Anda di halaman 1dari 23

PENGAWASAN KEIMIGRASIAN TERHADAP AKTIVITAS ALAT ANGKUT

YANG BERSANDAR PADA TEPI LAUT

Sekarang ini di dunia pelayaran mengalami perkembangan dan kemajuan sangat


pesat, sebagai alat transportasi laut, kapal merupakan pilihan umum para pengusaha untuk
mengangkut berbagai kebutuhan dalam jumlah yang sangat besar, baik untuk mengangkut
barang-barang maupun untuk mengangkut orang. Perdagangan dengan mengunakan jasa
transportasi laut, biaya yang dibayar lebih rendah atau murah dibandingkan dengan
menggunakan transportasi yang lain. Contohnya, jika kita mengirim barang berupa beras
sebanyak 4.500 ton dari Surabaya ke Papua, kita pasti lebih memilih kapal dibanding dengan
kereta api atau truk untuk mengangkut barang tersebut sekali jalan. Karena untuk barang
sebanyak itu memerlukan beberapa rangkaian kereta api yang sudah tentu sulit untuk
menentukan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api di setiap stasiun. Dan apabila
menggunakan truk, maka dibutuhkan ratusan truk yang mempunyai daya angkut 8 sampai 10
ton setiap truknya. Dalam kegiatan bongkar muatannya juga membutuhkan banyak tenaga
kerja buruh. Di sisi lain mengangkut beras dengan menggunakan jasa transportasi darat akan
membutuhkan biaya yang sangat besar. Akan tetapi bila menggunakan kapal laut, kegiatan
pemuatan dan pembongkaran beras sebanyak 4.500 ton dapat diselesaikan dalam waktu
kurang lebih satu minggu dengan membutuhkan beberapa tenaga kerja saja, dan biaya yang
dikeluarkan relatif rendah.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 2001 tentang kepelabuhanan, yang


dimaksud pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau
bongkar muat barang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Sedangkan pengertian kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan


kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, serta tempat perpindahan intra dan/atau
antar moda transportasi.

Fungsi sebuah pelabuhan ada empat, yaitu sebagai tempat pertemuan, gapura, entitas
industri, dan mata rantai transportasi.

1. Tempat Pertemuan
Pelabuhan merupakan tempat pertemuan dua moda transportasi utama, yaitu darat dan
laut serta berbagai kepentingan yang saling terkait. Barangbarang yang diangkut
dengan kapal laut akan dibongkar dan dipindahkan ke angkutan darat seperti truk dan
kereta api. Dan, sebaliknya barang-barang yang diangkut dengan truk atau kereta api
di pelabuhan dibongkar dan dimuat ke kapal.
2. Gapura
Pelabuhan berfungsi sebagai gapura atau pintu gerbang suatu negara. Warga negara
dan barang-barang dari negara asing yang memiliki pertalian ekonomi masuk ke suatu
negara dan melewati pelabuhan tersebut. Sebagai pintu gerbang negara, citra negara
sangat ditentukan oleh baiknya pelayanan, kelancaran serta kebersihan di pelabuhan
tersebut.
3. Entitas Industri
Dengan berkembangnya industri yang berorientasi ekspor maka fungsi pelabuhan
menjadi sangat penting. Dengan adanya pelabuhan, hal itu akan memudahkan industri
mengirim produknya dan mendatangkan bahan baku. Dengan demikian pelabuhan
menjadi satu jenis industri sendiri yang menjadi ajang bisnis berbagai usaha, mulai
dari transportasi, perbankan, perusahaan leasing peralatan dan sebagainya.
4. Mata Rantai Transportasi
Pelabuhan merupakan bagian dari rantai transportasi. Di pelabuhan berbagai moda
transportasi bertemu dan bekerja. Pelabuhan laut merupakan salah satu titik dari mata
rantai angkutan darat dengan angkutan laut. Orang dan barang yang diangkut dengan
kereta api bisa diangkut mengikuti rantai transportasi dengan menggunakan kapal
laut.

Barang yang diangkut dengan kapal akan dibongkar dan dipindahkan ke alat angkut
lain seperti alat angkut darat. Sebaliknya, barang yang diangkut dengan truk atau kereta api
ke pelabuhan bongkar akan dimuat lagi ke kapal. Oleh sebab itu berbagai kepentingan saling
bertemu di pelabuhan seperti perbankan, perusahaan pelayaran, bea cukai, imigrasi,
karantina, dan pusat kegiatan lainnya. Atas dasar inilah dapat dikatakan bahwa pelabuhan
sebagai salah satu infrastruktur transportasi yang dapat membangkitkan kegiatan
perekonomian suatu wilayah karena merupakan bagian dari mata rantai dari sistem
transportasi maupun logistik.

Sebagai negara kepulauan, peranan pelabuhan sangat vital dalam perekonomian


Indonesia. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas
barang dan manusia di negeri ini. Pelabuhan menjadi sarana paling penting untuk
menghubungkan antarpulau maupun antarnegara. Berbicara mengenai pelabuhan, di
Indonesia terdapat pelabuhan internasional yang terdapat Tempat Pemeriksaan Imigrasi
dimana Tempat Pemeriksaan Imigrasi tersebut tidak terlepas dari suatu proses pemeriksaan
keimigrasian baik laut maupun udara. Pelaksanaan keimigrasian berlangsung pada
tempattempat tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sebagai Entry Point yang berada pada
perbatasan wilayah teritorial Indonesia. Seperti yang disebutkan di dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 Pasal 1 Angka 12 tentang keimigrasian bahwa “Tempat Pemeriksaan
Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain sebagai
tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia”.

Peran keimigrasian muncul ketika orang asing melintasi batas wilayah Indonesia,
sehingga sebagai wujud dari fungsi keimigrasian tersebut maka pemerintah Indonesia
menetapkan tempat-tempat tertentu yang dijadikan pintu masuk atau keluar (Entry Point /
Border Crossing). Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib melalui
pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Tempat
Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas
atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia3 . Salah satu tempat
yang dijadikan Entry Point antara lain adalah Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) pada
pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia.

Sebagai pelabuhan laut Internasional yang terdiri atas terminal penumpang, terminal
barang konvensional (bulk and general cargo), dan terminal peti kemas, maka tentunya
frekuensi dari kegiatan perlintasan kapal-kapal asing pada Pelabuhan cukup tinggi. Hal ini
juga terkait dengan kondisi geografis Indonesia yang terletak dalam jalur perlintasan laut
Internasional. Kondisi tersebut dapat memberi dampak positif sebagai jalur perdagangan
internasional dan akan berdampak negatif apabila tidak didukung dengan sistem pengawasan
yang kuat. Oleh karena itu, Tempat Pemeriksaan Imigrasi laut memegang peranan penting
dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan terhadap kapal asing yang akan masuk atau
keluar wilayah Indonesia melalui Pelabuhan laut. Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang
pembahasan yang akan dibahas dalam essay ini, ada baiknya penulis memberikan informasi
awal terkait pengertian-pengertian tentang materi yang akan disampaikan pada pembahasan.
Hal yang tak kalah penting untuk kita ketahui adalah pengertian tentang pelabuhan secara
umum ditinjau dari Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran, bahwa intinya
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan
batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar berlabuh, naik turun penumpang maupun
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar berlabuh, naik turun penumpang maupun
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi4 .
Menurut Ensiklopedia Indonesia, Pelabuhan adalah tempat kapal berlabuh (membuang sauh).
Pelabuhan modern cukup dilengkapi dengan los-los dan gudang besar, beserta pangkalan,
dok dan crane yang kuat untuk membongkar dan memuat perbekalan, batubara dan lain-lain.
Menurut Bambang Triatmodjo juga berpendapat bahwa Pelabuhan adalah daerah perairan
yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapai dengan fasilitas terminal laut meliputi
dermaga di mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang5 . Crane untuk bongkar
muat barang, gudang laut dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar
muatannya, dan gudang-gudang di mana barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Pelabuhan adalah
sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan
memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki
alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang
berlabuh. Crane dan gudang berpendingin juga disediakan oleh pihak pengelola maupun
pihak swasta yang berkepentingan. Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang
seperti pengalengan dan pemrosesan barang. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 69 Tahun 2001 mengatur tentang pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya.
Pelabuhan juga dapat di definisikan sebagai daerah perairan yang terlindung dari gelombang
laut dan di lengkapi dengan fasilitas terminal meliputi; dermaga, yakni tempat di mana kapal
dapat bertambat untuk bongkar muat barang. Kedua adalah crane, yakni untuk melaksanakan
kegiatan bongkar muat barang. Ketiga adalah gudang laut (transito), yaitu tempat untuk
menyimpan muatan dari kapal atau yang akan di pindah ke kapal.

