangan, dan inkonsistensi. Supervisor memperkenalkan ide-ide baru,
saham pengetahuan dan pengalaman yang relevan, dan menjelaskan dan
menggambarkan kesamaan dan perbedaan antara ini dan situasi lain,
memperbesar perspektif pekerja.Orientasi terhadap pengajaran dan
pembelajaran adalah berdasarkan pada pengalaman sebelumnya, maka
akan menghasilkan cara atau pendekatan yang berbeda-beda untuk
mengajar dan belajar praktek pekerjaan sosial. Supervisor memberikan
umpan balik yang dapat membantu.

3. Tahap Pengakhiran

Akhir konferensi harus direncanakan pada awal sehingga agenda yang


dipilih dapat akan selesai dalam jangka waktu yang ditentukan.
Menjelang akhir waktu yang dijadwalkan, supervisor harus mencari
untuk titik nyaman terminasi. Supervisee harus diberi kesempatan
sebelum mengakhiri untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
mendiskusikan isu-isu yang masih mengganjal.

BAB 5

PRINSIP DAN PERMASALAHANDALAM


MENGIMPLEMENTASIKAN FUNGSI PENDIDIKAN

A. Prinsip-prinsip dalam Situasi Pembelajaran


1. Menciptakan suasana belajar yang kondusif
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Menjelaskan manfaat dari materi yang akan diajarkan.
b. Situasi belajar yang bermakna dalam hal motif dan kebutuhan
individu pekerja sosial.
c. Motivasi adalah proses internal yang diprakarsai oleh kebutuhan
yang mengarah ke pencapaian tujuan.
d. Meningkatkan motivasi supervisee untuk belajar.

2. Mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki supervisee untuk dapat


belajar dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Merancang struktur yang jelas
b. Menghormati hak-hak supervisee
c. Menerima supervisee apa adanya
d. Mengakui dan menggunakan apa yang
superviseeketahui/potensinya dan apa yang dapat dilakukan
e. Pindah dari akrab ke asing
f. Menunjukkan kepercayaan akan kemampuan supervisee untuk
belajar
g. Supervisor menguasai apa yang akan diajarkan dan yang
dibutuhkan supervisee serta siap dan bersedia untuk mengajarkan

3. Menciptakan pembelajaran yang dapat dirasakan manfaatnya.


Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Mengatur kondisi pembelajaran dengan memastikan kemungkinan
keberhasilan yang tinggi melalui optimalisasi keterampilan yg dimiliki
s’visee dg tantangan praktek yg akan dihadapi
b. meningkatkan kepuasan positif
c. Memberikan pujian melalui umpan balik positif
d. Melakukan evaluasi formal secara periodik
e. Probabilitas
f. Sukses dan kepuasan positif
g. Mempersiapkan supervisee untuk menghadapi kegagalan
4. Pembelajaran dapat berjalan dengan baik ketika supervisee
dilibatkan secara aktif.
a. Supervisee berpartisipasi aktif dalam merencanakan agenda
supervisi.
b. Memastikan keterlibatan aktif supervisee untuk membahas apa
yang dianggapnya masih meragukan.
c. Memberikan kesempatan untuk melakukan review terhdp praktek
yg dilakukannya

5. Pembelajaran dapat dipandang berarti jika supervisor


mempresentasikannya dengan baik.
a. menarik kepedulian supervisee
b. sesuai kerangka teoritis umum
c. Mengajar bermakna adalah mengajar selektif
d. Sistematis
e. sadar dan eksplisit

6. Pilih Materi yang Menarik dan Dipandang Bermanfaat Bagi


Supervisee.
Menseleksi materi yang dianggap sangat penting kemudian menyajikan
bahan ajar secara sistematis dan menyampaikan kesimpulan pada setiap
akhir sesi pembelajaran.

7. Pembelajaran dapat berjalan dengan baik ketika supervisor


memperhatikan keunikan setiap supervisee.
Diagnosis pendidikan melibatkan definisi yang tepat dari pengetahuan dan
keterampilan tertentu.Melakukan diagnose terhadap s’visee sehingga
supervisor memahami karakter setiap supervisee. Mengenali kebutuhan
belajar supervisee serta menyusun agenda pembelajaran sesuai dgn
karakteristik supervisee.

B. Membangun Kerangka Kerja Supervisor dalam Menjalankan Fungsi


Pendidikan
1.Memperjelas peran masing-masing dan tanggung jawab supervisor dan
supervisee,
2. Menjelaskan bagaimana pelaksanaan supervisiakan berlangsung,
3. Menjelaskan teori supervisor mengenai menolong dan dampaknya
terhadap ekspektasi kinerja supervisee.
4. Menguraikan proses dan standar untuk mengevaluasi kinerja supervisee,
dan
5. Menjelaskan prosedur untuk memberi dan menerima respon atau umpan
balik yang positif dan negative

C. Pentingnya Hubungan Antara Supervisor dan Supervisee untuk Supervisi


Pendidikan
 supervisor menguatkan motivasi pekerja sosial untuk belajar
 supervisor perlu memberikan supervisee kebebasan
 menekankan pentingnya hubungan supervisi. Hub s’visor dan
s’visee sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas keduanya.
Pembelajaran akan tercapai dgn baik jika diantara mereka tercipta hub yg
positif
D. Masalah yang Dihadapi Supervisor dalam Mengimplementasikan Fungsi
Pendidikan
 Supervisor perlu membekali s’visee dg materi2 baru yg dpt
memperkaya pengetahuan mereka
 Supervisor dituntut untuk menguasai bidang ilmu dan ini seringkali
dianggap suatu beban.
 Supervisor hrs memiliki dasar yg kuat utk mengajarkan secara
tepat keterampilan dan pengetahuan yg hrs dimiliki oleh s’visee
 Supervisor turut campur dlm menangani masalah klien, shg s’visee
tdk mendapatkan pelajaran yg berarti.
 Supervisoryg terlalu kuat menguasai keterampilan terapeutik dan
kurang menguasai paedagogik, cenderung memberikan psikoterapi drpd
sbg proses pendidikan.
 Supervisor cenderung defensif, karena kurang menguasai
pengetahuannya
 Sebaliknya supervisor yg bersifat egalitarian, cenderung takut
menunjukkan kemampuannya, karena khawatir akan membatasi
superviseenya untuk belajar sendiri
 Supervisor kadang memiliki sifat likes dan dislikes ttg pola belajar
superviseenya.
 Identifikasi yang berlebih dengan pekerja sosial dapat membuat
supervisor terlalu protektif
 Kontrol secara berlebihan terhadap pekerja social

E. Supervisi Pendidikan dan Terapi pada Pendidikan


Dibedakan dengan melihat dari tujuan, fokus, dan peran, yaitu :
1. Tujuan
• Supervisi: mengubah keterampilan, kemampuan
penggunaan diri secara
profesional.
• Psikoterapi: Secara total mengubah keberfungsian
adaptif individu.

