DISUSUN OLEH :
103118053
PRODI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PERTAMINA
2019
A. LATAR BELAKANG
PT Angkasa Pura I (Persero) merupakan sebuah perusahaan milik Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang memberikan pelayanan lalu lintas udara dan bisnis bandar udara di
Indonesia yang menitikberatkan pelayanan pada kawasan Indonesia bagian tengah dan
kawasan Indonesia bagian timur yang telah memperoleh izin dari menteri perhubungan untuk
memberikan pelayanan jasa kebendaraudaraan di bandara Sultan Hasanuddin salah satu anak
perusahaannya yakni PT. Angkasa Pura Logistik (APLog) yang merupakan perusahaan
logistik terkemuka di Indonesia. PT Angkasa Pura Logistik berkomitmen untuk
mengimplementasikan Good Corporate Governance secara konsisten. Sebagaimana
dikokohkan dalam Pedoman Etika Perusahaan 2014, tujuannya ialah mencapai level tertinggi
dalam pelaksanaan Budaya Perusahaan, Etika Kerja dan Etika Usaha.
Pada tahun 2017 PT Angkasa Pura Logistik terjerat kasus monopoli. KPPU mendakwa
PT Angakasa Pura Logistik dengan dugaan pelanggaran Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
yang dilakukan Oleh PT Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin Makassar. Menyatakan pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat .
PT Angkasa Pura Logistik dituding melakukan penarikan tarif ganda yang dikenakan
kepada pengguna jasa, yang justru tidak mencerminkan amanat pemerintah. Selain itu, dalam
pengenakan tarif ganda, pengguna jasa tidak mendapatkan prestasi atau tambahan layanan yang
seharusnya menjadi sebab pengenaan tarif ganda. Mengenai tarif yang dimaksud adalah
regulated agent (RA) dan tarif PJKP2U, meski kegiatan keduanya merupakan kegiatan yang
sama. Dijelaskan, tarif RA dikenakan senilai Rp550 per kilogram dan PJKP2U sneilai Rp500
per kg .
Awalnya pihak terdakwa yakni PT. Angkasa Pura Logistik keberatan dengan adanya
tudingan pengenaan tarif ganda (double charge) kepada pengguna jasa. Oleh karena itu
pihaknya mempertimbangkan untuk melakukan gugatan keberatan atas putusan KPPU
tersebut. Salah satu alasan, dalam pertimbangannya, majelis tidak memperhitungkan nilai
kerugian. Padahal, menurutnya praktek monopoli yang dilarang ialah jika dihitung nilai
kerugiannya. Keberatan lain ialah lantaran tidak dipanggilnya pihak PT Angkasa Pura I yang
disebut majelis mengalihkan wewenang pengelolaan terminal kargo dan fungsi kebandar
udaraan kepada PT AP Logistik. Sekretaris Perusahaan PT Angkasa Pura Logistik, Genia
Sembada, pun menambahkan perusahaannya tidak pernah melakukan monopoli dengan cara
menghalangi pelaku usaha manapun untuk berekspansi ke bandara internasional tersebut . PT.
Angkasa Pura Logistik juga menjadikan Peraturan Menteri Nomor 153 Tahun 2015 tentang
Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara sebagai dasar atas kegiatan
usaha yang mereka lakukan.
Akan tetapi pada tanggal 5 September 2017 Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) memenangkan Kasasi di tingkat Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor 358/Pdt.Sus-KPPU/2017/ PN.Jkt.Pst. Dengan penguatan putusan KPPU
oleh MA ini membuktikan PT. Angkasa Pura Logistik melanggar Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan terancam membayar denda sebesar Rp 6. 551. 558 .600,00.
yang akan disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang
persaingan usaha .
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, identifikasi masalah yang akan dilakukan analisis
adalah :
1. Apakah putusan KPPU yang menjerat PT Angkasa Pura Logistik dengan Pasal 17 ayat 1
dan 2 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan monopoli dan Persaingan
Tidak Sempurna telah sesuai ?
2. Apakah aktivitas kebendaraanudaraan PT. Angkasa Pura Logistik telah terjadi praktik
monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ?
