Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

“KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK PADA


MASA PANDEMI DI INDONESIA”

Dosen :
Drs. I Made Mastra., M.Si

KELOMPOK 6 :
- NI PUTU WULANDARI / 119211088 / 27
- NI MADE ISNA ANDARI /119211091 / 29
- I DEWA AYU RISMA WIDHISARI / 119211092 / 30

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam malakah ini kami membahas materi dengan judul “Kebijakan
Penentuan Harga Pelayanan Publik pada Masa Pandemi di Indonesia”.
Makalah ini disusun atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan dalam menyelesaikan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Akuntansi Sektor publik Drs, I Made Mastra., M.Si. , serta rekan-rekan kelompok dan
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu
kami harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 8 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………
BAB I ………………………………………………………………………………………
PENDAHULUAN ………………………………………………………………………...
1.1 Latar Belakang …….….………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………
1.3 Tujuan Penelitian ………....…………………………………………………..
BAB II……………………………………………………………………………………...
LANDASAN TEORI……………………………………………………………………...
2.1 Pengertian Pelayanan Publik
2.2 Pelayanan Publik Yang Dapat Dijual ……………..…………………...……
2.3 Argumen Terhadap Pembebanan Tarif Pelayanan ………………..………
2.4 Prinsip dan Praktik Pembebanan …………………………………………...
2.5 Kegunaan Pembebanan Dalam Praktik …………………………………….
2.6 Penetapan Harga Pelayan :Berapa Harga Yang Harus Dibebankan……..
2.7 Permasalahan Marginal Cost Pricing……………………………………….
2.8 Kompleksitas Strategi Harga………………………………………………...
2.9 Taksiran Biaya,,,,,,,,,………………………………………………………….
BAB III…………………………………………………………………………………….
PEMBAHASAN………………………………………………………………………….
3.1 Kebijakan Penentuan Harga Pelayanan Publik pada Masa Pandemi di
Indonesia………………………………………………………………………….
3.2 Dampak Pandemi Covid Bagi Penyelenggaraan Pelayanan Publik di
Indonesia………………………………………………………………………….
BAB IV ……………………………………………………………………………………
4.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebelas tahun yang lalu, pedoman pelayanan publik dilembagakan dalam bentuk
Undang-Undang Nomor 25 tahu 2009 tentang Pelayanan Publik. Paradigma aparatur
pemerintahan pun berubah dari dilayani menjadi melayani. Ini menunjukkan langkah
serius yang diambil pemerintah menanggapi keluhan masyarakat yang rindu dengan
pelayanan yang cepat, murah dan ramah kepada pelanggan. Adalah pelayanan prima,
yaitu pelayanan yang penuh kesungguhan yang diberikan seorang pegawai negeri sipil
kepada masyarakat, layaknya pelayan kepada pelanggannya. Paradigma ini merupakan
hal baru bagi pegawai negeri sipil yang masih mewarisi “mental priyayi”, yaitu mental
pegawai yang ingin dilayani dan diberi kemudahan oleh masyarakat. Di era informasi ini,
hal ini malah terjadi sebaliknya. Seorang pegawai negeri sipil harus merubah
paradigmanya dari “priyayi” menjadi “pelayan”.
Apa itu pelayanan publik, mengapa instansi pemerintah di era saat ini harus
memberikan pelayanan prima. Menurut Moenir (1995) dalam Silvia (2016) , “Pelayanan
pada dasarnya menyangkut pemenuhan kebutuhan, hak, yang melekat pada setiap orang,
baik secara pribadi maupun kelompok organisasi dan dilakukan secara universal.”
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
(publik services). Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber,
yaitu pajak dan pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik.
Jika pelayanan publik dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar
tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik tersebut atau
tidak. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang
tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat
dinikmati oleh pembayar pajak. Jika pelayanan publik dibiayai melalui pembebanan
langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan
publik tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah suatu pelayanan publik lebih baik
dibiayai melalui pajak atau dengan pembebanan langsung kepada konsumen. Dan
mengingat di masa pandemi seperti sekarang yang banyak masyarakat mengalami

