Jurnal Abstract : The purpose of this research is to know and analyze the implementation
Living Law, and solution in monopoly practice and unfair business competition at government
Vol. 11, No. bank in giving facility for housing subsidy. This research uses descriptive and
2,
analytical approach, which supported by library research in order to specify this
2019
hlm. 116- research purpose to give description about monopolistic practice in banking business
130 in Indonesia. The results indicate that in fact, the practice of monopoly restrictions
and fraudulent business competition has not run optimally and there is a fundamental
weakness in it Law No. 5/1999 that mainly related to the status of implementing
agencies of this law, obstacles and barriers that exist in the practical situation is the
lack in implementing Law no .5 / 1999 even assessed the existence of conspiracy
among banks and businessmen or other banks. Therefore there needs to be more
assertive and more organized controls related to the practice of monopoly prohibition
and fraudulent business competition.
beberapa kelompok komoditi yang satu abad, isinya secara tegas melarang
diproduksikan, dimana konsentrasi pasar praktek kerja sama ataupun
dalam negerinya tinggi, kebanyakan persengkokolan yang mengekang
orientasi kepasar ekspornya rendah.12 pedagangan, termasuk penetapan harga
Dengan kondisi yang demikian dapat secara vertikal atau horisontal,
dibayangkan bahwa industri yang seperti pemboikotan bersama, pembagian pasar
itu akan sangat rentan dalam persaingan dan praktek-praktek dagang restriktif
bebas, atau jika tidak ada proteksi dan lainnya. Ketentuan seperti itu juga sudah
fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. sejak lama ada di negaranegara seperti
Dengan tidak adanya perlindungan berupa Australia ataupun Eropa Barat.
proteksi, kuota dan sejenisnya, maka bukan Perserikatan Bangsa-bangsa pun juga
saja sulit menembus pasar luar negeri sudah mempunyai ketentuan sejenis, yakni
namun juga akan sulit untuk Resolusi PBB no. 35.65 tahun 1967 yang
mempertahankan pasar dalam negeri. dikenal dengan The Set Of Multilaterally
Karena dengan adanya AFTA, WTO dan Agreed Equitable Principles and Rules for
APEC, industri-industri kita nantinya harus the Control of Restrictive Business
siap bersaing dengan industri yang berasal Practices.14
dari negara lain, termasuk dari negara maju Namun demikian ditanah air kita hal
yang sudah sangat terbiasa dengan budaya ini masih menjadi perdebatan, karena
persaingan bebas dan berproduksi secara aturan yang ada belum secara tegas
efisien.13 mengatur aspek-aspek yang berkaitan
Dengan gambaran tentang beberapa dengan praktek monopoli, oligopoli dan
struktur industri di Indonesia, yang secara praktek bisnis yang tidak jujur lainnya. Di
nyata memberikan ilustrasi adanya negara tetangga kita, Thailand, perundang-
beberapa konsentrasi yang berimplikasi undangan mereka tentang anti monopoli
pada ketidakefisiennan. Konsentrasi sudah ada sejak tahun 1979, juga
industri yang demikian perlu dirombak, menegaskan larangan tantang kolusi bisnis,
artinya jika konsentrasi itu muncul karena kesepakatan penetapan harga jual secara
kebijakan pemerintah, maka kebijakan bersama, ataupun membagi-bagi dan
tersebut perlu dirubah dan diarahkan pada mengalokasi wilayah distribusi produknya.