B. DISKUSI DAN ANALISIS KASUS
PT Angkasa Pura Logistik merupakan Badan Usaha yang berbentuk badan hukum dan
berusaha dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia yang didirikan berdasarkan hukum
Indonesia dengan Akta Notaris Nomor 1 tertanggal 6 Januari 2012. PT Angkasa Pura Logistik
memiliki 3 kegiatan usaha kebandarudaraan yaitu :
Fungsi dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh PT Angkasa Pura Logistikii adalah
mengakses daerah Lini l yang merupakan daerah keamanan terbatas. Oleh karena itu, hal ini
dapat menimbulkan perbedaan bagi EMPU lainnya karena EMPU PT Angkasa Pura
Logistik memiliki akses langsung untuk masuk ke Lini I sehingga mampu
memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada konsumennya. Terjadinya
kecepatan waktu pelayanan dibandingkan dengan perusahaan EMPU lainnya
menimbulkan pelanggaran yang pada akhirnya perusahaan EMPU yang lain
menggunakan jasa dari PT Angkasa Pura Logistik Akan tetapi PT Angkasa Pura
Logistik lebih mengutamakan memberikan pelayanan kepada unit usaha EMPU
nya sendiri.
Seperti yang kita ketahui PT Angkasa Pura Logistik dijerat kasus monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Monopoli disini adalah Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 5
Tahun 1999 pemutusan keuatan ekonomi oleh salah satu pelaku usaha yang
mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat akibat penguasaan dari aspek
produksi dan pemasaran . Yang menyatakan bahwa satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu. Selain itu, menurut pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1999
penguasaan yang nyata mengenai suatu pasar oleh para pelaku usaha sehingga
terjadninya pennetuan harga barang dan ajsa. Kegiatan yang dapat dianggap
monopoli hal saebagai berikut yang mana di dalamnya bersifat monopoli dengan
bersifat pencegahan, pembatasan, dan penurunan persaingan, dan eksploitasi.
Dalam kasus PT Angkasa Pura Logistik yang melakukan semua kegiatan yang
berada di hilir maupun di hulu terkait dengan proses keamanan, pengiriman kargo,
penerimaan, operator terminal serta Regulated Agent.
Berdasarkan dari masalah yang diuraikan di dalam latar belakang memiliki analisis
kasus yakni bahwa PT Angkasa Pura Logistik ditetapkan bersalah oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU). Hal ini dibuktikan PT Angkasa Pura Logistik menerima laporan
dari para pengguna jasa yaitu pihak Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU), atau
perusahaan forwarding yang dikenakan tarif ganda (double charge) setelah adanya
pemberlakuan kebijakan regulated agent di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
Makassar. Yang mana PT Angkasa Pura Logistik berperan sebagai Regulated Agent
satu-satunya yang beroperasi di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin
Makassar, serta memiliki kegiatan usaha jasa Ekspedisi Muatan Pesawat Udara.
Selain itu, PT Angkasa Pura Logistik ini juga mendapat keluhan dari daerah Kota
Makassar dan Kabupaten/Kota sekitarnya karena idak terdapat bandara komersial lainnya yang
memungkinkan mengirimkan kargo melalui pesawat udara selain melalui terminal kargo di
Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.
Tarif pelayanan jasa kargo dan pos pesawat udara (PJKP2U) terdiri atas 2 jenis yaitu
tarif incoming dan tarif outgoing, tarif ini lahir dan diberikan kepada pengguna jasa yang telah
menerima jasa penyediaan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan kargo. Arti dari
outgoing sendiri yakni kargo yang akan dikirim dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar,
sedangkan untuk kargo incoming adalah kargo yang diterima atau datang ke Bandara Sultan
Hasanuddin Makassar. Tarif yang dibebankan oleh PT Angkasa Pura Logistik kepada para
pengguna jasa yang berada di terminal kargo untuk barang tanda terima barang dan bukti
timbang barang sebesar Rp. 500,00-/kg (termasuk PPN 10%) untuk kargo domestik, sedangkan
untuk impor akan dikenakan PPN sebesar 10% .
