Anda di halaman 1dari 2

DISKUSI 2 Tindak Pidana Korupsi

Nama : Ruru Firza Isnandar

NIM : 043195856

Program Studi : S1 Ilmu HUkum

Pertanyaan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya Rp 6 miliar yang diterima Gubernur
Jambi Zumi Zola Zulkifli dan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Jambi Arfan, digunakan untuk diberikan kepada anggota DPRD Jambi.

Dana tersebut diberikan kepada anggota DPRD Jambi untuk bersedia hadir dalam
pengesahan RAPBD Provinsi Jambi 2018. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan,
dana untuk DPRD Jambi itu diduga dikumpulkan Zumi Zola dan Arfan dari para kontraktor
pada proyek-proyek di Jambi. Plt Kadis PUPR Sdr. Arfan   sendiri punya kepentingan untuk
memberikan sesuatu kepada DPRD agar ketok palu terjadi  penetapan APBD 2018. Cara
berpikir seperti ini, apapun alasannya,   pasti ada  keikutsertaan dari kepala daerah dalam hal
ini gubernur.

PERTANYAAN:

Berikan pendapat terhadap kasus tersebut , termasuk tindak pidana korupsi apa yang terjadi
serta apa saja  kerugian negara.

Jawab :

Perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang kemudian
mengalami perubahan lagi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016
adalah:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).”
Melalui pengertian tindak pidana korupsi dari Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor ini, terlihat bahwa
terdapat 3 (tiga) unsur yaitu melawan hukum, untuk memperkaya diri sendiri, dan kerugian
negara.[1] Ketiga unsur ini harus saling berhubungan dan dapat dibuktikan keberadaannya.
Adapun jenis tindak pidana korupsi terbagi dalam 7 (tujuh) kelompok sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 12C UU Tipikor, yaitu:
1. Tindak Pidana Korupsi yang merugikan keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3);
2. Tindak Pidana Korupsi berupa praktek suap menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a dan
huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1)
huruf a dan huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c dan huruf d;
3. Tindak Pidana Korupsi berupa penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10
huruf a, huruf b dan huruf c);
4. Tindak Pidana Korupsi berupa pemerasan (Pasal 12 huruf e, huruf f dan huruf g);
5. Tindak Pidana Korupsi berupa perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c dan huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h;
6. Tindak Pidana Korupsi berupa benturan kepentingan dalam pengadaan (Pasal 12
huruf i);
7. Tindak Pidana Korupsi berupa gratifikasi (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C).

Berdasarkan penjelasan mengenai golongan korupsi diatas, maka pada kasus korupsi yang
dilakukan oleh zumi zola merupakan golongan korupsi transaktif, yang merupakan tindakan
korupsi yang terjadi atas kesepatan diantara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan
kedua belah pihak. Dengan kata lain korupsi transaktif adalah korupsi yang terjadi atas
kesepakatan di antara dua pihak dalam bentuk suap dan dalam hal ini kedua pihak tersebut
sama-sama mendapatkan keuntungan,yaitu pejabat yang berjiwa korup menginginkan hal
praktis dan pejabat legiuslatif yang ingin memperkaya diri.
Kerugian negara dari kasus tersebut adalah dari kasus suap mencapai Rp.16,4 milyar dan dari
kasus gratifikasi mencapai Rp.40 milyar

Sumber :
1. Modul HKUM4310
2. Materi Inisiasi 1
3. https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/apakah-perbedaan-tindak-pidana-korupsi-dan-
penggelapan/

Anda mungkin juga menyukai