Ditinjau dari sub sistem angkutan (Transport), maka pelabuhan adalah salah satu
simpul dari mata rantai kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Jadi secara umum
pelabuhan adalah suatu daaerah perairan yang terlindung terhadap badai/ombak/arus,
sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar/membuang sauh, sedemikian rupa
sehingga bongkar muat atas barang dan perpindahan penumpang dapat dilaksanakan guna
mendukung fungsi-fungsi tersebut dibangun dermaga (piers or wharves), jalan, gudang,
fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya, sehingga fungsi pemindahan muatan
dari/ke kapal yang bersandar di pelabuhan menuju pelabuhan selanjutnya dapat dilaksanakan.

Masuk dan keluarnya orang asing di wilayah Negara Indonesia merupakan tanggung
jawab Pemerintah Indonesia, yang dalam hal ini khususnya adalah instansi Imigrasi yang
mempunyai kewenangan sesuai dengan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 Tentang Keimigrasian yang menyatakan bahwa ”Keimigrasian adalah hal ihwal lalu
lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka
menjaga tegaknya kedaulatan negara.” Terkait dengan pernyataan tersebut maka
penyelenggaraan pengawasan keimigrasian merupakan prosedur yang harus dilakukan pada
Tempat Pemeriksaan Imigrasi termasuk pada Pelabuhan laut, dimana aktivitas ekspor impor
berbagai komoditas sampai dengan lalu lintas orang keluar masuk dari dan keluar wilayah
Indonesia melalui kapal yang berasal dari Australia, Amerika, dan Asia. Saat ini secara
kuantitas, aktivitas Pelabuhan laut yang ada di Indonesia menempati posisi teratas jika
dibandingkan dengan kegiatan pelabuhan lainnya di Indonesia, karena letaknya yang berada
di wilayah Ibu kota Negara yang sekaligus merupakan pusat pemerintahan dan jantung
perekonomian Indonesia.

Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-303.IZ.03.03


Tahun 1995 tentang Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia, pada dasarnya setiap penanggung
jawab alat angkut, yaitu nahkoda atau kapten kapal berkewajiban untuk memberitahukan
rencana kedatangan alat angkutnya kepada Kepala Kantor Imigrasi yang membawahi Tempat
Pemeriksaan Imigrasi di mana alat angkut tersebut akan tiba. Dalam hal ini, laporan ditujukan
kepada pejabat imigrasi pada Tempat Pemeriksaan Imigrasi Pelabuhan. Bagi alat angkut
reguler yaitu alat angkut yang masuk dan keluar secara rutin melalui Tempat Pemeriksaan
Imigrasi Pelabuhan laut, maka pemberitahuan harus dilakukan oleh agen dalam jangka waktu
paling lambat 6 (enam) jam sebelum tiba. Sedangkan bagi alat angkut non reguler yaitu alat
angkut yang masuk dan keluar sewaktu - waktu melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi
Pelabuhan laut, maka pemberitahuan harus dilakukan oleh agen dalam jangka waktu 2 X 24
jam sebelum kapal tiba. Penanggung jawab alat angkut yang tiba dari luar wilayah Indonesia
dan berlabuh dalam area pelabuhan laut atau sandar di dermaga pelabuhan laut yang telah
ditetapkan sebagai Tempat Pemeriksaan Imigrasi, wajib mengibarkan bendera isyarat ”N”
yang menandakan bahwa pada alat angkut tersebut terdapat penumpang dan awak kapal yang
memerlukan pemeriksaan keimigrasian. Pada dasarnya, pemeriksaan keimigrasian
dilaksanakan di atas alat angkut setelah bendera isyarat ”Q” yang berwarna kuning
diturunkan yang menandakan bahwa pemeriksaan karantina telah dilaksanakan. Nahkoda
atau Kapten kapal berkewajiban melarang setiap orang untuk naik atau turun dari kapal
tersebut selama proses pemeriksaan keimigrasian berlangsung atau sebelum Pejabat Imigrasi
naik ke atas alat angkut. Pelabuhan merupakan sistem terpadu yang berfungsi untuk melayani
kapal dan berbagai transaksi yang berlangsung di pelabuhan6 . Dalam sistem tersebut
terdapat berbagai instansi pemerintah maupun perusahaan swasta yang bekerja saling
mendukung untuk melayani kapal serta muatannya. Ada instansi pengelola pelabuhan yang
sangat berperan, yaitu Administrator Pelabuhan dan PT Pelabuhan Indonesia. Administrator
pelabuhan mempunyai tugas memadukan rencana operasional dalam mempergunakan
tambatan/gudang dan fasilitas pelabuhan lainnya. Administrator Pelabuhan juga
mengendalikan kelancaran arus kapal dan barang serta mengadakan Pembinaan Tenaga Kerja
Bongkar Muat (TKBM) dan mengkordinir instansi yang ada di dalam pelabuhan. PT
Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menyediakan dan mengusahakan fasilitas pelabuhan yang
memungkinkan kapal dapat berlabuh dengan aman dan dapat melakukan kegiatan
bongkar/muat, serta menetapkan alokasi tempat tambatan dan waktu kapal bertambat dan
menetapkan target produksi kegiatan bongkar/muat. Selain itu, Pelindo juga mengawasi
pelaksanaan pemakaian tambatan sesuai dengan perencanaan sebelumnya.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian di TPI sangat erat kaitannya
dengan Penangung jawab alat angkut, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 38 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011 disebutkan bahwa Penangung jawab alat angkut adalah
pemilik, pengurus, agen, nakhoda, kapten kapal, kapten pilot, atau pengemudi alat angkut
yang bersangkutan. Untuk itu setiap Penangung jawab alat angkut yang akan masuk dan
keluar wilayah Indonesia wajib memahami dan mamatuhi kewajibannya berdasarkan
ketentuan keimigrasian yang berlaku.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 mengatur ketentuan mengenai kewajiban


Penangung jawab alat angkut dalam Bab Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia yang terdiri
dari beberapa Pasal yaitu:

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

(1) Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia
dengan alat angkutnya wajib melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Penanggung Jawab Alat Angkut yang membawa penumpang yang akan masuk
atau keluar Wilayah Indonesia hanya dapat menurunkan atau menaikkan
penumpang di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(3) Nakhoda kapal laut wajib melarang Orang Asing yang tidak memenuhi
persyaratan untuk meninggalkan alat angkutnya selama alat angkut tersebut
berada di Wilayah Indonesia.
Pelanggaran atas ketentuan Pasal 17 tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana keimigrasian sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 sebagai berikut:

(1) Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia
dengan alat angkutnya yang tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Penanggung Jawab Alat Angkut yang sengaja menurunkan atau menaikkan
penumpang yang tidak melalui pemeriksaan Pejabat Imigrasi atau petugas
pemeriksa pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

