Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

DI PT PELINDO III (PERSERO)


CABANG TANJUNG EMAS SEMARANG

IMPLIKASI PT PELINDO DALAM JASA KEPELABUHAN TERHADAP


HUKUM PERSAINGAN USAHA
Disusun Oleh :
NAMA

: EDO IRANDA N

NIM

: 8111413332

JURUSAN/PRODI

: ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2016

ABSTRAK
Edo Iranda Novatama
IMPLIKASI PT PELINDO DALAM JASA KEPELABUHAN TERHADAP
HUKUM PERSAINGAN USAHA
Tahun 2016
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang diberi pelimpahan dari Pemerintah untuk bertindak
sebagai penyelenggara pelabuhan dan terhadap badan usaha penyelenggara
kegiatan pelabuhan lainnya dapat diikutsertakan atas dasar kerja sama dengan
BUMN (PT (Persero) Pelabuhan Indonesia). Dengan pengaturan ini terlihat
bagaimana kegiatan kepelabuhan pada era sebelum berlakunya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran seluruh pengusahaan kegiatan
kepelabuhan dilakukan atas kendali dari BUMN atau dengan kata lain seluruh
pengusahaan kegiatan kepelabuhan dilakukan dengan monopoli dari BUMN. PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan perusahaan cabang produksi jasa
kepelabuhan yang sangat penting bagi negara dan juga menguasai hajat hidup
orang banyak, sehingga PT (Persero) Pelabuhan Indonesia haruslah dikuasai oleh
negara. Kemudian sebagai perusahaan yang menguasai hajat hidup orang
banyak, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia dalam hukum persaingan usaha
mendapat pengecualian yang dituangkan dalam Pasal 51 Undang-Undang nomor
5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Artinya monopoli yang dilakukan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia adalah
monopoli yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat (Monopoly by

law).

Kata Kunci: Monopoli, BUMN,Persaingan Usaha, Pelabuhan Tanjung


Emas Semarang.

KATA PENGANTAR
Tak lupa penulis selalu panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas
segala kuasa dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktik Kerja Lapangan dengan judul IMPLIKASI PT PELINDO DALAM
JASA KEPELABUHAN TERHADAP HUKUM PERSAINGAN USAHA .
Laporan ini disusun untuk memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa yang telah
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang di PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang.
Dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr. Rodiah, S.Pd., S.H., M.Si, Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang.
2. Ibu Dr. Martitah, M.Hum, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang.
3. Ibu Tri Andari Dahlan, S.H., M.Kn, Dosen Pembimbing selama Praktik Kerja
Lapangan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
4. Bapak Tri Suhardi, General Manager PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung
Emas Semarang.
5. Bapak Nanang Julianto, Asisten Manager SDM dan Hukum PT Pelindo III
(Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang.
6. Mas Adi Nurcahya, Biro Hukum PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung
Emas Semarang, selaku pembimbing lapangan PKL.
7. PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang secara keseluruhan
yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa.
8. Untuk teman-teman kelompok PKL yang telah memberikan dukungan secara
moril dalam penyelesaian Laporan PKL.
9. Orang Tua dan keluarga besar saya yang telah memberikan dorongan penuh
secara materiil maupun spiritual.

Semarang, 31 Agustus 2016


Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN. ii
ABSTRAK..

iii

KATA PENGANTAR. iv
DAFTAR ISI... v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....

B. Rumusan Masalah...

C. Tujuan..

D. Manfaat

E. Tempat dan Pelaksanaan PKL.

F. Metode Pengumpulan Data..

BAB II. PAPARAN DAN ANALISIS LAPORAN


BAB III. PENUTUP
A. Simpulan...

36

B. Saran.

36

DAFTAR PUSTAKA..
viii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Kegiatan diskusi
Gambar 2 : Saat Penyerahan mahasiswa PKL
Gambar 4 : Saat penyerahan plakat kenang-kenanagan kepada PT Pelindo III
(Persero) cabang Tanjung Emas Semarang dan penarikan
Gambar 5 : Bersama pembimbing lapangan mitra saat penarikan mahasiswa PKL

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Arti lambang :

Warna biru tua melambangan laut, identitas kepelabuhan


Garis putih mendatar yang bercermin yang berjumlah empat
melambangkan wilayah Pelindo (Pelindo), yaiutu Pelindo I, Pelindo II,

Pelindo III, dan Pelindo IV yang tersebar di seluruh nusantara.


Garis biru di antara garis putih menandakan kolom pelabuhan, dimana
kolam adalah tempat , menunggu bagi kapal-kapal yang akan bersandar di
dermaga.
Bentuk menyerupai huruf Z berwarna biru di tengah yang menghubungkan
4 garis horizontal di atas dengan di bawah menandakan alur yang dapat
dilalui oleh pengguna jasa kepelabuhan di seluruh Indonesia

Singkatan :

Pelindo : Pelabuhan Indonesia


PBM : Perusahaan Bongkar Muat
BUP : Badan Usaha Pelabuhan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini Dalam era perdagangan bebas saat ini dimana setiap
negara saling berlomba- lomba untuk meproduksi dan mendistribusikan
produk negaranya ke negara lain, sehingga semakin banyak tantangan yang
dihadapi dalam dunia usaha, antara lain persaingan usaha antar pengusaha
baik pengusaha dalam negeri maupun dari luar negeri. Persaingan usaha yang
mengarah kepada persaingan produk atau komoditi dan tarif akan mengacu
pada liberalisasi perdagangan dunia yang bebas dan adil (free trade and fair
trade). Untuk itu hendaknya negara Indonesia mempersiapkan diri baik dari
segi pengusahaan oleh pelaku usaha, komoditas maupun perangkat hukum
atau perundang-undangan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dan
berpengaruh bagi perekonomian Indonesia, terutama karena letak Indonesia
yang strategis berada diantara 2 benua yaitu benua Asia dan Australia serta
negara kita memiliki jumlah penduduk yang besar, sehingga menjadi pangsa
pasar bagi perdagangan dunia.
Sebaliknya, perdagangan yang lancar dan perindustrian yang tumbuh
dan berkembang membutuhkan jasa pelabuhan yang semakin meningkat yang
akan mengakibatkan perkembangan pelabuhan. Bagi negara-negara yang
sedang berkembang peranan pelabuhan dijelaskan oleh J.A Raven bahwa:
pelabuhan memainkan peranan penting dalam perkembangan ekonomi, jelas
terlihat bahwa banyak negara berkembang di mana pelabuhan dapat berfungsi
secara bebas dan efisien telah mencapai kemajuan yang pesat. Keberadaan
pelabuhan memberikan ruang bagi perusahaan dalam kegiatan penyedia jasa
usaha, sedangkan perusahaan yang tergabung dalam asosiasi pengguna jasa
pelabuhan antara lain importir, eksportir dan pelayaran yang jumlahnya lebih