1
kesulitan dalam hal ekonomi. Maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
bagaimana penentuan harga pelayanan publik pada masa pandemi di Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kebijakan penentuan harga pelayanan publik pada masa pandemi di
Indonesia?
2. Apa saja dampak pandemi covid-19 bagi penyelenggaraan pelayanan publik di
Indonesia?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan penentuan harga pelayanan publik pada
masa pandemi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa saja dampak pandemi covid-19 bagi penyelenggaraan
pelayanan publik di Indonesia.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pelayan Publik Menurut Para Ahli

Menurut Pasalong (2010:128), pelayanan pada dasarnya didefinisikan sebagai


aktifitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk memenuhi kebutuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam pelayanan
terdapat dua aspek yaitu seseorang/organisasi dan pemenuhan kebutuhan. Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pelayanan publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 sebagai berikut:
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dalam keputusan No.63 tahun 2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik menyatakan bahwa “hakikat layanan publik
adalah pemberian layanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan dari
kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat”. Pernyataan ini menegaskan
bahwa pemerintah melalui instansi-instansi penyedia layanan publik, mereka
bertanggung jawab memberikan layanan prima kepada masyarakat. Dengan demikian
pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh
penyelenggara negara.

Sedangkan menurut Mahmudi (2010:223), pelayanan publik adalah:


Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah
bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam

3
rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat berhak untuk mendapatkan
pelayanan yang terbaik dari pemerintah karena masyarakat telah memberikan dananya
dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi, dan berbagai pungutan lainnya. Dengan
demikian pelayanan publik menurut Mahmudi adalah kegiatan pelayanan oleh
penyelenggaraan layanan publik untuk pemenuhan kebutuhan publik.

Menurut Moenir (2002:88), dalam pelaksanaan suatu pelayanan publik, terdapat


beberapa faktor yang mendukung yaitu:
1. Kesadaran pegawai
Adanya kesadaran dari pegawai mengenai tindakan terhadap tugas/pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya, sehingga membawa pengaruh yang positif dan
menimbulkan pelayanan yang baik.
2. Adanya aturan
Adanya aturan dalam organisasi mutlak diperlukan agar organisasi dan pekerjaan dapat
berjalan teratur dsan terarah.
3. Faktor organisasi
Yaitu merupakan pengaturan dan mekanismekerjaan (sistem, prosedur, dan metode) yang
harus mampu mengasilkan pelayanan yang memadai.
4. Faktor kemampuan dan keterampilan
Dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai maka pelaksanaan tugas/pekerjaan
dapat dilakukan dengan baik, cepat dan memenuhi keinginan semua pihak sehingga
menimbulkan pelayanan yang memuaskan.
5. Faktor sarana pelayanan
Adanya sarana pelayanan yang memadai dan mencukupi sehingga tercipta efektifitas dan
efesiensi suatu pelayanan

Berdasarkan beberapa pengertian pelayanan publik di atas dapat disimpulkan


bahwa pelayanan publik adalah proses aktifitas/kegiatan pemberian layanan yang
dilakukan oleh suatu organisasi dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.

4
2.2 Pelayanan Publik Yang Dapat Dijual
Dalam memberikan pelayanan publik, pemerintah dapat dibenarkan menarik tarif
untuk pelayanan tertentu baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui perusahaan
milik pemerintah. Beberapa pelayan publik yang dapat dibebankan tarif pelayanan
misalnya :
1. Penyediaan air bersih
2. Transportasi publik
3. Jasa pos dan telekomunikasi
4. Energi dan listrik
5. Perumahan rakyat
6. Fasilitas rekreasi
7. Pendidikan
8. Jalan tol
9. Irigasi
10. Jasa pemadam kebakaran
11. Pelayanan kesehatan
12. Pengolahan sampah/limbah
Pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan karena
beberapa alasan, yaitu:
 Adanya barang privat dan barang publik
 Efesiensi ekonomi
 Prinsip keuntungan

a) Adanya Barang Privat vs Barang Publik

Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu :


 Barang privat

Barang privat adalah barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau
jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang membelinya, sedangkan yang

5
tidak mengkonsumsi tidak dapat menikmati barang/ jasa tersebut. Contohnya makanan,
listrik, dan telepon.
 Barang publik

Barang publik adalah barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang dan
jasa tersebut dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama. Contonya :
pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.
 Campuran antar barang privat dan barang publik.