(1) Penanggung Jawab Alat Angkut yang datang dari luar Wilayah Indonesia atau
akan berangkat keluar Wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
a. sebelum kedatangan atau keberangkatan memberitahukan rencana kedatangan
atau rencana keberangkatan secara tertulis atau elektronik kepada Pejabat
Imigrasi;
b. menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat angkut yang
ditandatanganinya kepada Pejabat Imigrasi;
c. memberikan tanda atau mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang
datang dari luar Wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin Pejabat
Imigrasi sebelum dan selama dilakukan pemeriksaan Keimigrasian;
e. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut yang telah mendapat
penyelesaian Keimigrasian selama menunggu keberangkatan;
f. membawa kembali keluar Wilayah Indonesia pada kesempatan pertama setiap
Orang Asing yang tidak memenuhi persyaratan yang datang dengan alat
angkutnya;
g. menjamin bahwa Orang Asing yang diduga atau dicurigai akan masuk ke
Wilayah Indonesia secara tidak sah untuk tidak turun dari alat angkutnya; dan
h. menanggung segala biaya yang timbul sebagai akibat pemulangan setiap
penumpang dan/atau awak alat angkutnya.
(2) Penanggung Jawab Alat Angkut reguler wajib menggunakan sistem informasi
pemrosesan pendahuluan data penumpang dan melakukan kerja sama dalam
rangka pemberitahuan data penumpang melalui Sistem Informasi Manajemen
Keimigrasian. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013,
menjelaskan mengenai ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a yakni kewajiban
Penanggung Jawab Alat Angkut untuk menyampaikan pemberitahuan rencana
kedatangan atau rencana keberangkatan kepada Kepala Kantor Imigrasi yang
membawahi TPI dengan ketentuan:
a. paling lambat 6 (enam) jam sebelum Alat Angkut reguler tiba; dan
b. paling lambat 48 (empat puluh delapan) jam sebelum Alat Angkut nonreguler
tiba.

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

(1) Penanggung Jawab Alat Angkut wajib memeriksa Dokumen Perjalanan dan/atau
Visa setiap penumpang yang akan melakukan perjalanan masuk Wilayah
Indonesia.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penumpang
naik ke alat angkutnya yang akan menuju Wilayah Indonesia.
(3) Penanggung Jawab Alat Angkut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib menolak untuk mengangkut setiap penumpang yang tidak memiliki
Dokumen Perjalanan, Visa, dan/atau Dokumen

Keimigrasian yang sah dan masih berlaku.

(4) Jika dalam pemeriksaan Keimigrasian oleh Pejabat Imigrasi ditemukan ada
penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penanggung Jawab Alat Angkut
dikenai sanksi berupa biaya beban dan wajib membawa kembali penumpang
tersebut keluar Wilayah Indonesia.

Pelanggaran atas Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (4) UndangUndang Nomor 6
Tahun 2011 berakibat pengenaan biaya beban kepada penanggung jawab alat angkut. Biaya
beban dimaksud merupakan salah satu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM (PNBP
Kemenkumham) diatur besaran biaya beban dikenakan sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah).

Untuk memberikan pedoman kepada Pejabat Imigrasi/Petugas Imigrasi dalam


pengenaan sanksi berupa biaya beban terhadap penanggung jawab alat angkut atas
pelanggaran Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (4), Direktur Jenderal Imigrasi telah
menerbitkan Standar Operasional Prosedur (SOP) berdasarkan SOP Nomor IMI-UM.01.01-
3143 tanggal 23 Agustus 2018 tentang Pengenaan Biaya Beban Terhadap Penanggung Jawab
Alat Angkut yang Membawa Penumpang yang Tidak Memiliki Dokumen Perjalanan, Visa
dan/atau Dokumen Keimigrasian yang Sah dan Berlaku.

Perlu menjadi catatan bahwa terdapat dua cara dalam penyelesaian pengenaan biaya
beban terhadap Penanggung Jawab Alat Angkut yang tidak membayar biaya beban dalam
waktu 90 hari setelah dikeluarkannya Keputusan Pengenaan Biaya Beban, yaitu Kepala
Kantor Imigrasi melimpahkan tagihan piutang PNBP ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) setempat, atau memproses sesuai dengan ketentuan pidana
keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 Undang Nomor 6 Tahun 2011 yang
menyebutkan bahwa ” Setiap Penanggung Jawab Alat Angkut yang tidak membayar biaya
beban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 79 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah)”.

Berdasarkan Pasal 80 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor
44 Tahun 2015 tentang Tata Cara Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi, bahwa pemeriksan keimigrasian dapat juga dilakukan di atas alat
angkut yang sedang dalam perjalanan dari luar negeri menuju ke wilayah Indonesia.
Pemeriksaan keimigrasian tersebut meliputi pemeriksaan di atas alat angkut udara dan alat
angkut laut terhadap Warga Negara Indonesia, Orang Asing dan Awak Alat Angkut. Pejabat
Imigrasi yang akan melakukan pemeriksaan Keimigrasian di atas Alat Angkut, bergabung
dengan Alat Angkut tersebut dari pelabuhan atau bandara di luar negeri. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh minimal 2 orang Pejabat Imigrasi atau disesuaikan dengan jumlah
penumpang yang ada di atas alat angkut.

Kegiatan pemeriksaan diatas alat angkut dalam perjalanan menuju wilayah Indonesia
telah berlangsung sejak sekitar tahun 1980 untuk kegiatan di atas kapal pesiar yang disebut
dengan istilah Immigration On Shipping (IOS). Sementara untuk kegiatan serupa di atas
pesawat dikenal dengan istilah Immigration On Board (IOB).

Pada Tahun 2010 Direktorat Jenderal Imigrasi mengadakan Perjanjian Kerja Sama
(PKS) dengan PT Garuda Indonesia yang berisikan tentang perjanjian para Pihak terkait
kegiatan Pemeriksaan Keimigrasian Dalam Penerbangan dalam rangka mendukung program
Pemerintah di sektor pariwisata, khususnya dalam meningkatkan jumlah wisatawan
mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. PKS tersebut berjalan selama 3 Tahun terhitung
sejak tanggal 21 Januari 2010 sampai dengan 20 Januari 2013, yang selanjutnya diperbahuri
dengan PKS berikutnya yang berlaku sampai dengan 20 Januari 2015. Hingga saat ini
kegiatan IOB belum berjalan kembali.

Dalam pelaksanaannya kegiatan IOB menemui beberapa kendala baik teknis dan non
teknis yang menjadikan evaluasi sehingga kegiatan IOB dihentikan salah satunya adalah
permasalahan pada perangkat Border Control Management (BCM) mobile yang dimiliki oleh
PT Garuda Indonesia sering terkendala dalam proses sinkronisasi dengan data Cekal,
sehingga terdapat kemungkinan lolosnya subyek Cekal pada saat pemeriksaan. Permasalah
juga muncul saat akan melakukan docking data perlintasan ke dalam sistem BCM. Selain itu
terdapat penumpang khususnya yang ada di business class yang merasa tidak nyaman dengan
kehadiran IOB. Adanya beberapa permasalahan tersebut akhirnya kegiatan IOB dihentikan.

Pada prinsipnya Direktorat Jenderal Imigrasi sangat mendukung apabila dikemudian


hari kegiatan IOB akan dihidupkan kembali, tentunya dengan tata kelola yang lebih baik
sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi semua pihak, baik petugas Imigrasi,
maskapai penerbangan dan penumpang. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia
dengan berbagai keanekaragaman hayati dan kekayaan budaya merupakan potensi besar
dalam pengembangan industri pariwisata bahari khususnya industri pariwisata kapal pesiar,
dimana perairan Indonesia dapat menjadi gelanggang bahari dan destinasi wisata bagi kapal
pesiar yang berpotensi meningkatkan pemasukan negara secara lebih ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Dalam rangka mendukung sektor pariwisata khususnya kunjungan wisatawan
mancanegara yang menggunakan kapal pesiar, serta mengingat belum memadainya sarana
dan prasarana pelabuhan di beberapa wilayah Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi
memberikan fasilitas kemudahan yaitu pelaksanaan pemeriksaan keimigrasian di atas Alat
Angkut yang sedang dalam perjalanan dari luar negeri menuju ke Wilayah Indonesia
Immigration On Shipping (IOS).