dari 5.000 unit perusahaan Aktivitas pelabuhan sebagai kegiatan pengusahaan


dapat dilihat dari pelayanan seperti bongkar muat barang (cargo, depo
kontainer, petikemas, curah cair dan hewan) dari dan ke kapal, pelayanan
pemanduan, angkutan khusus pelabuhan, logistik, forwarder, pergudangan,
penundaan dan olah gerak kapal, pelayanan sandar dan tambat, pengangkutan
dari dermaga ke gudang/ lapangan penumpukan atau sebaliknya, pelayanan
turun naik penumpang dan penyewaan fasiltas-fasilitas lainnya seperti gudang,
lahan untuk industri, perkantoran umum, lapangan penumpukan dan masih
banyak lagi kegiatan yang dapat diusahakan di pelabuhan.
Kegiatan pengusahaan di pelabuhan harus dilakukan secara aman,
efektif dan efisien. Hal ini untuk menjamin pelayanan prima yang ke
depannya diharapkan dapat menarik lebih banyak investor untuk berinvestasi
di Indonesia sehingga perekonomian Indonesia dapat berkembang pesat.
Pelabuhan sebagai pusat perekonomian suatu negara tidak lepas dari
persaingan usaha di antara para pemangku kepentingan. Untuk menciptakan
iklim usaha yang sehat, dalam pengelolaan pelabuhan terdapat pemisahan
yang tegas antara operator dan regulator.
Saat ini pengusahaan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang
diusahakan secara komersil di seluruh Indonesia sebahagian besar di kelola
dan dikuasai oleh PT Pelindo I sampai IV (Persero), akibat dari
pemberlakuan UU No. 21 Tahun 1999 yang telah dicabut. PT Pelindo
(Persero) berfokus kepada usaha pokok yakni penyediaan prasarana
pelabuhan dan penyediaan jasa terkait dipelabuhan.
Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran, fungsi regulator dan fungsi operator dipegang oleh PT Pelabuhan
Indonesia (PT Pelindo). PT Pelindo memegang hak monopoli atas
pelabuhan- pelabuhan komersil di Indonesia. Dengan hak tersebut itu PT

10

Pelindo berwenang mengatur dan menjalankan segala usaha dan kegiatan


yang berhubungan dengan pelabuhan mulai dari menyediakan dermaga,
menyediakan fasilitas pelabuhan, menyediakan aparat pengawas,
menyediakan rambu-rambu keselamatan alur lalu lintas kapal, menerapkan
dan menetapkan tarif jasa pelabuhan dan sebagainya.
Setelah lahirnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (UU Pelayaran) yang mencabut dengan tegas Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1992, hak monopoli yang dimiliki PT Pelindo juga turut
dicabut. Dengan dicabutnya hak tersebut, pihak swasta, Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) atau BUMN lain dengan membentuk Badan Usaha
Pelabuhan (BUP) dapat mengusahakan pelabuhan di dalam wilayah
pelabuhan di Indonesia dengan melakukan kerjasama pengelolaan wilayah
kerja pelabuhan bersama dengan penyelenggara pelabuhan. Mengacu pada
aturan hukum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Praktik Monopoli),
PT Pelindo III yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat
dikatakan memiliki posisi sangat dominan di Pelabuhan Tanjung Emas. Pasal
25 UU Praktik Monopoli menetapkan suatu pelaku usaha dapat dikategorikan
memiliki posisi dominan, bila pelaku usaha tersebut menguasai 50% pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, sebagai indikasi adanya monopoli.
Namun disisi lain terdapat pengecualian bagi BUMN atau lembaga yang
dibentuk atau ditunjuk boleh melakukan praktik monopoli sesuai Pasal 51
UU Praktik Monopoli menyatakan bahwa monopoli dan atau pemusatan
kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/ atau pemasaran barang dan
atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara diatur dengan

11

Undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan usaha Milik Negara


(BUMN) dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Pemerintah.
Sedangkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (UU Pelayaran) telah memisahkan fungsi regulator dan
operator. Fungsi regulator oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun Daerah, sedangkan fungsi operator oleh perusahaan termasuk
swasta, BUMN dan BUMD. UU Pelayaran juga membuka peluang
sebesar-besarnya bagi perusahaan mana saja untuk melakukan usaha
jasa kepelabuhanan setelah memiliki ijin Badan Usaha Pelabuhan
(BUP). Sejak tahun 2009 sampai sekarang ini (2014) sudah terbentuk
185 (seratus delapan puluh lima) perusahaan yang sudah mendapatkan
izin sebagai BUP dari Menteri Perhubungan. Hal ini membuktikan
bahwa setelah berlakunya UU Pelayaran Tahun 2008 telah memberikan
peluang dan kesempatan kepada BUP untuk melakukan usaha di
pelabuhan.
Berbagai kegiatan penyediaan dan pengusahaan pelabuhan dikelola
oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. Kegiatan itu antara lain, perairan
kolam pelabuhan untuk lalu lintas dan tempat kapal berlabuh. Pelayanan
pemanduan dan penundaan kapal keluar masuk pelabuhan, olah kapal
gerak didalam kolam serta jasa pemanduan dan penundaan dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Menyediakan fasilitas untuk kapal
bertambat serta melakukan bongkar muat barang dan hewan. Fasilitas
pergudangan dan lapangan penumpukan. Terminal konvensional,
terminal peti kemas, dan terminal curah untuk melayani bongkar muat
komoditas sesuai dengan jenisnya. Terminal penumpang untuk melayani
pelayanan embarkasi dan debarkasi penumpang melalui laut. Fasilitas
listrik, air minum dan telepon untuk kapal dan umum di daerah
lingkungan kerja pelabuhan. Lahan untuk industri, bangunan dan ruang
kantor umum. Pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kegiatan

kepelabuhan. Disamping berbagai usaha tersebut, PT (Persero) Pelabuhan


Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan kegiatan usaha lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha yang telah ada. Antara lain
dibidang jasa informasi, pengelolaan cargo distributor centre, maupun
inland container depot dan bidang lainnya, baik yang dikelola oleh
perusahaan sendiri, maupun yang dilaksanakan oleh anak perusahaan
ataupun melalui kerjasama usaha dengan pihak swasta.
Melihat berbagai peranan perusahaan pelabuhan menjadikan
perusahaan mempunyai peranan yang cukup sentral dalam meningkatkan
pendapatan dan devisa negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan
kepada siapa saja yang terlibat dalam proses kegiatan niaga kepelabuhan.
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan salah satu Badan usaha
milik Negara yang melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan jasa
kepelabuhan. Mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, karena selain membantu perekomian nasional,
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia memiliki usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak.
Pentingnya sektor pelabuhan di Indonesia ini membuat PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia memiliki perlakuan khusus oleh
Pemerintah. Hal ini diperlukan untuk memenuhi tujuan yang diamanatkan
oleh UUD 1945 dimana tertuang pada Pembukaan UUD 1945. Untuk
mencapai tujuan tersebut, terhadap bidang-bidang penting negara harus
dikuasai negara, sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 ayat (2)
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan perusahaan cabang
produksi jasa kepelabuhan yang sangat penting bagi negara dan juga
menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia haruslah dikuasai oleh negara. Kemudian sebagai perusahaan
yang menguasai hajat hidup orang banyak, PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia dalam hukum persaingan usaha mendapat pengecualian yang
dituangkan dalam Pasal 51 Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat yang berbunyi

Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan


produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang
produksi yang penting

bagi

negara

diatur

dengan

undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha


Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk
atau ditunjuk oleh pemerintah

Negara memperbolehkan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia untuk


melakukan monopoli di bidang usahanya yaitu bidang kepelabuhan. Hal
ini demi menjamin sektor penting seperti pelabuhan akan dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Namun dengan
berlakunya undang- undang baru pelayaran, yaitu undang-undang nomor
17 tahun 2008 tentang Pelayaran. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
sebagai otoritas kepelabuhan Indonesia yang tunduk kepada undangundang tersebut, kehilangan sebuah previlege yang dapat mengancam
keberlangsungan kepelabuhan di Indonesia. Dalam undang-undang nomor
17 tahun 2008 tentang Pelayaran diatur mengenai penghapusan monopoli
dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan
operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta
secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhan. Sebagai salah
satu sektor penting, penghapusan monopoli PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia menjadi sebuah ancaman dan kekhawatiran sendiri terhadap
perekonomian negara.
Isu strategis penghapusan monopoli yang terkandung dalam
undang- undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran ini menjadi
pembahasan tersendiri karena dengan diberlakukanya akan terdapat
benturan peraturan yang telah berlaku sebelumnya dan atau diatasnya.
Pemberlakuan undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
akan mengarah kepada liberalisasi pelabuhan, hal ini tentu tidak sesuai

dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Selain itu juga akan terjadi
pelanggaran terhadap Pasal 51 undang-undang nomor 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat,
dimana PT (Persero) Pelabuhan Indonesia adalah sebuah BUMN dan
diperbolehkan untuk melakukan praktek monopoliMaka rumusan
masalah yang Penulis ambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap Monopoli ?
2. Bagaimana PT. Pelindo III Cabang Tanjung Emas sebagai Badan
Usaha Milik Negara ( BUMN ) dikecualikan untuk dapat
melakukan praktik Monopoli atas pengusahaan jasa kepelabuhan
di Pelabuhan Tanjung Emas?
Berdasarkan hal tersebut diatas, Penulis menilai perlu adanya
kajian. Maka dari itu Penulis menuangkan hal tersebut dalam bentuk Laporan
PKL dengan judul IMPLIKASI PT PELINDO DALAM JASA
KEPELABUHAN TERHADAP HUKUM PERSAINGAN USAHA