pembukaan peluang bagi pesaing baru Tingkat konsentrasi industri yang terjadi di
untuk terjun pada sektor-sektor tersebut. Indonesia sudah terbilang cukup tinggi, di
Namun demikian jika hal itu terjadi karena negara-negara industri seperti Inggris dan
adanya praktek-praktek kolusif ataupun Amerika Serikat angkanya masing-masing
kerja sama yang tidak fair, maka perlu 22% dan 36%, sementara Indonesia
dipikirkan pula sangsi yang tegas kepada sebesar 47,1%.15
para pelakunya. Jadi dibutuhkan perangkat Ketidakberhasilan Pemerintah Orde
hukum untuk mengambil tindakan berupa Baru untuk menyetujui Undang-undang
sangsi, misalnya terhadap praktek-praktek Antimonopoli, didasari beberapa alasan
kartel terselubung atau praktek beberapa yaitu :
industri sejenis yang melakukan kolusi 1. Pemerintah menganut konsep bahwa
sehingga dapat mengendalikan pasar. perusahaan-perusahaan besar perlu
Tindakan tegas seperti ini sudah ditumbuhkan untuk menjadi lokomotif
diterapkan di negara-negara kapitalis pembangunan. Perusahaanperusahaan
seperti USA, di Amerika Serikat ada
Sherman Act yang usianya sudah lebih dari
14
Edy Suandi Hamid, Perekonomian Indonesia :
Masalah dan Kebijakan Kontemporer, UII Press,
Yogyakarta, 2000, Hal. 202.
12 15
Edy Suandi Hamid, MB. Hendrie Anto, Ekonomi Iqbal, Farrukh, Deregulation and Development in
Indonesia Memasuki Milenium III, (Yogyakarta UII Indonesia”, Makalah Pada Seminar Building on
Pres, 2000), Hal. 50. Success : Maximizing the Gains From Deregulation,
13
Ibid, Hal. 51. Jakarta, 1995, Hal. 17.
Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 123
tersebut hanya mungkin menjadi besar oleh Pemerintah, ada beberapa monopoli
untuk kemudian menjalankan yang diperbolehkan antara lain :
fungsinya sebagai lokomotif 1. Monopoli yang diberikan kepada
pembangunan apabila penemu barang baru, seperti oktroi
perusahaanperusahaan itu dan paten. Maksudnya untuk
memberikan proteksi yang dapat memberikan intensif bagi pemikir yang
menghalangi masuknya perusahaan kreatif dan inovatif.
lain dalam bidang usaha tersebut 2. Monopoli yang diberikan oleh
dengan kata lain memberikan posisi pemerintah kepada BUMN, lazimnya
monopoli pada perusahaan tersebut. barang yang diproduksi dianggap
2. Pemberian fasilitas monopoli perlu menguasai hajat hidup orang banyak.
ditempuh karena perusahaan itu telah Sebagai misal, PLN, Garuda, Telkom
bersedia menjadi pioner disektor yang dan sebagainya.
bersangkutan, tanpa fasilitas monopoli 3. Monopoli yang diberikan kepada
dan proteksi, maka sulit bagi perusahaan swasta dengan kredit
pemerintah untuk dapat memperoleh pemerintah,
kesediaan investor untuk menanamkan 4. Monopoli dan kedudukan monopolistik
modalnya disektor tersebut. c. Untuk yang diperoleh secara natural karena
menjaga berlangsungnya praktek monopolis menang dalam persaingan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme demi yang dilakukan secara sehat. Dalam hal
kepentingan kroni-kroni mantan demikian memang tidak apa-apa,
Presiden Soeharto dan pejabat-pejabat namun entrance (masuknya siapa saja
yang berkuasa pada waktu itu.16 kedalam investasi yang sama harus
Pasar dapat dikatakan dalam keadaan terbuka lebar-lebar).
persaingan sempurna yaitu : bila terdapat 5. Monopoli dan kedudukan monopolistik
banyak penjual dan pembeli kuantitas, yang diperoleh secara natural karena
barang-barang yang dijual oleh penjual dan investasinya terlalu besar sehingga
dibeli oleh pembeli relatif kecil jumlahnya hanya satu saja yang berani dan bisa
dibandingkan dengan kuantitas barang- merealisasikan invesastinya. Meskipun
barang yang tersedia pada suatu pasar, demikian, pemerintah tetap harus
sehingga penjual tidak dapat bersikap persuasif dan kondusif di
mempengaruhi harga dari barang tersebut. dalam memecahkan monopoli.