Dalam praktiknya terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran
anatara barang privat dan barang publik. Karena, meskipun mengkonsumsi secara
individual, sering kali masyarakat secara umum juga membutuhkan barang dan jasa
tersebut. Contohnya : pendidikan, layanan kesehatan, transportasi publik, dan air bersih.
Barang-barang tersebut sering disebut ”merit good” karena semua orang
membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang mendapatkan barang tersebut. Untuk
memenuhi kebutuhan barang tersebut pemerintah dapat menyediakan secara langsung,
memberikan subsidi, atau mengntrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh : pendidikan,
meskipun pemerintah bertanggung jawab menyediakan pendidikan, namun bukan berarti
barang tersebut sebagai pure publik good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak
dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam
penyediaan pelayanan pendidikan tersebut.
Untuk menyelenggarakan pendidikan, pemerintah dapat melakukan 3 tindakan yaitu
: 1. mendirikan sekolah negeri yang murni milik pemerintah dan dibiayai sepenuhnya
oleh pemerintah, 2. memberikan subsidi pendidikan kepada lembaga-lembaga
pendidikan, dan 3. menyerahkan pihak swasta untuk ikut menyelenggrakan pendidikan.
Hal yang sama juga terjadi untuk penyediaan transportasi publik dan pelayanan
kesehatan.
Pada tataran praktik, terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan
barang privat. Beberapa sebab sulitnya membedakan barang publik dengan barang privat
tersebut antara lain:
 Batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan

6
 Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/ jasa publik, tetapi dalam
penggunaanya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan
langsung.
 Terdapat kecendrungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada
membebankan pajak karena pembebanan tarif lebih muda pengumpulannya.

Biasanya tredapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran, barang
privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta dan barang publik lebih baik disediakan
secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerhakan penyediaan
barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.
Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik , telepon, dan air bersih
maka untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan
tarif tertentu. Pemerintah dapat menarik sejumlah tarif untuk menyediakan kebutuhan
tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena spillover effects (eksternalitas
positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti pertahanan dan pengendalian
kesehatan maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat didanai lewat pajak.
Dalam hal penyediaan pelayanan publik, yang perlu diperhatikan adalah :
 Identifikasi barang/ jasa yang menajdi kebutuhan masyarakat
 Siapa yang lebih berkompeten untuk menyediakan kebutuhan publik tersebut
 Dapatkan penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor swasta
atau seketor ketiga
 Pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun
dapat ditangani oleh swasta.

7
Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

b) Efesiensi Ekonomi

Ketika setiap individu bebas menetukan berapa banyak barang / jasa yang mereka
ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki peran penting dalam mengalokasikan sumber
daya melalui
1. Pendistribusian permintaan: siapa yang mendapat manfaat paling banyak, maka ia
akan membayar lebih banyak pula

2. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan

3. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skla produksi

4. Penyediaan sumber daya pada suplier untuk mempertahankan dan meningkatkan


persediaan jasa.

Tanpa adanya suatau mekanisme harga, permintaan dan penawaran tidak mungkin
menuju titik seimbang sehingga alokaso sumber daya tidak efesien, seperti: penyediaan
air, obat obatan, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam kenyataan pasar sering kali tidak sempurna. Dalam bnyak hal
pemerintah mungkin menjadi supllier namun tidak boleh memanfaatkan situasi ini untuk

8
memaksimalkan keuntungan. Dalam kondisi tertentu ketika barang atau jasa memiliki
sifat-sifat public goods pemerintah lebih baik menetapkan harga dibawah harga
normalnya atau bahkan tanpa dipungut biaya. Pemerintah juga dihadapkan pada masalah
distribusi pendapatan yang tidak seimbang, yang berarti golongan kaya mampu
membayar lebih dibandingakan yang miskin sehingga golongan kaya mampu
mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
Mekanisme pembebanan tarif pelayanan merupakan salah satu cara untk
menciptakan keadilan dalam distribusi pelayanan publik. Mereka yang memanfaatkan
pelayanan publik lebih banyak akan membayar lebih banyak pula. Pembebanan tarif
pembayaran akan mendorong efisiensi ekonomi karena setiap orang akan dihadapkan
dengan masalah pilihan karena adanya kelangkaan sumber daya. Jika diberlakukan tarif ,
amka setiap orang dipaksa berpikir ekonomis dan tidak boros.
c) Prinsip Keuntungan

Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa
yang tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan
kepada masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut.
Pemerintah tidak boleh melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik
menetapkan harga di bawah full price, subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee adalah
biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi &
pengaawasan, yang didasarkan pada:
1. Kategori perijinan yang dilakukan..