B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan


Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan yaitu:
1. Mengetahui peran, tugas dan fungsi PT Pelindo Cabang Tanjung Emas
Semarang dalam kegiatan kepelabuhanan.
2. Mengetahui kegiatan-kegiatan yang ada di Pelabuhan Tanjung emas
Semarang.
3. Mengetahui permasalahan-permasalahn yang terjadi di lingkungan Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang.
C. Manfaat
a. Manfaat Praktis
1. Mahasiswa mengetahui peran dan tanggung jawab PT Pelindo III
(Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang dalam sebagai operator
Pelabuhan;

2. Mengetahui mengenai makanisme kerja PT Pelindo III (Persero) Cabang


Tanjung Emas Semarang
b. Manfaat Teoritis
1. Memperoleh wawasan dan pengetahuan seputar sektor bidang
Kepelabuhanaan
D. Tempat dan Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
a. Tempat Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan di PT Pelindo III (Persero) Cabang
Tanjung Emas Semarang yang beralamat di Jalan Coaster nomor 10,
Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
b. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
1. Pembekalan

: 14 -15 Juli 2016

2. Pelaksana

Tanggal

: 18 Juli 26 Agustus 2016

Hari Kerja

: Senin S/d Jumat

Waktu

: 08.00 S/d 17.00

F. Metode Pengumpulan Data


Adapun metode yang digunakan di dalam Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini
antara lain :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk
kemudian dilakukan penelitian (Soemitro, 1985:62). Dalam hal ini penulis
mengamati, melihat, mencermati secara langsung di lapangan dan
membandingkannya dengan teori yang didapat dalam bangku perkuliahan
dengan praktik yang diterapkan dalam dunia kerja.
2. Kepustakaan
Disamping penulis menggunakan metode observasi, metode
kepustakaan juga digunakan dalam pengumpulan data untuk penyusunan

laporan PKL melalui buku-buku. Hal ini terkait mengenai objek penelitian
proses penyelesaian perkara. Selain laporan tertulis, untuk kepentingan
penelitian juga digali berbagai informasi dan refrensi dari bermacam-macam
sumber pustaka baik dari buku, maupun media massa dan digital.
3. Wawancara
Penulis juga mencari data dengan melakukan kegiatan aktif melakukan
Tanya jawab dengan pihak instansi tempat Praktik Kerja Lapangan yaitu
dengan biro hukum PT Pelindo III (Persero) cabang Tanjung Emas Semarang,
selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan Koperasi TKBM
Pelabuhan Tanjung Emas.

BAB II
PAPARAN DAN ANALISIS LAPORAN
A. Pekerjaan dan Kegiatan
1. Selayang pandang PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas
Semarang
PT Pelindo III (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak dalam bidang jasa kepelabuhanan. PT Pelindo III (Persero)
atau Pelindo III memiliki tugas, wewenang, dan tanggungjawab dalam
mengelola pelabuhan umum pada 7 wilayah propinsi Indonesia, meliputi
Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Bali.
PT Pelindo III (Persero) memiliki peran kunci untuk
menjamin kelangsungan dan kelancaran angkutan laut. Dengan
tersedianya prasarana transportasi laut yang memadai, PT Pelindo III
(Persero) mampu menggerakkan dan menggairahkan kegiatan ekonomi
negara dan masyarakat.

Sebagai salah satu cabang perusahaan PT Pelindo III


(Persero), Pelabuhan Tanjung Emas juga memiliki peran penting dalam
sektor perdagangan dan ekonomi wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
dan sekitarnya. Demi meningkatkan kualitas sarana dan prasarana dan
produktifitas pelabuhan, saat ini Manajemen Pelabuhan Tanjung Emas
sedang giat melakukan modernisasi pelabuhan sejak tahun 2010 hingga
sekarang.
Visi PT Pelindo III (Persero) cabang Tanjung Emas Semarang
:
Berkomitmen memacu integrasi logistik dengan layanan
jasa pelabuhan yang prima.
Misi PT Pelindo III (Persero) cabang Tanjung Emas
Semarang :
a. Menjamin penyediaan jasa pelayanan prima melampaui standar
yang berlaku secara konsisten
b. Memacu kesinambungan daya saing industri nasional melalui biaya
logistik yang kompetitif;
c. Memenuhi harapan semua stakeholders melalui prinsip kesetaraan
dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG);
d. Menjadikan SDM yang berkompeten, berkinerja handal dan
berpekerti luhur
e. Mendukung perolehan devisa negara dengan memperlancar arus
perdagangan
Komitmen Manajemen PT Pelindo III (Persero) cabang
Tanjung Emas Semarang :
a. Kepada Pelanggan
Pelabuhan Tanjung Emas senantiasa mengutamakan kepuasan
pelanggan atas penyediaan permintaan dan pelayanan jasa-jasa
kepelabuhanan, dengan pemahaman bahwa dari para pelangganlah
perusahaan dapat hidup dan berkembang (going concern). Adapun
prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh perusahaan dalam melayani
para pelanggan adalah :

1. Pembenahan fasilitas pelabuhan guna meningkatkan kelancaran


transportasi logistik nasional.
2. Meningkatkan kecepatan pelayanan serta menjamin ketersediaan fasilitas
dan peralatan.
3. Peningkatan kualitas pelayanan dengan tarif yang lebih kompetitif.
4. Memelihara keindahan kebersihan, ketertiban dan kenyamanan lingkungan
pelabuhan
b. Kepada Pegawai
Pelabuhan Tanjung Emas senantiasa menempatkan pegawai sebagai
asset perusahaan yang paling penting, sehingga perusahaan selalu
mengupayakan kesejahteraan pegawai guna peningkatan baik
motivasi maupun profesionalisme pegawai yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dengan :
1. Menempatkan pegawai sebagai sumber daya utama sekaligus sebagai
tujuan pengusahaan;
2. Membangun suasana kerja sehat dan kompetitif yang dilandasi iman dan
taqwa;
3. Pengembangan organisasi untuk melaksanakan jasa usaha B/M
sebagai Port Terminal Operator;
4. Pengembangan sistem manajemen SDM yang lebih fokus kepada
kepuasan pelanggan;
5. Restrukturisasi organisasi yang dapat mendukung optimalisasi
pelaksanaan usaha B/M dan berorientasi kepada pelanggan;
6. Mengembangkan KPI Individu yang fokus pada pelanggan, mulai dari
leadership sampai dengan staff;
7. Mengembangkan profesionalisme, kompetensi dan kinerja dalam setiap
insan perusahaa
8. Memberikan kesejahteraan yang mencukupi berdasarkan prestasi kerja
pegawai;

