Disusun untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester mata kuliah Hukum Bisnis
Dosen Pengajar : DR. B. Hartono, SH., SE., SE.Ak., MH., CA.
Disusun oleh :
Fathiyah Nur Adilah
MNJ211/AKT 41
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS BAKRIE
2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat,
Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Hukum Bisnis tepat pada waktunya dengan judul “Dugaan Praktik
Kartel Tiket Pesawat Oleh 7 Maskapai Penerbangan di Indonesia Sebagai
Bentuk Pelanggaran UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu yaitu Dr.
B.Hartono, SH, SE, SE, Ak, MH, CA yang telah berkenan membantu dan
membimbing dalam penyusunan makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis. Dengan adanya makalah ini
diharapkan mengedukasi pembaca mengenai praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat di Indonesia
Akhir kata, saya menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini jauh
dari sempurna. Harapan saya, semoga para pembaca bersedia memberikan kritik
dan saran demi perbaikan makalah ini kedepannya.
1
Hermansyah, Pokok-Pokok Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kecana, 2008)
2
Salinan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat oleh Presiden Republik Indonesia
3
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,Menata Bisnis Modern di Era Global, Jakarta: PT Citra Aditia Bakti
Pers 2002. hlm.234
melakukan kegiatan monopoli atas suatu komoditas ataupun industri tertentu.4
Kartel sendiri merupakan bentuk kegiatan atas monopoli harga, dan dapat
menyebabkan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan tidak kondusif dan
kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan
sistem persaingan usaha sehat. Salah satu kerugian yang ditimbulkan akibat kartel
adalah konsumen dipaksa membayar harga suatu barang atau jasa lebih mahal
daripada harga pada pasar yang kompetitif dengan kualitas yang sama, serta
barang/jasa yang diproduksi terbatas.
Kegiatan kartel seringkali terjadi di Indonesia dan dampaknya seringkali
merugikan konsumen. Salah satu kasus yang sedang mendapat sorotan publik
adalah kartel pada perusahaan penerbangan. Sebanyak 7 (tujuh) maskapai
penerbangan terbukti melakukan kartel harga tiket penerbangan. Hal ini
berdasarkan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam
Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11
UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal
Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri. Pada sidang putusan tanggal 23 Juni
2020, KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan
melakukan pelanggaran atas Pasal 5 dalam jasa angkutan udara. Terlapor yaitu PT
Garuda Indonesia (Terlapor I); PT Citilink Indonesia (Terlapor II); PT Sriwijaya
Air (Terlapor III); PT NAM Air (Terlapor IV); PT Batik Air (Terlapor V); PT Lion
Mentari (Terlapor VI); dan PT Wings Abadi (Terlapor VII).
Akibat adanya dugaan kegiatan kartel tersebut Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat terjadinya inflasi sebesar 0,11 persen pada Maret 2019.5 Menurut Kepala
BPS Suhariyanto, harga tiket pesawat menjadi salah satu kontribusi inflasi.6 Meski
bukan yang utama, faktor tersebut terbilang dominan dengan andil sebesar 0,03
persen. Pada Januari, andil tarif angkutan udara menurun menjadi 0,02 persen.
4
Ibnu Ismail, Kartel adalah: diakses melalui https://accurate.id/bisnis-ukm/kartel-adalah/ pada tanggal 13
Juni 2021
5
Sumber Badan Pusat Statistik (BPS), finance.detik.com, Mahalnya Tiket Pesawat Sumbang Inflasi Maret
2019,
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d4493434/mahalnya-tiket-pesawat-sumbang-inflasi-maret-201
9 , diakses pada tanggal 13 Juni 2021.
6
Tirto.id Harga Tiket Pesawat Biang Inflasi: karena Inefisiensi atau Kartel?,
https://tirto.id/harga-tiket-pesawat-biang-inflasi-karena-inefisiensi-atau-kartel-dkTp , diakses pada tanggal 13
Juni 2021.