2. Ada tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas ijin/lisensi yang


dimiliki

2.3 Argumen Terhadap Pembebanan Tarif Pelayanan

Dasar Pembebanan Tarif Pelayanan


Dalam praktik, pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena
alasan-alasan sebagai berikut :

9
1. Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin tidak
dapat diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya dibebankan kepada
semua masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak menikmati jasa tersebut.
2. Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka
sehingga konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan terhadap
penggunaan air dan obat-obatan medis.
3. Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan dengan pilihan
daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas rekreasi.
4. Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan untuk
memenuhi kebutuhan domestic secara individual maupun industrial, misalnya air, listrik,
jasa pos dan telepon.
5. Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan publik atas
suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat ditentukan secara tegas.
Terlepas dari kasus yang merupakan barang publik murni, terdapat argument yang
menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu :
 Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
 Yang miskin tidak mampu untuk membayar
 Adanya ekstranalitas, merit good, dan persyaratan legal

1. Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan


Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan pengukuran
yang handal (seperti:tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut dapat meningkatkan
biaya penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran membuat penafsiran tarif
pelayanan lebih mudah dibandingkan dengan perhitungan pajak (seperti : menghitung
besarnya biaya untuk air dan listrik lebih mudah dibandingakan dengan menghitung
pajak penghasilan).
2. Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin tidak
mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti pendidikan,
kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.

10
Namun, yang menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar kebutuhan dasar
secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain,
sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda. Pilihan yang berbeda-beda
tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula, sehingga pembebanan tarif
pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan kebutuhan seseorang. Pelayanan publik dapat
juga diberikan secara gratis oleh pemerintah, akan tetapi penyediaan gratis tersebut akan
mempengaruhi pilihan individu. Pemberian beras gratis mungkin tidak pas untuk orang
tertentu karena mungkin ia lebih suka diberi uang untuk membeli pakaian. Keputusan
untuk membebankan biaya pelayanan kepada pelanggan harus dikompensasi dengan
pemberian subsidi atau pemberiian pelayanan gratis.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif. Apakah
subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi menguntungkan
yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang miskin mensubsidi yang kaya.
Bila kita peduli pada golongan miskin, pendekatan terbaik adalah melalui distribusi
pendapatan (lumpsum transfer), tetapi hal ini sulit dilakukan di Negara berkembang.
3) Adanya Eksternalitas, Merit Good, dan Persyaratan Legal.
Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi
membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang
yang dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau tanpa
beban biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang – undangan
yang mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan
dasar 9 tahaun, sehingga kebutuhsan barang tersebut biasanya dianggap bebas dari beban
masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan harga
pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers. Meskipun metode
kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang sama, akan tetapi
sistem kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem harga dan mudah untuk
disalahgunakan.
2.4 Prinsip dan Praktik Pembebanan

Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan
pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu

11
pelayanan terkait dengan barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif.
namun batasan identifikasi barang privat dan public kadang sulit dan harus dilakukan
dengan dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai.
Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan
menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya
kualitasnya kurang memuaskan.
Kesalahan penetapan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit
anggaran di negara berkembang (devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif
yang rendah sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.

2.5 Kegunaan Pembebanan Dalama Praktik

Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda tiap negara, antara hjasa yang
disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara,
dan antar pemerintah pusat dan daerah. Charging for services merupakan alah satu
sumber penerimaan bagi pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh
penerimaan dari beberapa sumber, antara lain :
1.      Pajak
2.      Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3.      Laba BUMN/BUMD
4.      Penjualan aset milik pemerintah
5.      Hutang
6.      Pembiayaan defisit anggaran (Mencetak Uang)
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama antara jasa
yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik
negara. Pada kasusu perusahaan negara, hanya net defisit atau surplus yang muncul
dalam rekening pemerintah.
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti
pertahanan, kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis,
dalam arti dibiayai dari pajak. Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa untuk
mkepentingan individu seperti listrik, telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga

12
pemulihan biaya totalnya (full cost recovery price). Untuk barang campuran (mixed/merit
good), seperti pendidikan menengah, penyembuhan kesehatan, sanitasi disediakan
melalui pajak dan sebagian dari tarif.