9. Menggunakan PKP sebagai indikator dalam pemberian reward dan


punishment
c. Kepada stakeholders
Pelabuhan Tanjung Emas bertekad mengembangkan dan
meningkatkan nilai perusahaan (shareholders value) untuk
memenuhi keinginan para stakeholderss, dengan :
1. Fairness, transparansi dan kejelasa prosedur pelayanan;
2. Ketepatan waktu pelayanan dengan kesiapan dan ketersediaan fasilitas
yang maksimal serta dukungan keandalan peralatan dan produktivitas B/M
yang tinggi;
3. Pemenuhan regulatory complience, standar kinerja operasi dan
keselamatan kerja (level of service)
4. Pencapaian target perusahaan.
Struktur organisasi PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas :
1. General Manager : Tri Suhardi
2. Manager Operasi : Johannes Wahyu Hertanto
a. Asman Pelayanan Kapal : Iman Santoso Maruto
1) Spv. Operasi Pemanduan : Dwi Anggono
2) Spv. Administrasi & Perencanaan Pelayanan Pemanduan :
Krisnawan Eko Arani
b. Asman Pelayanan Terminal : Ari Sudarsono
1) Spv. Terminal Nusantara : Sumantri
2) Spv. Terminal Samudra : Lufhan Anggoro
3) Spv. Terminal/Dermaga Dalam : Muh Junaedhy
4) Spv Terminal Roro & Penumpang : Zulfikar Alimakhis
3. Manager komersial : Karyo Raharjo
a. Asman Pemasaran & Bina Pelanggan : Agus Sumiyanto
1) Spv. Pemasaran : Desiana Widi Astuti
2) Spv. Penjualan & Bina Pelanggan : Joko Budi Santoso
b. Asman Properti & Aneka Usaha : Yuliarini Shinta Permata
P
1) Spv. Properti : Sri Wahjuningsih
2) Spv. Aneka Usaha : Widodo Kusomo
4. Manager Keuangan : Puspasari
a. Asman Tresuri : Pujiyati
b. Asman Akuntasi : Fitri Rachmiati
5. Manager SDM dan Umum : Nugroho Christianto
a. Asman SDM dan Hukum : Nanang Julianto

10

b. Asman Umum : Fahrurrozi


6. Manager Teknik : Andrianto
a. Asman Perencanaan Teknik & Fasilitas Bangunan : Sudiyanto
1) Spv. Sigi, Administrasi & Perencanaan Teknik : Amanda
Dewi Paramita
2) Spv. Fasilitas Bangunan : Dody Bagus Wicaksono A.
3) Spv. Lingkungan : Lukman Hakim
b. Asman Peralatan Instalasi & Polder : Agus Heru Cahyono
1) Spv. Peralatan dan BBM : Johanes Noer Imawan H.
2) Spv. Instalasi : Ariyo Widodo
3) Spv. Pengoperasian & Pemeliharaan Polder : Arendra
Haryo Prabowo
7. Manager Pelayanan Terminal Tegal : Amarto Soegeng Basuki
8. Asisten Manager Teknologi Informasi : Indra Ariyanto Wijaya
9. Asisten manager sistem manajemen, keamanan, dan keselamatan kerja :
Faruk Syaifullah
2. Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Pada hari pertama penerjunan mahasiswa PKL yang
dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2016 mahasiswa diterima dengan baik
oleh Asisten Manager SDM dan Hukum PT Pelindo III (Persero) Cabang
Tanjung Emas Semarang, Bapak Nanang Julianto dan Biro Hukum PT
Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang, mas Adi
Nurcahya. Kemudian mas Adi Nurcahya memperkenalkan PT Pelindo
III (Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang, beliau menjelaskan bahwa
PT Pelindo III (Persero) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak pada bidang kepelabuhanan yang berkantor pusat di
Surabaya. Wilayah kerja PT Pelindo III (Persero) sangat luas sekali, salah
satunya adalah di Semarang yaitu yang dikuasakan kepada PT Pelindo III
(Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang.
Secara sistematis kegiatan selama berlangsungnya Praktik
Kerja Lapangan disajikan dalam tabel.
Tabel 1. Daftar Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
No
.

Hari/Tanggal
1 Senin, 18 Juli 2016

Kegiatan
Perkenalan Awal

11

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Selasa, 19 Juli 2016


Rabu, 20 Juli 2016
Kamis, 21 Juli 2016
Jum'at, 22Juli 2016
Senin, 25 Juli 2016
Selasa, 26 Juli 2016
Rabu, 27 Juli 2016
Kamis, 28 Juli 2016
Jum'at, 29 Juli 2016
Senin, 1 Agustus 2016
Selasa, 2 Agustus 2016

Perkenalan perusahaan
Diskusi pertama
Rekap Surat Perjanjian
Rekap Surat Perjanjian
Rekap Surat Perjanjian
Rekap Surat Perjanjian
Rotasi Divisi
Membuat Perjanjian
Membuat Perjanjian
Diskusi tentang kepelabuhan
Diskusi lanjutan
Kunjungan ke pelabuhan

13
14
15
16
17

Rabu, 3 Agustus 2016


Kamis, 4 Agustus 2016
Jum'at, 5 Agustus 2016
Senin, 8 Agustus 2016
Selasa, 9 Agustus 2016

penumpang
Analisis Pelelangan
Analisis Pelelangan
Analisis Pelelangan
Analisis Pelelangan
Kunjungan ke pelabuhan

18 Rabu, 10 Agustus 2016 Bongka Muat


Kamis, 11 Agustus
19 2016
Jum'at, 12 Agustus

Diskusi

20 2016
Senin, 15 Agustus

Diskusi

21 2016
Selasa, 16 Agustus

Peringatan HUT RI 71

22 2016
Peringatan HUT RI 72
23 Rabu, 17 Agustus 2016 LIBUR
Kamis, 18 Agustus
24 2016
Jum'at, 19 Agustus

Analisis Perjanjian

25 2016
Senin, 22 Agustus

Analisis HPL

26 2016
Selasa, 23 Agustus

Analisis HPL

27 2016
Kunjungan Pelabuhan
28 Rabu, 24 Agustus 2016 Diskusi Laporan Akhir
Kamis, 25 Agustus
29 2016

Diskusi Lanjutan

12

Jum'at, 26 Agustus
30 2016

Penarikan

BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengaturan Hukum Mengenai Monopoli
Monopoli seringkali dianggap sebagai struktur pasar yang tidak
efisien. Monopolis membatasi output-nya (memproduksi dalam jumlah
yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah output yang seharusnya
diproduksi dalam pasar kompetitif) dan mengenakan harga yang tinggi
bagi konsumen tanpa takut akan kehilangan konsumennya. Jumlah output
yang lebih sedikit ini disebabkan karena apabila monopolis menambah
jumlah output-nya satu unit saja maka hal tersebut akan mengurangi
keuntungan yang ia dapat. Oleh karena itu, monopolis tidak akan
menaikkan jumlah output-nya dan hak tersebut menyebabkan alokasi
terhadap sumber daya akan menjadi tidak efisien.
Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran yang dapat
mengakibatkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat tersebut
dapat terjadi antara lain dengan cara (tetapi bukan satu-satunya cara) apa
yang dapat kita sebut sebagai presumsi monopoli. Presumsi monopoli
tersebut menyatakan bahwa oleh hukum dianggap telah terjadi suatu
monopoli dan atau persaingan tidak sehat, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya, dalam hal terpenuhinya salah satu dari kreteria berikut ini:
(1) Produk yang bersangkutan belum ada substitusinya;
(2) Pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha
produk yang sama;
(3)

Pelaku usaha lain tersebut adalah pelaku usaha yang mempunyai

13

kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar yang


bersangkutan;
(4)

Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha telah


menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar dari
satu jenis produk tertentu.
Baik persaingan maupun monopoli memiliki aspek-aspek positif

dan negatif. Aspek positif dan negatif tersebut sebagian besar akan
ditentukan oleh tujuan yang diletakkan. Artinya, baik persaingan maupun
monopoli dapat dikatakan positif apabila didorang oleh tujuan yang positif
pula. Misalnya, monopoli yang ditujukan untuk melindungi sumber daya
yang vital dari eksploitasi banyak pihak yang semata-mata ingin
mendapatkan keuntungan bisa dianggap sebagai monopoli yang baik.
Sebaliknya, persaingan buta yang dilakukan tanpa memperhatikan lagi
pertimbangan-pertimbangan

ekonomi, melainkan sekedar dilandasi oleh

kehendak mematikan pesaing adalah persaingan yang tidak baik. Untuk


itu, tepat kalau dikatakan monopoli lebih merupakan suatu instrumen
daripada tujuan akhir.
Ketika berbicara tentang pengaturan, berarti pemikiran kita mulai
memasuki domain hukum. Walaupun hukum bukan merupakan satusatunya instrumen yang memiliki kekuatan mengatur, secara luas dipahami
bahwa hukum adalah sarana pengatur yang memiliki kekuatan pemaksa
yang memadai. Dalam bidang usaha dikenal ada etika usaha yang menjadi
code of conduct. Meskipun demikian, kekuatan yang mendorong ditaatinya
etika semacam itu lebih terletak pada moralitas yang sering terkalahkan
oleh kepentingan-kepentigan lain yang dianggap lebih signifikan. Berbeda
dari etika yang lebih banyak dimotori oleh moralitas, hukum didorong
oleh daya paksa yang lebih konkret berupa sanksi. Dengan begitu,
kekuatan yang memaksa orang untuk menaati hukum bukan sekedar
moralitas, melainkan juga sanksi.
Jadi pada dasarnya, tidak selalu monopoli bertujuan buruk, hal ini
terutama karena pada sektor-sektor strategis masih diperlukan adanya

14

monopoli sebagai suatu jalan untuk melindungi kepentingan yang lebih


besar seperti mensejahterakan rakyat. Baik berdampak positif maupun
negatif, monopoli tetap memerlukan pengaturan hukum. Peraturan hukum
tersebut ditujukan agar tetap menjaga adanya produksi yang efisien dan
alokasi sumber daya yang efisien. Di Indonesia, pengaturan hukum
terhadap monopoli dilakukan dengan menggunakanpendekatan Kinerja
Perilaku -- Struktur. Pendekatan ini menganalisis berjalannya suatu
proses pasar dengan mengetahui bahwa terdapat hubungan/interaksi antara
struktur (structure), perilaku (conduct), dan kinerja (performance) dari
pasar tersebut.
Ketiga unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Dimana
konsumen berharap adanya kinerja pasar yang memberikan kesejahteraan
kepada mereka yang diperoleh jika perilaku pasar dari usaha pelaku usaha
dan struktur pasar mendukung kinerja pasar tersebut. Interaksi ketiga unsur
tersebut akan berpengaruh pada proses alokasi sumber daya ekonomi dan
alokasi hasil produksi kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Ketiga
unsur tersebut juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Begitu pula kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah juga
dipengaruhi ketiga unsur tersebut. Mencapai suatu perubahan ke arah yang
jauh lebih baik dengan berbagai bentuk perbaikan di dalam segala bidang
kehidupan bangsa dengan tujuan memakmurkan rakyatnya. Indonesia
salah satu Negara yang sedang berkembang juga melaksanakan
pembangunan di berbagai sektor kehidupan termasuk ekonomi dengan
tujuan agar Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. UUD
1945 yang merupakan konstitusi Negara Republik Indonesia, mengatur
segala aspek kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Termasuk di
dalamnya adalah masalah perekonomian. Pada amandemen konstitusi,
bidang ekonomi secara tegas dan jelas dimasukkan beberapa ayat
tambahan yang menunjukkan peran Negara yang semakin kuat, khususnya
dalam Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur mengenai peran Negara dalam

15

menguasai komoditas-komoditas utama yang menyangkut kepentingan


rakyat.
Dari sudut pandang lain, Sri Rejeki Hartono berpendapat bahwa
asas campur tangan Negara terhadap kegiatan ekonomi merupakan salah
satu dari tiga asas penting yang dibutuhkan dalam rangka pembinaan citacita hukum dari asas- asas hukum nasional ditinjau dari aspek hukum
Dagang dan Ekonomi. Menurut pendapatnya, mengingat bahwa tujuan
dasar kegiatan ekonomi adalah

untuk mencapai keuntungan dan untuk

mencapai sasaran tersebut pelaku usaha akan terdorong untuk melakukan


penyimpangan bahkan kecurangan yang dapat merugikan pihak tertentu,
kegiatan ekonomi yang terjadi dalam

masyarakat membutuhkan

campur tangan negara agar menjaga keseimbangan kepentingan semua


pihak dalam masyarakat, melindungi kepentingan produsen dan konsumen,
sekaligus melindungi kepentingan negara dan kepentingan umum terhadap
kepentingan perusahaan atau pribadi.
Negara melalui Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa
cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Berdasarkan penjelasan Pasal
33 UUD 1945, alasan mengapa penguasaan oleh Negara tersebut
diperlukan adalah perekonomian berdasarkan atas asas demokrasi
ekonomi, yang berarti kemakmuran bagi semua orang. Melalui penjelasan
ini cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Karena apabila tidak,
hanya orang-orang berkuasa yang akan bisa menikmati produksi- produksi
penting ini dan rakyat akan banyak yang tertindas, oleh karena itu hanya
perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di
tangan perseorangan.
Terdapat perbedaan antara konsep monopoli Negara dengan konsep
monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha swasta. Monopoli yang

16

dilakukan oleh swasta muncul sebagai akibat perilaku pasar sedangkan


monopoli Negara muncul sebagai akibat pengaturan (melalui regulasi atau
undang-undang yang mengaturnya) dan tugas yang diembannya. Selain
itu, berbeda dengan monopoli swasta yang bertujuan untuk memperbesar
keuntungan dan memperluas wilayah pemasaran, monopoli Negara
bert

ujuan untuk memberikan layanan sebagaimana tugas dan peran

Negara kepada rakyatnya.


Konsep monopoli Negara adalah untuk pelayanan bagi
masyarakatnya tetapi bukan berarti tidak dapat menarik keuntungan atau
Negara menjadi merugi. Yang diutamakan adalah kepentingan rakyat,
diharapkan dengan memperoleh keuntungan yang cukup dapat memajukan
fasilitas pelayanan yang ditujukan untuk rakyat sebagai konsumen. Seperti
yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi Semua cabangcabang produksi penting yang berkenaan dengan hajat hidup orang
banyak, dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya untuk
kepentingan rakyat. Ketentuan pasal tersebut dimaksudkan untuk
melindungi rakyat dari potensi timbulnya ketidakadilan dan penindasan
secara ekonomi oleh golongan tertentu yang menguasai ekonomi. Dengan
demikian UUD 1945 sejak awal memang telah mengistruksikan adanya
proteksi terhadap bidang-bidang perekonomian tertentu. Perlindungan
terhadap bidang-bidang perekonomian tertentu ini bertujuan untuk
menjaga rakyat banyak dari ketidakadilan akibat motif-motif ekonomi dan
motif lainnya. Karena fungsi Negara adalah antara lain untuk
melindungi, melayani dan memakmurkan rakyat. Dalam konteks ekonomi
campuran, Friedman menguraikan empat fungsi Negara, yaitu :
1. Negara sebagai penyedia (provider) dalam kapasitas tersebut
dilaksanakan upaya untuk memenuhi standar minimal yang

17

diperlukan

masyarakat

dalam rangka mengurangi dampak pasar bebas yang dapat


merugikan masyarakat;
2. Negara sebagai pengatur (regulator) untuk menjamin ketertiban
agar tidak muncul kekacauan;
3. Campur tangan langsung dalam perekonomian (enterpreneur)
melalui BUMN, karena bidang usaha tertentu yang vital bagi
masyarakat, namun tidak menguntungkan bagi usaha swasta atau
usaha yang berhubungan dengan kepentingan pelayanan publik
(public service);
4.