IOS merupakan upaya dalam memberikan kenyamanan bagi para penumpang kapal
pesiar dimana pemeriksaan keimigrasian dilaksanakan saat kapal dalam perjalanan sehingga
penumpang dapat langsung turun dari kapal setibanya di pelabuhan tujuan. Kegiatan IOS
dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi yang berasal dari unit Direktorat Jenderal Imigrasi dan
satuan kerja Kanim yang membawahi Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) atau pelabuhan
tujuan.

Dalam kegiatan IOS Direktorat Jenderal Imigrasi juga memberikan dukungan dalam
hal memberikan persetujuan dilaksanakannya pemeriksaan terhadap penumpang dan crew
kapal pesiar yang masuk melalui pelabuhanpelabuhan diluar dari TPI yang telah ditentukan,
misalnya ke Pulau Komodo. Kegiatan IOS dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan,
yaitu:

1. belum memadainya sarana dan prasarana pelabuhan/TPI di Indonesia untuk


melaksanakan pemeriksaan keimigrasian bagi penumpang dab crew kapal pesiar;
2. waktu sandar kapal pesiar yang singkat, sementara jumlah penumpang banyak;
3. sebagian penumpang kapal berusia lanjut; dan
4. adanya kapal pesiar yang masuk wilayah Indonesia tidak melalui TPI. Berdasarkan
data statistik pelaksanaan kegiatan IOS pada Subdirektorat

TPI Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian, pelaksanaan kegiatan IOS terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 2017 tercatat sebanyak 59 kapal pesiar telah
diberikan fasilitas IOS, selanjutnya pada Tahun 2018 terdapat 90 kapal dan pada Tahun 2019
meningkat sebanyak 148 kapal. Meningkatnya jumlah kunjungan kapal pesiar ke Indonesia
tidak terlepas dari meningkatnya industri kapal pesiar di Singapura dan Australia, dimana
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak tempat wisata yang menawarkan
keindahan alam, budaya serta sejarah yang sangat menarik bagi wisatawan asing.

Berikut sepuluh besar tujuan kapal pesiar yang datang ke Indonesia pada Tahun 2019
melalui kegiatan IOS:

1. Lagoi, Kepulauan Riau 54 kapal;


2. Pulau Komodo, NTT 21 kapal;
3. Benoa, Bali 17 kapal;
4. Sabang, Aceh 10 kapal;
5. Saumlaki dan Metimarang, Maluku 10 kapal;
6. Semarang, Jawa Tengah 7 kapal;
7. Tanjung Perak, Surabaya 4 kapal;
8. Lombok, NTB 3 kapal;
9. Tanjung Priok, Jakarta 3 kapal;
10. Agats, Papua 2 kapal

Berikut sepuluh besar asal kota kapal pesiar yang datang ke Indonesia pada Tahun
2019 melalui kegiatan IOS:

1. Singapura 74 kapal;
2. Darwin, Asutralia 28 kapal;
3. Fremantle, Australia 6 kapal;
4. Dili, Timor Leste 5 kapal;
5. Wyndham, Australia 4 kapal;
6. Port Klang, Malaysia 4 kapal;
7. Phuket, Thailand 3 kapal;
8. Cairns, Australia 2 kapal;
9. Langkawi, Malaysia 2 kapal;
10. Kuching, Malaysia 2 kapal.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kunjungan kapal pesiar, pemerintah melalui PT


Pelindo III tengah mengembangkan Benoa Cruise Terminal. Sarana dan prasarana
pemeriksaan keimigrasian telah disiapkan oleh PT Pelindo III bersama-sama dengan Kantor
Imigrasi Denpasar untuk menyambut penumpang yang akan datang atau keluar Indonesia
melalui TPI Benoa. Benoa Cruise Terminal diharapkan akan menjadi home port, dimana
penumpang kapal pesiar akan berangkat dari Bali, kemudian berkeliling Indonesia dan pada
akhir perjalanan akan berakhir di Bali. Saat kapal bersandar, tentunya akan menghasilkan
nilai ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya dan berdampak positif bagi perekonomian Bali.

IOS paling sedikit dilaksanakan oleh 2 orang Pejabat Imigrasi, untuk efektifitas
pemeriksaan keimigrasian jumlah petugas IOS disesuaikan dengan jumlah penumpang dan
awak kapal, serta lamanya waktu perjalanan kapal dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan di
Indonesia. Pejabat imigrasi yang ditugaskan terdiri dari perwakilan Direktorat Jenderal
Imigrasi dan kantor imigrasi yang membawahi TPI tujuan kapal pesiar. Adapun biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan IOS seperti tiket penerbangan, transportasi, penginapan dan uang
saku dibebankan kepada penanggung jawab alat angkut dalam hal ini General Agent yang
mengurusi perizinan kapal selama berada di wilayah Indonesia.

Terkait pembiayaan IOS, hal ini pernah menjadi temuan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) pada Tahun 2015 yaitu adanya penerimaan biaya perjalanan dinas oleh
Pejabat Imigrasi yang tidak sesuai ketentuan. Saat itu BPK merekomendasikan untuk
mengalokasikan anggaran perjalanan dinas yang dibutuhkan untuk kegiatan pelayanan IOS.
Berdasarkan hasil temuan tersebut dibuatlah sebuah kajian dimana Direktorat Jenderal
Imigrasi harus menyiapkan anggaran sekitar 44 Milyar untuk 100 kegiatan IOS per tahun,
yang ternyata melebihi dari penerimaan negara yang diperoleh melalui pembayaran Visa On
Arrival saat itu, terlebih setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016
yang memberikan fasilitas bebas visa kunjungan kepada 169 negara.
Setelah dilakukannya pembahasan antara Direktorat Jenderal Imigrasi, BPK dan
Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, serta mengacu pada Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan
Kemnterian Hukum dan HAM, diperoleh kesimpulan bahwa kegiatan IOS tetap dapat
dilaksanakan melalui pembiayaan oleh penanggung jawab alat angkut, untuk mendukung
program pemerintah di bidang pariwisata dalam rangka mencapai target kunjungan
wisatawan. Terkait pembiayaan oleh pihak ke tiga berupa konpensasi yang diterima terkait
kegiatan kedinasan seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pebiayaan lainnya dapat
diterima sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik kepentingan dan
tidak melanggar ketentuan yang berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM. Agar tidak
menjadi temuan dikemudian hari, Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian telah mengusulkan
pengaturan mengenai kewajiban penanggung jawab alat angkut untuk membiayai kegiatan
IOS dalam rancangan perubahan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Nomor 44 Tahun 2015.

Pemeriksaan keimigrasian dalam kegiatan IOS dilaksanakan dengan tahapan:

1. Pemeriksaan dokumen perjalanan dan visa;


2. Mencocokkan dokumen perjalanan dengan pemegangnya;
3. Pemindaian dokumen perjalanan; d. Pemeriksaan dalam daftar Cekal;
4. Peneraan Tanda Masuk atau Tanda Keluar.

Pelaksanaan pemeriksaan keimigrasian dalam kegiatan IOS dilaksanakan di sebuah


ruangan tersendiri yang telah disiapkan oleh pihak kapal. Untuk kegiatan pencocokan data
dokumen perjalanan dengan pemegangnya, disesuaikan dengan kondisi penumpang dan
dilaksanakan bersama-sama dengan pihak kapal. Dalam prakteknya kegiatan ini dilaksanakan
di sebuah ruang khusus di atas kapal dengan tidak menimbulkan antrian dalam proses
pemeriksaan, mengingat bahwa mayoritas penumpang kapal pesiar adalah lanjut usia yang
memerlukan pelayanan khusus.

Daftar Pustaka

Buku

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta.

Charles J. Steward, William B. Cash; penerjemah, Wulung Wira Mahendra, (2012), Interviu
prinsip dan praktik = interviewing : principle and practice. Jakarta: Salemba
Humanika.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln, 2009, Handbook of Qualitative Research.


Terjemahan Dariyatno dkk. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Moleong, Lexy J, 2018, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya.
Kuntjaraningrat, 1991, Metode Penelitaian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Robert L. Kahn & Charles F. Cannell (1957). Book Reviews : The Dynamics of Interviewing,
New York: John Wiley & Sons.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta.