Pada Februari dan Maret, sumbangannya meningkat menjadi masing-masing 0,03
persen.7 Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat adanya Dugaan Praktik Kartel
Tiket Pesawat Oleh 7 Maskapai Penerbangan di Indonesia Sebagai Bentuk
Pelanggaran UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
7
Republika.co.id, Ekonom Indef: Kartel Tiket Pesawat Sumbang Inflasi Nasional,
https://republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/ppa428382/ekonom-indef-kartel-tiketpesawat-sumbang-inflasi
-nasional,diakses pada tanggal 13 Juni 2021.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis akibat hukum atas diberlakukannya
praktek kartel dalam menetapkan kenaikan harga tiket pesawat
dihubungkan sebagai pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
3. Untuk mencari dan menemukan solusi serta penyelesaian tentang
penetapan harga tiket pesawat berbasis pada efisiensi.
8
H. Kusnadi, Ekonomi Mikro, FE Unbraw, Malang, 1977, hal. 370. Ada pula yang menyebutnya sebagai
Trust, yakni sebagai suatu cara (method of combination) untuk menggabungkan beberapa perusahaan besar
yang mempunyai kekuatan monopolis. Akan tetapi kartel dan trust di sini lain pengertiannya dengan merger.
L. Budi Kagramanto, 1999, Aspek Yuridis Pelaksanaan Merger Pada Bank Umum, Tesis S-2/Magister Hukum
Pada Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Hukum – UNAIR, Surabaya, hal. 38 - 39.
9
Christopher Pass dan Bryan Lowes, dalam Elyta Ras Ginting: Hukum Antimonopoli Indonesia: Analisis dan
Perbandingan UU No. 5 Tahun 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 19..
10
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 6th. ed. West Publishing Co. St. Paul – Minn, USA, 1990,
hal. 52
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1999 yang
dimaksud dengan monopoli adalah:
“Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pela
ku usaha“
11
Peraturan KPPU No. 11 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 17 (Praktik Monopoli) UU No. 5 Tahun 1999.
tidak menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan posisi dominan.
Untuk menentukan apakah pelaku usaha melakukan persaingan usaha tidak sehat
atau tidak, secara prosedural, dikenal 2 (dua) pendekatan/prinsip dalam hukum
persaingan usaha, yaitu:12
1. Prinsip Per Se
Prinsip yang melarang monopoli an sich, tanpa melihat apakah ada ekses
negatifnya. Beberapa bentuk kartel, monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat harus dianggap dengan sendirinya bertentangan dengan hukum. Titik
beratnya adalah unsur formal dari perbuatan tersebut;
2. Prinsip Rule of Reason
Prinsip ini melarang kartel dan monopoli jika dapat dibuktikan ada efek
negatifnya.13 Perlu adanya pembuktian telah merugikan yang dapat
dianalisis dari aspek hukum dan aspek ekonomi. Efek negatif yang
dimaksud yaitu berpengaruh pada berkurangnya kesejahteraan konsumen
atau masyarakat, dan persaingan itu sendiri, imbasnya bermuara pada
kesejahteraan dan perekonomian negara
Prinsip Per Se diartikan bahwa, ada kategori tindakan yang boleh dianggap
nyata bersifat anti persaingan, sehingga analisis terhadap fakta-fakta di sekitar
tindakan tersebut tidak lagi terlalu penting untuk menentukan bahwa melanggar
hukum. Dengan kata lain, tindakan-tindakan tertentu yang jelas melanggar hukum
persaingan usaha dengan serta merta dapat ditentukan sebagai tindakan yang
ilegal.
Prinsip Rule Of Reason dapat diartikan bahwa, pendekatannya tidak dapat
secara mudah dilihat legalitasnya tanpa menganalisis akibat-akibat dari tindakan
tersebut terhadap kondisi persaingan, pendekatannya dipergunakan untuk
mengakomodasi tindakan yang berada dalam wilayah abu atau “grey area” antara
legal atau ilegal. Pendekatan semacam ini pun masih dilihat seberapa jauh suatu
12
Munir Fuady, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999, hlm. 24-25.
13
Ibid, hlm. 28.
pelaku usaha akan melakukan suatu monopoli dan penguasaan pada pasar. Dengan
menggunakan pendekatan Rule Of Reason tindakan tersebut tidak otomatis
dilarang, walaupun perbuatan yang dituduhkan tersebut dalam kenyataannya
terbukti telah dilakukan.14
14
M.Tri Anggraini, 2005, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.24, No.1, hlm. 5.