Fungsi Negara sebagai pengawas (umpire) yang berkaitan dengan


berbagai produk aturan hukum untuk menjaga ketertiban dan
keadilan sekaligus bertindak sebagai penegak hukum.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat tidak bertujuan untuk menghukum


pelaku usaha melakukan monopoli tetapi bertujuan untuk menghukum
perilaku pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya secara tidak sehat. Di
dalam suatu larangan yang diatur oleh undang-undang biasanya memiliki
pengecualian, demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Pada
dasarnya pelaku usaha dilarang melakukan persaingan tidak sehat tetapi
untuk perilaku-perilaku tertentu tetap ada pengecualian.
Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Negara
diberikan legitimasi untuk melakukan monopoli dan atau pemusatan
kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau distribusi yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi penting bagi
Negara. Apabila merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat yang dimaksud dengan monopoli adalah penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa

18

tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Pasal 51
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat diuraikan dalam
beberapa unsur sebagai berikut :
1. Monopoli
2. Pemusatan Kegiatan
3.

Produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai
hajat hidup orang banyak.

4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara


Monopoli Negara dimungkinkan apabila barang dan atau
jasa yang dimonopoli oleh Negara merupakan cabang produksi
yang dinilai penting bagi Negara dengan tujuan pelayanan publik.
Ketentuan ini juga merupakan deviasi Pasal 33 ayat (2) UUD 1945
yang pada hakikatnya barang dan atau jasa yang terkait dengan
unsur ini harus bersifat:
a. Strategis, yaitu cabang produksi atas barang dan atau jasa
yang menyangkut pertahanan keamanan Negara secara
langsung dalam rangka melindungi kepentingan Negara dan
kesatuan bangsa;
5. Finansial,.
6. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Monopoli negara juga dimungkinkan selama monopoli atas
suatu bidang usaha tertentu diselenggarakan oleh BUMN. Dalam
rangka menciptakan perekonomian yang stabil, pemerintah ikut
berperan aktif tidak hanya sebagai regulator atau pengawas tetapi
sebagai pelaku usaha yaitu dengan mendirikan Badan Usaha
Milik Negara. Di samping itu, setelah Indonesia merdeka,
terdapat cabang-cabang penting seperti pertambangan,
perminyakan, tenaga listrik, komunikasi dan transportasi yang
butuh investasi besar dan tidak dapat dikelola secara penuh oleh
swasta. Pendirian BUMN pada saat itu tidak hanya untuk mencari
keuntungan tetapi juga untuk membantu meningkatkan

19

perekonomian dan melayani kepentingan publik atau dikatakan


menyediakan pelayanan publik.
2.

PT. Pelindo III Cabang Tanjung Emas sebagai Badan Usaha


Milik Negara ( BUMN ) dikecualikan untuk dapat melakukan
praktik Monopoli atas pengusahaan jasa kepelabuhan di
Pelabuhan Tanjung Emas ?
BUMN memiliki karakteristik istimewa yang tidak
dimiliki oleh badan usaha lain, yang dirumuskan sebagai: (suatu
badan usaha yang berbaju pemerintah tetapi mempunyai
fleksibilitas dan inisiatif sebagai perusahaan swasta). Inti dari
konsep BUMN yaitu tujuan pemerintah untuk mencapai cita-cita
pembangunan baik sosial, politik dan ekonomi bagi kesejahteraan
bangsa dan Negara.
Pemerintah di Negara manapun seringkali terlibat dalam
perekonomian, baik dalam aktivitas produksi, distribusi hingga
konsumsi dimana untuk itu sering dibentuk suatu badan usaha
milik negara. Berbeda dengan swasta yang selalu mencari
keuntungan, BUMN tidak sekedar mencari keuntungan semata.
BUMN dirancang untuk suatu tujuan tertentu, yaitu
menciptakan lapangan kerja, pengembangan

daerah,

merintis sektor yang belum dimasuki swasta, menyediakan


fasilitas semi publik dan lain-lain. Singkatnya, tujuan BUMN
adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dan
memaksimumkan tujuan tersebut, termasuk memungkinkan
memperoleh keuntungan maksimal.
Sebagai upaya menghindari eksploitasi ataupun bentuk
monopoli oleh Negara yang tidak terkontrol maka dilakukan
dengan memberikan penyelenggaraan monopoli atau pemusatan
kegiatan produksi atau pemasaran barang dan jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak dan cabang produksi yang

20

penting bagi Negara yang pelaksanaannya diatur oleh undangundang dan diselenggarakan oleh BUMN dan/atau badan/lembaga
lain yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Perhitungan
ekonomi memperlihatkan bahwa monopoli alamiah yang
dilakukan oleh suatu perusahaan jelas akan lebih menguntungkan
apalagi bila hal tersebut berhubungan dengan hajat hidup
orang banyak dan industri yang vital.
Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat yang merupakan dasar hukum pemberlakuan
pengecualian praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
terhadap BUMN dijadikan satu dalam Bab IX mengenai
Ketentuan Lain dimana ketentuan tersebut dapat memberikan
makna yang sedikit lebih rendah dibandingan dengan bab-bab lain
yang memiliki judaul yang lebih jelas dan spesifik. Dari judul Bab
IX tentang Ketentuan Lain mengindikasikan pembuat undangundang tidak mempunyai pemikiran yang mendasar.
Ketentuan tersebut juga mencakup tujuan dan filosofis
yang mendasari pengecualian diberikan. Filosofi dalam Pasal 51
lebih mendasar dibandingkan pasal 50 karena isinya berkaitan
dengan Pasal 33 UUD 1945 yaitu monopoli dan atau pemusatan
kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Filosofinya adalah adanya dasar pemikiran pengaturan ekonomi
yang untuk kesejahteraan hidup orang banyak atau bentuk
ekonomi yang mau dikembangkan oleh bangsa ini, yaitu ekonomi
yang bersifat kekeluargaan. Dengan kata lain, filosofi Pasal 51
adalah untuk mendorong ekonomi kekeluargaan dan suatu
pengamanan pada kepentingan yang lebih besar daripada

21

kepentingan usaha itu sendiri. terlihat nuansa kepentingan


orang banyak didahulukan daripada kepentingan pelaku usaha
saja, lebih luas lagi adalah kepentingan konsumen.
Terdapat unsur-unsur dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat yang dilandasi oleh Pasal 33 UUD 1945, yaitu:
1. Kegiatan monopoli dan atau pemusatan kegiatan;
2. Berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak; serta
3. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara;
4. Diatur dengan undang-undang; dan
5. Diselenggarakan oleh BUMN dan atau badan atau lembaga yang
dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah.
Dalam perkembangannya, banyak produksi dan distribusi yang dulu
dikuasai atau dimiliki oleh Negara, ternyata banyak cabang-cabang
produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak beralih dimiliki oleh
swasta. Kemudian, pengertian menguasai hajat hidup orang banyak adalah
pengertian yang dinamis. Dalam hal penentuan tolak ukurnya
menjadi tugas dan wewenang

pemerintah memutuskan barang dan

jasa apa saja yang dapat dikatakan menguasai hajat hidup orang banyak.
Dalam UUD 1945 dikatakan bahwa cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara. Kalimat dikuasai bisa diartikan dimiliki, tetapi
bisa juga sebagai diatur. Unsur diatur dalam undang-undang bila
dikaitkan dengan kehadiran peraturan tentang BUMN yaitu UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dapat menghilangkan
kesimpangsiuran tentang eksistensi BUMN. Akan tetapi, bila dikaitkan
dengan ketentuan pengecualian pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, undang-undang ini tidak mengatur tentang hal tersebut, terutama

22

penentuan BUMN mana yang diberlakukan terhadap ketentuan


pengecualian

tersebut.

