Anda di halaman 1dari 37

ANALISIS PELAYANAN KEIMIGRASIAN DI KANTOR IMIGRASI KELAS I

TANGGERANG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................i
DAFTAR TABEL.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................9
2.1 Pelayanan Publik......................................................................................................9
2.2 Keimigrasian..........................................................................................................22
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................................26
3.1 Jenis Penelitian......................................................................................................26
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................................26
3.3 Variabel Penelitian.................................................................................................26
3.4 Hipotesis................................................................................................................27
3.5 Populasi dan Sampel..............................................................................................27
3.6 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................27
3.7 Validitas dan Reliabilitas.......................................................................................29
3.8 Uji Hipotesis..........................................................................................................30
3.9 Metode Analisis Data.............................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skala Likert.......................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena perbaikan
pelayanan publik di Indonesia cenderung “berjalan di tempat” sedangkan implikasinya
sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan lain-lain. Dalam
kehidupan ekonomi, perbaikan pelayanan publik akan bisa memperbaiki iklim investasi
yang sangat diperlukan bangsa ini agar bisa segera keluar dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan.

Buruknya pelayanan publik di Indonesia sering menjadi variabel yang dominan


mempengaruhi penurunan investasi yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja.

Dalam kehidupan politik, perbaikan pelayanan publik juga sangat berimplikasi


luas khususnya dalam memperbaiki tingkat kepercayaan kepada pemerintah. Buruknya
pelayanan publik selama ini menjadi variabel penting yang mendorong munculnya
krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Krisis kepercayaan masyarakat
teraktualisasi dalam bentuk protes dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat
menunjukkan kefrustasian publik terhadap pemerintahnya.Oleh karena itu, perbaikan
pelayanan publik mutlak diperlukan agar image buruk masyarakat kepada pemerintah
dapat diperbaiki, karena dengan perbaikan kualitas pelayanan publik yang semakin baik,
dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dapat dibangun kembali.

Sementara itu dalam sosial budaya, pelayanan publik yang buruk mengakibatkan
terganggunya psikologi masyarakat yang terindikasi dari berkurangnya rasa saling
menghargai di kalangan masyarakat baik terhadap pemerintah maupun terhadap
sesama.Akibat yang sangat buruk terlihat melalui berbagai kerusuhan dan tindakan
anarkhis di berbagai daerah.Seiring dengan hal itu masyarakat cenderung memilih jalan
pintas yang menjurus kearah negatif dengan berbagai tindakan yang tidak rasional dan
cenderung melanggar hukum.Berbagai masalah yang diidentifikasi tersebut tampaknya
dapat diatasi secara perlahan dengan pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah sebagai pelayan publik.

1
Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu administrasi publik di
Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian
yang komprehensif.Hipotesis seperti itu secara kualitatif misalnya dapat dengan mudah
dibuktikan di mana berbagai tuntutan pelayanan publik sebagai tiada ketidakpuasan
mereka sehari-hari banyak kita lihat.Harus diakui bahwa pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah kepada rakyat terus mengalami pembaruan, baik dari sisi paradigma
maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan
perubahan didalam pemerintah itu sendiri.Meskipun demikian, pembaruan dilihat dari
kedua sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan masyarakat masih diposisikan sebagai
pihak yang tidak berdaya dan termarginalisasikan dalam kerangka pelayanan.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah mulai tahun


1997 memperbaiki manajemen pelayanan publik dengan mengembangkan sistem
pelayanan terpadu. Kemudian pada tahun 2006 melalui Departemen Dalam Negeri
menerbitkan Permendagri nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu satu Pintu yang menekankan Kegiatan penyelenggaraan perizinan
dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke
tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat”.. karena itu diberi istilah
"Pelayanan Satu Kali Selesai" (one step service), yaitu pelayanan yang dilakukan oleh
suatu kantor, dimana masyarakat memerlukan pelayanan apa saja dapat dilakukan
dengan menghubungi dan menerima layanan dari kantor tersebut. Yang berfungsi
sebagai Front line yang juga sebagai Back line.Tujuan Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memberikan akses yang lebih luas
kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik.Walaupun berbagai masalah
masih mewarnai pelaksaaannya, tetapi komitmen pemerintah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik semakin diperkuat dengan disahkannya Undang- undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 38 ayat 1 dimana penyelenggara
berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara
berkala dan berkesinambungan sehingga perlu disusun indeks kepuasan masyarakat
sebagai tolak ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan.

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim


dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

2
Sebagai contoh, dapat dilihat pada proses kelahiran seorang bayi. Ketika sang bayi lahir,
dia akan menangis karena mengahadapi situasi yang sangat berbeda ketika ia masih
berada dalam kandungan. Jeritan tersebut membutuhkan pelayanan dari ibunya. Ketika
memperoleh pelayanan (kasih sayang) dari ibunya bayi tersebut akan merasa nyaman
dan berhenti mengangis, sebaliknya dia akan tersenyum bahagia. Proses kelahiran ini
menunjukkan betapa pelayanan seorang ibu yang menyenangkan sangatlah dibutuhkan.
Hal senada juga kemukakan Budiman Rusli. Masyarakat setiap waktu selalu menuntut
pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak
sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini
masih bercirikan berbeli-belit, lambat, mahal, dan melelahkan.Kecenderungan seperti
itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan
yang dilayani. Oleh karena itu dibutuhkan reformasi pelayanan publik dengan
mengembalikan dan mendudukkan ”pelayan” dan yang “dilayani” ke pengertian yang
sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang
dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara meskipun negara berdiri
sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya.Artinya,
birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.
Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh
birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat pelayanan publik akan lebih baik
karena mereka memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli dan lebih kreatif dalam
memecahkan masalah. Pelayanan yang diberikan oleh birokrat ditafsirkan sebagai
kewajiban bukan hak karena mereka diangakat oleh pemerintah untuk melayani
masyarakat, oleh karena itu harus dibangun komitmen yang kuat untuk melayani
sehingga pelayanan akan dapat menjadi lebih responsif terhadap keutuhan mastyarakat
dan dapat merancang model pelayanan yang lebih kreatif serta lebih efisien.
Pemerintahan milik masyarakat akan tercipta jika birokrat dapat mendefinisikan ulang
fungsi dan tugas mereka. Patut diduga bahwa banyak birokrat yang tidak memahami
secara pasti atau setidaknya tidak mengerti filosofi pelayanan yang akan diberikannya
sehingga pelayanan public yang diimpikan oleh masyarakat jauh dari kenyataan yang
mereka alami.

3
Menjadi pertanyaan apakah pelayanan publik itu?Untuk menelaah pelayanan
publik secara konseptual, perlu dibahas pengertian kata demi kata.Pendapat yang
dikemukakan Kotler Dalam Sampara Lukman.

Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan


atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu
produk secara fisik.

Sementara dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai


hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang)
dengan makanan atau minuman; menyediakan keperluan orang; mengiakan, menerima;
menggunakan.

Berbagai permasalahan tersebut sebenarnya telah mendapat perhatian oleh


pemerintah melalui komitmen nasional ditunjukkan dengan adanya undang-undang
nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional) 2005-2025, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-
2014 yang menegaskan reformasi birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi
Nasional yang dipimpin oleh menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi
birokrasi. Reformasi ini harus dilakukan mulai dari pejabat tertinggi, seperti presiden
dalam suatu negara atau menteri/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama
diikuti oleh seluruh aparatur dibawahnya.

Upaya pemerintah mereformasi birokrasi di Indonesia untuk saat ini dapat


dikatakan belum berjalan dengan maksimal.Indikasinya adalah buruknya pelayanan
public dan masih maraknya perkara korupsi. Berbagai permasalahan dan hambatan yang
mengakibatkan sistem penyelenggaran pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan
tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperbaharui. Reformasi
birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good govermance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis
untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan
sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta
perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan

4
disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil
langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Pada sisi lain, terdapat pandangan yang menganggap birokrasi pemerintah sering
gejala yang kurang menyenangkan. Sering, bahkan hampir selalu, birokrasi pemerintah
bertindak canggung, kurang terorganisir dan jelek koordinasinya, menyeleweng,
otokratik, bahkan sering bertindak korup.Para aparatnya kurang dapat menyesuaikan
diri dengan modernisasi orientasi pembangunan serta perilakunya kurang inovatif dan
tidak dinamis. Keadaan semacam ini akan menyebabkan birokrasi pemerintah
mendominasi seluruh organ politik dan menjauhkan diri dari masyarakat.

Pandangan pertama mungkin diilhami oleh suatu pengharapan yang muluk-


muluk dan berlebih, yang dewasa ini mungkin sudah sangat jarang ditemukan,
sedangkan pandangan kedua mungkin merupakan pandangan yang berlebihan, yang
didasarkan pada prasangka buruk. Bisa juga terjadi kedua pandangan yang secara
diametral bertentangan satu sama lain itu sama-sama didasarkan pada pengamatan yang
mendalam, dan evaluasi terhadap kondisi nyata aparatur pemerintah. Sudah banyak
tentu kritik dan ketidakpuasan yang berlebih terhadap peran birokrasi dalam
pembangunan sangatlah tidak adil.Selalu saja kalau terjadi kegagalan dalam usaha
pembangunan, birokrasi dipandang sebagai biang keladinya.Kegagalan pembangunan,
memang sebagian merupakan tanggung jawab birokrasi, namun bukanlah semuanya.
Bahkan di beberapa negara, kekurangefisienan administrasi tidak di anggap sebagai
“dosa besar” terhadap ketidakmampuan pemerintah didalam memenuhi harapan
pembangunan ataupun realisasi tujuan sebagaimana telah ditetapkan didalam rencana
pembangunan, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah bagaimana caranya agar
ketidaksempurnaan administrasi itu dapat dikurangi, kalau tidak bisa dihilangkan sama
sekali.

Ketidaksempurnaan administrasi ini tidak akan dipandang sebagai situasi yang


suram, jika seandainya kondisi kesemrawutan administrasi ini tidak merebak keseluruh
pelosok negeri, pada aras regional maupun aras nasional. Kondisinya dipersuram lagi
dengan adanya keinginan dari birokrasi pemerintah maupun mempertahankan status

5
quo, dan menerapkan pola otokratik dan otoriter.Peran pemerintah yang amat dominan
dalam pembangunan sosial dan ekonomi, membuat semuanya menjadi lebih parah.

Keadaan di negara-negara sedang berkembang sudah demikian tak


memungkinkan untuk melakukan reformasi birokrasi administrasi dengan baik.Daerah
bekas jajahan diperintah dengan tangan besi dan kurang fleksibel, meminjam istilah
Leemans (1971) yang kebanyakan struktur politiknya diisi dengan orang-orang yang
mempunyai latar belakang pendidikan hukum dengan pendekatan yang sangat
legalistik.Negara-negara yang baru memperoleh kemerdekaan dikawasan Asia dan
Afrika, didalam konteks yang agak berbeda juga di Amerika Latin, sangat menderita
dibawah rezim yang otokratik dan berorientasi pada hukum dan ketertiban.Di kawasan
bekas negara jajahan ini, terjadi perubahan yang menggebu atau turbulent, menurut
istilah Waldo.Pada masa perubahan yang demikian gencar ini, lahir harapan masyarakat
yang sangat muluk-muluk, suatu harapan yang tak dijumpai dalam masyarakat maju.
Kemerdekaan yang diperoleh negara- negara bekas jajahan tersebut, menyebabkan
keberadaan administrasi keberadaan administrasi asing sangat mengganggu cara kerja
aparatur pemerintah. Hal ini selain disebabkan oleh tak sesuainya administrasi asing
dengan system administrasi lokal, membengkaknya tugas-tugas menyebabkan sistem
administrasi kolonial tak mampu menyelesaikan persoalan yang muncul dalam
masyarakat.Oleh karena itu maka yang diperlukan bukan hanya ekspansi, tetapi juga
reorientasi yang komplit.Perubahan sosial yang fundamental menyebabkan lahirnya
tuntutan dan tekanan baru. Menjalarnya Urbanisasi dan sekularisasi yang cepat serta
kebutuhan akan demkratisasi pemerintah dan administrasi, menyebabkan beban aparatur
pemerintah bertambah besar, dan mau tidak mau adaptabilitas menjadi sangat penting
dan menjadi kebutuhan.

Semua pertentangan dan reformasi ini menyebabkan timbulnya pertentangan


antara nilai lama dan baru, antara nilai tradisional dan yang modern.Tekanan dan
pertentangan ini tidak hanya terbatas pada tubuh birokrasi, melainkan juga terjadi di
kalangan masyarakat.Di kalangan intelektual, yang diharapkan mampu melakukan
perbaikan terhadap keborokan birokrasi, malah mereka, utamanya yang konservatif,
menjadi stigma birokrasi.Sehingga sifat birokrasi yang elitis, yang terlalu menyenangi

6
sikap otoriter dan kurang komunikasi dengan masyarakat semakin hari semakin parah
keadaannya.

Salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai ukuran bahwa paradigma
pelayanan publik telah berubah adalah adanya keberanian Pemerintah dari tingkat pusat
sampai dengan Daerah untuk melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap kepuasan masyarakat yang dilayaninya, diantaranya dengan melakukan riset
terhdapat kinerja layanan publik di lingkungannya.

Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) adalah data dan informasi tentang tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan yang diperoleh dari hasil
pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam
memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan
membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Survei Kepuasan Masyarakat
(SKM) bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala dan
dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan
kualitas pelayanan publik selanjutnya.

Berdasarkan hal tersebut, Kantor Imigrasi Kelas I Tanggerang untuk


melaksanakan amanah dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Pedoman Survei Kepuasan
Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, melakukan survei terhadap
masyarakat pengguna layanan khususnya pengurusan Paspor di Wilayah kerja Kota
Samarinda.

Upaya ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat di


wilayah kerja kantor Imigrasi Kelas I Kota Tanggerang terhadap pelayanan kepada
masyarakat yang telah dijalankan sampai saat ini, sehingga pada nantinya kantor
Imigrasi dapat terus meningkatkan pelayanan dan memperbaiki diri agar menjadi
sebuah lembaga yang dipercaya oleh publik karena mampu memberikan pelayanan
sesuai dengan harapan masyarakat.

Untuk itulah berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menulis
skripsi penelitian dengan judul “Analisis Pelayanan Keimigrasian Di Kantor
Imigrasi Kelas I Tanggerang”.

7
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, inti
dari permasalahan yang menjadi titik tolak penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh kantor Imigrasi Kelas I Tanggerang?


2. Faktor yang mendorong dan menghambat pelayanan di kantor Imigrasi Kelas I
Tanggerang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sebagaimana diketahui bahwa suatu karya ilmiah mempunyai tujuan dan


kegunaan yang hendak dicapai oleh penulisnya, demikian halnya dengan penelitian ini
mempunyai tujuan dan kegunaan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi Kelas I


Tanggerang.
2. Untuk mengetahui faktor apa-apa saja pendorong dan penghambat pelayanan di
kantor Imigrasi Kela I Tanggerang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap
perkembangan pengetahuan ilmu.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi awal bagi
peneliti yang hendak meneliti di bidang keimigrasian.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Publik

Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh


instansi pemerintah, baik itu di pusat, di Daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik
Negara. Pelayanan publik berbentuk pelayanan barang publik maupun pelayanan jasa.
Dalam Hukum Administrasi Negara, istilah “pelayanan publik” diartikan sebagai segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum
maupun sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.1 Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik tidak terlepas dari masalah kepentingan umum,yang menjadi


asal-usul timbulnya istilah pelayanan publik. Sebelum menjelaskan lebih lanjut
mengenai pelayanan publik, maka peneliti akan menguraikan terlebih dahulu pengertian
pelayanan publik. Fokus utama dari pelayanan publik di Indonesia adalah pemenuhan
kebutuhan warganegara. Hal ini menunjukkan upaya serius penyelenggaraan pelayanan
yang ditujukan kepada masyarakat sebagaimana yang diutarakan oleh Osborne dan
Geabler yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan pengguna layanan bukan birokrasi
penyelenggara pelayanan (meeting the needs of costumer not the bureaucracy). David
Osborne dan Ted Geabler (2005).

Berdasarkan Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


yaitu: “Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan dalam rangka pengaturan,
pembinaan, bimbingan, penyediaan fasilitas, jasa dan lainnya yang dilaksanakan oleh
aparatur pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kepada masyarakat sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut KEPMENPAN NO.63/KEP/M.PAN/7/2013 Pelayanan publik adalah


segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai uapaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

9
Menurut Stanton, pelayanan adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan dan
tidak berwujud dan merupakan tujuan penting dari suatu rencana transaksi, guna
memberikan kepuasan kepada konsumen (Hasibuan, 2005)

Menurut Litjan Poltak Sinambela, dkk (2006) pelayanan publik diartikan


“pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi tertentu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan.”

Menurut H.A.S Moenir (2006) menyatakan: “Pelayanan umum adalah suatu


usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan
bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.”

Pendapat lain dari Ratminto & Atik Septi Winarsih (2005) “Pelayanan publik
atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Aparat negara dan atau aparatur pemerintah, diharapkan atau dituntut adanya
kemampuan baik berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai,
sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan sekarang ini. sementara itu, konsep
lain mendefinisikan kemampuan atau ability sebagai sifat yang dibawa lahir atau
dipelajari yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau
fisik (Bibson, 2003). berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan
aparat sangat berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan publik
tersebut.

Pelayanan merupakan kegiatan utama pada orang yang bergerak di bidang jasa,
baik itu orang yang bersifat komersial ataupun yang bersifat non komersial. Namun
dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara pelayanan yang dilakukan oleh orang
yang bersifat komersial yang biasanya dikelola oleh pihak swasta dengan pelayanan
yang dilaksanakan oleh organisasi non komersial yang biasanya adalah pemerintah.

10
Kegiatan pelayanan yang bersifat komersial melaksanakan kegiatan dengan
berlandaskan mencari keuntungan, sedangkan kegiatan pelayanan yang bersifat non-
komersial kegiatannya lebih tertuju pada pemberian layanan kepada masyarakat
(layanan publik atau umum) yang sifatnya tidak mencari keuntungan akan tetapi
berorientasikan kepada pengabdian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk jasa
pelayanan baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi pemerintah di Pusat, di daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang undangan.

2.1.2 Tujuan Pelayanan Publik

Undang-Undang tentang pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan


kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam
pelayanan publik. Tujuan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik adalah:

1. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab,
kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan publik.
2. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik.
3. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hokum bagi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

2.1.3 Jenis-jenis Pelayanan Publik

Timbulnya pelayanan umum atau publik dikarenakan adanya kepentingan, dan


kepentingan tersebut bermacam-macam bentuknya sehingga pelayanan publik yang
dilakukan juga ada beberapa macam. Berdasarkan keputusan MENPAN No. 63/ KEP/
M. PAN/ 7/ 2003 kegiatan pelayanan umum atau publik antara lain :

1. Pelayanan Administratif

11
Pelayanan Administratif adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan,
sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan
sebagainya. Dokumendokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan (KTP),
akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB),
Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat kepemilikan atau penguasaan
Tanah dan sebagainya.
2. Pelayanan Barang
Pelayanan Barang adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau
jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan
tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
3. Pelayanan Jasa
Pelayanan Jasa adalah pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.