2.6 Penetapan Harga Pelayanan : Berapa Harga Yang Harus Dibebankan.

Jika pemerintah tidak membebankan biaya pelayanan kepada konsumennya, maka


pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar atau dengan kata lain
berapa harga pelayanan yang akan ditetapkan? Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa
beban (Charge) dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (Full
cost recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa
kesulitan, karena :
1.    Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu
pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat
mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh
terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip
different costs for different purposes. Biaya overhead harus dibebankan secara
proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga harus diidentifikasi adanya
biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden
costs juga terkait dengan biaya birokrasi ( costs of bureaucracy).
2.    Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi.
Karena jumlah biaya untuk melayani sau orang dengan orang lain berbeda-beda, maka
diperlukan pembedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya
tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau
memiliki jarak yang jauh. Jika hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun
untuk hal tertentu. Misalnya : bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama.
Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan biaya total (full
cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3.    Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika
orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka

13
mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi
produk untuk menghindari subsidi.
4.    Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung
(currnt operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs).
Aturan umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan
pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang
(kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs
pricing.
Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs pricing,
yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani konsumen
tambahan (costs of serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang
juga berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing
mengacu pada harga pasar yang paling efisien (economically efficient price), karena pada
tingkat harga tersebut (ceteris paribus) akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan
penggunaan sumber daya yang terbaik. Masyarakat akan memperoleh peningkatan output
dari barang atau jasa sampai titik dimana marginal costs sama dengan harga.
Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing,
setidaknya harus memperhitungkan :
 Operasi biaya variabel (variable operating cost)
 Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan
untuk memberikan pelayanan.
 Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan pelayanan
 Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan
permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital cost
atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh
kasus klasik dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan. Marginal cost
pricing menganjurkan tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena
marginal cost yang ada nol. Memungut biaya penyebrangan sehingga menimbulkan
kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini akan mengurangi total economic
benefit.

14
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena
sejak ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya sama
dengan biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.
Contoh : Penyediaan air, marginal cost-nya misalnya :
 Tambahan air yang dikonsumsi
 Tambahan jarak yang diambil
 Pemasangan pipa besar untuk industri

2.7 Permasalahan Marginal Cost Pricing

Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara lain :


1.      Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu, dalam
praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau hal ini
menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan
pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2.      Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run
MC) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus
penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik
baru. Tidak mungkin mengharapkan konsumen menanggung full cost sendirian.
3.      Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak
mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang
terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang
dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternative sumber daya tersebut.
Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang
berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.
4.      Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan :
 Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
 Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya dalam
menyediakan pelayanan tersebut.

15
5.      Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk
minum dan mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan
oleh marginal cost.
6.      Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk
jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tarif
progesif) yang mungkin digunakan.

2.8 Kompleksitas Startegi Harga

1. Two-part tariffs : banyak kepentingan public (seperti listrik) dipungut dengan two-part
tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan
variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi.
2. Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi.
Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang
disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak yang harus menggambarkan higher
marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum).
3. Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan
pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok
dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda,
pelayanan yang diberikan kepada kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut
tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan pelayanan yang
dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total
untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan
publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan publik untuk
membayar.
5. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas
marginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence
fee.

2.9 Taksiran Biaya

16
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah
mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
1. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
2. Opportunity cost of capital
3. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to
society (opportunity cost)
4. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
5. Cadangan inflasi
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat
mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat.
Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik.
Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di
sektor publik. Digunakan MC pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang
jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan
mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.

17
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kebijakan Penentuan Harga Pelayanan Publik pada Masa Pandemi di