Penyelenggara pelabuhan di Indonesia sebelum berlakunya


Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dilakukan oleh
BUMN Pelabuhan, yaitu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. Sebelum
berakhirnya monopoli Negara dalam bidang kepelabuhan oleh BUMN, PT
(persero) Pelabuhan Indonesia sebenarnya telah banyak mengundang
pendapat pro dan kontra. Pihak yang pro berargumentasi bahwa bidang
kepelabuhan merupakan salah satu bidang yang penting dan menguasai
hajat hidup orang banyak. Sehingga seharusnya bidang usaha tersebut
dimonopoli oleh pemerintah melalui BUMN yang ditunjuk. Sedangkan
pihak yang kontra beranggapan bahwa dengan dimonopolinya pelabuhan,
pelabuhan di Indonesia tidak akan berjalan dengan optimal. Kualitas
pelabuhan di Indonesia sangat buruk dan masih tertinggal dengan negaranegara tetangga. Jadi dengan diakhirinya monopoli ini diharapkan
pelabuhan di Indonesia menjadi lebih baik kualitas pelayanannya.
Untuk waktu yang cukup lama PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
tidak memiliki saingan. Sehingga dapat dikatakan kondisi pelabuhan di
Indonesia bersifat monopoli, seperti yang disebutkan dalam isu strategis
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dihadapkan
pada berbagai masalah antara lain kontribusi pelabuhan terhadap
pembangunan nasional masih rendah, infrastruktur belum memadai atau
kurang berkualitas, birokrasi masih sulit dan tingkat pelayanan masih jauh
dari harapan. Dan memang faktanya selama ini, ketika PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia memonopoli di Indonesia, tidak terbukti
pelayanannya menjadi lebih baik kepada masyarakat. Pelayanan yang
diberikan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia masih rendah selama
diberikan kekuasaan untuk memonopoli bidang kepelabuhan di Indonesia,.
Padahal sebagai BUMN Pelabuhan yang diberikan tanggung jawab
sangatlah penting yang menyangkut kepentingan umum yaitu untuk

23

mengoperasikan pelabuhan di Indonesia. Kemudian ketika monopoli


tersebut berakhir secara hukum, yaitu dengan lahirnya Undang-Undang
Pelayaran yang baru, awalnya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, yang
selama ini merasa aman karena tidak memiliki pesaing, tentu saja merasa
terusik dengan diberlakukannya undang-undang baru tersebut.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran dengan isu-isu strategis yang semula disinyalir dapat
merugikan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia coba dijadikan motivasi
oleh manajemen perusahaan. Terbukti PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
menunjukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal pelayanan
terhadap konsumennya.
Kehadiran Undang-Undang Pelayaran yang baru ternyata bisa
meningkatkan daya saing pelabuhan Indonesia di dunia dalam menunjang
terwujudnya kepelabuhan yang handal dan terpadu. Sesuai dengan UU
tersebut, pemerintah juga akan memberikan kesempatan bagi swasta untuk
ikut berpartisipasi dalam mengembangkan kegiatan kepelabuhan. Hal ini
justru menjadi cambuk dan tantangan bagi PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia untuk mempertahankan keberadaannya sekaligus menyiapkan
perusahaan untuk terus tumbuh di masa mendatang. Sehingga diharapkan
pengembangan pelabuhan bisa lebih akseleratif. Sesuai ketentuan baru ini,
pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan hanya akan bertindak selaku
regulator yang antara lain menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pelabuhan.
Beberapa perubahan penting yang dimuat dalam undang-undang
tersebut adalah dihilangkannya hak monopoli PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia dengan membuka peluang bagi pihak swasta dalam kegiatan
kepelabuhan di bidang yang telah diatur dalam Pasal 90 ayat (3) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Memisahkan fungsi
regulator dan operator, sehingga dapat mendorong masuknya investasi
swasta di bidang pelayaran sebagai Badan Usaha Pelabuhan. Kemudian
hal lainnya menyangkut desentralisasi (seiring dengan otonomisasi

24

daerah), sehingga pemerintah daerah dapat berperan serta sebagai


penyelenggara pelabuhan di daerahnya sekaligus membuka peluang
pemerintah daerah untuk mendayagunakan pelabuhan di daerahnya
semaksimal mungkin untuk kemajuan daerah itu sendiri.
Kemudian bentuk keseriusan pemerintah membuka peluang
ketertiban swasta dalam bisnis pelayaran adalah dengan menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan yang
merupakan peraturan teknis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah tersebut antara lain, mengatur
tentang Badan Usaha Pelabuhan yang dapat ikut melakukan kegiatan
kepelabuhan sepanjang memenuhi syarat yang diberikan Otoritas
Pelabuhan dan tidak melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dengan begitu swasta bisa mulai
berjalan ikut dalam kegiatan kepelabuhan, lengkap berdasarkan petunjuk
pelaksanaannya. Peraturan pemerintah tersebut mengatur secara terperinci
mengenai penyelenggaraan sarana dan prasarana kepelabuhan, termasuk
pelimpahan izin kegiatan kepelabuhan dan pemberian konsesi/perjajian
kerja sama. Dengan adanya peraturan pemerintah ini bisa melengkapi dan
memberikan kekuatan hukum pada Undang-Undang pelayaran yang sudah
keluar lebih dahulu.
Pada saat ini memang sudah ada pelaku usaha swasta yang ikut
dalam kegiatan kepelabuhan untuk masuk ke dalam bidang usaha
pelabuhan. Tujuan membuka kesempatan berkegiatan kepelabuhan pada
pelaku usaha swasta adalah demi kemajuan sektor Pelabuhan di Indonesia.
Penyelenggaraan pelabuhan di Indonesia pada saat belum berlakunya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran oleh PT
(Persero) dianggap tidak memuaskan. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
berkegiatan sebatas status quo, hal ini dapat menyebabkan stagnansi di
bidang kepelabuhan. Oleh karena itu, dengan dibukanya peluang bagi
pihak swasta untuk masuk ke dalam bidang usaha pelayaran ada dua
kemungkinan yang terjadi. Pertama, dapat memberikan manfaat yaitu

25

sebagai berikut:
a.

Mendorong untuk meningkatkan mutu produk, pelayanan,


proses produksi dan teknologi;
Adanya persaingan menciptakan efisiensi dalam pengalokasian
sumber daya. Persaingan yang kompetitif akan mendorong
perusahaan- perusahaan untuk beroperasi dengan biaya rata-rata
terendah dari produksi, namun menghasilkan produk berkualitas
tinggi. Dalam sektor usaha jasa, kinerja persaingan dilihat dari
derajat/tingkat jasa pelayanan yang diterima, digunakan,
dialami, dan/atau dirasakan konsumen, apakah sangat
memuaskan, memuaskan, atau tidak memuaskan dan disebut
sebagai kualitas jasa (service quality).

159

Maka dengan adanya

persaingan dalam sektor kepelabuhan, diharapkan dapat


menciptakan persaingan yang menuntut pelaku usaha untuk
menggunakan

sumber dayanya secara efisien dan

mengingkatkan pelayanan jasanya (memberikan pelayanan yang


memuaskan bagi konsumen) untuk menciptakan loyalitas
konsumen.
b.