2.1.4 Unsur-unsur Pelayanan Publik

Suatu proses kegiatan pelayanan terdapat beberapa faktor atau unsur yang saling
mendukung jalannya kegiatan. Menurut H.A.S Moenir (2006), unsurunsur tersebut
antara lain:

1. Sistem, prosedur, dan metode: Dalam pelayananan perlu adanya informasi


prosedur dan metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan
pelayanan;
2. Personil: Personil lebih ditekankan pada perilaku aparatur dalam
pelayanan.Aparatur pemerintah selaku personil pelayanan harus profesional,
disiplin dan terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau masyarakat;
3. Sarana dan Prasarana: Dalam pelayanan diperlukan peralatan dan ruang kerja
serta fasilitas pelayanan. Misalnya seperti ruang tamu, tempat parkir yang
memadai dan sebagainya;
4. Masyarakat Sebagai Pelanggan: Dalam pelayanannya, masyarakat selaku
pelanggan sangatlah heterogen yaitu tingkat pendidikannya maupun perilakunya.

12
5. Setiap pelayanan publik memang diperlukan adanya kejelasan informasi
prosedur yang mudah dan tidak berbelit serta dibutuhkan usaha dari pemberi
pelayanan agar dapat berjalan tertib dan lancar. Seperti contohnya petugas
menerapkan sistem antri agar pelayanan dapat berjalan tertib. Unsur yang juga
penting selain sistem, prosedur dan metode adalah unsur personil juga memiliki
peranan penting dalam mewujudkan pelayanan yang baik.

Petugas yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidangnya pasti akan
melaksanakan tugasnya dengan baik dan memberikan layanan yang baik juga. Oleh
karena itu, dibutuhkan petugas pelayanan yang profesional untuk memberikan kepuasan
kepada pengguna layanan. Selain profesional, petugas harus melayani dengan ramah
dan sabar, mengingat masyarakat sangatlah heterogen baik pendidikannya maupun
perilakunya.

Pelayanan publik wajib menyediakan sarana dan prasarana bagi pengguna


layanan agar masyarakat sebagai pengguna layanan merasa nyaman. Dengan
tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap, petugas juga akan mudah memberikan
layanan. Unsur yang terakhir adalah masyarakat sebagai pengguna layanan. Masyarakat
mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari petugas pelayanan.
Tetapi selain memiliki hak, masyarakat juga mempunyai kewajiban untuk mematuhi
prosedur pelayanan yang telah ditetapkan petugas agar terjadi keseimbangan hak dan
kewajiban baik penerima layanan maupun pemberi layanan.

2.1.5 Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Kegiatan pelayanan publik diselenggarakan oleh instansi pemerintah.Instansi


pemerintah merupakan sebutan kolektif meliputi satuan kerja atau satuan orang
kementrian, departemen, lembaga, pemerintahan nondepartemen, kesekertariatan
lembaga tertinggi dan tinggi negara, dan instansi pemerintah lainnya, baik pusat
maupun daerah termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sebagai penerima
pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum.

Kegiatan pelayanan publik atau disebut juga dengan pelayanan umum, yang
biasanya menempel di tubuh lembaga pemerintahan dinilai kurang dapat memenuhi

13
tugasnya sesuai dengan harapan masyarakat, sebgai konsumen mereka. Salah satu yang
dianggap sebagai biang keladinya adalah bentuk orang birokrasi.

Konsep birokrasi bukan merupakan konsep yang buruk. Organisasi birokrasi


mempunyai keteraturan dalam hal pelaksanaan pekerjaan karena mempunyai pembagian
kerja dan struktur jabatan yang jelas sehingga komponen birokrasi mempunyai
tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kewajibannya. Pelaksanaan
pekerjaan dalam orang birokrasi diatur dalam mekanisme dan prosedur agar tidak
mengalami penyimpangan dalam mencapai tujuan orang. Dalam organisasi birokrasi
segala bentuk hubungan bersifat resmi dan berjenjang berdasarkan struktur orang yang
berlaku sehingga menuntut ditaatinya prosedur yang berlaku pada orang tersebut.
Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan memberikan dampak nyata yang luas
terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat ke daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan
pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi
pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas
pelayanan. Dalam pasal 14 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
menyatakan penyelenggara memiliki hak:

1. Memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya;


2. Melakukan kerjasama;
3. Mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayanan publik;
4. Melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai
dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
5. Menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.

Dalam Pasal 15 UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik penyelenggara


berkewajiban:

1. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan;


2. Menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan maklumat pelayanan;
3. Menempatkan pelaksana yang kompeten;

14
4. Menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang
mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
5. Memberikan pelatanan yang berkualitas sesuai dengan asas-asas
penyelenggaraan pelayanan publik;
6. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;
7. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
8. Memberikan pertanggung jawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;
9. Membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya;
10. Bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan
publik;
11. Memberikan pertanggung jawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila
mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan;
12. Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan
perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari
lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyelenggara pelayanan


publik adalah setiap institusi penyelenggara negara yang dibentuk berdasarkan undang-
undang untuk kegiatan pelayanan publik. Sebagai penyelenggara pelayanan publik
hendaknya instansi memperhatiakan hak dan kewajiaban sebagai penyelenggara
pelayanan publik sesuai yang telah diamanatkan pada undang-undang.

2.1.6 Prinsip Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip


pelayanan sebagaimana yang disebutkan dalam Kepmenpan No. 63 Tahun 2003
(Ratminto dan Winarsih, 2005) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan
publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.

15
2. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :
a. Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.
b. Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam
pelaksanaan pelayanan publik.
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3. Kepastian waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum.
6. Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja,
peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan
sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah bentuk
pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah baik yang berupa barang maupun jasa guna
memenuhi kebutuhan masyarakat ataupun dalam rangka pelaksanaan peraturan
perundang-undangan dengan berpedoman pada asas dan prinsip pelayanan.

16
2.1.7 Indikator Kualitas Pelayanan Publik

Pada dasarnya, terdapat beragam alat ukur, tolak ukur, parameter, atau indikator
kualitas layanan publik karena pihak yang menentukan kualitas beragam, berikut sudut
pandangnya. Secara sederhana dapat dikatakan kualitas pelayanan dapat diketahui
dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata-nyata
mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan
atau inginkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat
dikatakan bermutu. Sedangkan jika kenyataannya kurang dari yang diharapkan, maka
pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan
maka pelayanan tersebut memuaskan. Berikut akan dipaparkan, sudut pandang, syarat,
dan juga indikator dari kualitas pelayanan.

Untuk menentukan kualitas pelayanan paspor di kantor imigrasi kelas I


makassar, digunakan teori yang di kemukakan oleh Parasuraman, Berry dan Zethaml
( Ratminto & Septi Winarsih, 2005 ) yang terdiri atas 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu
:

1. Tangible, atau bukti fisik yaitu kemampuan dalam menunjukkan eksitensinya


kepada pihak eksternal. Yang dimaksudkan bahwa penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik dan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti
nyata dan pelayanan yang diberikan.
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan
sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3. Responsiveness, atau tanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada masyarakat dengan
menyampaikan informasi yang jelas.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap
pelanggan.Terdiri dari beberapa komponen di antaranya adalah komunikasi,
kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.
5. Empathy atau perhatian yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan pelanggan.