15
Herbert Hovenkamp, Federal Antitrust Policy: The Law of Competition and It’s Practice, Second ed., 1995,
hal.
16
Draft Pedoman Kartel, diakses melalui https://www.kppu.go.id/docs/Pedoman/draft_pedoman_kartel.pdf,
pada tanggal 14 Juni 2021
dengan pertemuan-pertemuan yang legal seperti pertemuan asosiasi.
Bentuk kolusi yang kedua ini sangat sulit untuk dideteksi oleh penegak
hukum. Namun pengalaman dari berbagai negara membuktikan bahwa
setidaknya 30% kartel adalah melibatkan asosiasi.
17
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 7.
melahirkan monopoli sebagai anak kandungnya.18 Adanya persaingan tersebut
mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang secara nyata ingin
mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang paling sukses dan hebat,
sehingga menciptakan iklim usaha yang tidak sehat. Teori hukum yang dipakai
untuk menganalisis objek penelitian yaitu, kartel penetapan kenaikan harga tiket
pesawat antara lain teori ekonomi dan teori monopoli.
Untuk mengantisipasi terhadap persaingan usaha yang tidak sehat yang
dilakukan oleh pelaku usaha, Pemerintah telah membuat suatu payung hukum
yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peran hukum dapat
dimunculkan untuk menghindari pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan
atau kelompok tertentu, serta menghilangkan distorsi ekonomi dan untuk
memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap pelaku usaha. Tujuan
pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah terciptanya iklim usaha yang
sehat, efektif, dan efisien yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, serta
menumbuhkan ekonomi pasar yang wajar.
18
Ibid, hlm. 2.
19
Wikipedia Indonesia, diakses melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Penerbangan_di_Indonesia pada tanggal
14 Juni 2021.
Penerbangan paling Populer di Indonesia antara lain Wings Air, Lion Air,
Sriwijaya Air, Garuda Indonesia, NAM Air, Citilink, Batik Air dan PT Trigana
Air.20
20
Wikipedia Indonesia, diakses melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Maskapai_penerbangan pada tanggal 14
Juni 2021.
BAB III
PEMBAHASAN
21
Tim Redaksi Fokusmedia, UUD’45 dan Amandemennya, Fokusmedia, Bandung, 2004, hlm. 2.
penting di bidang perekonomian yang lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 33 ayat
(4) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa, “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Pasal tersebut merupakan representatif dari Pancasila sila ke-5 dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang pada dasarnya
menyatakan bahwa Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib untuk
mensejahterakan serta memberikan keadilan bagi rakyatnya demi terciptanya
pembangunan di bidang ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama beberapa dekade belakangan ini
Indonesia telah banyak kemajuan dalam pembangunan ekonomi, semua itu tidak
terlepas dari dorongan dan pengaruh berbagai kebijakan ekonomi dan hukum yang
dikeluarkan.22 Namun demikian, sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme
dengan adanya instrumen kebebasan pasar, kebebasan keluar masuk tanpa
restriksi, serta informasi dan bentuk pasarnya yang atomistik monopolistik telah
melahirkan monopoli sebagai anak kandungnya.23 Adanya persaingan tersebut
mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang secara nyata ingin
mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang paling sukses dan hebat,
sehingga menciptakan iklim usaha yang tidak sehat. Teori hukum yang dipakai
untuk menganalisis objek penelitian yaitu, kartel penetapan kenaikan harga tiket
pesawat antara lain teori ekonomi dan teori monopoli
Untuk mengantisipasi terhadap persaingan usaha yang tidak sehat yang
dilakukan oleh pelaku usaha, Pemerintah telah membuat suatu payung hukum
yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peran hukum dapat
dimunculkan untuk menghindari pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan
atau kelompok tertentu, serta menghilangkan distorsi ekonomi dan untuk
memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap pelaku usaha. Tujuan
22
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 7
23
Ibid, hlm. 2.
pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah terciptanya iklim usaha yang
sehat, efektif, dan efisien yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, serta
menumbuhkan ekonomi pasar yang wajar.