Paraturan Perundang-undangan

Undang Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Perautan Pemerintah Nomor 31 tahun 2013 tentang Pelaksanan Undang Undang Nomor 6
tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 22 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran
Anak Berkewarganegaraan Ganda dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian.

PENGAWASAN KEIMIGRASIAN TERHADAP KESESUAIAN PENGGUNAAN


IZIN TINGGAL ORANG ASING
Negara Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan terletak dijalur
perlintasan laut internasional menghubungkan 2 (dua) samudra yaitu Samudra Pasifik dan
Samudra Indonesia serta di apit oleh 2 (dua)Benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia.
Hal yang nyata bahwa Indonesia dengan kondisi geografisnya yang demikian merupakan
jalan silang bagi jalur perlintasan pelayaran dan perdagangan Internasional. Sebagai negara
yang berdaulat, Negara Indonesia dalam perkembangan hukum tidak terlepas dari kaitannya
pada hukum yang mengatur orang asing yang akan memasuki Wilayah Republik Indonesia,
selain itu juga mengatur warga Negara Indonesia yang akan meninggalkan negaranya.

Menurut Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 26 ayat (1) Yang
menjadi warga Negara ialah orang - orang Bangsa Indonesia asli dan orang - orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang - undang sebagai warga negara. Maka dari itu
diberlakukan suatu peraturan perundangundangan yang bertujuan menaungi segala bentuk
perpindahan tersebut, baik yang masuk maupun keluar dari wilayah Indonesia. Akibat dari
adanya lintas negara ini, maka dikenal suatu Perundang-undangan untuk mengatur segala
bentuk perpindahan itu. Di Indonesia peraturan tentang perpindahan tersebut dikenal dengan
istilah „Keimigrasian‟.

Dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Keimigrasian
sebagaimana yang ditentukan di dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Nomor 6
Tahun 2011, Tentang Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar
wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di Indonesia. Hukum
Keimigrasian merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia, bahkan
merupakan subsistem dari Hukum Administrasi Negara (Santoso, 2004:1).

Mobilitas lalu lintas orang dari suatu negara ke Negara lain akhir-akhir ini semakin
ramai, tak terkecuali lalu lintas orang asing ke Indonesia, oleh karena jalur yang sangat
strategis. Negara yang subur kaya akan bahan baku rempah-rempahnya serta sumber daya
alam yang melimpah yang mempunyai nilai ekonomi menjadi daya tarik tersendiri dan
menyebabkan banyaknya orang asing yang datang berbondong-bondong ke Indonesia baik
menumpang hidup dan mencari nafkah, maupun akhirnya menetap di Indonesia.

Disamping itu, masih ada faktor lain yang menyebabkan orang-orang asing yang
bermigrasi ke Indonesia, dengan alasan Negara Indonesia mempunyai kekayaan alam yang
sangat melimpah, Indonesia juga mempunyai daerah-daerah yang mempunyai pemandangan
alam yang indah, belum tentu dimiliki oleh negara-negara lain di dunia. Perkembangan dunia
pariwisata di tanah air juga ditunjang dengan banyaknya jenis-jenis kerajinan daerah yang
sangat diminati oleh para wisatawan, baik yang domestik maupun para wisatawan asing. Hal
tersebut juga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan perekonomian daerah
tersebut yang akhirnya juga berarti menunjang perekonomian nasional pada umumnya. Hal
lain yangmerupakan dampak positif dari banyaknya orang asing yang masuk ke wilayah
Indonesia adalah masuknya devisa negara yang merupakan salah satu sumber penghasilan
negara. Disamping dampak positif, hal lain yang timbul adalah dampak negatif dari
kedatangan orang asing. Banyak peristiwa hukum yang terjadi tentang banyaknya
pelanggaran izin keimigrasian, terutama izin tinggal, orang asing yang tinggal di Indonesia
tetapi tidak memiliki dokumen resmi bahkan ada juga yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melanggar hukum dalam hubungannya dengan keimigrasian. Disinilah perlunya
pengawasan terhadap orang asing, khususnya izin tinggal orang asing, pengawasan tersebut
diwujudkan dalam fungsi keimigrasian.

Fungsi keimigrasian merupakan fungsi penyelenggaraan administrasi Negara atau


penyelenggaraan administrasi pemerintahan, sebagaimana kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan. Administrasi Negara mempunyai tiga arti, pertama, sebagai
salah satu fungsi pemerintah, kedua, sebagai aparaturdan aparat daripada pemerintah, ketiga,
sebagai proses penyelenggaraan tugas pekerjaan pemerintah yang melakukan kerjasama
secara tertentu.

Oleh karena itu sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif pemerintah,
yaitu fungsi administrasi negara dan pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat
dikatakan bagian dari bidang hukum administrasi negara. Untuk menjamin kemanfaatan dan
melindungi berbagai kepentingan nasional, maka Pemerintah Indonesia telahmenetapkan
prinsip, tata pelayanan, tata pengawasan atas masuk dan keluarorang ke dan dari wilayah
Indonesia sebagaimana yang ditentukan dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian.

Dalam melaksanakan fungsi keimigrasian perlu diperhatikan beberapa prinsip berikut;


Pertama, Prinsip bahwa Indonesia ialah nonimmigrant state Prinsip ini sama sekali tidak
dimaksudkan untuk membatasi apalagi menolak kehadiran orang asing di wilayah Indonesia.
Prinsip ini bermaksud membatasi semaksimal mungkin pertambahan penduduk
(warganegara) melalui proses kewarganegaraan yang berpangkal pada hak-hak keimigrasian.
Kedua, Prinsip Selective Policy ialahFasilitas keimigrasian terhadap orang asing hendaknya
dengan sungguh-sungguh memperhatikan kemanfaatannya bagi usaha-usaha pembangunan
dan usaha mewujudkan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Ketiga, Prinsip keseimbangan
antara welfare (prosperity) dan security ialah prinsip keseimbangan antara pengawasan,
pengendalian dan pelayanan. Orang asing adalah tamu, dan karena itu harus diperlakukan
secara layak baik dalam hubungan yang bersifat hukum maupun dalam hubungan sosial.
Namun demikian hal tersebut harus tidak mengurangi kewajiban tamu untuk berlaku wajar
sesuai dengan kepentingannya, sehingga kepentingan security bagi masyarakat dan Negara
senantiasa terlaksana secara wajar. Keempat, Prinsip the right of movement ialah Setiap
orang yang berada dalam wilayah Negara Republik Indonesia dijamin dan dilindungi hak-
haknya untuk melakukan perjalanan termasuk hak untuk berkomunikasi, sepanjang tidak
membahayakan diri atau kepentingan Negara yang khusus. Kelima, Prinsip bahwa
keimigrasian sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi Negara harus senantiasa
berjalan di atas asas-asas umum penyelenggaraan Negara yang layak (general principle of
good administration).

Orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh
Pejabat Imigrasi ditempat Pemeriksaan Imigrasi. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah
pelabuhan, bandara udara atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman
sebagai tempat masuk atau keluar wilayah Indonesia. Sedangkan pada saat memutuskan
untuk melakukan perjalanan ke Indonesia, maka yurisdiksi Pemerintah Indonesia mengenai
formalitas keimigrasian tidak dapat dihindarkan. Pejabat Imigrasi akan memeriksa
kedatangan orang asing dari luar negeri. Termasuk memeriksa kelengkapan paspor dan visa.
Selain itu seperti yang tercantum dalam Penjelasan umum Undang-Undang Keimigrasian
ditegaskan bahwa setiap orang asing, pelayanan dan pengawasan keimigrasian dilaksanakan
dengan prinsip yang bersifatselektif. Berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang dapat
memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia serta
tidak membahayakan keamanan dan ketertiban juga tidak bermusuhan baik terhadap Rakyat
maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UndangUndang Dasar 1945 yang diizinkan masuk wilayah Indonesia.