Indonesia

Pandemi Covid-19, yang mulai menyebar sejak awal 2020, seiring perjalanan
waktu menimbulkan dampak besar pada kondisi kesehatan dan sosial ekonomi
masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Krisis kesehatan yang pada akhirnya
berdampak pada krisis ekonomi. Banyak perekonomian masyarakat Indonesia yang
terkena dampak pandemi covid-19, dari mulai kebangkrutan usaha yang dilakukan
masyarakat, sampai pemberhentian tenaga kerja yang menyebabkan banyak masyarakat
kehilangan sumber penghasilannya. Hal tersebut tentu saja menyebabkan masyarakat
kesulitan dalam perekonomiannya, tetapi kebutuhan sehari-hari dan berbagai tanggungan
yang dimiliki masyarakat tentu saja harus tetap dipenuhi. Kondisi ini mendorong
pemerintah untuk mengambil perannya untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan
melakukan penyelamatan pada perekonomian di Indonesia agar perekonomian
masyarakat tidak semakin memburuk.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan pemerintah untuk meringankan beban
perekonomian masyarakat pada masa pandemi adalah dengan melakukan kebijakan
penentuan harga pelayanan publik di Indonesia. Salah satunya adalah dengan
pengurangan beban pajak atau penundaan pembayaran pajak. Menurut Mankiw (2000),
kebijakan fiskal yang optimal di sebagian besar negara membutuhkan kondisi defisit atau
surplus anggaran. Ini terkait dengan tiga fungsi fiskal sebagai alat stabilisasi, tax
smoothing dan redistribusi intergenerasi. Tax smoothing atau kebijakan pemotongan
pajak diambil untuk menggairahkan perekonomian dan meningkatkan daya beli

18
masyarakat. Untuk meningkatkan produktivitas, tarif pajak biasanya akan ditekan pada
tingkat rendah untuk mengurangi biaya sosial pajak (Mankiw, 2003). Dan pemerintah di
Indonesia mengambil tindakan dengan pemberian stimulus pajak yang di antaranya
diwujudkan dalam bentuk pemberian fasilitas pajak ditanggung pemerintah, restitusi
dipercepat untuk pengembalian sampai dengan Rp 5 miliar, pembebasan atau keringanan
bea masuk, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 hingga 30%, serta penggunaan tarif baru
PPh untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25. Kebijakan perpajakan ini diharapkan
dapat membantu pemulihan kondisi perekonomian masyarakat pada masa pandemi ini.
Kebijakan perpajakan merupakan bagian dari kebijakan perekonomian, sehingga dapat
diasumsikan bahwa pembuatan kebijakan dalam pengurangan beban pajak atau
penundaan pembayaran pajak akan membantu masyarakat dalam menghadapi masalah
yang dapat mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi. Dan dengan adanya
pengurangan beban pajak ini diharapkan masyarakat dapat meningkatkan produktivitas
usahanya sehingga perekonomian dapat tetap berjalan dan stabilitas ekonomi dapat
tercapai.

Dan hal lain yang dilakukan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga
pelanyanan publik pada masa pandemi di Indonesia adalah dengan memberikan subsidi
listrik bagi pelanggan listrik berdaya listrik 450 VA. Sedangkan untuk pelanggan listrik
900 VA diberi diskon 50 persen. Tentusaja hal ini sangat membantu masyarakat di
Indonesia pada masa pandemi covid-19 ini yang sebagian besar ekonomi masyarakatnya
terdampak oleh pandemi covid-19.

3.2 Dampak Pandemi Covid-19 Bagi Penyelenggaraan Pelayanan Publik di


Indonesia

Dunia sedang dihebohkan dengan munculnya Pandemi Corona Virus


Disease (Covid-19), yang membawa dampak signifikan ke perubahan dunia yang
termasuk pula di Indonesia. Mulai dari  aspek ekonomi, sosial, hingga kehidupan sehari-
hari, tidak terkecuali terhadap pelayanan publik. Hal tersebut membuat pemerintah
mengambil banyak kebijakan untuk mencegah penyebaran virus corona tersebut.
Tentusaja kebijakan yang diambil pemerintah tersebut akan berdampak di berbagai
aspek, termasuk berdampak pula terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di

