Anda di halaman 1dari 33

KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

(KPPU) DALAM PENYELESAIAN PERSAINGAN USAHA


PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

TUGAS PROPOSAL

ZULFIKAR
P2B121074

Dosen Pengampu:
DR. H. TAUFIK YAHYA, SH., MH.

UNIVERSITAS JAMBI
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

JAMBI
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amanat dari Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, bahwa pembangunan bidang

ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam bidang ekonomi menghendaki

adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di

dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang

sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan

bekerjanya ekonomi pasar yang wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya

pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari

kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap

perjanjian-perjanjian internasional.

Hukum persaingan usaha berisi ketentuan-ketentuan substansial tentang

tindakan-tindakan dan/atau perbuatan yang dilarang (beserta konsekuensi hukum

yang bisa timbul) dan ketentuan-ketentuan prosedural mengenai penegakan hukum

persaingan usaha. Pada hakikatnya, hukum persaingan usaha dimaksudkan untuk

mengatur persaingan dan monopoli demi tujuan yang menguntungkan. Apabila

hukum persaingan usaha diberi arti luas, bukan hanya meliputi pengaturan
persaingan, melainkan juga soal boleh tidaknya monopoli digunakan sebagai saran

kebijakan publik untuk mengatur daya mana yang boleh dikelola oleh swasta.1

Untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan

yang harus dilakukan adalah persaingan yang sehat termasuk persaingan usaha di

bidang penerbangan Dalam kegiatan ekonomi dan bisnis memang tidak luput dari

sebuah persaingan termasuk usaha penerbangan, karena kegiatan ini dilakukan

banyak pihak untuk menunjang kelangsungan hidupnya atau kesejahteraan hidup

dan keluarganya. Oleh karena itu hukum harus hadir dalam mengatur persaingan

usaha di tengah tengah kegiatan ekonomi dan bisnis, karena ini sangat diperlukan

semua pihak supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Bermacam bentuk usaha bidang penerbangan diantaranya Jasa penjulan

tiket pesawat terbang, Industri Penerbangan seperti pengadaan pesawat terbang atau

onderdil-onderdil (spare parts) pesawat, Pengadaan bahan bakar pesawat terbang

(airplane fuel), pengiriman barang/argo, perawatan mesin, penyesuaian pada harga

bahan bakar avtur dan persaingan antar airlines (maskapai) dalam rute penerbangan

domestik dan internasional komersial.

Usaha di bidang penerbangan ini tidak terlepas dari persoalan-persoalan

yang terkait dengan persaingan usaha yang berujung penyelesaiannya di KPPU,

Seperti dikemukakan Andi Fahmi Lubis dan kawan-kawan:

“Salah satu kasus yang pernah diputus oleh KPPU adalah apa yang dikenal
dengan kasus Abacus yaitu Putusan No. 01/KPPU-L/2003. Terlapor dalam
kasus ini adalah PT. (Persero) Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia
(disingkat “Garuda Indonesia”). Adapun duduk perkara adalah sebagai
berikut. Bahwa Terlapor adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum
dengan kegiatan usaha antara lain melaksanakan penerbangan domestik dan

1
Arie Siswanto, Hukum Persaingan usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 23.
internasional komersial berjadwal untuk penumpang serta jasa pelayanan
sistem informasi yang berkaitan dengan penerbangan. Untuk mendukung
kegiatan usaha penerbangannya tersebut, Terlapor mengembangkan sistem
ARGA sebagai sistem informasi pengangkutan udara domestik. Sedangkan
untuk sistem informasi penerbangan internasional, Terlapor bekerjasama
dengan penyedia CRS dalam bentuk perjanjian distribusi Sistem informasi
ini digunakan oleh biro perjalanan wisata untuk melakukan reservasi dan
booking tiket penerbangan Terlapor secara online. Bahwa akibat krisis
ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, semakin menambah beban keuangan
Terlapor yang memaksanya untuk melakukan pemotongan biaya-biaya.”2

Kebijakan dual access yang dilakukan tersebut tidak dituangkan dalam

perjanjian secara tertulis. Hal ini telah diakui oleh Terlapor dan dikuatkan oleh

dokumen yang diserahkan ke kepada Majelis Komisi (KPPU). Kesepakatan

tersebut di atas ditempuh karena biaya transaksi penerbangan internasional dengan

menggunakan sistem Abacus lebih murah. Dual access hanya diberikan kepada

Saksi I sebagai penyedia sistem Abacus bertujuan agar, Terlapor (Garuda

Indonesia) dapat mengontrol biro perjalanan wisata di Indonesia dalam melakukan

reservasi dan booking tiket penerbangan. Semakin banyak biro perjalanan wisata di