2. Fokus
• Supervisi berokus pada pekerjaan supervisee, sedangkan
supervisee yang berfokus pada dirinya sendiri
• Psikoterapi: diri si klien (sebagai total person). Persoalan personal
yg ditangani hanya ketika hal tersebut mempengaruhi peforma
supervisee dalam menangani kasus.

3. Peran
– Supervisi:
• Supervisee bertanggung jawab untuk memaksimalkan
kinerjanya serta terus mengembangakan kemampuan
profesionalnya, sedangkan supervisor bertanggung jawab
untuk menolong Supervisee untuk mencapai tujuan-
tujuannya.
• Supervisee tidak bisa memilih supervisornya
• Supervisee tidak bebas untuk menterminasi
hubungannya dengan supervisor.
• Kontrak yg dimiliki Supervisee adalah untuk
mendapatkan pengetahuan dan bimbingan
• Supervisi pendidikan yg efektif membutuhkan
diagnose edukasional dalam hubungan guru dan pelajar.
– Psikoterapi:
• Klien bisa memilih terapisnya
• Klien bebas untuk menterminasi hubungnya dengan
terapis.
• Kontrak yang dimiliki PS adalah untuk
menghilangkan gejala-gejala masalah
• Proses psikoterapi yg efektif membutuhkan diagnose
psikososial yang mendetail.

F. Masalah-masalah dalam Membedakan Supervisi Pendidikan dengan


Terapi
Dilema seringkali dialami oleh supervisor, seringkali dilema apakah ia
harus menjadi pengajar ataukah terapis karena hubungannya dengan
supervisee yang intens memiliki risiko yang besar untuk berhadapan
dengan persoalan tranference dan counter tranference seperti yang terjadi
pada relasi interpersonal lainnya. Apalagi ketika supervisor harus
memelihara hubungan yang hangat dan akrab. Maka supervisor harus
dapat membedakan mana hubungan yang bersifat profesional dan mana
yang berhubungan dengan tugas.

G. Komponen Proses Paralel dalam Supervisi Pendidikan


• Proses supervisi merupakan proses pararel atau proses refleksi dari
proses pertolongan antara klien dan PSnya.supervisor perlu memahami
penampilan PS ketika PS melaksanakan tugasnya dalam menolong klien.
• Proses paralel ini bahkan bersifat tembus batas sistem. Hal-hal yg
terjadi antara klien dan PS seperti tranference misalnya, harus dapat
dipahami oleh seorang supervisor.
• Manifestasi dari proses paralel ini seharusnya memungkinkan
supervisor untuk mempersepsi apa yg terjadi dalam situasi antara klien
dengan PSnya, seperti yang terjadi pada interaksi supervisi.
• Jadi proses paralel ini, harus memungkinkan terjadi observasi yg
bersifat second hand atas performance PS dengan kliennya melalui
refleksi supervisi.

H. Supervisi Pengembangan
Supervisi pendidikan juga dapat disebut sebagai supervisi pembangunan
karena tujuannya yaitu mengembangkan supervisee dalam menangani
masalah kliennya. Di dalam supervisi perlu melakukan modifikasi untuk
merespon kebutuhan yang berubah pada diri supervisee pada tingkat
pertumbuhan yang berbeda. Supervisi yang diberikan pada supervisee pemula
maka membutuhkan tingkat instruksi dan dukungan tinggi untuk dapat
meningkatkan ketrampilannya.
BAB 6
FUNGSI SUPORTIF

A. Definisi Fungsi Suportif


Supervisor memberikan dukungan emosional bagi supervisee, membantu
supervisee meningkatkan motivasi kerja dan kepuasan kerja dalam
menjalankan tugas-tugasnya.

B. Definisi dan Gejala Burnout


Menurut Pines dan Maslach 1978:233, Burnout didefinisikan sebagai
sindrom kejenuhan fisik dan emosionalyang dihasilkan dari stres kerja
sehingga menyebabkan pengembangan konsep diri yang negatif, sikap
negatif pekerjaan, dan hilangnya perhatian dan perasaan klien.
Gejalanya adalah korban fisik, emosional dan perilaku.Supervisee
mengalami kelelahan, keletihan nyata dan kelelahan kronis. Merasa fisik
dikuras, mereka sering lebih rentan terhadap pilek, sakit kepala ketegangan,
kesulitan pencernaan, dan gangguan tidur.
Supervisor harus sadar bahwa ada saat dimana pekerja sosial kehilangan
semangat untuk bekerja, dan hal ini harus segera diatasi.

C. Sumber Stress yang Berkaitan dengan Pekerjaan yang Dihadapi


Supervisee
 Supervisi Administrasi sebagai Sumber Stress
 Supervisi Edukasional sebagai Sumber Stress
 Hubungan antara Supervisor dan Supervesee sebagai Sumber
Stress
 Klien sebagai Sumber Stres
 Sifat dan Konteks Tugas sebagai Sumber Stres
 Organisasi Sebagai Sumber Tekanan dan Stres
 Sikap Masyarakat terhadap Pekerjaan Sosial sebagai Sumber Stres

D. Kepribadian Pekerja Sosial Sebagai Salah Satu Faktor Burnout


PS yg memiliki kecenderungan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan
yang dialaminya, cenderung merespon stress kerja secara negatif lebih mudah
mengalami burnout daripada PS yang lebih rileks, yang tidak terlalu
menganggap serius tentang pekerjaannya, yang memiliki self esteem yang
tinggi dan yang tidak merasa takut menghadapi kegagalan kerja yang sesekali
dapat terjadi, dan tidak menyalahkan dirinya sendiri, serta tidak menuntut
dirinya utk melakukan hal yg sempurna.