Besaran tarif incoming dan outgoing yang merupakan tarif jasa kargo dan pos pesawat
udara, seperti yang telah disebutkan bahwa tarif jasa kargo dan pos pesawat udara akan
dinyatakan sah dan disepakati oleh PT Angkasa Pura Logistik selaku operator terminal kargo
dengan para penyedia jasa. Akan tetapi ternyata dalam pembuatan keputusannya PT Angkasa
Pura I Bandara Internasional Sultan Hasanuddin tidak dilibatkan di dalamnya .
Adapun rincian terhadap dua tarif yang dilakukan di Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin yaitu tarif regulated agent (RA) sebesar Rp 550 per kilogram, dan tarif Pembayaran
Jasa Pelayanan Kargo dan Pos Pesawat Udara (PJKPU2U) sebesar Rp 500 kilogram padahal
jenis kegiatannya sama. Hal ini dapat dibuktikan dari bukti persidangan berupa kuitansi yang
disampaikan oleh para saksi. Seperti yang telah dipaparkan bahwa besaran tarif yang ditetapkan
oleh pihak PT Angkasa Pura Logistik merupakan keputusan sepihak yang didalamnya tidak
meliputi kesepakatan anatar pengguna jasa dan penyedia jasa.
Penetapan tarif Pemeriksaan dan Pengendalian Keamanan Kargo dan Pos yang
dikenakan PT Angkasa Pura Logisitik sebesar Rp. 550/kg telah sesuai dengan batas bawah
yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 153 tahun 2015 berkesesuaian
dengan keterangan Direktorat Keamanan Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Akan tetapi setelah diadakannya introgasi lebih lanjut didapatkan perhitungan Harga Pokok
Produksi tarif pemeriksaan dan pengendalian keamanan kargo dan pos Regulated Agent yang
dilakukan oleh PT Angkasa Pura Logistik sebenarnya hanya sebesar Rp. 472/kg. yang mana
Regulated Agent dianggap telah mampu menekan biaya yang akan dikeluarkan dalam
menopang kegiatan dibawah standar biaya yang tela dikeluarkan oleh Kementerian
Perhubungan.
Dalam persoalan masalah tarif Jasa Kargo dan Pos Pesawat Udara (JKP2U),
berikut penjelasa dan ketetapannya : Berdasarkan Pasal 244 ayat (1) UU Nomor 1
Tahun 2009, struktur dan golongan tarif jasa kebandarudaraan ditetapkan oleh
Menteri.
Selanjutnya masalah mengenai Regulated Agent. Regulated Agent adalah badan hukum
Indonesia yang melakukan kegiatan usaha dengan badan usaha angkutan udara yang
memperoleh izin dari Direktur Jendral untuk melaksanakan pemeriksaan keamanan terhadap
Cargo dan pos. maksudnya yaitu adanya agent-agent selain Angkasa pura yang melakukan
permerikasaan keamanan terhadap kargo barang maupun surat yang masuk ke dalam pesawat
dan mendapatkan legalitas operasional oleh kementrian perhubungan. Ini terjadi dikarenakan
untuk menjaga keselamatan penerbangan atau agar tidak membawa barang-barang atau kargo
yang dapat membahanyakan keselamatan penerbangan.
Hal itupun yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura Logistik . berdasarkan dari hasil
laporan terlapor yang menyatakan setelah adanya Regulated Agent, wajib melakukan
pemeriksaan kargo dengan alat ETD dan menerbitkan Consignment Security Declaration
(CSD) sebagai bukti/tanda bahwa kargo yang telah diperiksa oleh Regulated Agent
dinyatakan aman untuk diangkut ke dalam pesawat. Nantinya para etugas akan melakukan
pengecekan kembali melihat kelengkapan dokumen, menggunakan dokumentasi atas fisik
kargo serta adanya weight and balance, hal ini menimbulkan pendapat dari pihak Majelis komis
bahwa dengan adanya penggunaan alat ETD dan dokumen Consignment Security Declaration
menjadi bukti telah dilakukannya pemeriksaan di Regulated Agent dan menyimpulkan
bahwa kegiatan Regulated Agent dengan kegiatan di terminal kargo pada dsarnya adalah
sama hanya berbeda pada aspek administrasi bukan pada teknis kegiatan di keduanya.