Indonesia yang menggunakan sistem Abacus untuk melakukan reservasi dan

booking penerbangan internasional yang pada akhirnya akan mengurangi biaya

transaksi penerbangan internasional Terlapor (Garuda Indonesia). Terlapor hanya

akan menunjuk biro perjalanan wisata yang menggunakan sistem Abacus sebagai

agen pasasi domestik. Posisi Terlapor yang menguasai penerbangan domestik dan

kemudahan untuk menjadi agen maskapai lain, menjadi daya tarik bagi biro

perjalanan wisata untuk menjadi agen pasasi domestik Terlapor (Garuda

Indonesia). Bahwa sistem ARGA yang hanya disertakan pada terminal Abacus

2
Andi Fahmi Lubis et.a.l, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Creative
Media, Jakarta, 2009, hal. 116.
mengakibatkan sistem lain mengalami kesulitan untuk memasarkan ke biro

perjalanan wisata karena biro perjalanan wisata lebih memilih sistem Abacus yang

memberi kemudahan untuk memperoleh sambungan sistem ARGA. Untuk

mendukung kebijakan dual access, Terlapor (Garuda Indonesia) menambahkan

persyaratan bagi biro perjalanan wisata agar dapat ditunjuk sebagai agen pasasi

domestik, yaitu menyediakan sistem Abacus terlebih dahulu untuk selanjutnya

mendapatkan terminal ID biro perjalanan wisata yang bersangkutan/dibuka

sambungan ke sistem ARGA (persyaratan Abacus connection).3

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas KPPU berpendapat bahwa

PT Garuda Indonesia telah melanggar Pasal 14 UU NO. 5 tahun 1999 karena telah

melakukan penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari

hulu sampai hilir atau proses berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku

usaha tertentu. Praktek integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang dan

jasa dengan harga murah, tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat

yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang

sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan

masyarakat. Dengan kegiatan usaha Terlapor adalah melaksanakan penerbangan

komersial berjadwal untuk penumpang domestik dan internasional dengan

mengoperasikan pesawat sebagai sarana pengangkutan. Bahwa dalam perkara ini,

penguasaan proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh Terlapor

3
Ibid., hal. 117.
adalah penguasaan proses yang berlanjut atas layanan informasi dan jasa distribusi

tiket penerbangan domestik dan internasional Terlapor.4

Secara yuridis konstitusional, kebijakan dan pengaturan hukum persaingan

usaha didasarkan kepada ketentuan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun

1945, yang mengamanatkan tidak pada tempatnya adanya monopoli yang

merugikan masyarakat dan persaingan usaha yang tidak sehat.5 Ketentuan hukum

ini terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 No. 33 pada tanggal 5 Maret 1999 dan berlaku secara efektif 1 (satu)

tahun sejak diundangkan. 6

Sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (3) “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Agar

hukum dipatuhi oleh masyarakat, dalam suatu negara hukum, maka hukum haruslah

benar. Hukum yang benar tersebut harus pula ditegakkan secara benar. Doktrin

pelaksanaan hukum yang benar ini populer dengan sebutan due process of law. 7

Usaha Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat

dibutuhkan oleh manusia dalam pemenuhan kebutuhannya. Transportasi udara

merupakan alat yang mutakhir dan tercepat dengan jangkauan yang luar biasa

karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain yaitu faktor kecepatan dalam

4
Ibid., hal. 117.
5
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Sinar Gafika, Jakarta, 2013,
hal. 62.
6
Ningrum Natasya Sirait, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, PT Gramedia, Jakarta,
2010, hal. 1.
7
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modren (Rechtstaat), Refika Aditama, Bandung,
2009, hal. 46.
menempuh perjalanan, karena transportasi udara menggunakan pesawat terbang

yang memiliki kecepatan tinggi dibanding transportasi lainnya. Angkutan yang

jaraknya jauh, maka lebih menguntungkan dengan menggunakan angkutan udara

(penerbangan) serta adanya keteraturan jadwal dan frekuensi di penerbangan.8

Dalam Pasal 1 angka (6) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bahwa:

“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha”.9

Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas

Persaingan Usaha Pasal 2 menyebutkan bahwa Tujuan pembentukan Komisi adalah

untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.10 KPPU

merupakan lembaga non struktural yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan

pemerintah serta pihak lain yang juga mempunyai tugas dan wewenang yang diatur

dalama Pasal 4 yaitu:

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur

dalam pasal 4 sampai dengan Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999;

2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

8
Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi: Karakteristik, Teori dan Kebijakan, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 75.
9
Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 5 Tahun 1999 tetang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
10
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan, Usaha.
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi

dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28 Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999;

4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur

dalam Pasal 36 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999;

5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang

berkaitan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang

Nomor 5 tahun 1999;

7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat.