17
Sama halnya dengan pendapat Kotler (2012) menentukan bahwa ada 5 penentu
mutu jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya,
diantaranya :

1. Bukti Langsung (Tangibles) adalah fasilitas fisik yang ditawarkan kepada


konsumen yang meliputi fisik, perlengkapan, pegawai dan saran komunikasi.
2. Perhatian (Emphaty) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para
pelanggan.
3. Keandalan (Reliability) adalah konsistensi dari penampilan dan kehandalan
pelayanan yaitu kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
4. Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu kesigapan dan kecepatan penyedia jasa
dalam menyelesaikan masalah dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
5. Jaminan (Assurance) yaitu kemampuan dan keterampilan petugas, keramahan
petugas, kepercayaan dan keamanan.

Sementara itu Maxwell dalam Zauhar (2001) mengungkapkan beberapa kriteria


(tolak ukur) kualitas layanan yaitu:

1. Tepat dan Relevan, artinya pelayanan harus mampu memenuhi preferensi,


harapan dan kebutuhan individu dan masyarakat.
2. Tersedia dan terjangkau artinya pelayanan harus dijangkau oleh setiap orang
atau kelompok yang mendapatkan prioritas.
3. Dapat menjamin rasa keadilan, artinya terbuka dalam memberikan perlakuan
terhadap individu atau sekelompok orang dalam keadaan yang sama.
4. Dapat diterima, artinya pelayanan memiliki kualitas apabila dilihat dari
teknis/cara, kualitas, kemudahan, kenyamanan, menyenangkan, dapat
diandalkan, tepat waktu, cepat, responsif dan manusiawi.
5. Ekonomis dan efisien, artinya dari sudut pandang pengguna pelayanandapat
dijangkau melalui tarif dan pajak oleh semua lapisan masyarakat.
6. Efektif, artinya menguntungkan bagi pengguna dan semua lapisan masyarakat.

18
Kemudian menurut Lenvinnne dalam ( Ratminto & Septi Winarsih, 2005 )
mengungkapkan bahwa ada beberapa indikator dalam mengukur kualitas pelayanan
publik yaitu :

1. Responsiveness ( Responsivitas ), yaitu : Mengukur daya tanggap providers


terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pelanggan.
2. Responsibility ( Responsibilitas ), yaitu : Suatu ukuran yang menunjukkan
seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak
melanggar ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan.
3. Accountability ( Akuntanbilitas ), yaitu : Suatu ukuran yang menunjukkan
seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan
ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake holders,
seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Standar kualitas layanan juga dapat diukur atau dianalisis berdasarkan ukuran
yang menjadi prinsip good governance. Dari persektif good governance ukuran kualitas
layanan yang dapat dijadikan standar adalah layanan yang efektif, efisien, responsif dan
non partisipan, partisifatif, transparan dan akuntabel.

Pelayanan publik merupakan tuntutan masyarakat agar kebutuhan mereka baik


secara individu maupun sebagai kelompok terpenuhi. Karena itu dituntut dari
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat. Menurut
Tangkilisan (2005) indikator kualitas pelayanan yaitu :

1. Kenampakan Fisik (Tangible) meliputi fasilitas operasional yang diberikan


apakah telah sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan tugas.
2. Reliabilitas (Reliability) meliputi sejauh mana informasi yang diberikan kepada
klien tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Responsivitas (Responsiveness) yakni daya tanggap provider atau penyedia
layanan dalam menanggapi komplain klien.
4. Kompetensi (Competence) meliputi bagaimana kemampuan petugas dalam
melayani klien, apakah ada pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pegawai
sesuai perkembangan tugas.

19
5. Kesopanan (Courtesy) yaitu sikap petugas dalam memberikan pelayanan kepada
klien.
6. Kredibilitas (Credibility) meliputi reputasi kantor, biaya yang dibayarkan, dan
keberadaan petugas selama jam kerja.
7. Keamanan (Security) meliputi apakah ada jaminan keamanan terhadap klien
dalam mekanisme tersebut.
8. Akses (Acces) meliputi kemudahan informasi, murah dan mudah menghubungi
petugas, kemudahan mencapai lokasi kantor, kemudahan dalam prosedur.
9. Komunikasi (Communication) meliputi bagaimana petugas menjelaskan
prosedur, apakah klien segera mendapatkan respons jika terjadi kesalahan,
apakah komplain dijawab dengan segera, apakah ada feedback.
10. Pengertian (Understanding the customer) meliputi pertanggungjawaban terhadap
publik, mekanisme pertanggungjawaban kepada publik, apa saja yang
dipertanggungjawaban kepada publik, bagaimana keterlibatan kelompok
kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan uraian indikator pelayanan publik di atas, indikator kualitas


pelayanan ini harus ada di dalam suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan
publik. Indikator kualitas dijadikan sebagai tolak ukur suatu pelayanan publik yang
berkualitas.

2.1.8 Standar Pelayanan dan Prinsip Penyusunnya

Kualitas layanan dengan berbagai indikator atau parameter yang melekat, pada
akhirnya harus terintegrasi pada totalitas sistem pelayanan suatu organisasi. Kualitas
layanan harus terefleksikan atau tercermin dalam setiap dokumen dan tindakan konkrit
organisasi dalam rangka penyelenggaraan layanan. Integrasi dan operasionalisasi
kualitas layanan dan indikator-indikator yang digunakan dalam penyelenggaraan
layanan oleh organisasi, umumnya dituangkan secara resmi ke dalam standar pelayanan.
Standar pelayanan berisikan panduan, pedoman, prinsip, janji dan garansi pemberian
layanan yang berkualitas yang berhak diperoleh oleh pengguna jasa layanan.

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan


dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi pengguna jasa layanan, sehingga

20
pihak pengguna jasa layanan mendapatkan pelayanan yang sama dan objektif dari
organisasi pemberi jasa layanan. Standar pelayanan adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penelitian
kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam
rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Dalam setiap
penyelenggaraan pelayanan harus didasarkan pada standar pelayanan sebagai ukuran
yang dibakukan dan wajib ditaati oleh penyelenggara pelayanan maupun penerima
pelayanan.