Pasal 17 ayat 1 “ pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang atu dan jasa yag dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan uasaha tiaadk sehat”. Ayat 2 “ pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) apabila :
Ketentuan Pasal 233 ayat (1) dan (3) UU Nomor 1 Tahun 2009.
Membuktikan bahwa PT Angkasa Pura Logistik telah melakukan fungsi Planning,
Controlling, Actuating, dan Monitoring yang seharusnya izinnya tidak dapat
dipindahtangankan, masih dengan pasal yang sama yakni Pasal 233 ayat (5) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan penyerahan pengelolaan kargo dari PT
Angkasa Pura I Kepada PT Angkasa Pura Logistik akan dikenakan sanksi berupa sanksi
administratif yakni pencabutan izin badan usaha bandar udara dalam hal ini PT. Angkasa PuraI.
Adanya fakta lain yaitu PT Angkasa Pura Logistik telah melakukan kesepakatan berupa
kerja sama PT Angkasa Pura I (Persero) mengenai Pengelolaan Terminal Kargo di
Bandar Udara Sepinggan, Bandar Udara Hasanuddin, Bandar Udara Syamsudin
Noor, dan Bandar Udara Adi Sumarmo. Dimana telah terjadi pergantian
perjanjian lama ke yang baru yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 233 ayat
(3) UU No. 1 Tahun 2009 yakni pengelolaan pengoprasian Bandar Udara yang seharusnya
dilakukan oleh PT Angkasa Putra I (Persero) melainkan dikerjakan oleh PT Angkasa Pura
Logistik.
Padahal dalam pasal 232 ayat ( 1 ) UU NO. 1 tahun 2009 penerbangan telah
diatur dalam berbagai jenis kegiatan perusahaan di bandar udara yang terdiri atas
pelayanan jasa kebendaraudaraan serta pelayanan jasa terkait bandar udara.
Dalam izin menteri dalam badan usaha bandar udara yang telah diusahakan
secara komersial tidak dapat dipindahtangankan sesuai pasal 233 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Adapun kegiatannya meliputi :
Jasa terkait untuk menunjang kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di bandar
udara seperti halnya penyediaan hanger pesawat, pergudangan, catering pesawat,
pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat, penganangan kargo dan pos.
Jasa terkait untuk mendukung pelayanan penumpang dan baranga seperti penyediaan
penginapan, penyediaan restauran atau toko, penyimpanan kendaraan, pelayanan
kesehatan, perbankan dan lain sebagainya.
Jasa terkait pemberian nilai tambah bagi pengusaha bandar udara seperti penyediaan
tempat bermain dan rekreasi, penyediaan fasilitas perkantoran, fasilitas olahraga,
fasilitas pendidikan dan peatihan, pengisian bahan bakar bermotor dan lain sebagainya.
Sebelum adanya keputusan dari Mahkama Agung, pihak PT Angkasa Pura
Logistik. Menolak semua tuduhan yang ditujukan kepada meraka . PT. Angkasa Pura
Logistik keberatan dengan adanya tudingan pengenaan tarif ganda (double charge) kepada
pengguna jasa. Oleh karena itu pihaknya mempertimbangkan untuk melakukan gugatan
keberatan atas putusan KPPU tersebut. Salah satu alasan, dalam pertimbangannya, majelis
tidak memperhitungkan nilai kerugian. Menurutnya Mahkama Agung sebagai pihak pemutus
keputusan tidak mempertimbangkan fakta keberadaan PT Angkasa Pura Logistik karena
adanya Regulasi dari Menteri Perhubungan untuk menjamin keamanan bandara dan
keselamatan penumpang. Padahal menurutnya PT Angkasa Pura Logistik ada karena PT
Angkasa Pura Logistik dianggap memenuhi persyaratan oleh kementrian mengenai
pengelolaan bandara.