Komisi terdiri atas Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua

merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota yang

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat berdasarkan usul pemerintah serta dibantu oleh Sekretariat. Sebelum

ditetapkan oleh Presiden, terlebih dahulu diusulkan kepada DPR, pengusulan

sekurang-kurangnya berjumlah dua kali dari jumlah anggota KKPU yang akan

diangkat.
Persaingan usaha dalam dunia usaha bukanlah sesuatu yang asing, karena

dengan adanya persaingan maka pergerakan dan pertumbuhan ekonomi semakin

baik. Dikemukaan oleh Emmy Simanjuntak bahwa persaingan dapat mendorong

peningkatan perekonomian serta memungkinkan terciptanya kekuatan pasar yang

tersebar dan tidak dikuasai oleh golongan pelaku usaha tertentu. Keadaan ini akan

membuka lapangan usaha yang lebih luas bagi perusahaan lain sehingga diharapkan

akan mendorong pertumbuhan usaha-usaha wiraswasta. Mempertahankan adanya

persaingan sehat antara perusahaan-perusahaan juga berarti mempertahankan

efisiensi. 11

Kewenagan yang diberikan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dengan tujuan untuk mencegah dan menindaklanjuti adanya praktek

monopoli dan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat kepada para

pelaku usaha di Indonesia, selain itu KPPU diberi kewenangan dalam

menyelesaikan Persaingan usaha. Disebutkan pada pasal 30 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat bahwa KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari

pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada

Presiden. 12

Merger dapat juga menimbulkan praktek monopoli dan/atau dapat

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat seperti dikemukan dalam tulisan di

Jurnal oleh Sudjana:

11
Emmy Simanjuntak, “Analisis Hukum Ekonomi Terhadap Hukum Persaingan”,
Makalah, Penataran Hukum Perdata & Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta 23-30, Agustus 1999, hal. 5.
12
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 136.
“Pengertian bahwa merger dapat menimbulkan praktek monopoli,
mengandung makna bahwa pada dasarnya merger tidak dilarang bahkan
seperti yang telah dijelaskan di atas, tindakan tersebut mempunyai sisi
positif bagi pengembangan perusahaan. Tetapi harus diperhatikan jangan
sampai menciptakan konsentrasi pasar yang dapat menyebabkan harga
produk semakin naik dan mengancam pelaku bisnis berskala kecil. Hal ini
berarti ada tolak ukurnya untuk dapat dikatakan bahwa merger
menimbulkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Di
lain pihak, dilakukannya merger akan mengakibatkan adanya pihak-pihak
yang akan dirugikan sehingga itu perlu adanya perlindungan bagi pihak-
pihak yang bersangkutan.”13

KPPU diberikan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yaitu: (1) menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang

dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, (2)

melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan

pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat, (3) melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan

terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh

Komisi sebagai hasil penelitiannya, (4) menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau

pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat dan (5) memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta wewenang

lainnya.

Dalam melaksanakan tugas, meskipun KPPU dengan segala hambatan dan

keterbatasan yang ada, namun sampai saat ini telah banyak meraih capaian kinerja

13
https://journal.unsika.ac.id/index.php/positum/article/download/499/pdf_1, Sudjana,
Merger Dalam Perspektif Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Berdasarkan UU
Nomor 5 Tahun 1999, Jurnal Hukum POSITUM Vol. 1, No. 1, Desember 2016, P-ISSN : 2541-
7185 - E-ISSN : 2541-7193, 2016, hal. 106.
seperti yang dipaparkan dalam Rencana Strategis Penyesuaian 2017-2019, seperti

Capaian dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha. Salah satu tugas utama KPPU

adalah melakukan penegakan hukum persaingan usaha. Terkait hal tersebut,

keberadaan KPPU telah menjadi sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari legal

framework Indonesia sehingga bisa menjadi sandaran kepastian hukum bagi para

pencari keadilan dalam kasus persaingan usaha. Sejak tahun 2000-2016, KPPU

telah menyelesaikan 342 total perkara dengan 245 diantaranya adalah perkara

tender. Dengan capaian perkara yang bersumber dari laporan sebanyak 288 perkara

dan yang berdasarkan inisiatif KPPU sebanyak 54 perkara. Selanjutnya terdapat 9

perkara terkait keterlambatan notifikasi merger. Total nilai tender yang telah

diperiksa KPPU adalah senilai Rp. 33,1 Trilyun dan USD 142,5 Milyar. 14

Dibidang lain KPPU juga telah melakukan tugas dan wewenang sesuai

dengan yang diamanahkan kepadanya seperti dibidang Pencegahan:

“Capaian Bidang Pencegahan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di


bidang pencegahan praktik persaingan usaha tidak sehat, kontribusi KPPU
sampai saat ini antara lain adalah: 1) Perbaikan kinerja industri antara lain:
(i) Industri penerbangan melalui pemberian saran pertimbangan untuk
mencabut kewenangan INACA dalam menetapkan tarif. Melalui saran
pertimbangan ini telah mendorong turunnya harga lebih dari 50% dan
tumbuhnya rute-rute penerbangan yang baru. Selanjutnya jumlah
penumpang meningkat signifikan dari sekitar di bawah 20 juta pada tahun
2002, menjadi di atas 90 juta pada tahun 2013. (ii) Industri telekomunikasi
sebagai akibat dari dua Putusan KPPU terkait kepemilikan silang Temasek
dalam industri telekomunikasi dan kartel SMS, yang telah mendorong
terjadinya penurunan tarif telekomunikasi secara signifikan. Tarif
telekomunikasi Indonesia yang sebelumnya termahal di dunia menjadi yang
termurah di dunia. Begitu pula wilayah cakupan yang hanya dalam kurang
dari 20 tahun sudah meliputi seluruh Indonesia dengan jumlah pelanggan
melebihi 200 juta.”15

14
Ibid., hal. 3.
15
Ibid., hal. 5.
Kegiatan yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 Kegiatan yang

dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1999 yang terjadi atau

mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, antara lain

meliputi: (1) Monopoli UU No. 5 Tahun 1999 Pasal 17 menyatakan bahwa pelaku

usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang

dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat. (2) Monopsoni Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1999

menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau

menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.