E. Implementasi Supervisi Suportif


• Supervisor mengidentifikasi burnout dan gejalanya, setelah itu
maka supervisor bertanggung jawab untuk membantu supervisee
mengatasi masalahnya masalah dengan cara yang dapat mencegah
perkembangan dan / atau mengurangi efek stres dan ketegangan
• Supervisi suportif tidak terpisah dari supervisi edukasi dan
supervisi administratif.
• Supervisi suportif digunakan untuk mengenali prestasi PS serta
kemampuan yg dimilikinya yg kemudian dpt dijadikan dasar bagi
peningkatan kinerjanya melalui supervisi edukatif.
F. Nilai-nilai dalam Supervision: Keputusan Pertolongan
Munson (1983:217) mengemukakan bahwa supervise suportif secara rutin
meeupakan bantuan yang efektif dalam melawan kelelahan. Gillespie dan
Cohen (1984) mengemukakan bahwa kelelahan itu terkait dengan kegagalan
supervisor untuk memberikan dukungan dan bantuan teknis pada supervisee.

G. Sumber Dukungan Lain Bagi Supervisee


Supervisor bukan satu-satunya sumber dukungan untuk supervisee dalam
menangani tekanan. Sumber dukungan lainnya yaitu klien, kelompok teman
sebaya, jaringan sukungan sosial, dan kemampuan supervisee dalam
beradaptasi.

H. Permaian yang Dimainkan oleh Supervisee


Terdapat beberapa permainan untuk memanipulasi banyaknya tuntutan,
untuk membangun relasi yang diinginkan, permainan yang dimainkan untuk
memperkecil perbedaan kekuasaan, permainan untuk mengendalikan situasi
yang dihadapi. Kesulitan dalam menghadapi masalah ini adalah ketika
supervisor terpancing dalam kondisi ini. Hal yang dilakukan untuk mengatasi
permainan ini adalah dengan menghindarinya.

I. Kelebihan dari Supervisi Suportif


Humor dapat membantu mengendalikan dan mengurangi stres kerja.
Supervisee yang mendapatkan supervisi suportif cenderung menunjukkan
sikapempati dibandingkan dengan supervisee yg tidak mendapatkan supervisi
serta supervisee tidak mendapatkan supervisi, cenderung mengubah fokus
perhatiannya dari klien ke dirinya sendiri.
Tingkat stress yang dialami supervisee yang mendapatkan supervisi
suportif dapat menurun serta dapat menekan terjadinya burnout dan juga
mencegah terjadinya efek negatif dari burnout.

BAB 7
MASALAH-MASALAH DAN STRESS YANG DIALAMI SUPERVISOR

A. Masa Transisi dari Pekerja ke Supervisor


1. Motif untuk Perubahan
Terdapat beberapa motivasi untuk berubah, yaitu kebutuhan untuk
mengembangkan karir, menginginkan posisi ini agar mendapatkan
penghasilan yang besar, mendapatkan posisi yang menjanjikan. Akan
tetapi, setelah menjadi supervisor malah dia tidak mendapatkan apa yang
diinginkan. Hal ini dapat menjadi sumber stress.

2. Persiapan untuk Perubahan


Biasanya terdapat perasaan belum siap untuk menjadi supervisor
walaupun telah memiliki pengalaman praktek. Ketidaksiapan ini dapat
menjadi sumber stress bagi supervisor.
3. Perubahan Persepsi Diri dan Identitas Diri
Posisi yang baru sebagai supervisor membuat seseorang mengalami
perubahan image dirinya, dan identitasnya. Ketika pindah ke supervisor,
pekerja menganggap stress tanggung jawab yang lebih besar. Ia memiliki
tanggung jawab kepada supervisee untuk administrasi, pendidikan, dan
dukungan serta tanggung jawab utama untuk layanan kepada klien.
Pekerja dipromosikan bertanggung jawab lebih besar untuk perumusan
kebijakan di hubungan lembaga dan komunitas-lembaga. Padahal
sebelumnya pekerja bertanggung jawab hanya untuk bekerja sendiri, ia
sekarang memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk pekerjaan
sejumlah orang lain. Bukannya bertanggung jawab atas beban kasus
tunggal, supervisor sekarang bertanggung jawab untuk sejumlah dari
mereka.

4. Perubahan dari Pekerja Sosial ke Manajer


Posisi supervisor sering dianggap sebagai posisi yang menjauhkan diri
dari kepuasan siri. Ketika dia bisa memberikan pelayanan langsung pada
kliennya namun dengan mempunyai posisi sebagai supervisor maka dia
harus belajar untuk menawarkan layanan melalui orang lain.Supervisor
adalah seorang fasilitator yang lebih pasif dari pencapaian hasil klien.
Tugas utk menggunakan kewenangannya dlm menilai org yg
disupervisinya membutuhkan perubahan sikap yg cukup drastic.Sbg PS
tdk pernah mengarahkan klien, segala keputusan di;lakukan atas tanggung
jawab klien, PS hanya menyarankan dan memberi informasi. Mjadi
s’visor dia punya kewenangan utk menerima atau bahkan keputusan
s’viseenya.Dia bahkan berwenang utk merubah keputusan orang yg
menjadi tanggung jawabnya.Perubahan ini bukan hal yg mudah dilakukan.
5. Perubahan dalam Hubungan Teman Sejawat

Jarak sosial meningkat di antara supervisor dan teman-temannya. Ada


banyak formalitas, spontanitas yang kurang dalam interaksi dan mungkin
lebih besar dan keraguan dalam komunikasi. Supervisor menjadi objek
kecemburuan dan mungkin kebencian dari para PS lapangan yg dulu
menjadi sahabatnya serta terdapat perasaan dijauhi. Untuk
menghilangkan perasaan canggung, harus ada tindakan supervisor baru
untuk mengatsinya dengan mengunjungi dan hanya sekedar ngobrol
ringan dengan teman-teman lamanya.

A. Stres (Tekanan) Ketika Menjadi Supervisor: Masalah dalam Menjadi


Supervisor
Selain tekanan yang dihadapi dalam menjadi supervisor, ada tekanan yang
berhubungan dengan pekerjaan yang sedang berlangsung yang terlibat keika
menjadi supervisor (Zunz 1998). Tekanan tersebut yaitu tugas yang
dikerjakan lebih banyak, dituntut menjadi model bagi yang dibimbingnya,
kesadaran akan keterbatasannya kemampuannya yang akan mempengaruhi
kualitas pekerjaannya sebagai seorang supervisor, konfigurasi hubungan
interpersonal yang dihadapi supervisor lebih kompleks dibandingkan menjadi
PS lapangan, stress yg dialami supervisor juga sebagai akibat dari
ketidakjelasan mengenai batasan tugas dan tanggung jawab serta kewenangan
yang dimilikinya, proses supervisi yang bersifat formal merupakan sumber
stress tersendiri bagi seorang supervisor, perasaan berkompetisi dengan
superviseenya sambil harus menunjukkan spirit kerjasama di dalam
kelompok juga bukan merupakan hal yg mudah diatasi, Kemalasan
supervisee untuk belajar, penolakan dan ketidakmampuan mereka, akan
menjadi kegagalan dalam penanganan klien dan hal tersebut merupakan hal
yang sangat ditakuti oleh supervisor, Dilema antara tuntutan untuk
memberikan pelayanan terbaik bagi klien dan kepentingan untuk melindungi
lembaga seringkali membawa supervisor dalam kesulitan.

B. Tantangan dalam Keragaman Manusia


Keragaman manusia tumbuh dalam praktek pekerjaan sosial merupakan
sumber yang berkelanjutan stres bagi Supervisor. Supervisor, supervisees,
dan klien lembaga bervariasi dalam ras dan etnis, gender, dan orientasi
affectional

C. Masalah Dikaitkan Dengan Posisi Hirarkis


Masalah yg berkaitan dg posisi hirarhikal yakni keberhasilan supervisi
dipengaruhi hubungan yang baik antara supervisor dengan supervisee. Di sisi
lain ia juga harus menjalin hubungan baik dengan petugas administrasi. Pada
hubungan ini PS sering konflik dengan petugas administrasi.

D. Penanganan Stress (tekanan) oleh Supervisor


1. Supervisor perlu beradaptasi
kepuasan atas pencapaian perannya dalam melakukan supervisi
memberikan kepuasan tersendiri, sehinga membuat supervisor menjadi
terbiasa dengan berbagai tantangan dan kesulitan.
2. Permainan Supervisor
Bermain sandiwara yang dilakukan oleh supervisor dengan
superviseenya.

E. Supervisor yang Baik


1. Sebagai seorang administrator, supervisor yg baik adalah:
a. Menerima posisinya sebagai seorang administrator

b. Memberikan prosedur yang terstruktur dengan jelas dan


memberikan umpan balik yang konstruktif kepada kliennya. Selain
itu,memiliki hubungan yang baik dengan lembaga
c. Melakukan usaha kreatif untuk mensinkronkan kebutuhan lembaga
dengan kebutuhan emosional pekerja
d. Tidak menganggu proses intervensi supervisee kepada klien.
e. Selalu siap membantu superviseenya.
f. Membangun hubungan interpersonal yang baik dengan
superviseenya.
g. Berkomunikasi secara efektif, baik secarahorizontal maupun secara
vertical.
h. Menyeimbangakn kebutuhan lembaga .

2. Sebagai seorang pendidik, supervisor yang baik adalah:


a. Mempunyai sikappositif dan pandangan ke depan mengenai peksos
serta mandatnya, komitmen, mengamalkan nilai-nilai profesi
b. Perhatiaan tinggi terhadap peningkatan pengembangan profesional
dan minat supervisee
c. Memiliki keahlian, pengetahuan, teori, dan praktek yang selalu up
to date
d. Memiliki orientasi pemecahan masalah terhadap pekerjaan
superviseenya
e. Memberikan struktur yang fleksibel tapi jelas dalam
mengembangkan relasi supervisor dan supervisee
f. Secara aktif mempersiapkan pertemuan supervisi dan konferensi.
g. Memiliki sensitivitas budaya
h. Menmgembangkan hubungan baik dengan superviseenya.
i. Selalu siap dan bersedia untuk membagi keahliannya secara efektif
j. Menunjukkan kompetensi profesionalnya scr teknis dlm membantu
s’visee melaksanakan pekerjaannya.
k. Selalu siap memberikan toleransi dan menerima kesalahan-
kesalahan serta kegagalan karena ia meyakini bahwa gagal
merupakan komponen alamiah yang membangun proses belajar.

3. Menjadi pemberi support, supervisor yg baik adalah:


a. Melahirkan optimisme dan otonomi bagi superviseenya dengan
memproyeksikan sikap percaya diri, percaya pada supervisee.
b. Siap dan bersedia serta merasa senang untuk selalu memberikan
penghargaan atas penampilan baik superviseenya; siap menghadapi
tantangan dan menghadapi pekerjaan-pekerjaan yg kurang sesuai
c. Sensitif terhadap stress yang ditunjukan oleh pekerja dan fleksibel
dalam menyesuaikan tuntutan kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan
lainnya secara tepat.
d. Membangun komunikasi resiprokal yang bebas tapi penuh dengan
superviseenya.
e. Merasa senang tanpa harus defensif untuk menerima umpan balik
negatif serta reaksi counter tranference dan juga toleran terhadap
kritik-kritik yang bersifat membangun.
f. Tidak bersifat intrutive (mencampuri) secara emosional kepada
hal-hal yg bersifat pribadi bagisuperviseenya.
BAB 8

EVALUASI

A. Definisi Evaluasi
 Menurut Schmidt dan Perry 1940, Evaluasi dalam supervisi
didefinisikan sebagai penilaian yang obyektif dari fungsi total pekerja
pada pekerjaan selama periode waktu tertentu.
 Ini adalah proses penerapan prosedur sistematis untuk
meningkatkan profesionalisme pekerja sosial.

B. Nilai Evaluasi
1. Nilai Untuk Pekerja
Evaluasi membantu memotivasi, langsung, dan mengintegrasikan
pembelajaran. Supervisee dirangsang untuk belajar dan berubah untuk
mencapai evaluasi yang baik.

2. Nilai kepada Badan


Evaluasiolehsupervisor dalam pekerjaansuperviseeadalahsatu linkdalam
rantaipertanggungjawaban kepadamasyarakatterhadapseluruhbadanyang
bertanggung jawab. Konferensievaluasimemberikan kesempatanuntuk
penataanakuntabilitas.Evaluasi yang sistematis dalam
Periodikkinerjapekerjadapat menunjukkanperubahan yang
diperlukandalam administrasilembaga

3. Nilai kepada Klien


Manfaat utama dari evaluasi untukklienadalah bahwasebagai
akibatnyadialebih cenderungdipastikanpelayananyang efektifdan
dilindungi darikelanjutan darilayanan yang tidak memadai.