Pedoman penyusunan standar pelayanan publik didasarkan pada Peraturan


Menpan Nomor 20 tahun 2006. Komponen standar pelayanan publik menurut Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20 tahun 2006 sekurang-
kurangnya meliputi:

1. Jenis pelayanan, yaitu: pelayanan-pelayanan yang dihasilkan oleh unit


penyelenggara pelayanan
2. Dasar hukum pelayanan, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar penyelenggaraan pelayanan
3. Persyaratan pelayanan, yaitu: syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
pengurusan sesuatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
administratif
4. Prosedur pelayanan, yaitu: tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan
5. Waktu penyelesaian pelayanan, yaitu: jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan
6. Biaya pelayanan, yaitu: besaran biaya/tarif pelayanan yang harus dibayarkan
oleh penerima pelayanan
7. Produk pelayanan, yaitu: hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan
8. Sarana dan prasarana, yaitu: fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan
pelayanan termasuk fasilitas pelayanan bagi penyandang cacat
9. Mekanisme penanganan pengaduan, Yaitu: tata cara pelaksanaan penanganan
pengaduan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

21
10. Standar pelayanan secara formal disusun oleh organisasi penyelenggara layanan.
Namun demikian, pada prinsipnya penyusunan standar kualitas layanan publik
harus mempertemukan kepentingan, referensi, dan preferensi kedua belah pihak
yakni provider dan user. Standar tersebut idealnya disusun melalui proses riset
dan dialog interaktif penyedia dan pengguna layanan. Seperti halnya yang
beberapa waktu lalu digagas dan diwujudkan melalui citizen charter (atau
kontrak layanan antara penyedia dan pengguna jasa layanan).

2.2 Keimigrasian

Imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang artinya perpindahan orang dari
suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain. Ada istilah emigratio yang
mempunyai arti yang berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau
negara keluar menuju wilayah atau negara lain. Sebaliknya, istilah imigratio dalam
bahasa Latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara u ntuk masuk ke
dalam negara lain.

Secara etimologi istilah emigrasi, imigrasi dan transmigrasi ketiganya berasal


dari bahasa Latin migration, yang berarti perpindahan penduduk.18 Perpindahan
manusia dari satu tempat ke tempat lain, dekata atau jauh. Jadi dengan demikian,
pengertian migran adalah perpindahan penduduk secara besarbesaran Dari satu tempat
ke tempat lain. Pengertian imigrasi adalah satu hak asasi manusia, yaitu memasuki
negara lain. Sedangkan emigrasi adalah perpindahan penduduk keluar dari suatu negara.
Akhirnya untuk negara yang didatangi disebut sebagai peristiwa imigrasi.

Secara lengkap arti imigrasi adalah “pemboyongan orang-orang masuk ke suatu


negeri”, atau definisi dalam bahasa Inggris dapat dirumuskan sebagai berikut:
immigration is the entrance into an alien country of person intending to take part in the
life of that country and to take it their more less permanent residence, artinya lebih
kurang sebagai berikut: “imigrasi adalah pintu masuk ke negara asing dari orang yang
berniat untuk mengambil bagian dalam kehidupan di negara itu dan kurang lebih untuk
tinggal menetap”. Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian, yang dimaksud dengan keimigrasiannya adalah “hak ikhwal lalu

22
lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia serta
pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan Negara”.

Konferensi Internasional tentang Emigrasi dan Imigrasi tahun 1924 di Roma


memberikan definisi sebagai suatu gerak pindah manusia memasuki suatu negeri
dengan niat untuk mencari nafkah dan menetap disana. Misalnya tersedaknya suatu
bangsa oleh penyerbuan atau penduduk bangsa lain atau untuk tugas mengembangkan
agama atau alasan hanya sekedar untuk mengadu untung dinegara lain. Sehingga
muncul selera kapitalis untuk menjajah suatu wilayah tertentu.

Pada dasarnya fungsi dan peranan keimigrasian bersifat universal, yaitu


melaksanakan pengaturan lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah suatu negara.
Lazimnya dilaksanakan berdasarkan suatu politik imigrasi, yaitu kebijakan negara yang
telah ditetapkan atau digariskan oleh pemerintahnya sesuai dengan ketentuan hukum,
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara operasional, peran keimigrasian di Indonesia selalu mengandung tiga


fungsi, yaitu :

1. Fungsi Pelayanan Masyarakat


Dari aspek ini imigrasi dituntut untuk memberikan pelayanan prima di bidang
keimigrasian, baik kepada WNI maupun WNA. Pelayanan bagi WNI terdiri atas
pemberian paspor, surat perjalanan laksanan paspor (SPLP), paslintas batas
(PLB) dan pemberian tanda bertolak atau masuk. Pelayanan bagi WNA terdiri
atas pemberian dan perpanjangan dokumen keimigrasian (DOKIM) yang berupa
Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP),
Kemudahan Khusus Keimigrasian (DAHSUSKIM), perpanjangan visa
kunjungan, pemberian izin masuk kembali, izin bertolak dan pemberian tanda
bertolak dan masuk.
2. Fungsi Kemanan
Imigrasi berfungsi sebagai penjaga pintu gerbang negara. Dikatakan demikian
Karena imigrasi merupakan institusi pertama dan terakhir yang menyaring
kedatangan dan keberangkatan orang asing ked an ari wilayah RI. Pelaksanaan
fungsi keamanan yang ditujukan kepada WNI dijabarkan melalui tindakan

23
pencegahan keluar negeri bagi WNI. Pelaksanaan fungsi keamanan yang
ditujukan kepada WNA adalah sebagai berikut.
a. melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang asing melalui
pemeriksaan permohonan visa.
b. Melakukan kerjasama dengan aparatur kemanan negara lain, khususnya
dalam memberikan supervise perihal penegakan hukum keimigrasian.
c. Melakukan operasi intelijen keimigrasian bagi kepentingan keamanan
negara.
d. Melakukan pencegahan dan penangkalan.
3. Fungsi Penegakan Hukum
Dalam pelaksanaan tugas keimigrasian, keseluruhan aturan hukum tersebut
harus ditegakkan kepada setiap orang yang berada di wilayah Indonesia, baik itu
WNI ditujukan kepada permasalahan identitas palsu, pertanggungjawaban
sponsor, kepemilikan sponsor ganda, danketerlibatan dalam pelanggaran aturan
keimigrasian. Penegakan hukum terhadap WNA ditujukan pada permasalahan:
pemalsuan identias, pendaftaran orang asing dan pemberian buku pengawasan
orang asing, penyalahgunaan izin tinggal, masuk secara illegal atau beada secara
illegal, pemantauan atau razia dan kerawanan secara geografis dalam
perlintasan. Secara operasional, fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan
oleh institusi imigrasi juga mencakup penolakan pemberian izin masuk, izin
bertolak, izin keimigrasian, dan tindakan keimigrasian. semua itu merupakan
bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif. Sementara itu dalam hal
penegakan hukum yang bersifat pro yusticia, yaitu kewenangan penyidikan,
tercakup tugas penyidikan (pemanggilan, penangkapan, penahanan,
pemeriksaan, penggeledahan dan penyitaan), pemberkasan perkara serta
pengajuan berkas perkara ke penuntut umum.