KPPU merupakan suatu organ khusus yang mempunyai tugas ganda selain

menciptakan ketertiban dalam persaingan usaha juga berperan untuk menciptakan

dan memelihara iklim persaingan usaha yang kondusif. Meskipun KPPU

mempunyai fungsi penegakan hukum khususnya Hukum Persaingan Usaha, namun

KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha. Dengan demikian

KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana maupun perdata.

Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga administratif karena kewenangan

yang melekat padanya adalah kewenangan administratif, sehingga sanksi yang

dijatuhkan merupakan sanksi administratif. KPPU diberi status sebagai pengawas

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Status hukumnya adalah sebagai

lembaga yang independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah
dan pihak lain seperti yang disebutkan pada pasal 30 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.16

Dari apa yang telah diuraikan di atas penulis akan mengkaji/meneliti tentang

Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Penyelesaian Persaingan

Usaha Indonesia dalam bentuk karya ilmiah (tesis) dengan judul

“KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

DALAM PENYELESAIAN PERSAINGAN USAHA PENERBANGAN

DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Dalam Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan Dalam Perspektif Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia?

b. Bagaimana mekanisme Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Perspektif Peraturan Penerbangan

Di Indonesia?

16
Andi Fahmi Lubis et.a.l, Hukum Persaingan Usaha Teks dan Konteks, Creative Media,
Jakarta, 2009, hal. 331.
C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa yang ingin dikaji

dalam penelitian ini adalah bagaimana Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU) Dalam Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan Dalam

Perspektif Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia dan bagaimana mekanisme

Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) Dalam Perspektif Peraturan Penerbangan Di Indonesia. Sehubungan

dengan itu, adapun yang menjadi tujuan diangkatnya penelitian proposal tesis

adalah:

a. Untuk mengetahui bentuk Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) Dalam Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan Dalam Perspektif

Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.

b. Untuk mengetahui mekanisme Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Perspektif Peraturan

Penerbangan Di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan dicapai adalah :

a. Dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu hukum khsusnya

dibidang Hukum Pemerintahan dan sekaligus dapat menjadi bahan


referensi/acuan dalam penulisan dibidang yang sama dan yang mempunyai

kaitan dengan bidang ini.

b. Untuk menambah referensi sebagai bahan kepustakaan dan bahan bacaan

mengenai Bagaimana bentuk Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) Dalam Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan Dalam Perspektif

Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia dan mekanisme Penyelesaian

Persaingan Usaha Penerbangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Dalam Perspektif Peraturan Penerbangan Di Indonesia.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dari

pada yang dibahas dalam proposal penelitian ini, maka penulis memberikan

defenisi dari judul penelitian ini yaitu menurut Undang-Undang 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1

Angka (1) bahwa Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu

kelompok pelaku usaha. Pasal 1 Angka (2) bahwa Praktek monopoli adalah

pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang

mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa

tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan

kepentingan umum.

Pasal 1 Angka (10) UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa “Pasar

bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran
tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau

substitusi dari barang dan atau jasa tersebut”

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 Tentang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Keppres No. 75 Tahun 1999), Pasal 1 dan 2:

Pasal 1 adalah “Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut

dengan Komisi. Pasal 2 adalah “Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan lembaga non struktural yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan

pemerintah serta pihak lain”.

Pasal 5 Keppres Nomor 75 Tahun 1999 mengatur bahwa “Fungsi Komisi

sesuai dengan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, meliputi: (a). penilaian

terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan; (b).

pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan; (c). pelaksanaan

administratif. Pasal 6 (1) bahwa KPPU Dalam menangani perkara, anggota Komisi

bebas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Pasal 7, Untuk

menyelesaikan suatu perkara, Komisi melakukan sidang majelis.

F. Kerangka Teoritis

1. Teori Negara Hukum

Menurut Bahder Johan Nasution dalam Bukunya Negara Hukum dan Hak

Asasi Manusia, banyak tulisan apa pendapat yang diuraikan dalam kepustakaan
hukum Indonesia, dikemukakan secara jelas pengertian yang diberikan oleh para

sarjana, antara lain Wiryono Projodikoro, “Negara hukum sebagai negara dimana

para penguasa atau pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam melaksanakan

tugas kenegaraan terikat pada peraturan hukum yang berlaku”. Muhammad Yamin

mendefinisikan:

“Negara hukum sebagai suatu Negara yang menjalankan pemerintahan yang


tidak menurut kemauan norang-orang yang memegang kekuasaan,
melainkan menurut aturan yang tertulis yang dibuat oleh badan-badan
perwakilan rakyat yang terbentuk secara sah, sesuai dengan asas “the laws
and not menshall govern”