Semua pembeli dan penjual memiliki 6. Monopoli dan kedudukan monopolistik
informasi yang cukup mengenai harga- yang terjadi karena pembentukan
harga yang berlaku dipasar dan mengenai kartel ofensif.
kualitas barang yang di jual, serta terdapat 7. Monopoli dan kedudukan monopolistik
kebebasan perusahaan untuk masuk dan yang terjadi karena pembentukan
keluar dari pasar yang bersangkutan.17 kartel yang defensif.
Keuntungan yang besar merupakan salah 8. Monopoli yang diberikan kepada suatu
satu tujuan dari monopoli, karena didalam organisasi dengan maksud untuk
monopoli selalu mengoptimalkan membentuk dana bagi yayasan, yang
keuntungan “profit” dalam praktek dananya lalu dipakai untuk tujuan
persaingan, monopoli tidak selalu dilarang tertentu, seperti, kegiatan sosial dan
sebagainya.18
16
Sutan Remy Sjahdeni, Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Makalah Diskusi Undang-undang no.5 tahun 1999
Panel Tentang Antimonopoli, Diselenggarakan oleh tentang larangan praktek monopoli dan
Kelompok Kajian Ilmu Hukum Ekonomi Fakultas
Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Tanggal 4
18
September 1999. Kwik Kian Gie, Analisa Ekonomi Politik Indonesia,
17
Moch Faisal Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis Di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII dan Gramedia
Indonesia, (Bandung, Pustaka, 2001), Hal.315 Pustaka Utama, Jakarta 1994, Hal. 243-244.
124 R. P. Rangkuti, Et. al. Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan
persaingan usaha tidak sehat mempunyai pilihan asuransi jiwa lain yang mereka
maksud untuk mewujudkan iklim usaha inginkan, selain yang ditetapkan oleh
yang sehat sehingga memberikan kepastian Terlapor I.
dan kesempatan usaha yang sama kepada Hal ini dapat diketahui dengan adanya
semua pelaku usaha, baik usaha kecil, perjanjian KPR BRI yang dibuat antara
usaha menengah maupun usaha besar. Terlapor I selaku pelaku usaha dengan
Undang-undang ini mempunyai tiga jenis debitur KPR Terlapor I selaku pihak lain.
sanksi terhadap pelaku persaingan tidak Perjanjian KPR BRI tersebut memuat
sehat dan pelaku monopoli, yaitu : sanksi persyaratan bahwa debitur KPR Terlapor I
administrasi, sanksi pidana pokok dan selaku pihak yang menerima barang
sanksi pidana tambahan.19 Sanksi tertentu berupa KPR BRI, diwajibkan
administrasi merupakan wewenang KPPU, membeli barang lain yaitu dengan
sedangkan sanksi-sanksi lainnya membayar premi untuk asuransi jiwa yang
merupakan wewenang hakim peradilan. hanya dari Terlapor II dan Terlapor III
Namun demikian masih diperlukan selaku pelaku usaha pemasok. Berdasarkan
peraturan pelaksanaan lain yang merujuk model aktivitas kerjasama yang dilakukan
pada Hukum Acara untuk digunakan dalam oleh Terlapor I bersama Terlapor II dan
menindak lanjuti Undangundang no. 5 Terlapor III ini artinya Terlapor
tahun 1999, hal ini guna menghindari Imelakukan kegiatan bancassurance
pertentangan pendapat dan perbedaan dengan model bisnis referensi. Pihak bank
penafsiran. dapat melakukan referensi dalam rangka
Studi kasus terkait dengan penegakan produk bank atau referensi tidak dalam
hukum dalam hal praktek monopoli dan rangka produk bank. Bentuk referensi
persaingan usaha tidak sehat tidak kami dalam rangka produk bank biasanya bank
temukan pada Bank Tabungan Negara, akan mereferensikan atau
akan tetapi terjadi pada Bang Rakyat merekomendasikan produk asuransi
Indonesia dengan kronologis kasus: Pihak menjadi persyaratan untuk memperoleh
PT. Bank Rakyat Indonesia (selanjutnya suatu produk perbankan nasabah misalnya
disebut Terlapor I), PT. Asuransi Jiwa KPR, kredit kendaraan bermotor, kredit
Bringin Jiwa Sejahtera (selanjutnya disebut kepada pegawai atau pensiunan, yang
Terlapor II) dan PT. Heksa Eka Life disertai dengan asuransi. Tetapi jika tidak
Insurance (selanjutnya disebut Terlapor dalam rangka produk bank, bank
III), ketiganya diduga menolak dan atau mereferensikan produk asuransi yang tidak
menghalangi perusahaan asuransi jiwa lain menjadi persyaratan untuk memperoleh
untuk melakukan kegiatan usaha yang suatu produk perbankan kepada nasabah.