Yusril Ihza Mahendra, S.H., selaku Menteri Kehakiman dan HAM ke- 22 dalam
sambutannya pada Hari Bakti Imigrasi pada 26 Januari 2002, mempertegas tuntutan
perbuahan trifungsi imigrasi dengan menyatakan:

“Trifungsi keimigrasian yang merupakan ideologi atau pandangan hidup bagi


setiap kebijakan dan pelayanan keimigrasian harus diubah karena tuntutan

24
zaman. Paradigma konsepsi keamanan saat ini mulai bergeser, semula
menggunakan pendekatan kewilayahan (territory) yang hanya meliputi
keamanan nasional (national security) berubah menjadi pendekatan yang
komprehensif selain kemanan nasional juga kemanan masyarakat (human
security) dengan menggunakan pendekatan hukum. Mendukung konsepsi
tersebut agar insan imigrasi mengubah cara pandang mengenai konsep
keamanan yang semula hanya sebagai alat kekuasaan, agar menjadi aparatur
yang dapat memberikan kepastian hukum, mampu melaksanakan penegakan
hukum, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bertitik tolak dari
tantangan itu, sudah waktunya kita membuka cakrawala berfikir yang semula
hanya dalam cara pandang ke dalam (inward looking) menjadi cara pandang luar
(outward looking) dan mulai mencoba untuk mengubah paradigm trifungsi
imigrasi yang pada mulanya sebagai pelayan masyarakat, penegak hukum dan
kemanan, agar diubah menjadi trifungsi imigrasi baru, yaitu sebagai pelayan
masyarakat, penegak hukum, dan fasilitator pembangunan ekonomi.”

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dikantor Imigrasi Kelas I Tanggerang yang terletak di Jl.
Taman Makam Pahlawan Taruna No.10, RT.006/RW.008, Sukasari, Kec. Tangerang,
Kota Tangerang, Banten . Pelaksanaan pelayanan dilakukan dikantor Imigrasi Kelas I
Tanggerang menjadi fokus penulis dalam mengumpulkan sumber data sesuai dengan
judul yang diangkat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September hingga Oktober
2022.

3.3 Variabel Penelitian

1. Variabel Kepuasan (Y)

Setyawan dan Susila dalam Usahawan (2004:31), Kepuasan pelanggan


merupakan evaluasi spesifik terhadap keseluruhan pelayanan yang diberikan pemberi
jasa, sehingga kepuasan pelanggan hanya dapat dinilai berdasarkan pengalaman yang
pernah dialami saat proses pemberian pelayanan. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh
pelayanan yang diberikan baik secara tangible maupun intangible, dalam hal ini
penilaian dilakukan oleh pelanggan mengenai kategori jasa yang diberikan (Setyawan
dan Susila dalam Usahawan 2004, hal. 31).

2. Variabel Kualitas Pelayanan (X)


a. Bukti Fisik (tangible) : kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,
komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi. (Prayoga 2016)
b. Kehandalan (reliability) : kemampuan dan keandalan untuk menyediakan
pelayanan yang terpercaya. (Prayoga 2016)
c. Daya Tanggap (responsivesness) : kesanggupan untuk membantu dan
menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan
konsumen. (Prayoga 2016)
d. Jaminan (assurance) : kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai
dalam meyakinkan kepercayaan konsumen. (Prayoga 2016) e) Empati (emphaty)

26
: sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen. (Prayoga
2016)

3.4 Hipotesis

H1 : Kualitas Pelayanan mempengaruhi kepuasan public

H2 : Kualitas pelayanan tidak mempengaruhi kepuasan publik

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek yg berada pada suatu


wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian, atau
keseluruhan unit atau individ dalam ruang lingkup yg akan diteliti (martono 2011).
Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna layanan keimigrasian di Kantor Imigrasi
Kelas I Tanggerang pada Bulan September 2022 sampai dengan Bulan Oktober 2022.

Meskipun populasi termasuk dalam populasi tak terhingga, dalam pelaksanaan


penelitian tidak perlu untuk melibatkan semua populasi. Populasi dapat diwakilkan oleh
sebagian anggotanya saja yang disebut dengan sampel.

3.5.2 Sampel

Sampel merupakan bagian Dari populasi yg memiliki cirri-ciri atau keadaan


tertentu yg akan diteliti (Martono 2011). Sampel penelitian berjumlah 97 dan sampel
tersebut adalah pemohon yang mengurus paspor dan 97 responden tersebut mempunyai
3 karakteristik yaitu berdasarkan komunikasi getok tular, kebutuhan pribadi dan
pengalaman masa lalu.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang lengkap dan teliti dalam penelitian ini, maka
penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan:

1. Wawancara (Interview)

27
Yaitu melakukan tanya jawab dengan pihak yang mempunyai wewenang untuk
memberikan data yang dibutuhkan yaitu tanya jawab secara langsung kepada
karyawan mengenai hal-hal yang relevan dengan penelitian yang sifatnya tidak
struktur.
2. Studi Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan
arsip-arsip organisasi yang berkaitan dengan penelitian. Seperti struktur organisasi,
jumlah karyawan, bidang–bidang kerja dan sejarah organisasi.
3. Daftar Angket
Teknik dan Instrumen dalam penelitian yang digunakan adalah berupa kuesioner
(angket/daftar pertanyaan). Angket ini dibagikan kepada semua yang menjadi
sampel penelitian yaitu masyarakat yang membuat paspor pada hari itu.

Teknik pengumpulan data yanng digunakan dalam penelitian ini adalah angket.
Angket yaitu pertanyaan/pernyataan yang disusun peneliti untuk mengetahui
pendapat/persepsi responden peneliti tentang suatu variabel yang diteliti. Angket dalam
penelitian ini ditunjukan kepada masyarakat yang menggunakan layanan keimigrasian,
dimana setiap pernyataan mempunyai 5 opsi sebagai berikut:

Tabel 1. Skala Likert

Pernyataan Bobot
Sangat setuju 5
Setuju 4
Kurang setuju 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1

Responden diminta untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut, kemudian


memintanya untuk mengembalikannya kepada penulis yang akan mengambil langsung
angket tersebut di Kantor Imigrasi Kelas I Tanggerang.

28
Untuk menguji apakah instrumen yang diukur cukup layak digunakan sehingga
mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan pengukuranya maka
dilakukan uji validitas dan uji reabilitas.