Menurut Sudargao Guatama bahwa paham “Negara hukum berasal dari ajaran

kedaulatan hukum, ia memberi pengertian tentang Negara hukum sebagai negara

dimana alat-alat negaranya tunduk pada aturan hukum”. Pendapat ini di simpulkan

kembali oleh Bahder Johan Nasution:

“Jika dicari initi dari pengertian Negara hukum yang dikemukakan oleh
sarjana Indonesia yang cukup terkemuka itu, tampaknya mereka semua
menekankan tentang tunduknya penguasa terhadap hukum sebagai esensi
Negara hukum. Esensi Negara hukum yang demikian itu menitikberatkan
pada tunduknya pemegang kekuasaan Negara pada aturan hukum.”17

Alat-alat negara menurut penulis dapat dipahami juga sebagai lembaga-

lembaga negara tinggi negara yang dibentuk atas amanat dari Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maupun lembaga yang dibentuk

oleh peraturan perudang-undangan dibawahnya seperti Lembaga Departemen dan

lembaga Nondepatemen di lingkungan eksekutif (pemerintah), seperti Lembaga,

Kementerian dan Kementerian Negara Koordinator, Badan, Pusat, Komisi, atau

17
Bahder Nasution Johan, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, CV. Mondar Maju,
Bandung, 2018, hal. 1.
dewan yang bersifat khusus di dalam lingkungan pemerintahan, seperti Lembaga-

Lembaga Independen lain yang dibentuk berdasarkan UU, misalnya: lembaga yang

dinamamakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang harus tunduk dan

patuh terhadap peraturan perundang-undangan tertulis.

2. Teori Kewenangan

Menurut ahli Hukum Administrasi Sukamto Satoto bahwa:

“Dalam Keputusan hukum administrasi, wewenang atau kewenangan selalu


merupakan bagian penting dan menjadi bagian awal dari Hukum
Administrasi, karena obyek administrasi adalah keweangan pemerintah
(bestuurs bevoegdheid). Dalam Hukum Tata Negara, wewenang
(bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hokum (rechsmacht). Jadi
dalam konsep hukum Publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan” 18.

Pendapat ini erat kaitannya dengan kewenangan yang dimiliki oleh KPPU

dalam menyelesaikan persaingan usaha, merupakan kewenangan terkait dengan

kekuasaan yang diberikan oleh peraturan perundangan undangan. Istilah wewenang

sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan. Namun demikian Prajudi

Atmosudirdjo membedakan pengertian-pengertian kewenangan (autority, gezagd)

dan wewenang (competence, bevoegdheid):

”kewenangan (yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang) adalah


kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan
terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang
bulat”. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan suatu
tindak hukum public, misalnya wewenang menandatangani/menerbitkan
surat-surat izin dari seorang pejabat atas nama menteri, sedangkan
kewenangan tetap berada di tangan menteri.”19

18
Sukamto Satoto, Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Badan Kepegawaian Negara, CV.
Hanggar Kreator, Yogyakarta, 2004, hal. 115.
19
Ibid., hal. 115.
Wewenang dan kewenangan merupakan suatu otoritas yang diberikan oleh

peraturan perundangan kepada lembaga formal dan nonformal untuk melakukan

dan tidak melakukan sesuatu dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Lembaga

yang diberi amanah dapat memilih untuk melaksanakan dan atau tidak

melaksanakan apa yang telah menjadi tanggungjawabnya.

Berbeda dengan pendapat Prajudi Atmosudirdjo, maka Philipus M. Hadjon

tidak mempermasalahkan istilah kewenangan dan wewenang, kedua istilah tersebut

digunakan dalam arti yang sama, yaitu digunakan sejajar dengan istilah

bevoegdheid dalam konsep hukum public. Bagi pemerintah, dasar untuk melakukan

perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan jabatan

(ambt). Jabatan yang bertumpu pada tiga sumber, yakni atribusi, delegasi dan

mandate, maka ia akan melahirkan kewenangan.

Suatu organ dapat memperoleh wewenang baru dengan cara atribusi, dan

kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan Negara

oleh Undang-Undnag dasar. Indroharto berpendapat bahwa legislator uang

berkompeten memberikan wewenang atribusi dibedakan antra lain:

a. Bagi mereka yang berkedudukan sebagai original legislator, di negara kita

adalam MPR sebagai pembentuk UUD, DPR dan Presiden sebagai pembentuk

undang-undang, serta DPRD dan Gubernur/Bupati/Walikota sebagai pemben-

tuk peraturan daerah, dan


b. Bagi mereka yang bertindak sebagai delegated legislator, seperti Presiden atas

kuasa undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah yang menciptakan

wewenang-wewenang pemerintah kepada badan atau pejabat tertentu.20

Kewenagan dan wewenang dalam negara dan pemerintahan sangat

diperlukan, seperti juga dikemukakan Nur Basuki Minarno mbahwa:

“Kewenangan dan wewenang memiliki kedudukan penting dalam hukum tata


Negara dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kedudukan wewenang ini
sehingga F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyatakan “Het begrip
bevoegdheid is da nook een kembergrip in het staat-en administratief rcht”.
Dari pernyataan ini dapat ditarik suatu pengertian bahwa wewenang
merupakan konsep inti dari hukum tata Negara dan hukum administrasi.”21