Menurut saya dari penjelasan analisis yang ada di atas saya setuju dengan ditetapkannya
PT Angkasa Pura Logistik sebagai tersangka yang melanggar Pasal 17 ayat 1 dan 2
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Akan tetapi PT Angkasa Pura Logistik tidak dikenakan sanksi lain.
Selain itu, padahal PT Angkasa Pura Logistik telah melakukan perbuatan ataupun
tindakan yang di luar dari kewenangannya. Adapun PT Angkasa Pura I (Persero) yang
secara sengaja melimpahkan kewenangan pengelolaan Bandar Udara Internasional Sultan
Hasanuddin Makassar ke PT Angkasa Pura Logistik tidak dikenakan sanksi.
Seperti yang kita ketahui PT Angkasa Pura Logistik telah melakukan praktik monopoli.
Dalam terminal kargo di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar terdapat beberapa kegiatan
usaha kebandarudaraan akan tetapi PT Angkasa Pura Logistik telah menguasai hampir semua
kegiatan usaha tersebut sehigga timbulah yang namanya monopoli serta paersaingan usaha
tidak sehat. Adapun tiga sektor bisnis di terminal Kargo Bandara Hasanuddin Makassar yang
dikuasai oleh PT Angkasa Pura Logistik. Ketiga sektor bisnis itu yakni operator terminal,
ekspedisi muatan pesawat serta Regulated Agent.
Kembali pada pasal yang didakwakan kepada PT Angkasa Pura Logistik yang
mana pihak KPPU hanya menggunakan satu pasal saja yang menurut saya pribadi
itu tidaklah adil bagi perusahaan yang lainnya. Walaupun PT Angkasa Pura
Logistik itu sendiri merupakan anak dari perusahaan BUMN, seharusnya
memberikan sanksi sesuai dengan apa yang PT Angkasa Pura Logistik langgar
misalnya pelanggaran pada Pasal 233 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2009 yakni pengelolaan
pengoprasian Bandar Udara yang seharusnya dilakukan oleh PT Angkasa Putra I (Persero)
melainkan dikerjakan oleh PT Angkasa Pura Logistik.
Masih dengan pasal yang sama yakni Pasal 233 ayat (5) Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan penyerahan pengelolaan kargo dari PT Angkasa Pura I
Kepada PT Angkasa Pura Logistik akan dikenakan sanksi berupa sanksi administratif yakni
pencabutan izin badan usaha bandar udara dalam hal ini PT.Angkasa Pura I . Akan tetapi hal
ini sama sekali tidak di sebutkan dalam hasil keputusan sidang PT Angkasa Pura Logistik.
Untuk pasal Pasal 233 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2009 yakni pengelolaan
pengoprasian Bandar Udara yang seharusnya dilakukan oleh PT Angkasa Putra I (Persero)
melainkan dikerjakan oleh PT Angkasa Pura Logistik. Juga tidak konsisten dengan isi dari UU
nya sendiri. Yang saeharusnya PT Angkasa Putra I (Persero) juga terbukti bersalah akan tetapi
tidak dikenakan hukuman yang mana seharusnya mendapatkan sanksi dan sanksinya akan di
ikut sertakan dalam hasil sidang keputusan yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura Logistik .
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya PT Angkasa Pura Logistik juga terjung pada
bidang usaha yang bersaing dengan perusahaan ekspedisi muatan udara (EMPU). Maksud dari
EMPU sendiri yakni sebuah usaha yang mengelola dokumen dan pekerjaan yang berhubungan
langsung dengan penerimaan serta pengiriman muatan yang dibawa melalui jalur udara
menggunakan pesawat udara dengan tujuan untuk diberikan kepada atau diterima dari
perusahaan penerbangan untuk kemudian diberikan kepada pemilik barang baik yang sedang
berada di dalam ataupun di luar negeri. Di sini PT Angkasa Pura Logistik diduga telah
melakukan diskriminasi terhadap perusahaan lainnya dengan melakukan pelayanan yang
eksklusif terhadap EMPU yang dimilikinya. Karena hal itu PT Angkasa Pura Logistik
menurunkan ataupun mematikan perusahaan 60 perusahan EMPU dan hanya 29 perusahaan
ekspedisi muatan pesawat udara yang memiliki ruangan EMPU di terminal kargo bandara
sultan hasanuddin yang lainnya yang meraskan adanya penurunan kualitas pelayanan yang
dianggap tidak dapat bersaing dalam aspek kecepatan pelayanan terhadap konsumen. Adanya
dugaan PT Angkasa Pura Logistik telah menentukan tarif eksesif kepada pengguna jasa karena
hal itu maka pengguna jasa terpaksa untuk menerima tarif tersebut. Padahal seharusnya tarif
ditentukan bukan oleh PT Angkasa Pura Logistik, apalagi mengganti secara seenaknya demi
keuntungan PT Angkasa Pura Logistik sendiri.