3.7 Validitas dan Reliabilitas

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing pernyataan


dengan jumlah skor untuk masing-masing variabel. Selanjutnya dalam memberikan
interkinerja terhadap koefisien korelasi antar variabel didasarkan pada rumus berikut:

Dimana:

n = banyaknya pasangan pengamatan

∑xi = jumlah pengamatan variabel X

∑yi = jumlah pengamatan variabel Y

(∑xi2 ) = jumlah kuadrat pengamatan variabel X

(∑yi2 ) = jumlah kuadrat pengamatan Variabel Y

(∑xi ) 2 = kuadrat jumlah pengamatan variabel X

(∑yi ) 2 = kuadrat jumlah pengamatan variabel Y

∑xiyi = jumlah hasil kali variabel X dan Y

Penguji validitas tiap butir pertanyaan digunakan analisis item, yaitu


mengkorelasi tiap butir pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah dari setiap
skor butir pertanyaan.

3.7.2 Uji Reliabilitas

29
Tujuan pengujian adalah untuk melihat apakah instrument penelitian merupakan
instrument yg handal dan dapat di percaya (Juliandi dan Irfan 2013, hal. 83).
Selanjutnya jika nilai koefisien reliabilitas (Sperman Brown) > 0,60 maka instrument
memiliki realibilitas yang baik/reliabel/terpecaya (Nunnaly dalam Juliandi dan Irfan
2013, hal. 83-84). Pengujian realibilitas dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha
dengan rumus sebagai berikut (Arikunto 2013, hal. 117) :

Dimana:

r = Realibilitas Instrumen

K = Banyaknya butir soal

= Jumlah varians butir item

= Varians total

a) Jika nilai Cronbach’c Alpha ≥ 0,60 maka realibititas cukup baik.


b) Jika nilai Cronbach’c Alpha ≤. 0,60 maka realibilitas kurang baik

3.8 Uji Hipotesis

Untuk menguji signifikan koefisien korelasi ganda maka hitung menggunakan


uji f:

Dimana:

Fh : f hitung yang selanjutnya dibandingkan dengan f table

R : Jumlah variabel ganda

30
K : Jumlah variabel independen

n : jumlah sampel

Adapun bentuk pengujian diri uji f adalah sebagai berikut:

a) Ho: tidak ada pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan.
b) Ha: ada pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan.

Kriteria kepuasan pelanggan pada uji f ini adalah sebagai berikut:

a) Tolak Ho apabila F hitung ≥ f table atau – f hitung ≤ table


b) Terima Ho apabila f hitung < f table atau – f hitung > - f table.

3.9 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kuanlitatif dan deskriptif , dengan teknik analisis data sebagai berikut:

1. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas data dilakukan untuk melihat apakah model regresi


variable dependen dan independennya memiliki distribusi normal/tidak (Juliandi dan
Irfan 2013, hal. 169). Uji normalitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji
normal p – p plot of regression standartlized residual. Uji ini dapat digunakan untuk
melihat model regresi normal atau tidaknya dengan syarat yaitu apabila data
mengikuti garis diagonal dan menyebar disekitar garis diagonal tersebut.

1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan mengikuti garis diagonal tidak
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinieritas

31
Uji ini digunakan untuk menemukan apakah terdapat korelasi yang tinggi
diantara variable bebas dalam model regresi linier. Uji multikolineritas juga terdapat
beberapa ketentuan yaitu:

1) Bila VIF > 5, berarti terdapat masalah yang serius pada multikolineritas.
2) Bila VIF < 5, berarti tidak terdapat masalah yang serius pada
multikolineritas
c. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini digunakan agar mengetahui adanya ketidaksamaan varians dari


residual satu pengamatan ke pengamatan dalam sebuah model regresi. Bentuk
pengujian yang digunakan dengan metode informal atau metode grafik scatterplot.
Dasar analisis:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heterokedassitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik menyebar di atas dan bawah
angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
2. Regresi Sederhana

Regresi sederhana digunakan untuk mengetahui bagaimana keadaan (naik


turunya) variabel dependen. Alasan menggunakan regresi sederhana karena judul
tersebut meneliti 1 variabel bebas (x).

Y = a + b1x1

Dimana :

Y = Keputusan data yg diterima

a = Konstanta

b1 = Koefisien Regresi

x1 = kualitas pelayanan

3. Uji T (Parsial)

32
Uji t dipergunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kemampuan dari
masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel dependen. Alasan lain uji t
dilakukan yakni yaitu untuk menguji apakah variabel (X) terdapat hubungan yang
signifikan atau tidak terhadap variabel terikan (Y).

Rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Dimana:

t = nilai t hitung

r = koefisien korelasi

n = jumlah data pengamatan

a) Dengan taraf signifikan 5% uji dua pihak dan derajat kebebasan (dk) = n-2
keterangan:
b) Bila thitung > ttabel, maka ada hubungan signifikan antara variabel x dan y b)
Bila thitung < ttabel, maka tidak ada hubungan signifikan antara variabel x dan y
4. Uji Koefisiensi Determinan

Uji determinan yaitu untuk mengetahui seberapa besar persentase yang dapat
dijelaskan variabel X terhadap Y

D = r2x100%

Dimana :

D = Koefisien determinasi

R = Nilai korelasi berganda

100% = Persentase kontribusi

33
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (2013). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :


Rineka Cipta.

Arianti, Nel (2015). Manajemen Pemasaran. Medan : Public Publishing Budiansyah


“faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan”
http://tabassumi.blogspot.co.id/ .

Bachtiar, Wardi (2011).Sosiologi Klasik dari Comte hingga Persons. Bandung : Remaja
Rosdakarya.

Bogdan & Biklen (2005). Qualitative Data Analysis : A Sourcebook of New. Methods.
California : Sage.

Goeth, David L & Davis, Stanley B (2012). Pengantar Manajemen Mutu 2,. Ed.Bahasa
Indonesia. Jakarta : PT. Prenhalindo.

Gronroos, Christian (2002). Riset Pemasaran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Hawkins, Del. I & Lonney, Coney (2004). Consumer Behavior Building. Marketing
Strategy. New York : Mc.Graw-Hill Companies, Inc.

Hutapea, Huntal (2007) “Skripsi Kualitas Pelayanan Paspor di kantor Imigrasi Kota
Semarang” . Semarang 2007

Irawan, Hendy (2004). Kepuasan Pelayanan Jasa. Jakarta : Erlangga

Juliandi, Azuar & Irfan (2013). Metode Penelitian Bisnis. Konsep dan Aplikasi.
Medan : UMSU Press.

Jusuf, Suit dan Almasdi (2012). Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta : Syiar Media

Kho, Dickson (2017) “Cara menentukan Sampel dengan Menggunakan Rumus Slovin”
http://teknikelektronika.com

Kotler, Philip (2000). Prinsip-Prinsip Pemasaran Manajemen. Jakarta : Prenhalindo


Kantor Imigrasi Kelas I Khusu Medan . https://medan.imigrasi.go.id/

34

Anda mungkin juga menyukai