sama pada pasar produk asuransi jiwa bagi Model aktivitas referensi yang dilakukan
debitur Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) oleh Terlapor I adalah jenis aktivitas
Terlapor I di seluruh wilayah Indonesia. referensi dalam rangka produk bank.
Produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Persyaratan produk asuransi itu
adalah salah satu produk perbankan yang dimaksudkan untuk kepentingan dan
mempersyaratkan adanya asuransi jiwa. perlindungan kepada bank atas resiko
Perkara ini berawal dari inisiatif KPPU terkait dengan produk yang diterbitkan
yang menemukan adanya pembatasan atau jasa yang dilaksanakan oleh bank
pilihan konsumen atau nasabah Terlapor I kepada nasabah.
ketika mengajukan kreditnya. Dalam Konsumen in cassu debitur KPR
proses tersebut, nasabah tidak memiliki Terlapor I tidak memiliki pilihan lain selain
menyetujui klausul asuransi jiwa yang
19
Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan ditawarkan dalam perjanjian KPR-nya,
Usaha Tidak Sehat, Tinjauan Terhadap Undang-undang dikarenakan konsumen berada pada posisi
No.5 Tahun 1999, (Bandung, Citra Aditya Bakti, tawar yang lemah. Selain itu dari hasil
1999), Hal.. 95.
Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 125
bagaimana undang-undang yang sudah ada menghukum pelaku usaha yang terlibat
ini, dengan segala kekurangan yang ada, dalam persekongkolan tender transaksi
dapat dilaksanakan secara baik, karena UU disvestasi Indomobil di PN (Pengadilan
No.5/1999 mungkin jauh lebih Negeri) bukan 100% kesalahan semata dari
memberikan harapan bagi terciptanya KPPU itu sendiri.
persaingan usaha yang sehat di Indonesia, Walaupun KPPU telah mendapatkan
dibandingkan tidak ada UU No.5/1999 bukti mengenai terjadinya persekongkolan
sama sekali. tender dalam transaksi disvestasi
Namun tidak sepatutnya, jika di dalam Indomobil, namun Pasal 22 yang mengatur
UU No.5/1999 baik di dalam pertimbangan mengenai persekongkolan tender dalam
maupun di dalam ketentuan pasal-pasalnya UU No.5/1999 tidak dapat menjerat pihak-
tidak terdapat satu kalimatpun yang secara pihak yang terlibat dalam persekongkolan
eksplisit menyatakan bahwa KPPU tersebut.
merupakan suatu lembaga peradilan, lantas Karena penjelasan Pasal 22 UU
sudah cukup menjadi dasar untuk No.5/1999 -yang mendefenisikan tender
menyebutkan KPPU sebagai lembaga sebagai tawaran mengajukan harga untuk
eksekutif/tata usaha negara. memborong suatu pekerjaan, untuk
Usaha yang dilakukan untuk mencari mengadakan barang-barang atau
tahu mengenai kedudukan KPPU tidak menyediakan jasa- telah membatasi
cukup hanya dengan melihat ketentuan defenisi tender pada Pasal 22, kemudian
eksplisitnya saja, yang menyebutkan secara berakibat terhadap tender penjualan
langsung KPPU sebagai lembaga yudisial saham (disvestasi) yang dilakukan oleh
(kecuali mungkin bagi ahli-ahli hukum BPPN tidak dapat dikatagorikan sebagai
yang menganut aliran positivis sempit tender yang telah dirumuskan dalam
adalah sudah cukup). penjelasan Pasal 22 UU No.5/1999.