Selain dari pengelolaan terminal kargo PT Angkasa Pura Logistik juga berperan sebagai
Regulated Agent dengan Nomor 004/PKKP.DKP/II/2015 dan berlaku efektif sejak
diterbitkan pada tanggal 25 Maret 2015 satu-satunya yang beroperasi di Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, serta memiliki kegiatan usaha jasa
Ekspedisi Muatan Pesawat Udara; Adapun fakta mengenai Regulated Agent yakni
pemeriksaan dan pengendalian keamanan kargo dan pos yang diberlakukan di
Indonesia dengan latar belakang dari keanggotaan ICAO Indonesia. Dengan
adanya izin Regulated Agent yang telah diperoleh oleh PT Angkasa Pura Logistik
membuatnya melakukan monopoli.
Dari pemungutan tarif jasa kargo dan pos pesawat udara ( JKP2U ), PT Angkasa Pura
Logistik. Berperan dalam melakukan perumusan, membuat keputusan, mengumumkan serta
menganangi langsung terhdap kargo yang akan dikirim maupun diterima di terminal kargo.
Dengan hal ini PT Angkasa Pura Logistik. Telah melakukan fungsi manajemen yakni
Planning, Controlling, Actuating, dan Monitoring, yang mana dalam tindakan
pengelolaan terminal kargo tersebut merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa
kebendarudaraan yang dalam ketentuan perundang – undangan hal ini tidak
diperbolehkan dipindahtangankan sebagaiamana ketentuan pada pasal 233 ayat
(1) dan (3) UU Nomor 1 Tahun 2009. Hal inilah yang menjadikan PT
Angkasa Pura Logistik tidak dapat berkutik, sayangnya hal ini tdak dimasukkan
kedalam hasil keputusan.
Hasil keputusan dari Majelis sudah tepat dengan mempertimbangkan segala hal mulai
dari sisi PT Angkasa Pura Logistik yang bersifat kooperatif selama sidang berlangsung, selain
itu, Majelis juga melihat dari aspek ekonomi dan sosial. Saya setuju dengan ini tetapi denda
administratif yang ditetapkan oleh Majelis saya anggap tidak sesuai karena pihak PT Angkasa
Pura Logistik telah merugikan banyak pihak mulai dari pihak perusahaan EMPU lainnya dan
konsumen pengguna jasanya. Dan telah disebutkan dalam UU pasal administratif bahwa
pengenaan denda serendah- rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan setinggi - tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah. Yang
berarti denda yang dijatuhkan oleh Komisi masih tergolong rendah karena dibawah 38%
dari maksimal denda. Karena dibandingkan dari apa yang PT Angkasa Pura Logistik telah
perbuat saya menganggap itu tidak ada apa- apanya karena PT Angkasa Pura Logistik telah mengambil
keuntungan yang jauh lebih banyak dengan menjadi perusahaan yang dominan di bandarudaraan
Sultan Hasanuddin Makssar. Apalagi PT Angkasa Pura Logistik telah melakukan kerja sama dengan PT
Angkasa Pura I (Persero). Hal ini dapat dibuktikan dari data total Pendapatan tarif PJKP2U sesudah
pajak, maka selama tahun 2013-2015, total tarif PJKP2U yang telah dibayarkan oleh pengguna jasa
sebesar Rp. 59.217.628.950,- untuk kargo domestik incoming dan outgoing serta USD 1.099.493 untuk
kargo internasional incoming dan outgoing.