Wewenang suatu lembaga yang di bentuk oleh peraturan perundang-

undangan merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam melaksanakan tugas

penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu Negara. Dikemukanan oleh Irfan

Fachruddin terkait dengan wewenang pemerintah:

“Perkembangan wewenang pemerintah dipengaruhi oleh karakteristik tugas


yang dibebankan kepadanya. Tugas pemerintah adalah mengikuti tugas
Negara, yaitu menyelenggarakan sebagian dari tugas negara sebagai
organisasi kekuasaan. Dalam khazanah ilmu-ilmu kenegaraan terdapat
beberapa macam dari tugas Negara.”22

Tujuan negara Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam alinea

keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yaitu “… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

20
Ibid., hal. 115.
21
Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi Dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah, Laksbang Mediatama, Surabaya, 2009, hal. 65.
22
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,
PT. Alumni, Bandung, 2004, hal. 35-36.
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial…”.

3. Teori Pengawasan

Pengertian dan bentuk pengawasan yang dikemukakan oleh Irfan Fachrudin

yaitu pengawasan” berasal dari kata awas, berarti antara lain “penjagaan”. Istilah

“pengawasan” dikenal dalam ilmu managemen dan ilmu administrasi yaitu sebagai

salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan.

Pengawasan dipandang dari “kelembagaan” yang dikontrol dan

melaksanakan kontrol dapat dibedakan menjadi kontrol intern (internal control)

dan kontrol ekstern (external control). (1) Kontrol intern (internal control) adalah

pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan/organ yang secara struktural adalah

masih termasuk organisasi dalam lingkungan pemerintahan. Misalnya, pengawasan

yang dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara hirarki. Bentuk

kontrol semacam itu dapat digolongkan sebagai jenis kontrol teknis-administratif

atau “built-in control”. (2) Kontrol eksternal (external control) adalah pengawasan

yang dilakukan oleh badan/organ secara struktur organisasi berada di luar

pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya, kontrol yang dilakukan secara langsung,

seperti kontrol keuangan yang dilakukan oleh BPK, kontrol sosial yang dilakukan

oleh masyarakat melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) termasuk media

masa dan kelompok masyarakat yang berminat pada bidang tertentu, kontrol politis

yang dilakukan MPR dan DPR(D) terhadap pemerintah (eksekutif). Kontrol reaktif

yang dilakukan secara tidak langsung melalui badan peradilan (judicial control)
antara lain peradilan umum dan peradilan administrasi, maupun badan lain seperti

Komisi Ombudsman Nasional. 23

4. Teori Persaingan Usaha

Persaingan dalam dunia usaha merupakan sesuatu yang hal yang wajar,

tanpa adanya persaingan maka ini akan mengarah kepada perbuatan yang

dinamakan monopoli. Usaha yang menguasai secara monopoli tidak di ajurkan

karena monopoli sama dengan sesuatu perbuatan curang.

Dikemukakan oleh Marbun bahwa Persaingan Usaha:

“Persaingan berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang artinya


persaingan itu sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, kompetisi.
sedangkan dalam kamus manajemen, persaingan adalah usaha-usaha dari 2
pihak/lebih perusahaan yang masing-masing bergiat‚ memperoleh pesanan
dengan menawarkan harga/syarat yang paling menguntungkan. Persaingan
ini dapat terdiri dari beberapa bentuk pemotongan harga, iklan/promosi,
variasi dan kualitas, kemasan, desain, dan segmentasi pasar.”24

Monopoli didefiniskan suatu penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran

barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu

kelompok pelaku usaha. Dapat diartikan bahwa monopoli ada jika satu pelaku

usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai suatu produksi atau pemasaran

barang atau penggunaan jasa tertentu. Dengan kata lain, monopoli ada jika hanya

ada satu pelaku usaha yang memproduksi atau menjual suatu barang tertentu pada

pasar yang bersangkutan. Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan

23
Ibid., hal. 92.
24
B.N Maribun, Kamus Manajemen, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003, hal. 276.
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan

antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Persaingan usaha merupakan kondisi real dalam dunia usaha, seperti

dikemukakan oleh Jopie Jusuf di bawah ini:

“Persaingan merupakan kondisi real yang dihadapi setiap orang di masa


sekarang. Kompetisi dan persaingan tersebut bila dihadapi secara positif
atau negatif, bergantung pada sikap dan mental persepsi kita dalam
memaknai persaingan tersebut. Hampir tiada hal yang tanpa
kompetisi/persaingan, seperti halnya kompetisi dalam berprestasi, dunia
usaha bahkan dalam proses belajar. Persaingan merupakan semacam upaya
untuk mendukuki posisi yang lebih tinggi di dalam dunia usaha. Bila jumlah
pesaing cukup banyak dan seimbang, persaingan akan tinggi sekali karena
masing-masing perusahaan memiliki sumber daya yang relatif sama. Bila
jumlah pesaing sama tetapi terdapat perbedaan sumber daya, maka terlihat
sekali mana yang akan menjadi market leader, dan perusahaan mana yang
merupakan pengikut.”25