Untuk mewujudkan prinsip selektif diperlukan kegiatan pengawasan terhadap orang


asing, pengawasan ini tidak hanya pada saat orang asing masuk ke wilayah Indonesia, tetapi
juga selama orang asing berada di wilayah Indonesia termasuk kegiatan-kegiatannya, sebab
terdapat orang asing yang keberadaannya di Indonesia merugikan kepentingan bangsa.

Keberadaan pengungsi dan pencari suaka sangat tergantung pada politik dan
kebijakan Pemerintah Indonesia Seperti dijelaskan sebelumnya, yang dimaksud dengan
politik hukum nasional menurut Syaukani Imam, adalah kebijakan dasar penyelenggara
Negara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum akan, sedang, dan telah berlaku, yang
bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara
(Republik Indonesia) yang dicita-citakan. Oleh karena itu, politik hukum keimigrasian dalam
perjalanannya selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan pemerintahan
yang sedang berkuasa.

Pada zaman kolonial, imigrasi menganut politik pintu terbuka, dimana membuka
seluasluasnya peluang WNA untuk masuk dan tinggal di Indonesia. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan keuntungan terhadap pemerintah Kolonial dan bukan masyarakat bumi
putera, tetapi setelah Indonesia merdeka menjadi politik selektif dimana hanya orang yang
berguna bagi bangsa dan negara saja diizinkan masuk, tinggal, dan beraktivitas di Indonesia
dan tentu saja untuk kepentingan nasional bangsa dan negara.

Peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian mengalami berbagai


perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti apa yang Penulis jelaskan,
sebelumnya dalam UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian telah diisyaratkan bahwa
politik hukum keimigrasian menganut selective policy, walaupun dalam pelaksanaannya
masih ada beberapa pemberian bebas visa bagi negara yang sifatnya reciprocal (timbal balik)
dan berdasarkan pada perjanjian bilateral maupun multilateral, namun hal ini tidak
mengurangi sifat selektif itu sendiri.

Pengertian keimigrasian telah mengalami perubahan, dalam Undang-Undang


Keimigrasian sebelumnya (UU No. 9 Tahun 1992) dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa
keimigrasian adalah hat ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara
Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
Sedangkan dalam undang-undang yang terbaru (UU No. 6 Tahun 2011) Pasal 1 angka 1
disebutkan bahwa keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau
kedaulatan negara. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa imigrasi mengemban
tugas dalam hal ihwal keluar masuk setiap orang (balk WNA atau WNI) maupun pengawasan
orang asing di Indonesia. Hal ini diimplementasikan dalam peraturan perundang- undangan
lainnya yang berkaitan dengan kedua tugas diatas. Penambahan kata “menjaga kedaulatan
negara” menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas segala regulasi yang
terkait dengan keluar masuk orang dan pengawasan WNA selama berada di Indonesia.

Oleh karena itu setiap regulasi yang dibuat terkait dengan keluar masuknya orang
khususnya WNA serta keberadaan WNA di Indonesia harus sesuai dengan kepentingan
nasional demi tercapainya tujuan negara sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 alinea ke 4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan social. Tindakan Keimigrasian berjenis administratif sering disebut Tindakan
Administratif Keimigrasian dalam penyebutannya.

Menurut Pasal 1 angka 36 Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,


menyatakan bahwasanya deportasi ialah tindakan paksa mengeluarkan orang asing dari
wilayah Indonesia. Deportasi merupakan ketetapan sipil yang dikenakan pada orang yang
bukan warga negara asli, orang asing tersebut biasanya memasuki negara secara illegal atau
tanpa paspor dan visa yang sesuai. Oleh karena itu, mereka dipulangkan ke negara asalnya
oleh Direktorat Jendral Imigrasi.11 Bahwasanya semua orang dan tidak terkecuali yang
melakukan tindak pidana haruslah diproses dengan hukum yang berlaku di tempat di mana ia
berada (Ubi societas ibi ius). Pada dasarnya orang bisa dikatakan melanggar ketentuan pidana
apabila orang tersebut melanggar unsur-unsur pidana yang antara lain:12 1. Diancam dengan
pidana oleh hukum 2. Bertentangan dengan hukum 3. Adanya suatu hal tertentu 4. Orang itu
dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya. Deportasi merupakan bagian dari tindakan
administratif keimigrasian yang ada. Tindakan keimigrasian berupa deportasi ini dapat
diberikan apabila orang asing tersebut dinilai tidak menjalankan kewajibannya atau
menyimpangi aturan-aturan sebagai warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia,
contohnya melakukan perbuatan yang diancam dengan ketentuan pidana dalam
perundangundangan.

Kewajiban orang asing di Indonesia secara garis besar ada tiga hal: 1. Menyajikan
segala info yang dibutuhkan dalam hal identitas diri dan atau keluarganya, perubahan status
sipil dan kewarganegaraannya serta perubahan alamatnya; 2. Orang asing yang berada di
Indonesia lebih dari 90 hari haruslah meregistrasikan diri dan dikenai pengenaan beban; 3.
Surat perjalanan atau dokumen keimigrasian yang dimilikinya harus ada, dan dalam hal
pemantauan harus ditunjukkan pada keadaan yang diminta; Walaupun tindakan administratif
keimigrasian dengan pidana keimigrasian itu berbeda, namun memiliki kaitan yang tidak bisa
dilepaskan apabila terjadi pelanggaran oleh orang asing. Karena pada dasarnya orang asing
yang melakukan tindak pidana berat dan dikenai ancaman pidana berat, maka selain orang
asing tersebut dijatuhi putusan pidana, dia juga dijatuhi sebuah tindakan yang biasanya
berupa deportasi.
Dalam menjalankan fungsinya terkait dengan pemberian izin tinggal yang terdiri dari
izin kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin tinggal tetap, imigrasi menerapkan beberapa
kriteria yang secara keseluruhan dijiwai dengan prinsip selective policy, dimana ada
pembatasan hak dan kewajiban di setiap izin yang diberikan. Dengan demikian, adanya
limitative terhadap keberadaan dan kegiatan WNA di Indonesia adalah demi tegaknya
kedaulatan dan tercapainya tujuan negara. Setiap WNA yang berada dan tinggal di Indonesia
dibatasi oleh peraturan perundangundangan yang berlaku dalam hal ini Undang Undang
Keimigrasian terkait dengan proses keluar masuknya dan izin keimigrasiannya selama berada
di Indonesia dan apabila melanggar dapat dikenakan baik tindakan administratif keimigrasian
ataupun pro justitia.

Politik hukum keimigrasian merupakan suatu kajian yang sifatnya multi aspek dimana
sangat dipengaruhi oleh berbagai politik hukum lainnya, seperti di bidang ketenagakerjaan,
penanaman modal asing, hak asasi manusia, intelijen, narkotika, terorisme, kejahatan lintas
negara, dan keamanan negara. Oleh karena itu, Undang-Undang Keimigrasian harus dapat
mengakomodasi berbagai kepentingan di atas guna tercapainya tujuan negara. Dalam
perkembangan saat ini, tampak nyata bahwa pemerintahan sedang berusaha dan berkosentrasi
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tersebut
dapat dicapai dengan beberapa indicator antara lain perbaikan infrastruktur, birokrasi, dan
iklim investasi. Dalam berbagai kesempatan, mantan Presiden Susilo.

Bambang Yudhoyono baik dalam pidato kenegaraan ataupun melalui media jejaring
sosial seperti twitter, mengungkapkan bahwa dalam resesi ekonomi global saat ini investasi
sangat penting dan kebijakan fiscal untuk mendorong investasi sangat penting sekali. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia saat ini membuka peluang untuk investor baik
dalam negeri atapun luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Oleh karena itu, berbagai
peraturan harus dapat mengakomodasi kepentingan tersebut. Adanya investor asing tentu
akan membawa dampak semakin meningkatnya tenaga kerja asing di Indonesia yang wajib
menggunakan Izin Tinggal Terbatas (HAS) selama berada di Indonesia.