19
Indonesia. Banyak instansi penyelenggara layanan publik yang membatasi layanan,
menginisiasi layanan online bahkan sampai meniadakan pelayanan sementara, hal
tersebut terpaksa harus dilakukan karena adanya pandemi tersebut. Pembatasan
pelayanan publik ini mulai dilakukan oleh pemerintah sejak pertengahan bulan Maret
2020, dimulai dengan meliburkan anak sekolah dengan meminta untuk belajar di rumah
dan kemudian menghimbau kepada pegawai-pegawai untuk melakukan Work From
Home (WFH). Pemberlakuan WFH ini memang tidak diberlakukan kepada seluruh
penyelenggara pelayanan publik, dikarenakan ada beberapa bidang yang tidak dapat
melakukan WFH, karena memerlukan kedatangan masyarakat secara langsung.
Walaupun tidak memberlakukan WFH, penyelenggaraan pelayanan publik tersebut tetap
memberlakukan pembatasan dalam pelayanannya. Pembatasan yang dilakukan yaitu
seperti dengan mengurangi jumlah antrian yang masuk ke dalam ruangan dan di dalam
ruangan, serta pelayanan harus mengikuti anjuran jarak aman yaitu minimal 1 meter.
Dengan berlakunya WFH bagi pegawai-pegawai yang bergerak dalam pelayanan
publik, menyebabkan pelayanan publik menjadi terhambat, karena pada akhirnya
beberapa bidang pelayanan tidak dapat melayani masyarakat secara langsung. Akan
tetapi, penyelenggara pelayanan publik kemudian membuat inovasi-inovasi dalam
memberikan pelayanan agar palayanan tidak terhambat seperti memberikan pelayanan
melalui sistem online.
Sistem online yang sedang dilakukan oleh beberapa penyelenggara pelayanan
publik kepada masyarakat ini bertujuan agar pelayanan publik tetap bisa berjalan. Seperti
contoh beberapa penyelenggara yang melakukan pelayanan menggunakan sistem online
yaitu PLN, yang menggunakan sistem online dalam pemberian pelayanan mulai dari
penyambungan baru, perubahan daya sampai kepengaduan serta dalam pembayaran
melalui ATM atau internet banking. Kemudian DJP (Direktorat Jenderal Pajak) juga
menghentikan pelaporan secara langsung dan mengarahkan secara online serta
memperpanjang masa pelaporan pajak yang seharusnya berakhir pada tanggal 31 Maret
2020 menjadi tanggal 30 April 2020. Serta masih banyak lagi penyelenggara pelayanan
publik yang menggunakan sistem online selama masa pandemi ini.
Himbauan pemerintah untuk tetap berada di rumah dan pembatasan pemberian
pelayanan publik ini memang membuat masyarakat menjadi kurang nyaman dalam

20
menerima pelayanan publik, tetapi kebijakan yang diambil pemerintah saat ini
merupakan upaya untuk membatasi atau menghentikan penyebaran Virus Corona.

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Penyediaan pelayanan publik dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak dan
penbebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for
services). Pembebanan tarif dilakukan karena alasan efisiensi ekonomi, untuk
memperoleh keuntungan dank arena adanya barang privat dan barang publik yang perlu
diatur penggunaannya secara proporsional dan memenuhi asas keadilan.
Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi
pemerintah selain pajak, penjualan asset milik pemerintah, utang dan laba
BUMN/BUMD. Masalah utama dalam pembebanan pelayanan publik adalah menentukan
beberapa harga yang harus dibebankan. Aturan yang bias dipakai adalah beban dihitung
sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga
pelayanan publik juga dianut konsep different cost for different purpose yaitu
membedakan cost untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain adalah adanya hidden
cost yang menyulitkan dalam mengetahui total cost. Kesulitan untuk menghitung biaya
total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah biaya
untuk melayani masing-masing orang. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan

21
mayarakat untuk membayar dan biaya apa saja yang diperhitungkan sehingga untuk
memudahkan digunakan konsepcurrent cost operation, capital cost, dan marginal cost
(biaya penambahan kapasitas).
Marginal cost pricing menganut prinsip bahwa tarif yang dipungut seharusnya
sama dengan biaya untuk melayani tambahan konsumen. Marginal cost pricing
memperhatikan biaya operasi variabel, semi variabel overhead cost, biaya penggantian
atas asset modal dan biaya penambahan asset modal yang digunakan untuk memenuhi
tambahan permintaan. Namun demikian, konsep marginal cost pricing juga mengahadapi
berbagai kendala. Oleh karena itu perlu ditemukan metoda terbaik untuk menetapkan
harga pelayanan publik.

DAFTAR PUSTAKA
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/cdad9bdd0e410740d5d4c999c60462da.pdf

http://repository.uinsuska.ac.id/13155/7/7.%20BAB%20II_2018385ADN.pdf
%20BARANG%20DAN%20JASA%20PUBLIK

https://www.materibelajar.id/2016/01/materi-pelayanan-publik-teori-pelayanan.html

https://pelayananpublik.id/2020/04/03/cara-cek-pelanggan-subsidi-pln-dan-mendapat-
listrik-gratis/

22
23

Anda mungkin juga menyukai