Motivasi utama dalam kegiatan bisnis adalah laba yang didefinisikan

sebagai perbedaan antara penghasilan dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Dalam

kegiatan bisnis, harus bisa menghadapi persaingan usaha, hal ini terkadang lazim

terjadi dalam dunia bisnis. Maka oleh sebab itu terkadang diperlukan kekuatan atau

daya saing. Hal ini disebutkan juga oleh Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung:

“a) Daya saing produk-produk yang akan ditawarkan harus kualitas-nya bisa
bersaing dengan baik. b) Daya saing harga tidak mungkin memenangkan
persaingan jika produk-produk yang dimiliki sangat mahal harganya. c)
Daya saing marketing dunia marketing berbicara masalah pasarmaka hal
yang terpenting adalah bagaimana menarik konsumen untuk membeli
barang-barang yang telah diproduksi. d) Daya saing jaringan kerja
(networking) suatu bisnis tidak akan memiliki daya saing dan akan kalah
jika ‚bermain sendiri, dalam hal ini bermakna tidak melakukan kerjasama,
koordinasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga bisnis lainnya di berbagai
bidang. 26

25
Jopie Jusuf, Analisis Kredit untuk Account Officer, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2008, hal. 260.
26
Hafidhuddin Didin dan Tanjung Hendri, Manajemen Syari’ah dalam Praktek, Gema
Insani Press, Cet I, Jakarta, 2002, hal. 44.
5. Teori Penerbangan.

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, Penerbangan

adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat

udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan

keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

Ayat (2) Pesawat Terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,

bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.

Menurut Agus Pramono, jenis angkutan udara menurut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah sebagai berikut:

1) Angkutan udara bukan niaga Angkutan udara bukan niaga adalah angkutan

udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk

mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara.

2) Angkutan udara dalam negeri Angkutan udara dalam negeri adalah kegiatan

angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke

bandar udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3) Angkutan udara luar negeri Angkutan udara luar negeri adalah kegiatan

angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara di

dalam negeri ke bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan sebaliknya.

4) Angkutan udara niaga Angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum

dengan memungut pembayaran. Kegiatan angkutan udara niaga dapat dilakukan

secara berjadwal dan/atau tidak berjadwal oleh badan usaha angkutan udara
niaga nasional dan/atau asing untuk mengangkut penumpang dan kargo atau

khusus mengangkut kargo.

5) Angkutan udara perintis Angadalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri

yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah

terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi

lain dan secara komersial belum menguntungkan. 27.

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian penulisan tesis ini, tipe penelitian yang digunakan adalah

yuridis normatif, atau juga sering disebut dengan penelitian hukum normatif.

Menurut Bahder Johan Nasution, “Penelitian Hukum Normatif adalah pengkajian

terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder.”28 Dipilihnya tipe penelitian ini ditujukan guna mendapat hal-hal yang

bersifat teoretis : asas, konsepsi, doktrin hukum, serta isi kaedah hukum yang

berhubungan dengan bentuk Kewenangan KPPU Dalam Penyelesaian Persaingan

Usaha Penerbangan Dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan Di

Indonesia.

2. Pendekatan yang digunakan

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian

yuridis normatif, oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

27
Agus Pramono, Dasar-dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2011, hal. 8.
28
. Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cetakan Ke-II, CV.Mandar
Maju, Bandung, 2016, hal. 97.
adalah Adapun pendekatan (approach) yang digunakan dalam penelitian tesis ini,

dan sesuai dengan rumusan masalah sebagai objek penelitian yang dibahas dan

yang akan dijawab, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (normative

approach), pendekatan sejarah (historical approach).

Pendekatan konseptual (conceptual approach) dalam penelitain ini dilakukan

dengan meneliti asas-asas kewenangan KPPU, serta teori-teori Penyelesaian

Persaingan Usaha. Pendekatan perundang-undangan (normative approach)

dilakukan dengan konsep perundang-undangan yang berhubungan dengan

Keweangan KPPU berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan

pendekatan sejarah (historical approach) dalam penelitian ini, dilakukan dengan

meneliti sejarah Persaingan usaha dan sejarah KPPU.

3. Pengumpulan bahan hukum

Dalam penelitian ini pengumpulan bahan hukum baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara menggunakan sistem kartu

(card system). Digunakan sistem ini adalah untuk mempermudah menganalisis

bahan-bahan hukum yang dimaksud. Bahan-bahan hukum itu meliputi :

a. Bahan hukum primer berupa: Undang Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tehun 1945 dan Peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan tugas dan wewenang KPPU dalam Penyelesaian Persaingan Usaha,

diantaranya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah, Keputusan-keputusan dan Peraturan Presiden Republik

Indonesia, berkaitan dengan KPPU seperti:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 Tentang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi

Pengawas Persaingan Usaha.

3. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan

Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

4. Keputusan Presiden Nomor 162/M tahun 2000 mengenai Keanggotaan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha masa jabatan tahun 2000-2005.