Dalam hal pemberian Visa Tinggal Terbatas sebelum memperoleh Izin Tinggal
Terbatas, dalam UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan dalam beberapa
pasal, dalam Pasal 39 jelas bahwa Visa Tinggal Terbatas yang seterusnya menjadi Izin
Tinggal Terbatas diberikan kepada tenaga ahli, pekerja, dan WNA yang menikah dengan
WNI.

Mengenai pelaksanaan pengawasan terhadap lima Warga Negara Asing sudah dimulai
saat mereka masuk Wilayah Negara Indonesia dengan melalui pemeriksaan Imigrasi di
tempat pemeriksaan Imigrasi yang ada di bandara. Pelaksanaan pengawasan tersebut dapat
dikontrol melalui pintu gerbang yang legal yaitu: Bandara, Pelabuhan, dan Pos Perbatasan
darat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tentang keimigrasian.
Berdasarkan Pasal 66 ayat (2) huruf a dan b dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011
telah disebutkan bahwa:

a. Pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan,


keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada diluar Wilayah Indonesia;
b. Pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau keluar Wilayah
Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di
Wilayah Indonesia.

Pengawasan keimigrasian terhadap orang asing berdasarkan Pasal 68 ayat (1)


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 dilaksanakan pada saat permohonan visa, masuk atau
ke luar dan pemberian izin tinggal yang dilakukan dengan:

1. pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi;


2. penyusunan daftar nama orang asing yang dikenai penangkalan atau pencegahan;
3. pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia;
4. pengambilan foto dan sidik jari; dan
5. kegiatan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Pelaksanaan pengawasan keimigrasian ini bertujuan untuk menunjang agar tetap


terpeliharanya stabilitas dan Kepentingan Nasional, Kedaulatan Negara, Keamanan dan
Ketertiban umum, serta kewaspadaan terhadap segala dampak negatif yang timbul akibat
perlintasan orang antar Negara. Pekerja asing tersebut telah melakukan pekerjaan di kawasan
pertambangan emas tanpa melaporkannya kepada Pejabat dan Petugas Imigrasi Meulaboh,
kegiatan ini telah melanggar ketentuan Pasal 71 huruf a dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 tentang keimigrasian yang berbunyi: “Kewajiban Orang Asing untuk
memberikan segala keterangan menyangkut identitas dirinya, pekerjaan yang sedang dijalani,
penjamin keberadaannya, atau perubahan alamatnya kepada Kantor Imigrasi setempat”.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 disebutkan
bahwa: “Izin Tinggal kunjungan dapat diberikan kepada pemegang bebas Visa kunjungan
dengan batas waktunya paling lama 30 hari, dan pada ayat (2) disebutkan bahwa batas waktu
tersebut pada ayat (1) tidak dapat diperpanjang, dan tidak dapat dialihfungsikan.

. Mengenai pengaturan terhadap Warga Negara Asing yang masuk dan keluar wilayah
Indonesia telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 yang berbunyi:

1) Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen
Perjalanan yang sah dan masih berlaku.
2) Setiap Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa yang sah
dan masih berlaku, kecuali ditentukan lain berdasarkan undang-undang ini dan
perjanjian internasional.

Berdasarkan Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 dijelaskan


bahwa apabila orang asing yang datang ke Indonesia tersebut Izin keimigrasiannya telah
habis masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia dengan melampaui waktu,
tidak lebih dari 60 (enam puluh hari) dari Izin Keimigrasian yang diberikan, maka akan
dikenakan sanksi berupa biaya beban administrasi. kenyataannya sekarang khususnya di
daerah Meulaboh Warga Negara Asing yang berasal dari Tiongkok dan Malaysia telah
tinggal melebihi batas 60 hari sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 75 ayat (2)
UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011, maka perbuatan yang dilakukan oleh Warga Negara
Asing tersebut adalah perbuatan yang melanggar ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
yaitu perbuatan (overstay) atau melebihi Izin Tinggal yang telah ditentukan.

Berdasarkan pada ayat (4) Pasal 172 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
2013 bahwa Pengawasan keimigrasian terhadap Orang Asing sudah mulai dilakukan pada
saat:

a. Permohonan Visa;
b. Masuk atau keluar Wilayah Indonesia;
c. Pemberian Izin Tinggal berdasarkan jenis Visa;
d. Berada dan melakukan kegiatan di Wilayah Indonesia.

Berdasarkan Pasal 172 ayat (1) dan (2) dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 disebutkan bahwa: (1) Menteri melakukan pengawasan
Keimigrasian (2) Pengawasan keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pengawasan terhadap Warga Negara Indonesia; dan


b. Pengawasan terhadap Orang Asing.

Berdasarkan Pasal 173 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 bahwa
Pelaksanaan pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 dilakukan
oleh :

a. Direktur Jenderal, untuk melaksanakan pengawasan Keimigrasian di pusat;


b. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asas Manusia, untuk
melaksanakan pengawasan Keimigrasian di provinsi;
c. Kepala Kantor Imigrasi, untuk melaksanakan pengawasan Keimigrasian di
kabupaten/kota atau kecamatan; dan d. Pejabat Imigrasi yang ditunjuk atau Pejabat
Dinas Luar Negeri, untuk melaksanakan pengawasan Keimigrasian di luar Wilayah
Indonesia.

Mengenai pelaksanaan pengawasan terhadap kegiatan dan keberadaan Warga Negara


Asing di daerah Meulaboh akan dilaksanakan oleh Tim Pengawasan Orang Asing dan oleh
Seksi Pengawasan Kantor Imigrasi Meulaboh. Berdasarkan pada Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2016 dalam Pasal 2 telah
disebutkan bahwa: “Pembentukan Tim Pengawasan Orang Asing dimaksudkan untuk
mewujudkan pengawasan keimigrasian yang terkoordinasi dan menyeluruh terhadap
keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Negara Indonesia.” Mengenai
pembentukan TimPora di Negara Indonesia telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) bahwa:
“TimPora dibentuk di tingkat pusat dan tingkat daerah.” Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (3)
dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2016 bahwa: “TimPora di tingkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:

a. Tim Pora tingkat provinsi;


b. Tim Pora tingkat kabupaten/kota; dan
c. Tim Pora tingkat kecamatan.

Pemberian Visa Tinggal Terbatas terhadap WNA yang akan bekerja di Indonesia
diatur dalam berbagai regulasi yang terikat dengan tenaga kerja asing di Indonesia, antara
lain: Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Tenaga Kerja Warga Negara Asing
Pendatang (TKWNAP). Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden ini pada prinsipnya mewajibkan
pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia,
kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi
oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan TKWNAP diperbolehkan sampai jangka
waktu tertentu. Ketentuan ini bertujuan agar terjadi transfer skill dari tenaga kerja asing
(TKA) kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Dengan demikian pekerjaan yang sebelumnya
dilakukan oleh TKA dapat diambil alih oleh TKI. Oleh karena itu, penggunaan tenaga kerja
asing dilakukan secara selektif untuk mendorong penyalahgunaan TKI secara lebih optimal.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sangat jelas


pengaturan tentang penggunaan TKA dimuat dalam Pasal 42 sampai Pasal 49, yang mengatur
tentang kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertutis,
memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan, dan jangka waktu
penggunaan TKA, kewajiban penunjukkan TKI sebagai pendamping TKA hingga kewajiban
memulangkan TKA ke negara asalnya setelah berakhirnya hubungan kerja.

Hal ini menunjukkan bahwa politik hukum ketenagakerjaan sangat memberikan


batasan terhadap penggunaan TKA di Indonesia. Hal ini dimaksud agar membuka seluas-
luasnya lapangan kerja bag! TKI dan mengurangi peranan dan eksistensi dari TKA di
Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan karena sudah menjadi kewajiban dari negara untuk
selalu melindungi dan memastikan bahwa warga negaranya dapat memiliki kesempatan yang
luas untuk memperoleh pekerjaan di wilayah Indonesia.