Menghindarkan terjadinya konsentrasi kekuatan pasar pada satu


atau beberapa perusahaan yang akan membuat banyak produsen
terlibat dalam pasar yang bersangkutan sehingga konsumen
memiliki banyak alternatif dalam memilih barang dan/atau jasa;
Dengan adanya persaingan, maka konsumen akan memiliki
beberapa pilihan. Sehingga, konsumen memiliki kebebasan
untuk memilih beberapa Badan Usaha Pelabuhan lain atau
memilih PT (Persero) Pelabuhan Indonesia yang juga berstatus
Badan Usaha Pelabuhan. Dengan adanya kebebasan inilah,
konsumen dapat memilih dan menentukan sendiri jasa kegiatan
kepelabuhan mana yang akan digunakan dengan pertimbangan
dari segi harga, fasilitas, dan pelayanannya.

c. Pembagian sumber daya alam dan pemerataan pendapatan akan

26

terjadi secara mekanik, terlepas sama sekali dari campur tangan


kekuasaan pemerintah maupun pihak swasta yang memegang
kekuasaan. Hal ini berarti tidak adanya pelaku usaha yang
menguasai atau melakukan penguasaan terhadap pasar. Sehingga
dalam kegiatan kepelabuhan di Indonesia tidak berpusat pada
satu pelaku usaha saja

dan keuntungan yang didapat tidak

hanya dinikmati satu pelaku usaha saja.


d. Dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi secara
impersonal,

bukan

melalui

personal

penguasa

terganjal

keputusan pengusaha maupun penguasa tidak akan terjadi;


Sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan menghindari adanya
campur tangan pemerintah yang dapat memperburuk stabilitas
pelaku usaha dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak pro
pasar.
e.

Proses persaingan dapat menyumbang penghapusan KKN


karena persaingan membuat sektor swasta dan hubungan antara
penguasa- penguasa menjadi lebih transparan dan accountable;
Adanya persaingan, setiap pelaku usaha akan berusaha sebaik
mungkin memberikan yang terbaik kepada konsumennya,
seperti mengaudit keuangannya oleh akuntan publik dan
menentang KKN yang dapat merusak citranya. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari konsumen untuk
tetap menggunakan jasanya.

Berdasarkan hal-hal di atas, membuktikan bahwa pelaku usaha


swasta dapat dianggap sebagai pesaing potensial dalam bidang
kepelabuhan. Kemungkinan yang kedua adalah dengan masuknya pelaku
usaha swasta, akan terjadi kenaikan harga yang merugikan rakyat, karena
tujuan dari perusahaan swasta tersebut adalah mengejar keuntungan.
Contoh bidang usaha yang telah dibuka untuk swasta adalah jalan tol.
Sektor pelabuhan menyangkut hajat hidup orang banyak, oleh

27

karena itu sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, kepentingan hajat
hidup orang banyak tersebut harus diutamakan. Monopoli dalam bidang
kegiatan kepelabuhan dianggap tidak lagi memuaskan karena belum
mampunya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia memberikan pelayanan yang
memadai dan melindungi kepentingan konsumennya. Sudah seharusnya
pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan sebagai penyelenggara pelabuhan,
meningkatkan kualitas PT (Persero)

Pelabuhan Indonesia, agar

ketika pihak swasta masuk ke dalam persaingan, PT (Persero) Pelabuhan


Indonesia dapat bersaing. Hal ini harus mendapat atensi lebih dari
pemerintah, pihak swasta melakukan suatu pengusahaan bertujuan untuk
mendapat keuntungan sebesar-besarnya, berbeda dengan PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia sebagai Badan Negara yang melakukan
pengusahaannya dengan berdasarkan kepentingan publik.
Kepentingan hajat hidup orang banyak berarti menyangkut
kepentingan umum, kepentingan umum harus didahulukan dibanding
kepentingan pribadi. Karena menyangkut kepentingan umum maka
seharusnya bidang usaha ini dimonopoli oleh negara. Dasar filosofisnya
adalah Pancasila sila kedua dan sila kelima, sedangkan dasar yuridisnya
adalah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Dengan berakhirnya monopoli PT (Persero) Pelabuhan Indonesia,
berarti bidang kepelabuhan sudah tidak lagi masuk dalam ruang lingkup
Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Bagi pengusaha yang ingin masuk
dalam bidang kepelabuhan harus sesuai dengan peraturan persaingan yang
berlaku yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Di dunia usaha, persaingan usaha atau kompetisi antar para pelaku
usaha dalam merebut pasar adalah hal yang sangat wajar. Namun hal itu
menjadi tidak wajar manakala persaingan tersebut dilakukan dengan cara
yang curang (unfair), dengan tujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain
untuk bersaing (barrier to entry) atau mematikan usaha persaingannya.

28

Namun demikian, kompetisi dapat dilaksanakan secara wajar, apabila


tercipta pertumbuhan dunia usaha yang sehat dan menjamin adanya
kesempatan berusaha yang sama dan adil. Dibutuhkan suatu iklim
persaingan usaha yang kondusif. Oleh karena itu, untuk menciptakan
persaingan usaha yang sehat dengan terbangunnya iklim yang kondusif,
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat dapat mengantisipasi beberapa perilaku pelaku
usaha yang tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam
menciptakan kekuatan pasar yang

cenderung anti persaingan. Begitu

juga dengan bisnis kepelabuhan, bila PT (Persero) Pelabuhan Indonesia


melakukan tindakan monopoli dalam bidang kepelabuham ini, maka PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia akan menyalahi aturan yang telah
ditentukan yaitu Pasal 17 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

29

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sektor pelabuhan menyangkut hajat hidup orang banyak, oleh
karena itu sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, kepentingan hajat
hidup orang banyak tersebut harus diutamakan. Monopoli dalam bidang
kegiatan kepelabuhan dianggap tidak lagi memuaskan karena belum
mampunya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia memberikan pelayanan yang
memadai dan melindungi kepentingan konsumennya. Sudah seharusnya
pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan sebagai penyelenggara pelabuhan,
meningkatkan kualitas PT (Persero)

Pelabuhan Indonesia, agar

ketika pihak swasta masuk ke dalam persaingan, PT (Persero) Pelabuhan


Indonesia dapat bersaing. Hal ini harus mendapat atensi lebih dari
pemerintah, pihak swasta melakukan suatu pengusahaan bertujuan untuk
mendapat keuntungan sebesar-besarnya, berbeda dengan PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia sebagai Badan Negara yang melakukan
pengusahaannya dengan berdasarkan kepentingan publik.

B. Saran
Diharapkan dengan kehadiran Undang-Undang Pelayaran yang baru
ternyata bisa meningkatkan daya saing pelabuhan Indonesia di dunia

30

dalam menunjang terwujudnya kepelabuhan yang handal dan terpadu.


Sesuai dengan UU tersebut, pemerintah juga akan memberikan
kesempatan bagi swasta untuk ikut berpartisipasi dalam mengembangkan
kegiatan kepelabuhan. Hal ini justru menjadi cambuk dan tantangan bagi
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia untuk mempertahankan keberadaannya
sekaligus menyiapkan perusahaan untuk terus tumbuh di masa
mendatang. Sehingga diharapkan pengembangan pelabuhan bisa lebih
akseleratif. Sesuai ketentuan baru ini, pemerintah melalui Otoritas
Pelabuhan hanya akan bertindak selaku regulator yang antara lain
menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelabuhan.

31

DAFTAR PUSTAKA

1.

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,

2.

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesi

3.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

4.
Permenhub Nomor: PM 53 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 60 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke
Kapal
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan

WAWANCARA
Adi Nurcahya, Biro Hukum PT Pelindo III (Persero) cabang Tanjung
Emas Semarang

32

LAMPIRAN

33

Anda mungkin juga menyukai