Kegiatan kartel seringkali terjadi di Indonesia dan dampaknya seringkali
merugikan konsumen. Terkini, salah satu kasus yang sedang mendapat sorotan
publik adalah kartel pada perusahaan penerbangan. Sebanyak 7 maskapai
penerbangan terbukti melakukan kartel harga tiket penerbangan. Hal ini
berdasarkan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam
Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11
UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal
penumpang kelas ekonomi dalam negeri.24
Kasus ini berawal dari masyarakat yang belakangan ini mengeluhkan harga
tiket pesawat, khususnya untuk rute domestik. Mahalnya harga tiket pesawat ini
dapat dilihat dari masyarakat Aceh yang ingin berpergian ke Jakarta namun lebih
memilih transit terlebih dahulu ke Kuala Lumpur, daripada terbang langsung ke
ibu kota. Faktanya, terbang ke Jakarta lewat Malaysia lebih murah jika
dibandingkan terbang langsung dari Aceh.
Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA)
Akshara Danadiputra mengatakan mahalnya harga tiket pesawat disebabkan
banyak hal. Salah satunya, pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Menurut dia,
pelemahan rupiah yang berdampak pada kenaikan operasional pesawat tak
sebanding dengan harga tiket pesawat domestik. Selain pelemahan rupiah,
mahalnya tiket pesawat juga dipicu oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
harus ditanggung penerbangan domestik.
Meskipun terdesak oleh faktor tersebut, maskapai harus mengalah. INACA
beberapa akhirnya mengoreksi kenaikan harga yang sempat melonjak. INACA
segera menurunkan tarif tiket pesawat antara 20% sampai dengan 60%. Penurunan
24
Safir Makki. CNN Indonesia "KPPU Putuskan 7 Maskapai Bersalah Kasus Kartel Tiket Pesawat"
selengkapnya di sini:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200623215457-92-516690/kppu-putuskan-7-maskapai-bersalah-ka
sus-kartel-tiket-pesawa, diakses pada tanggal 14 Juni 2021
dilakukan untuk merespons tuntutan yang disuarakan masyarakat lewat
serangkaian petisi di situs change.org. Meski berencana menurunkan harga tiket
pesawat, masalah ini belum berhenti begitu saja.
Masalah harga tiket pesawat kemudian memasuki babak baru. Masalah ini
diduga berkaitan dengan praktik kartel atau persekongkolan antar maskapai dalam
penetapan tarif pesawat. Ekonom Institute For Development of Economics and
Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan dugaan kartel
menguat tersebut bisa tercium dari beberapa indikasi.
Pertama, kebijakan kenaikan dan penurunan tarif pesawat yang dilakukan
secara bersama-sama oleh para maskapai. Kedua, penurunan harga yang dilakukan
segera. Saat masyarakat ramai-ramai mempermasalahkan harga tiket, maskapai
kompak menurunkan tarif harga tiket sekitar 20% - 60%. "Ini seolah-olah menjaga
daya beli bersama, tapi ada persekongkolan harga yang tidak sehat," ujarnya
kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/1).
Ketiga, struktur industri yang tidak sehat. Indikasi ini tercium dari
kebijakan kenaikan harga tiket pesawat kemarin. Menurutnya, jika struktur industri
kuat, seharusnya ketika satu maskapai menaikkan tarif, kebijakan tersebut tidak
diikuti yang lain. Maskapai lain justru seharusnya memanfaatkan kenaikan tersebut
untuk sebisa mungkin memenangkan kompetisi dengan tetap menjaga tarif
penerbangan tetap rendah.25 Apalagi, struktur beban operasional tiap-tiap maskapai
sejatinya berbeda-beda.