Seharusnya tugas dan wewenang yang Jadi kegagalan KPPU dalam
dimiliki oleh KPPU (Pasal 35 dan 36 UU mempertahankan putusannya di PN, juga
No.5/1999) yang antara lain, menerima merupakan sumbangan dari UU No.5/1999
laporan, melakukan penyelidikan, yang telah mempersempit defenisi tender.
menyimpulkan hasil penyelidikan atas sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam
dugaan terjadinya praktek monopoli dan persekongkolan tender disvestasi
persaingan usaha tidak sehat, memanggil Indomobil tidak dapat dihukum oleh UU
saksi, meminta keterangan dari instansi No.5/1999.
pemerintahan, bahkan sampai Tetapi bukan berarti para pihak yang
menjatuhkan sanksi berupa tindakan terlibat dalam persekongkolan dapat cuci
administratif kepada pelaku usaha yang tangan dan bernapas lega, terutama BPPN.
melanggar UU No.5/1999. Jika ternyata persekongkolan tersebut
Dasar pembentukan KPPU (Pasal 30 mendapatkan restu dari BPPN dan itu
ayat (1) UU No.5/1999), dimana KPPU dapat dibuktikan oleh aparat Kejaksaan
dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan (karena sebelumnya Kejaksaan Agung juga
undang-undang. Serta Pasal 30 ayat (2) UU pernah memanggil pejabat-pejabat BPPN
No.5/1999, yang antara lain menyebutkan guna diminta keterangannya disekitar
KPPU adalah suatu Lembaga independent proses disvestasi Indomobil), maka bukan
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan lagi UU No.5/1999 yang akan berbicara
pemerintah serta pihak lain, seharusnya tetapi UU No.31/1999 tentang
tidak dikesampingkan begitu saja, dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menentukan kedudukan KPPU dalam yang sudah barang tentu sanksi
sistem hukum Indonesia. hukumannya jauh lebih berat .
Tidak mampunya KPPU dalam Dan kegagalan KPPU di PN ini
mempertahankan putusan yang telah seharusnya jangan membuat KPPU
Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 127
DAFTAR PUSTAKA
Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha dalam Teks dan Konteks, Deutsche
Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009
Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha dalam Teks dan Konteks, Deutsche
Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009
Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 129
Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Tinjauan Terhadap
Undang-undang No.5 Tahun 1999, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999)
Edy Suandi Hamid, MB. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III,
(Yogyakarta UII Pres, 2000)
Edy Suandi Hamid, Perekonomian Indonesia : Masalah dan Kebijakan Kontemporer, UII
Press, Yogyakarta, 2000
Kwik Kian Gie, Analisa Ekonomi Politik Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII dan
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1994.
Kwik Kian Gie, Saya bermimpi jadi konglomerat (Jakarta, Gramedia, 1994)
Michael-Kantz dan Harveey S Rosen, “Microeconomic”, USA : Richard D Irwin Inc, 1994
Moch Faisal Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis Di Indonesia, (Bandung, Pustaka, 2001)
Robert S Pindycle and Daniel L. Rubinfeld, Microeconomic, USA : Prentice Hall International
Inc, 1998
Sri Edi Swasono, Demokrasi Ekonomi Keterkaitan Usaha Partisipatif Versus Konsentrasi
Ekonomi, Makalah Seminar Pancasila sebagai Idiologi Negara dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, Jakarta, 1989
Sutan Remy Sjahdeni, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Makalah Diskusi Panel Tentang Antimonopoli, Diselenggarakan oleh Kelompok
Kajian Ilmu Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung,
Tanggal 4 September 1999.
Won-Joon Kim, “Korea’s Experiences in Adoption & Enforcement of Competition Law and
Implication for Developing Countries,” makalah disampaikan pada 2nd ASEAN
CONFERENCE ON COMPETITION LAW & POLICY yang diselenggarakan oleh KPPU,
Sekretariat ASEAN dan ASEAN Consultative Forum for Competition, di Bali pada
tanggal 14-16 June 2006.
130 R. P. Rangkuti, Et. al. Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan