Anda di halaman 1dari 5

Diskusi 3 HKUM4309

Salaam

Tindak pidana hak asasi manusia terdiri dari kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusian. Sedangkan tindak pidana terorisme merupakan tindakan yang dilakukan dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan. Kemudian tindak pidana penerbangan berkaitan dengan
penerbangan meliputi wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi
penerbangan, serta keselamatan dan keamanan.

Sehubungan dengan itu:

1. Berikan analisis mengenai pengaruh Statuta Roma 1998 terhadap hukum UU No. 39
tahun 1999 dan UU No. 26 tahun 2000 !

Jawaban :

Jika dilihat dari sisi pergaulan antar masyarakat internasional, Indonesia dapat dianggap
tidak mendukung perdamaian dunia. Yang salah satunya adalah Perlindungan terhadap
HAM. Salah satu negara yang mendesak Indonesia untuk meratifikasi Statuta Roma
adalah Belanda. Begitu juga dengan PBB yang memberikan rekomendasinya pada
Indonesia. Bisa saja komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia dipertanyakan dan
Undang-Undang Dasar 1945 pun bisa terkena dampaknya. Atas dasar faktor-faktor
urgensi, keuntungan dan kerugian di atas, penulis berpendapat bahwa Indonesia sangat
layak untuk meratifikasi Statuta Roma. Berkaca dari alasan keurgensian yang
disandingkan langsung dengan kondisi Indonesia saat ini dan Statuta Roma yang tidak
bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945, justru Statuta Roma sejalan dan
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang bertujuan untuk
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, sesuai pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, perihal mengenai Statuta Roma sebagai bentuk pengefektifan penegakan
HAM dan pelaksanaan pengadilan HAM yang dikawal dengan UndangUndang No. 39
Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM juga menjadi faktor penting dalam meratifikasi Statuta Roma. Maka pastinya
ratifikasi Statuta Roma akan menambah dampak yang signifikan dalam perkembangan
pembaharuan hukum dan penegakan hukum di indonesia.

Selain itu, perihal mengenai Statuta Roma sebagai bentuk pengefektifan penegakan
HAM dan pelaksanaan pengadilan HAM yang dikawal dengan UndangUndang No. 39
Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM juga menjadi faktor penting dalam meratifikasi Statuta Roma. Maka pastinya
ratifikasi Statuta Roma akan menambah dampak yang signifikan dalam perkembangan
pembaharuan hukum dan penegakan hukum di indonesia.

Mahkamah Pidana Internasional juga bersifat komplementer yang maksudnya adalah


jika terjadi kejahatan yang menjadi yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional, maka
pengadilan terhadap kejahatan tersebut terlebih dahulu akan diserahkan pada hukum
nasional negara di mana kejahatan tersebut dilakukan. Apabila negara tersebut tidak
mau (uwilling) atau tidak bisa (unable) dalam menyelesaian kasus kejahatan yang
berkaitan, maka Mahkamah Pidana Internasional akan maju untuk mengadili kejahatan
tersebut.

Kemudian akibat dari ratifikasi Statuta Roma tentunya juga akan berdampak pada
munculnya undang- undang baru. Menurut Pasal 10 Undang- Undang No. 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional, Indonesia harus menerbitkan undangundang
baru. Karena ketika perjanjian internasional itu menyangkut masalah politik,
perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; perubahan wilayah atau penetapan
batas wilayah negara Republik Indonesia; kedaulatan atau hak berdaulat negara; hak
asasi manusia dan lingkungan hidup; pembentukan kaidah hukum baru; pinjaman
dan/atau hibah luar negeri. Maka undang-undang baru harus terbit.

Jika dikaitkan dengan teori aliran monoisme dan aliran dualisme, maka Indonesia dalam
hal ini menganut aliran dualisme primat hukum nasional atas hukum internasional.
Alasannya, jika ingin menerapkan hukum internasional di Indonesia, maka pemerintah
Indonesia harus mengikatkan diri pada perjanjian internasional tersebut yang di mana
pengesahannya dengan cara ratifikasi, sesuai pada Pasal 1 angka 2 Undang- Undang
No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Juga menurut pembahasan di atas
terkait Pasal 10 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
yang harus menerbitkan undang-undang baru. Hal ini sesuai dengan aliran dualisme
primat hukum nasional atas hukum internasional yang diperlukan transformasi hukum
internasional ke dalam produk hukum nasional agar hukum internasional tersebut dapat
berlaku di Indonesia

Analisis Keharmonisan dan tidak saling bertentangan antara UU No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM dan Statuta Roma Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM lahir atas amanat pada Pasal 104 ayat (1) Undang- Undang No. 39
Tahun 1999 tentang HAM yang mengisyaratkan bahwa pengadilan HAM dilaksanakan di
lingkungan peradilan umum. Lahirnya undang-undang ini adalah bukti keseriusan
negara dalam penyelesaian kasus HAM. Negara di sini berusaha menjamin hak warga
negaranya dalam memperoleh keadilan dan sebagai sarana pencegahan dalam kasus
pelanggaran HAM berat yang akan terjadi.

Kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di tahun 1998 bisa menjadi perhatian atas
perlunya peradilan khusus yang tegas di lingkungan peradilan nasional. Undang-Undang
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM pada pasal 43-44 menjelaskan bahwa
kasus pelanggaran HAM berat tidak mempunyai kasus kadaluarsa. Sehingga kasus
pelanggaran HAM yang terjadi sebelum undang-undang ini diberlakukan dapat diadil

Seperti yang disebutkan di pembahasan sebelumnya, dalam mempercepat pembaharuan


hukum dan penegakan hukum di Indonesia, maka Statuta Roma bisa menjadi salah satu
jalan. Dengan adanya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
maka terdapat kemungkinan kedua peraturan ini akan saling bertentangan. Dibutuhkan
harmonisasi agar kelak kedua peraturan ini tisak saling bertentangan.

Sumber : 482-Article Text-947-1-10-20200524.pdf

2. Berikan ulasan mengenai  karakterakteristik khusus sehingga tindak pidana dalam


penerbangan dikatagorikan sebagai tindak pidana khusus dan  analisis  mengenai
pertanggungjawaban pidana Lion Air dalam kasus kecelakaan JT-610?
Jawaban :
Selain itu dalam rekam jejaknya Lion Air merupakan salah satu maskapai penerbangan
tanah air yang paling buruk dalam melindungi keselamatan penumpangnya dan terbukti
dengan   kecelakaan yang terjadi  sebanyak 20 kali   , sejak Perusahaan ini beroperasi
pada Juni 2000. Suatu catatan kredibilitas yang kurang baik dari sebuah maskapai
penerbangan.

Rekam jejak yang buruk ini juga diperburuk dengan dua kasus gugatan dari dua pilot
lion air yaitu Nasrun yang tidak digaji karena tidak mau menerbangkan pesawat dengan
alasan keselamatan bandaradan Pilot Oliver Siburian yang juga tidak digaji dan
diberhentikan karena menolak menerbangkan pesawat yang rusak sebelum take off
padahal jelas-jelas penolakan pilot untuk terbang demi keselamatan penumpang karena
mesin pesawat rusak dan pesawat pengganti yang disediakan juga bermasalah. 

Dua kasus pemberhentian pilot diatas membuktikan bahwa Lion Air tidak melindungi
keselamatan dan nyawa awak serta penumpang dengan sebaik-baiknya demi
keuntungan perusahaan. Harga nyawa manusia mereka nilai murah sebanding dengan
harga tiket murah  yang mereka jual. Sungguh miris sekali.

Maskapai Penerbangan Lion Air sebagai Subjek Hukum Tindak Pidana Penerbangan  

      

Ibu Rumah Tangga Ditemukan Dalam Perut Ular Raksasa: Rekamannya shocking!

Recommended by

Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan , pada Pasal 1 angka 55


secara jelas mengartikan "setiap orang" sebagai orang perorangan atau korporasi,
dengan kata lain korporasi dalam hal ini Maskapai Lion Air adalah subjek hukum (rechts
subject) dalam tindak pidana penerbangan yang tersirat pada Pasal 1 angka 20 yang
merumuskan makna dari badan usaha angkutan udara sebagai badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan
terbatas atau koperasi yang digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos
dengan memungut pembayaran.

Dengan diakuinya korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam undang-undang


penerbangan, berarti korporasi dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya dalam hukum pidana (corporate criminal
responsibility).

Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 menitik beratkan tindak pidana penerbangan pada 2
hal, yaitu pertama tindak pidana administrasi dan kedua tindak pidana mengenai
keamanan dan keselamatan penumpang, barang dan atau kargo. Tindak pidana
administrasi adalah tindak pidana yang berhubungan dengan pelanggaran izin atau
lisensi. 

Sumber :
https://www.kompasiana.com/gracebintang/5bda9d3e12ae94505d7d17c3/pertanggungj
awaban-pidana-lion-air-dalam-kasus-kecelakaan-jt-610

Anda mungkin juga menyukai