4. Nilai untuk Supervisor


Supervisordapatmembuatpertandinganlebih baik antara tugas-tugas yang
harus diselesaikan,minat dan kemampuan dari masing-masing pekerja.

C. Tujuan Evaluasi
1. Administratif terfokusuntuk tujuan administratif evaluasi
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk membuatan laporan.
2. Pertumbuhan profesionalisme pekerja sosial. Evaluasi Ini
merupakan sebuah proses pembelajaran yang bisa menggambarkan
kekuatan dan kelemahan performa atau kinerja dari pekerja sosial.
Evaluasi bisa dijadikan umpan balik bagi pekerja sosial untuk
mengembangkan dirinya.
3. Pengembangan pelayanan.

D. Aspek yang Dievaluasi


1. Kemampuan membangun dan mempertahankan relasi profesional
yang bermakna dan efektif dengan klien.
2. Proses pekerjaan sosial yang meliputi pengetahuan dan
keterampilan
3. Orientasi terhadap lembaga seperti tujuan, kebijakan dan
keterampilan
4. Hubungan dalam penggunaan supervisi seperti fungsi administratif,
edukasi, dan personal support.
5. Relasi dengan staflembaga
6. Pengelolaan persyaratan kerja dan manajemen terhadap beban
kerja
7. Profesionalisme yang terkait dengan sikap dan kelengkapan kerja
8. Mengevaluasi tentang kompetensi budaya.

E. Sumber Informasi untuk Evaluasi


Sumber-sumber yang mungkin dari informasi yang tersedia kepada
supervisor mengenai kinerja pekerja termasuk ;
 Supervisee verbal laporan kegiatan.
 Supervisee tertulis catatan.
 Rekaman suara rekaman supervisee-klien (individu, kelompok,
atau komunitas) kontak.
 Rekaman video dari supervisee-klien kontak.
 Pengamatan kinerja supervisee melalui satu-arah layar.
 Pengamatan supervisee dalam wawancara bersama.
 Pengamatan aktivitas supervisee dalam pertemuan kelompok
pengawas.
 Pengamatan aktivitas supervisee dalam rapat staf dan / atau
konferensi profesional bersama.
 Klien dan rekan evaluasi kinerja supervisee itu.
 Disupervisi korespondensi, laporan, bentuk statistik, jadwal
mingguan, log tindakan sehari-hari, catatan kinerja bulanan, dan
sebagainya.
 Klien dan hasil organisasi.

F. Evaluasi Supervisor
Langkah-langkah yang direkomendasikan telah digambarkan sebagai
handal dan tampaknya memanfaatkan dimensi kunci pengawasan yang efektif
(Henderson, Cawyer, dan Watkins 1999): (1) suara kemampuan interpersonal
untuk membangun hubungan, (2) praktik pengetahuan dan pengalaman, (3)
tujuan- berorientasi struktur dan kinerja umpan balik, (4) sikap mendukung
terhadap supervisee, dan (5) keseimbangan yang efektif antara arah dan
otonomi.

BAB 9
SUPERVISI KELOMPOK

A. Definisi Supervisi Kelompok


Supervisi kelompok merupakan salah satu metode dalam supervisi
dimana kelompok digunakan untuk mengimplementasikan tanggung jawab
dari supervisi. Di sini, supervisor menjalankan fungsi edukasi, administrasi,
dan personal support.
Kelompok terdiri dari para supervisee sebagai anggota dan supervisor
sebagai pemimpin. supervisi kelompok sebagai pengganti atau penguat dari
supervisi individu.

B. Keuntungan Supervisi Kelompok


 Lebih ekonomis dari segi waktu dan biaya dibandingkan supervisi
individu.
 Lebih luas berbagi pengalaman belajar-mengajar antar supervisee.
 Memberikan kesempatan bagi supervisee untuk
berbagipengalaman mereka. Apabila ditemukan masalah yang sama
secara bersamaan saling mendukung untuk mencari solusinya.
 Anggota kelompok dapat bertindak sebagai sumber dukungan
emosional.
 Mempunyai kesempatan untuk berbagi tentang masalah-masalah
bersifat umum yang sering dihadapi dalam pekerjaan, dalam dirinya
sendiri, dalam memberikan terapi.
 Memberikan supervisee kesempatan untuk melihat karya orang lain
dan menyediakan mereka dasar untuk perbandingan.
 Untuk beberapa supervisee, kelompok adalah media pembelajaran
yang paling nyaman, karena beberapa supervisee menganggap kalau
supervisi individual mengembangkan relasi yang terlalu intens.
 Kelompok dapat memberikan keamanan bagi beberapa supervisee.
 Mampu mendorong interaksi antara anggota dari unit kerja dan
untuk membantu mengembangkan rekan kohesi kelompok .
 Menyediakan supervisor dengan kesempatan mengamati
supervisee dalam berbagai jenis hubungan.
 Supervisi kelompok memungkinkan spesialisasi menguntungkan
fungsi.
 Supervisor lebih mudah untuk mencapai modifikasi perilaku
supervisee.
 Memungkinkan supervisor untuk mengamati supervisee dalam satu
set agak berbeda dari hubungan , itu memungkinkan supervisee untuk
mengamati supervisor pada kondisi yang berbeda.
 Memberikan kesempatan pada supervisee untuk menggunakan
supervisor sebagai model untuk belajar dalam kelompok dan dalam
keterampilan berinteraksi.
 Menawarkan media yang efektif untuk berbagi kekuasaan dan
pemerataan daya antara supervisor dan yang disupervisi.
 Menyediakan kesempatan belajar bagi pendidikan multikultural.

C. Kerugian Supervisi Kelompok


 Tidak ada pemenuhan supervisi yang sifatnya khusus.
 Situasi kelompok merangsang persaingan antar supervisee untuk
mendapatkan perhatian lebih dari supervisor.
 Terdapat kesulitan bagi supervisee yang baru untuk bergabung,
sehingga kemungkinan bisa dibenci dan menimbulkan ketidakstabilan.
 Supervisi kelompok memungkinkan supervisee untuk melepaskan
tanggung jawab dan menerima solusi kelompok serta keputusan yang
diambil secara kelompok.
 Waktu habis hanya untuk merespon kasus supervisee yang lain
daripada membahas kasusnya sendiri.
 Memiliki risiko miss komunikasi yang lebih tinggi daripada
supervisi individu.
 Supervisor lebih sulit mengontrol interaksi dan situasi dalam
kelompok daripada interaksi dalam supervisi individu.
 Cenderung dapat melumpuhkan individualitas dan kreativitas.
 Menuntut supervisor untuk memiliki pengetahuan dan
keterampilan, harus mengembangkan dan menjaga hubungan serta pola
komunikasi antara masing-masing anggota kelompok danyang lain.