C. KESIMPULAN
Tepatnya 20 Juni 2019 KPPU telah menetapkan bahwa PT Angkasa Pura Logistik
telah terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengenai monopoli dan Persaingan tidak sempurna. Pihak PT Angkasa Pura Logistik
dijatuhi sanksi harus membayar denda sebesar Rp 6.551.558.600,00 (Enam Milyar
Lima Ratus Lima Puluh Satu Juta Lima Ratus Lima Puluh Delapan Ribu Enam Ratus
Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda
pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan
Usaha melalui bank Pemerintah.
Berdasarkan Pasal 244 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2009, struktur dan golongan tarif
jasa kebandarudaraan ditetapkan oleh Menteri. Hal ini telah dilaggar oleh pihak PT
Angkasa Pura Logistik yang memutuskan sepihak tarif Pembayaran Jasa Pelayanan
Kargo dan Pos Pesawat Udara (PJKPU2U), padahal di pasal tersebut telah dijelaskan
juga bahwa tarif jasa kebandarudaraan pada bandar udara komersil akan di tetapkan
oleh Badan Usaha Bandar Udara .
Selain melakukan pemungutan tarif jasa kargo dan pos pesawat udara PT Angkasa
Pura Logistik juga berperan dalam melakukan perumusan, membuat kesepakatan
dengan mengumumkannya,serta melakukan pelayanan berupa pelayanan langsung
terhadap kargo yang dikirim ataupun yang diterima di terminal kargo.
Bahwa berdasarkan Pasal 233 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan, disebutkan bahwa menteri memberikan izin terhadap badan usaha
bandar udara yang dilakukan secara komerial dengan syarat tidak dapat
dipindahtangankan.
Dari praktik monopoli yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura Logistik yang telah
dijabarkan sebelumnya, menimbulkan dampak bagi kepentingan kalangan umum
berupa biaya logistik yang dinilai tinggi yang akan berdampak pada perekonomian
nasional. Hal ini disebabkan karena perusahaan EMPU yang menggunakan jasa PT
Angkasa Pura Logistik akan membebankan kembali tambahan biaya tersebut kepada
Shipper/Pengirim kargo.
Adanya fakta dari data produksi kargo incoming dan outgoing baik internasional
ataupun domestik mulai dari priode atau dalam kurun waktu bejalannya politik yang
telah dilakukan oleh PT Angkasa Pura Logistik.
D. SARAN
Untuk memastikan persaingan usaha yang sehat, sebaiknya pemerintah dalam hal ini
kementrian perhubungan dan kementrian BUMN serta jajaran dari pihak otoritas
bandar udara untuk membuat suatu aturan yang jelas dengan pengawasan yang laebih
ketat dan efektif mengenai penyelenggaraan Regulated Agent di Bandar Udara seluruh
Indonesia bukan hanya di bandara Sultan Hasanuddin. Demi menjamin keselamatan ,
keamanan dan memberikan pelayanan penerbangan dengan tetap memperhatikan
prinsip persaingan usaha sehat agar membiarkan perusahaan lain untuk berpartisipasi
dalam pemberian layanan.
Karena masalah ini berkaitan dengan masalah tarif, maka dengan ini pihak kementrian
perhubungan Indonesia dapat melakukan evaluasi ataupun revisi mengenai peraturan
menteri perhubungan No. 153 Tahun 2015 yang bertolak belakang dengan UU No. 1
Tahun 2009 yang berhubungan dengan proses penetapan tarif.
Tentunya dengan adanya pelanggaran Pasal 233 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2009
yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura Logistik yang merupakan perusahaan BUMN
tetap diberikan sanksi akan tetapi hal itu dalam artian pemberian sanksi bukan hanya
ke pihak PT Angkasa Pura Logistik saja melainkan ke PT Angkasa Pura I (Persero)
juga karena yang secara sengaja melimpahkan kewenangan pengelolaan Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.