5. Keputusan Presiden Nomor 94/M Tahun 2005 mengenai Perpanjangan

Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha masa jabatan tahun 2000-

2005

6. Keputusan Presiden Nomor 18/P Tahun 2006 mengenai Perpanjangan Kedua

Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha masa jabatan tahun 2000-

2005.

7. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2006 mengenai Pemberhentian

dengan Hormat Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha masa

jabatan tahun 2000-2005 dan Pengangkatan Keanggotaan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha masa jabatan tahun 2006-2011.


8. Keputusan Presiden Nomor 71/P Tahun 2011 mengenai Perpanjangan

Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha masa jabatan tahun 2006-

2011.

9. Keputusan Presiden Nomor 112/P Tahun 2012 mengenai Pemberhentian

dengan Hormat Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha masa

jabatan Tahun 2006-2011 dan Pengangkatan Keanggotaan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha masa jabatan tahun 2012-2011.

10. Keputusan Presiden Nomor 10 tahun 2005 tentang Pembentukan Panitia

Seleksi Pemilihan Calon Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Selain Peraturan dan keputusan Presiden pengumpulan bahan hukum primer

ini juga dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tata

Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2003 tentang

Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU, dan

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2005 tentang

Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU.

Selain itu Peraturan-peraturan KPPU juga dijadikan sebagai bahan hukum

primer seperti:

1. Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

2. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Komisi Pengawas Persaingan Usaha


3. Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penilaian Terhadap

Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham

Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan/atau

Persaingan Usaha Tidak Sehat

4. Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengawasan dan

Penanganan Perkara Kemitraan

5. Peraturan KPPU Nomor 03 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 01 Tahun 2015 tentang Tata Cara

Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan

6. Peraturan KPPU Nomor 01 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja

KPPU

7. Peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 01 Tahun 2014 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan Peraturan serta

Keputusan KPPU lainnya.

b. Bahan hukum sekunder yaitu, bahan hukum yang memberikan penjelasan atas

bahan hukum primer, yaitu berupa; hasil-hasil penelitian yang berhubungan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan pendapat ahli/pakar hukum Tata

negara dan hukum Administrasi Negara dan bidang hukum lainnya yang

berhubungan dengan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam

penyelesaian persaingan usaha penerbangan dan yang berhubungan dengan

mekanisme Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Penyelesaian

Persaingan Usaha Penerbangan.


c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, berupa: kamus

hukum, kamus bahasa Indonesia.

4. Analisis bahan hukum

Analisis bahan hukum dilakukan setelah bahan-bahan hukum terkumpul.

Penganalisisan dilakukan terhadap pengertian-pengertian hukum, norma hukum.

yaitu dengan melihat isi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam

penyelesaian persaingan usaha penerbangan dan yang berhubungan dengan

mekanisme Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Penyelesaian Persaingan

Usaha Penerbangan. Penganalisisan juga dilakukan dengan cara interprestasi,

menilai dan melakukan evaluasi semua yang berhubungan dengan KPPU baik

berupa hukum positif, juga yang berbentuk Risalah dan atau kesepakatan.

F. Sistimatika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari lima bab, tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab dan

masing-masing bab mempunyai keterkaitan satu sama lain. Untuk mendapatkan

gambaran yang lebih jelas mengenai pembahasan tesis ini, akan dikemukakan

sistimatikanya sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan, berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitin, metode penelitian, sistematika

penulisan dan jadual penelitian. Bab ini merupakan bab permasalahan


yang akan dikaji pada bab pembahasan dengan menggunakan teori-teori

yang ada pada bab selanjutnya yaitu bab II.

Bab II. Bab ini mengenai pembahasan Tinjauan Pustaka, terdiri atas tinjauan

teoritis tentang Teori Konstitusi dan Negara Hukum, Teori-teori Tentang

Sumber dan bentuk Keweangan, Teori Tentang Persaingan Usaha

Penebangan, dan Teori Tentang Mekanisme Penyelesaian Persaingan

Usaha Penergangan. Bab ini berisikan tentang teori-teori guna untuk

mengkaji serta menganalisis permasalahan yang ada pada bab I.

Bab III. Bab ini merupakan pembahasan, bentuk Kewenangan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Penyelesaian Persaingan Usaha

Penerbangan dari aspek norma-norma dalam perspektif Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia. Bab ini merupakan bab pembahasan

permasalahan yang ada dalam bab I dengan menggunakan teori yang ada

dalam bab II.

Bab IV. Bab ini merupakan pembahasan, tetan bagaimana mekanisme

Penyelesaian Persaingan Usaha Penerbangan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Perspektif Peraturan Penerbangan Di

Indonesia. Bab ini merupakan bab pembahasan permasalahan yang ada

dalam bab I dengan menggunakan teori yang ada dalam bab II. Bab ini

merupakan bab pembahasan dari hasil pembahasan yang ada dalam bab

III.
Bab V. Merupakan Bab penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran, Bab

ini pembahasan yang diuraikan menjadi suatu kesimpulan dan saran-

saran dari hasil pembahasan yang ada pada bab III, dan bab IV.

Anda mungkin juga menyukai