Setiap pengajuan dan rencana penggunaan TKA di Indonesia juga dibatasi baik dalam
jumlah maupun bidang pekerjaan yang dapat diduduki oleh tenaga kerja saing. Hal ini tentu
saja bertujuan agar kehadiran TKA bukanlah dianggap sebagai ancaman yang cukup serius
melainkan kehadiran mereka sebagai pemicu bagi TKI untuk lebih professional dan
mengembangkan diri sehingga meningkatkan daya saing di antara TKI dan TKA. Lebih
lanjut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membatasi jabatan-
jabatan yang dilarang (closed list), ini harus menjadi perhatian dari pemberi kerja sebelum
mengajukan rencana penggunaan TKA. Selain harus mentaati ketentuan jabatan, juga harus
memperhatikan standard kompetensi yang berlaku.

Secara ekonomi kehadiran TKA tidak hanya sebagai suatu ancaman tetapi juga
memberikan devisa bagi negara. Hal ini dikarenakan adanya kompensasi atas setiap TKA
yang dipekerjakan. Kompensasi yang dimaksud adalah berupa pajak penghasilan yang
dikenakan terhadap pekerja asing, biaya dana pengembangan keahlian dan keterampilan
(DPKK) yang dikeluarkan oleh sponsor TKA. Selain itu, kehadiran TKA diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Keuntungan lainnya dengan adanya
kehadiran TKA adalah dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 49 juga mengharuskan kepada pengguna TKA agar melaksanakan
transfer of knowledge dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja
pendamping.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa politik hukum di balik


pemberian Izin Tinggal Terbatas bagi orang asing yang bekerja di Indonesia berdasarkan
pada asas manfaat secara ekonomi yang dijalankan berdasarkan selective policy dengan
mengedepankan perlindungan terhadap tenaga kerja dalam negeri dan memberikan
keuntungan atau manfaat secara ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) kepada
negara. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam pemberian izin Tinggal Terbatas (ITAS) diberikan
hanya kepada orang asing yang memiliki kualitas tertentu yang belum dimiliki oleh tenaga
kerja Indonesia. Selain itu izin kerja hanya diberikan kepada TKA dengan kualifikasi jabatan
dan lama kerja tertentu atau terbatas. Pembatasan di atas menunjukkan bahwa Negara
mengutamakan perlindungan tenaga kerja dalam negeri untuk mengurangi pengangguran, dan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada WNI untuk memiliki kesempatan kerja
yang lebih besar di negaranya sendiri.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan


Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 3 menyebutkan:

“Setiap orang asing yang masuk wilayah indonesia harus memenuhi persyaratan
diantaranya memiliki visa yang sah dan masih berlaku, dokumen perjalanan yang sah
atau masih berlaku dan tidak termasuk di daftar penangkalan.

Peraturan Pemerintah Nomor. 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan


Undang-undang Nomor. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada pasal 4 menyebutkan:

“Bagi orang asing yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa, selain harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf b yaitu memiliki
dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku; dan pasal 3 huruf 3 huruf c yaitu
tidak termasuk dalam daftar penangkalan, juga harus memiliki tiket kembali atau tiket
terusan ke negara lain”.

Syarat dan pemberian visa izin tinggal terbatas tercantum pada Peraturan Pemerintah
No. 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian Pasal 103 yang dimaksud dengan:

“Permohonan visa tinggal terbatas diajukan oleh orang asing atau penjamin kepada
Menteri atau pejabat imigrasi yang ditunjuk dengan mengisi aplikasi data dan
melampirkan persayaratanpersyaratan sebagai berikut:

a. Mengisi secara lengkap formulir.


b. Surat permohonan sponsor. Surat permohonan MERP (Multiple izin keluar/re-
entry).
c. Surat pernyataan dan jaminan.
d. Paspor, Visa, Kitas, Telex Visa (Baru).
e. KTP Sponsor.
f. RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing).
g. Notifikasi penggunaan TKA.
h. Surat Izin Tempat Usaha (Situ).
i. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
j. Surat Izin Untuk Perdagangan (SIUP).
k. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
l. Domisili Perusahaan.
m. Akta Pendirian Perusahaan.
n. Keputusan Menkumham.
o. Struktur Perusahaan.
p. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
q. NIB (Nomor Induk Berusaha).

Pada masa Pandemi Covid-19, Sesuai dengan peraturan yang ada terdapat kebijakan
yang disesuaikan untuk para pemegang izin tinggal dalam hal ini contohnya kebijakan terkait
pengguna Izin Tinggal Terbatas (ITAS).

1. Pemegang ITAS yang tidak dapat diperpanjang, wajib memperoleh Persetujuan Visa.
2. Pemegang ITAS yang akan mengajukan Visa, wajib melakukan EPO.
3. Pengajuan IT baru melalui permohonan Visa harus dilakukan sebelum IT-nya
berakhir, dalam hal OA overstay kurang dari 60 hari, wajib menyelesaikan
pembayaran biaya beban sebelum pengajuan visa.
4. Pemberian IT baru tidak dihitung overstay, sepanjang permohonan visa diajukan
sebelum IT sebelumnya berakhir.
5. OA yang overstay lebih dari 60 hari, dikenai TAK, atau ditolak
pemberian/perpanjangan IT-nya, wajib meninggalkan wilayah Indonesia.

Tidak hanya itu sesuai dengan kebijakan selama masa PPKM Darurat yang
berlangsung dari tanggal 3-30 Juli 2021, Direktorat Jenderal Imigrasi telah menolak sebanyak
62 orang asing untuk masuk kewilayah ke Indonesia. Penolakan itu sendiri merupakan imbas
dari kebijakan PPKM Darurat yang kemudian menjadi PPKM Level 4. Sesuai dengan
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 27 Tahun 2021 yang dirilis pada 21 Juli
2021. Sebanyak 62 orang asing ditolak masuk ke wilayah Indonesia dengan alasan tidak
masuk kedalam lima (5) kategori orang asing yang diizinkan untuk masuk wilayah Indonesia
sesuai Permenkumham 27 Tahun 2021 sebanyak 31 orang, lalu 21 orang ditolak karena tidak
punya tujuan jelas di Indonesia, serta tidak memenuhi protokol kesehatan bagi pelaku
perjalanan internasional sesuai rekomendasi Kementerian Kesehatan sebanyak 10 orang.

Dari daftar itu, warga negara asing (WNA) terbanyak yang ditolak masuk ke wilayah
Indonesia ialah orang asing asal Nigeria sejumlah sebelas (11) orang. Kemudian, disusul oleh
orang asing asal Prancis enam (6) orang dan orang asing asal Amerika Serikat (AS) sebanyak
enam (6) orang. Sisanya merupakan orang asing yang berasal dari Pakistan, Filipina, Brazil,
Denmark, Bangladesh, Jerman dan beberapa negara lainnya.

Dalam hal ini Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia, berusahan membuat
kebijakan sesuai dengan perintah Presiden terkait penerapan masa Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Dalam hal ini pemerintah juga terus melakukan
aktualisasi terkait Peraturan pemberian izin tinggal bagi setiap orang asing yang akan masuk
atau telah berada diwilayah Indonesia. Pelaksanakan dan dijalankannya kebijakan sesuai
dengan fungsi keimigrasian.

Daftar Pustaka

Atmosdirjo, S. Prajudi, Hukum dan Pengawasan Keimigrasian, Jakarta: Ghalia Indonesia,


2002.

Santoso, M. Imam, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan dan Ketahanan Nasional,


Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2003.

Bagir Manan, Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2002.

Sihar Sihombing, Hukum Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung: Nuansa
Aulia, 2004.

Adikun Sudikun, Mertokusumo, Mengenal Hukum Keimigrasian Di Indonesia, Jakarta:


Liberty Press, 1999.

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika Press, 1999.
Nurismayanti, “Pengawasan Keimigrasian Terhadap Orang Asing Di Indonesia”,
Jurnal Hukum Keimigrasian di Indonesia, Hasil Suatu Kajian Hukum di Kantor
Imigrasi Pangkal Pinang Kepulauan Riau, Vol. 98, Nomor. 15: 234-236, Pangkal
Pinang: 13 April 2011.

Anda mungkin juga menyukai