D. Penggunaan Supervisi Kelompok dan Supervisi Individu


Karena supervisi kelompok maupun individu sama-sama memiliki
kelebihan dan kekuranngan maka dapat digunakan secara bersama-sama
sehingga dapat saling melengkapi.

E. Penelitian tentang Supervisi Kelompok


Shulman mengemukakan bahwa sesi kelompok diadakan pada rata-rata
dua kali sebulan dan bahwa memegang teratur dijadwalkan sesi kelompok
berkorelasi positif dengan hubungan kerja yang baik antara supervisor dan
sepervisee.

F. Proses dalam Supervisi Kelompok


 Mengatur kelompok
a. Pengaturan ruang fisik
b. Pembuatan jadwal pertemuan
c. Rotasi tanggung jawab
 Tujuan
Tujuan dari supervisi kelompok ditentukan oleh lembaga. Anggota dari
kelompok menyisihkan waktu dan energinya untuk melakukan pertemuan
kelompok.

 Kepemimpinan dan perencanaan dalam pertemuan kelompok


Supervisor seorang pemimpin sehingga memiliki kewenangan dan
kewajiban untuk membimbing dan mengarahkan yang disupervisi.
Perencanaan harus mencakup pertimbangan format yang paling
menguntungkan untuk setiap konten yang tepat untuk pertemuan yang terjadi.

 Konten dan metode


Dalam pertemuan supervisi kelompok yang menjadi bahasan adalah
mencakup masalah yang menjadi perhatian pekerja sosial dan lembaga. Juga
mengenai pembahasan tentang prosedur , bentuk, dan laporan yang khusus
diberikan lembaga. Diskusi dilakukan melalui pembahasan : Kasus klinis,
Role-playing, Pemutaran audio-video.

 Tanggung jawab supervisor


a. Bertanggung jawab sebagai pemimpin kelompok.
b. Bertanggung jawab memegang kelompok untuk tujuan merangsang dan
menghargai jenis interaksi kelompok yang optimal akan membantu kelompok
mencapai tujuannya .
c. Selama pertemuan supervisor bisa mengajukan pertanyaan, mendukung
ide-ide dari supervisee, memberikan klarifikasi, memfasilitasi, mengarahkan,
memberikan saran dalam penyelesaian konflik.
d. Sebagai supervisor dalam supervisi kelompok, kelompok dijadikan media
untuk melaksanakan fungsi supervisi baik yang bersifat administratif,
edukatif, dan personal support.

G. Humor dalam Supervisi Kelompok


Tertawadapat memecahkan keheningan dalam kelompok. Pembahasan
serius dapat menyebabkan stres . Penempatan humor yang tepat
memungkinkan kelompok untuk kembali segar untuk bekerja. Hal ini
berfungsi untuk membantu mengembangkan persahabatan dan ikatan , kohesi
kelompok dan suasana informalitas yang menyenangkan.

BAB 10

MASALAH DAN INOVASI

A. Masalah dan Inovasi


Terdapat beberapa masalah yang sering dihadapi dalam praktek peksos
yaitu terkait dengan metodologi dan juga bagaimanasupervisor
mengoberservasi serta memberi pelajaran praktik pada supervisee di lapangan
atau teknis di lapangan.

B. Sifat Masalah
Supervisor memiliki masalah dengan bagaimana caranya mengakses
kinerja supervisee. Supervisor perlu memiliki pengetahuan yang jelas tentang
apa yang dilakukan supervisee agar kegiatan supervisi berlangsung efektif.
Namun, sering terjadi supervisor tidak dapat secara langsung mengamati
kinerja supervisee. Sumber informasi yang paling sering digunakan oleh
supervisor dalam mengamati kinerja pekerja adalah bahan-bahan catatan
kasus dilengkapi laporan secara lisan yang disusun dan disajikan oleh
supervisee. Supervisor mengalami permasalahan akses terhadap kinerja
pekerja dan semakin diperparah oleh fakta bahwa tidak hanya kinerja pekerja
itu sendiri yang “tidak terlihat”, tetapi hasil dari kinerja pun tidak jelas atau
ambigu. Supervisor pekerja sosial tidak pernah melihat produk yang terlihat
jelas dari kinerja pekerja bersangkutan.

C. Inovasi
1. Pengamatan Langsung dari Kinerja Supervisor
Supervisor dapat melakukan pengamatan langsung dari wawancara,
baik dengan bersama-sama duduk dalam situasi berlangsungnya wawancara
ataup mengamati wawancara tersebut melalui cermin atau layar satu arah
serta supervisi dari co-terapi. Prosedur ini membutuhkan izin dari klien.
 Duduk bersama dalam situasi wawancara
Menurut Kadushin (1956a, 1956b, 1957), dengan cara ini
maka supervisor tidak mengganggu klien dan tidak begitu
mempengaruhi berlangsungnya proses wawancara antara klien dan
pekerja.
 Cermin satu arah
Cermin atau layar satu arah memungkinkan supervisor untuk
tidak beresiko datau berpatisipasi serta meminimalkan intrusi
supervisor dalam sesi wawancara kelompok (Fleischmann, 1955).
Kegiatan ini memerlukan ruangan khusus.
 Pengawasan Co-terapi
Supervisor dapat menjadi peserta aktif dalam kinerja
supervisee dan juga dapat melihat secara langsung supervisee.
Namun, pengunaan co-terapi dapat menimbulkan masalah jika
berhubungan dengan supervisi pendidikan. Jika supervisor aktif
dalam pertemuan antara klien dengan supervisee maka terjadi
dinamika yang mana mungkin terjadi yaitu terapis junior akan
tunduk kepada terapis seniornya yang cenderung mengambil ahli.
Supervisor disarankan agar memberikan tanggung jawab utama
kepada supervisee. Supervisor akan campur tangan jika supervisee
mengalami kesulitan, supervisor harus pandai membaca situasi.
Ada yang berpendapat bahwa adanya co-terapi memberikan
dampak otonom seorang supervisee untuk menimbulkan
ketergantungan. Disisi lain, dapat menimbulkan dampak positif
yaitu supervisor secara langsung dapat melihat supervisee terampil.
Jadi, supervisor dapat memberikan evaluasi bagi kinerja supervisee
dalam kepentingan pertolongan pada klien dan membantu
supervisee untuk lebih berkembang.

2. Pengamatan Tidak Langsung dari Kinerja Pekerja ( Supervisee )


Rekaman Video dan audio sebagai sarana untuk menyediakan
informasi yang lengkap, dapat dipercaya, dan jelas tentang kinerja
supervisee, selain itu dapat membuat kehadiran klien langsung dan jelas
sehingga memungkinkan supervisor untuk membahas klien secara lebih
jelas kepada superviseenya. Bagi supervisee, rekaman ini dapat juga
dijadikan sebagai pembelajaran mandiri, dengan cara memutar ulang
rekaman, melihat dan mengamati segala bentuk penampilan atau tingkah
lakunya pada saat melakukan wawancara, apa yang menyebabkan ia
melakukan perilaku tertentu pada saat tertentu dengan klien.
Kelemahannya yaitu supervisee menahan perilaunya, menjaga, dan
kurang spontan dalam berperilaku karena sadar bahwa ia sedang direkam.

3. Supervisi Langsung Selama Wawancara


Alasan melakukan supervisi langsung yaitu memindahkan interaksi
supervisor lebih dekat ke tempat aksi berlangsung dan untuk meningkatkan
kecepatan dan spontanitas mengajar supervisor.supervisi langsung juga
memungkinkan supervisee untuk menguji kemampuannya menerapkan saran-
saran supervisor dan untuk memastikan respon klien terhadap intervensi yang
disarankan.
 Supervisi Bug-in-the-Ear dan Bug-in-the- Eye
Bug-in-the-Ear merupakan Sebuah alat kecil, ringan, tidak
mengganggu, pemakaian dibelakang telinga sebagai alat bantu dengar yang
meungkinkan supervisor untuk berkomunikasi dengan supervisee selama
berlangsungnya wawancara atau pertemuan kelompok. bug-in-eye, dalam
metode ini supervisor mempekerjakan layar komputer atau video untuk
berkomunikasi dengan supervisee.

Bernard dan Goodyear (1998) mengemukakan keutamaan dalam


supervisi langsung, yaitu:
1. Ada kemungkinan peningkatan bahwa praktek diarahkan oleh
klinikan yang lebih berpengalaman akan jauh efektif.
2. Pengawasan langsung melindungi kesejahteraan klien.
3. Supervisor lebih bertanggung jawab langsung atas hasil praktek
dalam supervisi langsung.
4. Pengawasan langsung mencegah klinikan terlibat dalam sistem
keluarga klien.
5. Supervisee dapat belajar lebih efisien dalam supervisi langsung.

Selain itu, menurut McCollum dan Wetchler, 1995 menunjukkan


beberapa kelemahan, yaitu:

1. Supervisi langsung membutuhkan waktu, mahal, dan sulit


dijadwalkan.
2. Kemampuan belajar dalam supervisi langsung mungkin tidak
generalisasi pada situasi praktek lain.
3. Supervisi langsung dapat menghasilkan praktisi pasif yang
mengambil inisiatif kecil.
4. Supervisi langsung memberi dampak yang mengganggu.

D. Pengamatan Kinerja Pekerja: Rekapitulasi


Masalah utama dalam supervisi adalah masalah akses supervisor
terhadap kinerja dari supervisee. Supervisi administratif untuk evaluasi
dan tanggung jawab, supervisi pendidikan untuk pengembangan
profesional, dan semua dukungan supervisi membutuhkan pengetahuan
langsung supervisor dari apa yang supervisee lakukan sebenarnya.

E. Masalah Supervisi Tak Berkesudahan


Supervisee memiliki batas waktu akan di awasi dalam kinerjanya.
Di beberapa sekolah pekerjaan sosial AS menunjukkan bahwa 95 persen
kasus supervisee dapat diangkat sebagai supervisor hanya setelah dua
tahun pengalaman melakukan pelayanan langsung sebagai MSW. Hal ini
berarti bahwa beberapa praktisi profesional berkualitas itu sendiri di
awasi secara rutin pada saat mereka mencapai tahun keenam mereka
praktek. Pada studi profesional di industri menunjukkan bahwa
“laboratorium industri cenderung tidak memberikan otonomi kepada para
ilmuwan terlepas dari pelatihan akademis mereka sampai setelah mereka
telah membuktikan diri selama periode tertentu” (Abrahamson,
1967:107).

F. Supervisi Tak Berkesudahan dan Otonomi Pekerja


Adanya otonomi pekerja menimbulkan pertanyaan bahwa sejauh
mana pekerjaan di birokrasi lembaga sosial benar-benar membatasi
otonomi profesional. Pada sebuah penelitian dengan sampel anggota
NASW, Profil yang muncul dari tanggapan mereka menunjukkan bahwa
para pekerja sosial dalam pengalaman delapan puluhan dengan otonomi
relatif tinggi dalam pekerjaan mereka- pekerja sosial memiliki lebih
banyak kekuatan kebijaksanaan dalam berurusan dengan klien dari pada
yang secara umum diasumsikan” (Reeser dan Epstein, 1990:92).Sebuah
kontroversi yang berkembang tentang supervisi, bahwa supervisi yang tak
berkesudahan telah membuat PS bergantung dan kewenangannya menjadi
terbatas.

G. Sikap terhadap Pengawasan Tak Berkesudahan


Kelanjutan supervisi memperoleh dukungan dari pendukung yang
menunjukkan aspek positif dari supervisi yang dilanjutkan. Meskipun di
beberapa titik terapis mungkin tidak perlu lagi aspek supervisi
pendidikan, namun akan terus membutuhkan dukungan emosional
pengawasan atau konsultasi karena sifat dari pekerjaan klinis.
Ketidakpuasan utama dengan supervisi berkelanjutan tampaknya terletak
dengan memperpanjang supervisi pendidikan. Kewajiban melanjutkan
supervisi pendidikan menunjukkan bahwa supervisee tidak cukup tahu,
tidak sepenuhnya kompeten, dan tidak mampu melakukan praktek
otonom.

H. Inovasi untuk Meningkatkan Otonomi Pekerja


 Supervisi dengan Rekan Kelompok
merupakan suatu proses yang sekelompok profesional di agen yang
sama bertemu secara berkala untuk meninjau kasus dan pendekatan
pengobatan tanpa pemimpin, saling berbagi keahlian, dan mengambil
tanggung jawab untuk mereka sendiri dan pengembangan profesional
masing-masing dan untuk menjaga standar badan layanan. (Hare dan
Frankena, 1972:527).
Kelebihannya yaitu dapat sisi menciptakan otonomi dan kreativitas,
sertakemandirian dari supervisee. Kelemahannya yaitu sering terjadi
persaingan di antara mereka dan anggapan bahwa tdk akan mendapat
sesuatu apapun dari teman karena pengalaman dan pengetahuannya
tidak lebih banyak dari yang lainnya. Supervisi ini akan lebih
produktif jika anggota kelompok terdiri dari pekerja sosial yang
memiliki pengalaman, panjangnya pelatihan, dan latar belakang yang
sebanding.

 Konsultasi Rekan
Konsultasi rekan memberi kesempatan bagi supervisee untuk dapat
mandiri dan berkreasi, yaitu dengan meminta bantuan rekannya yang
dianggap memiliki pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan lebih
dalam menangani kasus yang sama seperti yang sedang
ditanganinya.Mereka memiliki tingkat kemampuan yang sama, sehingga
suatu saat secara bergantian supervisee yang tadi berkonsultasi, dalam
kesempatan yang lain bisa menjadi konsultan.

 Supervisi Tak Berkesudahan dan Debirokratisasi


Intensif pelaksanaan prosedur manajemen partisipatif cenderung untuk
meningkatkan otonomi pekerja. Supervisor hanya sebagai salah satu
anggota tim dengan posisi yang agak lebih tinggi dari yang lainnya. Dia
bertindak sebagai konsultan, koordinator, dan narasumber kepada anggota
tim dan jika diperlukan sebagai pemimpin dalam tim. Namun, tanggung
jawab untuk tugas kerja, pemantauan kuantitas dan kualitas pekerjaan
anggota tim, dan kebutuhan pendidikan pertemuan anggota tim
diinvestasikan dalam kelompok. Supervisee melakukan negosiasi kontrak
dengan supevisor, menentukan hal-hal yang dia rasa perlu utuk belajar
dalam jangka waktu tertentu.

I. Supervisi dalam Konteks Managed Care (Perawatan Dikelola)


Merupakan sistem pengiriman perawatan kesehatan dimana berbagai strategi
digunakan untuk mengoptimalkan nilai dari layanan yang diberikan oleh
pengendalian biaya dan pemanfaatan, mempromosikan kualitas mereka, dan
mengukur kinerja untuk memastikan efektivitas biaya (dengan secara aktif
mengelola) baik medis dan keuangan aspek perawatan pasien. Corcoran dan
Vandiver (1996;309).
 Pengawasan Administrasi dan Perawatan Dikelola
Keputusan pengawas tentang pilihan klien, sifat jasa yang akan diberikan,
dan durasi pengobatan seringkali ditunda oleh keputusan organisasi
perawatan dikelola, dikarenakan oleh sistem managed care yang didorong
oleh data sehingga supervisor harus memastikan bahwa rincian jelas, akurat,
dan benar-benar didokumentasikan.
 Pengawasan Pendidikan Klinis dan Perawatan Dikelola
Untuk tujuan pendidikan, supervisor harus reorientasi sebagaimana
sistem dalam perawatan yang meminta penilaian cepat dalam
penyajian masalah, kemampuan dalam menyimpulkan kontak klien
dalam waktu terbatas, dan untuk kompeten dalam menggunakan
intervensi.

 Pengawasan Pendukung dan Perawatan Dikelola


Konteks managed care menyajikan pekerja sosial dengan situasi
yang cenderung menghasilkan stres yang cukup mengganggu
dalam hal profesional dan etika. waktu dan energi yang ditujukan
untuk supervisi klinis dan pendukung tidak secara langsung
menghasilkan pendapatan.

 Pengalaman Badan Debirokratisasi


Keberhasilan peningkatan otonomi melalui agen debirokratisasi dalam
meningkatkan partisipasi supervisee sebagian besar diperoleh hanya pada
sebagian kecil instansi.

J. Masalah Profesional dan Birokrasi


Munculnya ketegangan antara kebutuhan supervisee yang
ditentukan sesuai sifat praktek pekerjaan sosial dengan kebutuhan
mengakomodasi persyaratan yang harus dilakukan karena bekerja di
suatu organisasi. Ketegangan yang terjadi dapat dimediasi oleh supervisor
sebagai wakil supervisee maupun wakil dari organisasi.

K. Dilema Etis dalam Supervisi


Sebuah dilema yang dialami supervisee akan menjadi dilema bagi
supervisor. Sebuah masalah terjadi ketika kesenjangan antara apa yang
wajib dilakukan bertentangan dengan realitas. Terdapat dua pilihan dari
dilema yaitu yang pertama melibatkan pilihan sulit ketika supervisee
harus bekerja sesuai dengan pedoman perawatan yang akan diterima
klien. Kedua melibatkan pelanggaran terhadap standar etika dalam
pekerjaan sosial, mungkin terhadap tuntutan hukum atas tuduhan
malpraktik atau beberapa bentuk kelalaian lainnya. Supervisee yang
mengalami situasi dilema dapat membicarakan dan meminta bantuan
supervisor.

L. Seksisme dan Administrasi Pekerjaan Sosial


Seksisme merupakan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
Wanita yang menempati posisi administrasi pekerjaan sosial memperoleh
pendapatan secara signifikan kurang dari rekan-rekan pria mereka

M. Masalah Pendidikan untuk Pengawasan


Masalahnya yaitu kurangnya pelatihan dan pengawasan
pendidikan. Menurut Aiken dan Weil (1981) mencatat bahwa adopsi
peran dan emulsi atau modelling adalah cara utama belajar untuk
mengawasi.
N. Perspektif Nilai-nilai Positif dari Pengawasan Profesional
Berbagai penelitian menemukan bahwa pengawasan secara
signifikan berkorelasi dengan kepuasan kerja baik bagi supervisee
maupun bagi klien dan prosedur administrasi lembaga melalui kegiatan
menolong atau membantu dalam pencapaian tujuan. Pelatihan formal
untuk supervisi pekerjaan sosial, memegang gelar MSW sebagai
supervisor yang terlatih secara profesional, dengan program atau
prosedursupervisi yang tepat akan mendukung pencapaian nilai-nilai
positif dari supervisi.

Anda mungkin juga menyukai