Mereka memiliki beban biaya bahan bakar avtur, suku cadang, perawatan,
hingga sumber daya manusia yang berbeda. Berkaitan dengan beban biaya avtur,
Bhima mengakui persoalan mendasar yang dihadapi maskapai secara umum sama,
yaitu pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga minyak dunia. Tapi, kondisi
tersebut sudah terjadi sejak lama. Seharusnya, jika maskapai berdalih menaikan
harga tiket karena masalah tersebut, langkah menaikkan sudah ditempuh sejak
lama, bukan setelah harga minyak dan rupiah tengah stabil. Bahkan ketika kondisi
tersebut berlangsung Pertamina tengah menurunkan harga bahan bakar nonsubsidi,
25
Yuli Yanna Fauzie, CNN Indonesia "Ada Aroma Kartel Dalam Kenaikan Harga Tiket Pesawat" diakses
melalui :
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190115125211-92-360952/ada-aroma-kartel-dalam-kenaikan-harga
-tiket-pesawat pada tanggal 14 Juni 2021
alasan ini juga kemudian memunculkan pertanyaan tentang kebenaran tingginya
harga avtur sehingga perlu diperiksa lebih lanjut.
Keempat, jumlah pemain di industri penerbangan yang hanya dikuasai oleh
dua grup besar, yaitu Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group. Keberadaan
dua grup besar tersebut telah menenggelamkan pemain mandiri di dunia
penerbangan. Satu per satu, maskapai penerbangan yang berada di luar kelompok
tersebut gugur. Sriwijaya Air yang sebelumnya memiliki grup sendiri dengan
NAM Air, belakangan memilih merapat ke Garuda Indonesia Group demi
mengurangi masalah keuangan mereka.Bhima menduga tenggelamnya maskapai
tersebut tak terlepas dari persaingan bisnis tak sehat di industri ini. "Jadi perlu
diselidiki, jangan-jangan memang ada strategi price fixing, sehingga pemain di
industri ini kian dikit bertambahnya," imbuhnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad
Faisal menilai dugaan persaingan yang tak sehat juga terlihat dari waktu maskapai
memutuskan mengerek tarif. Kemarin, kenaikan tarif justru dilakukan pada musim
rendah permintaan (low season). Padahal, hukum pasar biasanya momen kenaikan
harga tiket dilakukan pada saat permintaan tinggi (peak season), misalnya
beberapa waktu sebelum liburan akhir tahun atau jelang libur lebaran.
"Artinya, memang ada indikasi kompetisi di industri yang tidak berjalan
sempurna dan tidak sehat karena tidak elastis terhadap perubahan biaya produksi
dan siklus permintaan pasar," jelasnya. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Kurnia Toha pun mengamini dugaan ini. Kesepakatan naik turun tarif
pesawat oleh beberapa maskapai sekaligus, dianggapnya cukup memberikan
indikasi kartel.
Meskipun, kenaikan tarif pesawat sebenarnya tidak melanggar Peraturan
Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 126 Tahun 2015 tentang Mekanisme
Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah
Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam
Negeri.Namun, bila naik turun ini benar mengarah ke kartel, maka perlu
ditindaklanjuti. Sebab, kartel tidak dibenarkan oleh Undang-undang (UU) Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Kurnia menjelaskan bahwa dugaan ini akan segera ditindaklanjuti dengan
berdiskusi bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Khususnya, untuk
mengetahui struktur dan perkembangan tarif pesawat dari waktu ke waktu. Diskusi
juga dilakukan untuk mempelajari aturan tarif batas atas dan bawah.. Selain itu,
pendalaman bukti-bukti juga akan digali dengan memanggil para maskapai.
Karena KPPU sudah melakukan pemantauan sejak lama dengan melihat
penawaran harga tiket yang mereka tawarkan sehingga KPPU akhirnya bisa
memulai penyelidikan dengan inisiatif, tanpa laporan, tentang dugaan praktik
kartel oleh tujuh Maskapai tersebut.26
28
Safir Makki. CNN Indonesia "KPPU Putuskan 7 Maskapai Bersalah Kasus Kartel Tiket Pesawat"
selengkapnya di sini:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200623215457-92-516690/kppu-putuskan-7-maskapai-bersalah-ka
sus-kartel-tiket-pesawa, diakses pada tanggal 14 Juni 2021
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah membaca isi beserta pembahasan dari kasus ini dapat disimpulkan
bahwa 7 ( Tujuh ) Maskapai di Indonesia yaitu PT Garuda Indonesia (Terlapor I);
PT Citilink Indonesia (Terlapor II); PT Sriwijaya Air (Terlapor III); PT NAM Air
(Terlapor IV); PT Batik Air (Terlapor V); PT Lion Mentari (Terlapor VI); dan PT
Wings Abadi (Terlapor VII) yang diduga melakukan pelanggaran atas Pasal 5 UU
Nomor 5 Tahun 1999 benar adanya.
Dapat dibuktikan dalam persidangan, ketika Majelis Komisi menilai bahwa
telah terdapat concerted action atau parallelism oleh tujuh maskapai, sehingga
telah terjadi kesepakatan antara para pelaku usaha (meeting of minds). Berikut
KPPU juga menjelaskan bahwa concerted action atau parallelism tersebut
dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para Terlapor
melalui kesepakatan tidak tertulis antara para pelaku usaha (meeting of minds) dan
telah menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan
konsumen.
Namun demikian, Majelis Komisi menilai bahwa concerted action sebagai
bentuk meeting of minds di antara para Terlapor tersebut, tidak memenuhi unsur
perjanjian di Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang dugaan praktik kartel
antara 7 maskapai tersebut. Maka dengan segala pertimbangan yang ada seperti
sifat kooperatif para terlapor dalam proses persidangan dan adanya implikasi
pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang telah berdampak besar pada
perekonomian nasional, Majelis Komisi kemudian memutuskan para terlapor
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 yaitu tentang perjanjian
antar pelaku usaha yang dianggap sebagai persaingan usaha tidak sehat, namun
tidak tidak terbukti melanggar Pasal 11 yaitu tentang dugaan praktik kartel
sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Untuk itu dalam perkara tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan sanksi
berupa perintah kepada para Terlapor untuk memberitahukan secara tertulis kepada
KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha,
harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat, sebelum kebijakan
tersebut diambil. Lebih lanjut, Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada
KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kementerian
Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait kebijakan tarif batas atas dan batas
bawah.
4.2 Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan untuk kasus dugaan praktik kartel
oleh 7 maskapai penerbangan sebagai berikut:
1. Sebaiknya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera melakukan
evaluasi terkait kebijakan tarif batas atas dan bawah terkait masalah tiket
pesawat dengan memperhatikan perlindungan terhadap konsumen dan juga
keberlangsungan industri penerbangan. Saran ini merupakan upaya untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha dalam
industri serta efisiensi nasional.
2. Meskipun penerbangan dilakukan dengan keharusan untuk menerapkan
protokol kesehatan dan jaga jarak, yang tentu berdampak kepada okupansi,
seharusnya pelayanan penerbangan tetap dilakukan dengan tarif yang sama
seperti sebelumnya sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 106 Tahun
2019.
3. Terakhir, sebaiknya pemerintah juga merumuskan kebijakan-kebijakan
serta langkah-langkah dalam membantu maskapai mengatasi Covid-19. Hal
tersebut berupa regulasi dan paket-paket ekonomi diantaranya
mempermudah masuknya pelaku usaha baru dalam industri penerbangan.
DAFTAR PUSTAKA
Tirto.id Harga Tiket Pesawat Biang Inflasi: karena Inefisiensi atau Kartel?,
https://tirto.id/harga-tiket-pesawat-biang-inflasi-karena-inefisiensi-atau-kartel
-dkTp , diakses pada tanggal 13 Juni 2021.
H. Kusnadi, Ekonomi Mikro, FE Unbraw, Malang, 1977, hal. 370. Ada pula yang
menyebutnya sebagai Trust, yakni sebagai suatu cara (method of
combination) untuk menggabungkan beberapa perusahaan besar yang
mempunyai kekuatan monopolis. Akan tetapi kartel dan trust di sini lain
pengertiannya dengan merger.
L. Budi Kagramanto, 1999, Aspek Yuridis Pelaksanaan Merger Pada Bank Umum,
Tesis S-2/Magister Hukum Pada Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu
Hukum – UNAIR, Surabaya, hal. 38 - 39
Christopher Pass dan Bryan Lowes, dalam Elyta Ras Ginting: Hukum
Antimonopoli Indonesia: Analisis dan Perbandingan UU No. 5 Tahun 1999,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 19.
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 6th. ed. West Publishing Co. St.
Paul – Minn, USA, 1990,
hal. 52