Anda di halaman 1dari 53

INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI MASA KRISIS

(STUDI PADA KANTOR LURAH OI MBO KECAMATAN


RASANAE TIMUR KOTA BIMA)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Ilmu Administrasi Negara dan mencapai gelar
sarjana sosial.

Oleh :

NOVILLA AGUSTIN
NIM: 1701152

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(STISIP) MBOJO-BIMA
2021
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI MASA


KRISIS
(Studi Pada Kantor Lurah Oi Mbo Kecamatan
Rasanae Timur Kota Bima)

Nama Mahasiswa : NOVILLA AGUSTIN

Nomor Induk Mahasiswa : 1701152

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. RIFAI, M.Si RAHMAD HIDAYAT, S.Sos., MA

Mengetahui :
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(STISIP) MBOJO-BIMA
Ketua,

DRS. MUKHLIS ISHAKA. M.AP


NIDN. 0831126301

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusah Masalah ............................................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 9
E. Fokus Penelitian ............................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Inovasi ................................................................................................. 12
B. Konsep Krisis ................................................................................................... 16
C. Makna Dan Cakupan Pelayanan Publik ........................................................... 21
D. Tugas Pokok Dan Fungsi Kelurahan ................................................................ 37
E. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 39

BAB III :METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ................................................................................................. 40
B. Lokasi Penelitian .............................................................................................. 40
C. Informan Penelitian .......................................................................................... 40
D. Jenis dan Sumber Data Penelitian .................................................................... 41
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 42
F. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 46

DAFTAR PUSTAKA

iii
Daftar Tabel

Tabel 3.1 : Tabel Informan Penelitian .............................................................. 43

iv
Daftar Gambar

Gamabar 2.1 : Kerangka Pemikiran ................................................................. 42

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan publik sesuai dengan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik merupakan kegiatan atau rangkaian

dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,

dan/atau pelayanan administratif yang disediakan penyelenggara pelayanan

publik. Berdasarkan pengertian tersebut, kegiatan pelayanan publik telah diatur

pemenuhannya berdasarkan regulasi yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan

utamanya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat.

Pada masa kepemimpinan Presiden RI ke-6, DR. H. Susilo Bambang

Yudhoyono telah dirilis Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang

pelayanan Publik yang memiliki 4 tujuan, yakni memberikan batasan dan

hubungan yang jelas terkait hak, tanggung jawab, kewajiban dan kewenangan

setiap pihak dalam penyelenggaraan pelayanan publik, mewujudkan pelayanan

publik yang berasaskan pemerintahan dan korporasi yang baik, terpenuhinya

pelayanan publik yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan

memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam pelayanan

publik. Lebih rinci lagi, Undang-Undang tersebut mengatur hak dan kewajiban

baik penyelenggara maupun pengguna pelayanan publik. Setidaknya ada 12

kewajiban penyelenggara dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang harus

dipenuhi. Salah satunya adalah melaksanakan pelayanan sesuai standar pelayanan.

1
Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan

sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka

pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan teratur. Adanya

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik tentunya

memberikan arahan kepada seluruh penyelenggara pelayanan baik penyelenggara

negara, BUMN, BUMD, BHMN hingga swasta maupun persorangan

menyelenggarakan pelayanan yang terstandarisasi dengan memenuhi komponen

standar pelayanan.

Setiap penyelenggara pelayanan publik berkewajiban memenuhi 14

komponen standar pelayanan yang meliputi : 1) dasar hukum, peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan; 2)

persyaratan, syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan,

baik persyaratan teknis maupun admnistratif; 3) sistem, mekanisme dan prosedur,

tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan,

termasuk pengaduan; 4) jangka waktu penyelesaian, jangka waktu yang

diperlukan untuk menyelesaiakan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis

pelayanan; 5) biaya/tarif, ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam

mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya

ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat; 6)

produk pelayanan, hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan; 7) sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, peralatan

dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk

2
peralatan dan fasilitas bagi kelompok rentan; 8) kompetensi pelaksana,

kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian,

keterampilan, dan pengalaman; 9) pengawasan internal, pengendalian yang

dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana; 10)

penanganan pengaduan, saran, dan masukan, tata cara pelaksanaan penanganan

pengaduan dan tindak lanjutnya; 11) jumlah pelaksana, tersedianya pelaksana

sesuai dengan beban kerja; 12) jaminan pelayanan yang memberikan kepastian

pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan; 13) jaminan keamanan

dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa

aman, bebas dari bahaya dan resiko keragu-raguan; dan 14) evaluasi kinerja

pelaksanan, penilaian untuk mengetahuai seberapa jauh pelaksanaan kegiatan

sesuai standar pelayanan ( Rahmatullah,2019).

Komponen standar pelayanan publik ini didesain untuk memberikan

akses informasi seluas-luasnya kepada publik sehingga masyarakat dimudahkan

menjangkau pelayanan dasar yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat. Di

samping itu, dengan terpenuhinya standar pelayanan tersebut, dapat

meminimalisir tindakan-tindakan maladminsitrasi seperti pungutan liar,

penyimpangan prosedur, penudaan berlarut dan sebagainya yang merupakan celah

terjadinya tindakan korupsi. Adanya standar pelayanan publik memberikan

keterbukaan akses informasi kepada masyarakat sehingga dalam sebuah

pelayanan baik persyaratan, prosedur, biaya dan jangka waktu dapat diukur dan

diketahui masyarakat tanpa mengalami kebingungan serta menuntut pengawasan

masyarakat dalam penyelenggaraannya. Dengan terpenuhinya standar pelayanan

3
publik tersebut, harapannya hanyalah mewujudkan Indonesia menjadiwelfare

state yang dapat memenuhi kebutuhan dasar sebagai bentuk mekanisme

pemerataan terhadap kesejangan yang ada.

Pelayanan publik yang terjadi di Indonesia merupakan masa krisis

kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai birokrasi publik. Gejala ini

mulai tampak dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap

birokrasi publik yang ditandai adanya protes dan demonstrasi oleh berbagai

komponen masyarakat, baik ditingkat pusat ataupun daerah. Penyelenggaraan

pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai

sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan

kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya belum seperti yang diharapkan.

Banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat, seperti prosedur dan

mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, kurang informasi, kurang

konsisten dan terbatasnya sarana dan prasarana pelayanan ( Rahmatullah,2019).

Salah satu krisis yang melanda saat ini adalah krisis pelayanan akibat

covid 19 atau yang dikenal dengan Severe acute respiratory syndrome

coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke

manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti lansia (golongan usia lanjut),

orang dewasa, anak-anak, dan bayi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.

Penyebaran COVID-19 yang sedang berlangsung di seluruh dunia. Penyakit ini

disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2).

Kasus positif COVID-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret

2020, ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang.

4
Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi dengan DKI

Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat sebagai provinsi paling terpapar virus corona

di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah menguji 5.022.974 orang dari total 269 juta

penduduk, yang berarti hanya sekitar 18.631 orang per satu juta penduduk.Sebagai

tanggapan terhadap pandemi, beberapa wilayah telah memberlakukan pembatasan

sosial berskala besar (PSBB). Sebagian wilayah tersebut telah mengakhiri masa

PSBB dan mulai menerapkan kenormalan baru, namun, sejak 13 Juli 2020,

pemerintah tak lagi menggunakan istilah orang dalam pemantauan (ODP), pasien

dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG) untuk mengelompokkan

pasien yang berpotensi atau terjangkit covid-19. Sejumlah istilah baru

diperkenalkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan

Pengendalian Covid-19, ketiga istilah itu diganti dengan sejumlah istilah baru.

Keputusan ini ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto

pada 13 Juli 2020.

Sebagai akibatnya, beberapa perusahaan memberlakukan mekanisme

bekerja di rumah. Perusahaan Grab Indonesia terhitung sejak 12 hingga 17 Maret

2020 menutup kantor pusatnya untuk dibersihkan dan meminta karyawannya

bekerja di rumah. Unilever Indonesia mengumumkan kebijakan kerja-dari-rumah

untuk 1.200 karyawan kantor pusat. Kebijakan ini akan dimulai pada 16 Maret

hingga pemberitahuan lebih lanjut. Pada 16 Maret 2020, satu karyawan PT Bank

5
CIMB Niaga Tbk yang bekerja di Gedung Griya Niaga 1, Bintaro, positif terkena

koronavirus dilansir dari berita online Kompas.com

Pada 17 Maret 2020, manajemen BNI menyatakan ada salah satu

karyawannya yang bekerja di back office dan tidak bersinggungan langsung

dengan nasabah, positif Covid-19. Atas kondisi ini, manajemen mengambil

kebijakan penyesuaian tiga sistem kerja, yakni pemisahan operasi, kerja bergilir,

dan kerja-dari-rumah. Pemisahan dan pergiliran diberlakukan untuk fungsi terkait

dengan operasional utama dan layanan perbankan, sedangkan divisi lainnya

menetapkan kerja di rumah, terhitung mulai 17 Maret dan berlaku untuk daerah

yang berisiko tinggi. Pada hari yang sama, seorang karyawan Bank

Mandiri cabang Kyai Tapa Jakarta juga positif Covid-19. Kantor cabang tersebut

kemudian ditutup dan dialihkan ke cabang Bank Mandiri S. Parman dilansir dari

omdusman.go.id

Pemerintahan juga mendapat dampak yang cukup signifikan mulai dari

pemerintahan pusat, provinsi hingga daerah pada tingkat Kelurahan. Hal ini dapat

dilihat dari terhambatnya pelayanan yang terjadi di berbagai instansi pemerintahan

seperti meliburkan sekolah.dan pemberlakuan work from home atau kerja dari

rumah. Pasca pengumuman kasus positif virus Covid-19 oleh pemerintah pada 2

Maret 2020 lalu, pemerintah terus meningkatkan upaya dan langkah-langkah

untuk menekan penyebaran Covid-19. Mulai dari membatasi hubungan

sosial(sosial distancing), membatasi hubungan kontak fisik (physical distancing)

dengan mengimbau seluruh aparatur Negara, pegawai BUMN dan pegawai swasta

6
untuk melakukan pembatasan aktivitas di kantor dengan menganjurkan untuk

bekerja dari rumah (Work From Home).

Kebijakan Pemerintah yang terbaru dengan meminta masyarakat untuk

"berdamai" dengan Covid-19 dengan menggaungkan apa yang disebut New

Normal atau Pola Hidup Baru tentunya tidak terlepas dari upaya yang telah

dilakukan oleh pemerintah selama ini dalam menangani penyebaran Covid-19.

Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku

Adisasmito, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan

aktifitas normal, tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan demi mencegah

penularan virus.

Pemerintan kota Bima dalam mengendalikan penyebaran Covid 19 ini

menerapkan keamaanan ekstra seperti dilakukannya pos pemeriksaan wajib

masker dan pengecekan suhu badan di tiap batas dan pintu masuk Kota Bima yang

berlokasi Ni‟u dan Pintu masuk terminal Oi mbo, penerapan hal serupa bukan

hanya dilakukan di pintu masuk kota bima tetapi juga di terapkan di tiap instansi.

Sekolahpun di terapkan BDR (belajar dari rumah), dan patrol yang dilakukan oleh

tim penanganan Covid di tempat tempat ramai dan akan di bubarkan diatas jam 10

malam.

Berdasarkan studi Center for Infectious Disease Research and Policy

(CIDRAP) University of Minnesota yang berjudulThe Future of the Covid-19

Pandemic, wabah Covid-19 masih memerlukan waktu yang lama untuk ditangani

dan bahkan belum ada tanda Covid-19 akan sepenuhnya lenyap. Studi itu

7
menyebutkan diperlukan waktu 18 hingga 24 bulan untuk tetap siaga menyiapkan

langkah-langkah mitigasi darurat karena dalam rentang waktu tersebut masih ada

kemungkinan merebaknya Covid-19. Bagi Indonesia yang menghadapi tekanan

ekonomi yang besar bersamaan dengan krisis kesehatan publik merupakan hal

yang memberatkan, dengan kebijakan berdamai dengan Covid-19 ketimbang

melanjutkan perang melawan Covid-19 tentunya telah dipertimbangkan dengan

baik oleh pemerintah.

Salah satu krisis yang terjadi saat ini adalah krisis pandemi covid-19,

sabagaiamana yang kita ketahui saai ini di terapkan kebijakan New Normal , new

normal dengan penerapan protokol kesehatan tentunya membuat akses pelayanan

publik kepada masyarakat menjadi terbatas. Hal tersebut dapat dijadikan upaya

bagi penyelenggara pelayanan publik untuk memaksimalkan pelayanan publik

dengan beralih ke sistem online yang selama ini telah berjalan. Upaya peralihan

ini tentunya mesti dibarengi dengan memberi edukasi/pemahaman serta sosialisasi

secara masif kepada seluruh elemen masyarakat yang akan mengakses layanan

publik untuk memanfaatkan sistem online dalam setiap layanan publik yang akan

diakses sehingga pelayanan publik di tengah tatanan kehidupan baru "new

normal" tidak terganggu dan menjadi lebih efektif dan efisien. Untuk mengatasi

hal tersebut perlu adanya cara baru dalam penyelenggaran pelayanan publik oleh

pemerintah, khususnya pada kantor lurah oimbo, kantor lurah oimbo merupakan

salah satu lurah pemekaran dari kelurahan kumbe pada tahun 2018.

Berpijak pada paparan diatas, riset ini hendak mendalami praktek

pemberian layanan publik di masa krisis Pandemi Covid-19 oleh salah satu

8
institusi pemerintahan tingkat kelurahan di Kota Bima. Bagaimana cara adaptasi

aparatur pemerintah terhadap kondisi abnormal untuk tetap menyelenggarakan

pelayanan publik sebagaimana mestinya sembari juga harus menerapkan social

distancing ? Adakah cara baru dan berbeda yang aparatur lakukan dalam aktivitas

layanan publik di masa genting dan tak biasa akibat pandemi? menjadi fokus

keingin-tahuan penelitiBerdasarkan pada pemaparan latar belakang masalah di

atas, dalam penulisan Skripsi ini sekaligus sebagai salah satu tugas akhir, penulis

mengangkat judul “Inovasi Pelayanan Publik Di masa Krisis (Studi Pada

Kantor Lurah OimboKecamatan Rasanae Timur Kota Bima)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan

pertanyaan penelitian: bagaimanakah langkah adaptasi dan inovasi

pemberian layanan publik yang ditempuh Aparatur Pemerintah Kelurahan

Oimbo di masa krisis Pandemi Covid-19?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah langkah

adaptasi dan inovasi pemberian layanan publik yang ditempuh Aparatur

Pemerintah Kelurahan Oimbo di masa krisis Pandemi Covid-19

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

9
a. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat di Kelurahan

Oimbo tentang inovasi pelayanan publik dimasa krisis pada kantor lurah

Oimbo pada masa pandemic COVID-19.

b. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penulis terhadap

kesesuaian antara teori-teori yang diperoleh di bangku akademik dengan

kenyataan dan praktek di dalam masyarakat dan langkah kegiatan

pembangunan dan pemerintahan.

c. Diharapkan dapat pula dimanfaatkan oleh yang memerlukannya dalam

melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang permasalahan-

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, dengan populasi yang lebih

luas serta waktu yang relatif lama.

E. Fokus Penelitan

Fokus dalam penelitian ini adalah inovasi pelayanan publik dimasa

krisis pada kantor kelurahan pelayanan kepada masyarakat yaitu: inovasi

Kelurahan Dalam Pelayanan publik dimasa krisis pada Kelurahan Oimbo,

maksudnya adalah memberikan kapasitas yang memadai ataupun

kewenangan penuh kepada pegawai kelurahan dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat ditengan pandemi, seperti: pembuatan surat tanah,

pembuatan kartu keluarga, pelayanan kesehatan dan lain sebagainya.

Pengelolaannya sepenuhnya diserahkan kepada pegawai kelurahan. Dengan

demikian pegawai kelurahan akan paham akan tugas dan tanggung jawabnya

dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat walaupun pada masa

krisis.

10
F. Sistematika Pembahasan

Untuk menjelaskan gambaran yang dikemukakan dalam Proposal

Skripsi dengan judul “ Inovasai Pelayanan Publik di masa Krisis”. secara

garis besarnya menyajikan 5 (lima) bab sebagai berikut.

Bab Pertama : Yaitu bab pendahuluan yang secara berurutan/sistematis

menyanjikan tentang : latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, fokus

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua : Yaitu menyangkut tinjauan secara teoretis tentang pengertian

pengertian Konsep Inovasi, Konsep Krisis, Makna dan

Cakupan pelayanan publik, Evaluasi Kualitas Pelayanan,

Teori Pelayanan Publik, Teori Kualitas Pelayanan, Indikator

Kualitas Pelayanan..

Bab Ketiga : Yaitu bab yang membahas tentang deskripsi metodologi

penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,

informan penelitian, jenis dan sumber data penelitian,

tekhnik pengumpulan data dan tekhnik analisis data.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Inovasi

1. Pengertian Inovasi
Istilah inovasi dalam organisasi pertama kali diperkenalkan oleh

Schumpeter pada tahun 1934. Inovasi dipandang sebagai kreasi dan implementasi

„kombinasi baru‟. Istilah kombinasi baru ini dapat merujuk pada produk, jasa,

proses kerja, pasar, kebijakan dan sistem baru. Dalam inovasi dapat diciptakan

nilai tambah, baik pada organisasi, pemegang saham, maupun masyarakat luas.

Oleh karenanya sebagian besar definisi dari inovasi meliputi pengembangan dan

implementasi sesuatu yang baru (dalam de Jong & den Hartog, 2003) sedangkan

istilah „baru‟ dijelaskan Adair (1996) bukan berarti original tetapi lebih ke

newness (kebaruan). Arti kebaruan ini, diperjelas oleh pendapat Schumpeter

bahwa inovasi adalah mengkreasikan dan mengimplementasikan sesuatu menjadi

satu kombinasi. Dengan inovasi maka seseorang dapat menambahkan nilai dari

produk, pelayanan, proses kerja, pemasaran, sistem pengiriman, dan kebijakan,

tidak hanya bagi perusahaan tapi juga stakeholder dan masyarakat (dalam de Jong

& Den Hartog, 2003).

‟Kebaruan‟ juga terkait dimensi ruang dan waktu. ‟Kebaruan‟ terikat

dengan dimensi ruang. Artinya, suatu produk atau jasa akan dipandang sebagai

sesuatu yang baru di suatu tempat tetapi bukan barang baru lagi di tempat yang

lain. Namun demikian, dimensi jarak ini telah dijembatani oleh kemajuan

teknologi informasi yang sangat dahsyat sehingga dimensi jarak dipersempit.

12
Implikasinya, ketika suatu penemuan baru diperkenalkan kepada suatu masyarakat

tertentu, maka dalam waktu yang singkat, masyarakat dunia akan mengetahuinya.

Dengan demikian ‟kebaruan‟ relatif lebih bersifat universal. ‟Kebaruan‟ terikat

dengan dimensi waktu. Artinya, kebaruan di jamannya. Jika ditengok sejarah

peradaban bangsa Indoensia, maka pada jaman tersebut maka bangunan candi

Borobudur, pembuatan keris oleh empu, pembuatan batik adalah suatu karya

bersifat inovatif di jamannya.

Ruang lingkup inovasi dalam organisasi (Axtell dkk dalam Janssen, 2003),

bergerak mulai dari pengembangan dan implementasi ide baru yang mempunyai

dampak pada teori, praktek, produk, atau skala yang lebih rendah yaitu perbaikan

proses kerja sehari-hari dan desain kerja. Oleh karenanya, penelitian inovasi

dalam organisasi dapat dilakukan dalam 3 level yaitu inovasi level individu,

kelompok, dan organisasi (Adair, 1996; de Jong & Den Hartog, 2003).

Jika dilihat dari kecepatan perubahan dalam proses inovasi ada dua macam

inovasi yaitu inovasi radikal dan inovasi inkremental (Scot & Bruece, 1994).

Inovasi radikal dilakukan dengan skala besar, dilakukan oleh para ahli

dibidangnya dan biasanya dikelola oleh departemen penelitian dan

pengembangan. Inovasi radikal ini sering kali dilakukan di bidang manufaktur dan

lembaga jasa keuangan. Sedangkan inovasi inkremental merupakan proses

penyesuaian dan mengimplementasikan perbaikan yang berskala kecil. Yang

melakukan inovasi ini adalah semua pihak yang terkait sehingga pendekatan

pemberdayaan sesuai dengan model inovasi inkremental ini (Bryd & Brown,

2003; Jones, 2004).

13
Lebih lanjut De Jong & Den Hartog, (2003) menguraikan bahwa inovasi

inkremental terlihat pada sektor kerja berikut ini :

i. Knowledge-intensive service (KIS) yakni usahanya meliputi pengembangan

ekonomi sebagai contoh konsultan akuntansi, administrasi, R&D service, teknik,

komputer, dan manajemen. Sumber utama inovasi dari kemampuan mereka untuk

memberikan hasil desain yang sesuai untuk pengguna layanan mereka. Inovasi

mereka hadirkan setiap kali dan tidak terstruktur.

ii. Supplier-dominated services meliputi perdagangan retail, pelayanan pribadi

(seperti potong rambut), hotel dan restaurant. Macam Inovasi berdasarkan fungsi

ada dua yaitu inovasi teknologi dapat berupa produk, pelayanan atau proses

produksi dan inovasi administrasi dapat bersifat organisasional, struktural, dan

inovasi sosial (Brazeal & Herbert, 1997).

2. Perilaku inovatif
Pengertian perilaku inovatif menurut Wess & Farr (dalam De Jong &

Kemp, 2003) adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan,

memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal „baru‟, yang bermanfaat dalam

berbagai level organisasi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai shop-floor

innovation (e.g., Axtell et al., 2000 dalam De Jong & Den Hartog, 2003).

Pendapat senada dikemukakan oleh Stein & Woodman (Brazeal & Herbert,1997)

mengatakan bahwa inovasi adalah implementasi yang berhasil dari ide-ide kreatif.

Bryd & Bryman (2003) mengatakan bahwa ada dua dimensi yang mendasari

perilaku inovatif yaitu kreativitas dan pengambilan resiko. Demikian halnya

dengan pendapat Amabile dkk (de Jong & Kamp, 2003) bahwa semua inovasi

14
diawali dari ide yang kreatif. Kreativitas adalah kemampuan untuk

mengembangkan ide baru yang terdiri dari 3 aspek yaitu keahilan, kemampuan

berfikir fleksibel dan imajinatif, dan motivasi internal (Bryd & Bryman, 2003).

Dalam proses inovasi, individu mempunyai ide-ide baru, berdasarkan proses

berfikir imajinatif dan didukung oleh motivasi internal yang tinggi. Namun

demikian sering kali, proses inovasi berhenti dalam tataran menghasilkan ide

kreatif saja dan hal ini tidak dapat dikategorikan dalam perilaku inovatif.

Dalam mengimplementasikan ide diperlukan keberanian mengambil resiko

karena memperkenalkan „hal baru‟ mengandung suatu resiko. Yang dimaksud

dengan pengambilan resiko adalah kemampuan untuk mendorong ide baru

menghadapi rintangan yang menghadang sehingga pengambilan resiko merupakan

cara mewujudkan ide yang kreatif menjadi realitas (Bryd & Brown, 2003).

Oleh karenanya, jika tujuan semula melakukan inovasi untuk kemanfaatan

organisasi, tetapi jika tidak dikelola dengan baik justru menjadi bumerang.

Adapun inovasi yang sesuai dengan perilaku inovatif adalah inovasi inkremental.

Dalam hal ini, yang melakukan inovasi bukan hanya para ahli saja tetapi semua

karyawan yang terlibat dalam proses inovasi tersebut. Oleh karenanya sistem

pemberdayaan karyawan sangat diperlukan dalam perilaku inovatif ini.

Dalam penelitian ini, inovasi difokuskan bukan pada output inovatif.

Fokus penelitian ini perilaku inovatif yang merupakan faktor kunci dari inovasi

inkremental (Scott & Bruce, 1994; de Jong & Kemp, 2003).

Yang dimaksud dengan perilaku inovatif dalam penelitian ini adalah

semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan dan

15
mengimplementasikan hal-hal „baru‟, yang bermanfaat dalam berbagai level

organisasi; yang terdiri dari dua dimensi yaitu kreativitas dan pengambilan resiko

dan proses inovasinya bersifat inkremental.

B. Konsep Krisis

a. Pengertian Krisis

Krisis adalah suatu keadaan, kejadian atau dugaan yang mengancam

secara tidak terduga dan tidak diharapkan, berdampak dramatis, merusak reputasi

serta mengganggu keberlangsungan individu atau organisasi yang mendorong

organisasi pada suatu kekacauan (chaos) yang berdampak pada karyawan, produk,

jasa dan kondisi keuangan. Krisis merupakan suatu masa yang kritis berkaitan

dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya negatif terhadap

organisasi. Karena itu, keputusan cepat dan tepat perlu dilakukan agar tidak

mempengaruhi keseluruhan operasional organisasi.

Menurut Iriantara (2004), manajemen krisis adalah salah satu bentuk saja

dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi di

lingkungan eksternal organisasi. Manajemen krisis didasarkan atas bagaimana

menghadapi krisis (crisis bargaining and negotiation), membuat keputusan di saat

krisis (crisis decision making), dan memantau perkembangan krisis (crisis

dynamics). Manajemen bertanggung jawab untuk mencari pemecah masalah dari

krisis yang muncul dengan menggunakan strategi manajemen krisis yang

mungkin dilakukan.

Berikut definisi dan pengertian krisis dari beberapa sumber buku:

Menurut Machfud (1998), krisis adalah suatu kejadian, dugaan atau keadaan yang

16
mengancam keutuhan, reputasi, atau keberlangsungan individu atau organisasi.

Hal tersebut mengancam rasa aman, kelayakan dan nilai-nilai sosial publik,

bersifat merusak baik secara aktual maupun potensial pada organisasi, dimana

organisasi itu sendiri tidak dapat segera menyelesaikannya.

 Menurut Putra (1999), krisis adalah peristiwa besar yang tak terduga yang

secara potensial berdampak negatif terhadap perusahaan maupun publik.

Peristiwa ini mungkin secara cukup berarti merusak organisasi, karyawan,

produk, jasa yang dihasilkan organisasi, kondisi keuangan dan reputasi

perusahaan.

 Menurut Prayudi (1998), krisis adalah suatu kejadian besar dan tidak terduga

yang memiliki potensi untuk berdampak negatif. Kejadian ini bisa saja

menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan

reputasi.

 Menurut Powell (2005), krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan,

berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang

mendorong organisasi kepada suatu kekacauan (chaos) dan dapat

menghancurkan organisasi tersebut tanpa adanya tindakan nyata.

 Menurut Fink (1986), krisis adalah keadaan yang tidak stabil dimana

perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang

diharapkan maupun yang tidak diharapkan akan memberikan hasil yang lebih

baik.

17
b. Jenis-jenis Krisis

Menurut Morissan (2008), berdasarkan waktunya krisis dibagi menjadi tiga

kategori, yaitu:

a. Krisis yang bersifat segera (immediate crises). Tipe krisis yang paling

ditakuti karena terjadi tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak ada

waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. Krisis jenis ini membutuhkan

konsensus terlebih dahulu pada level manajemen puncak untuk

mempersiapkan rencana umum (general plan) mengenai bagaimana bereaksi

jika terjadi krisis yang bersifat segera agar tidak menimbulkan kebingungan,

konflik, dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul.

b. Krisis baru muncul (emerging crises). Tipe krisis ini masih memungkinkan

praktisi public relations untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih

dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama tidak ditangani.

Tantangan bagi public relations jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan

manajemen puncak untuk mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis

mencapai tahapan krisis.

c. Krisis bertahan (sustained crises). Tipe krisis ini adalah krisis yang tetap

muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah

dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan atau organisasi

untuk mengatasinya.

18
c. Proses Manajemen Krisis

Manajemen krisis adalah sebuah proses sehingga tidak hanya terdiri dari

satu bagian. Sebaliknya, manajemen krisis justru dibagi menjadi beberapa fase

seperti berikut ini.

a. Pra-Krisis

Secepat apa pun tindakan yang harus dilakukan dalam mengatasi suasana

kritis tidak berarti mengabaikan berbagai langkah persiapan. Fase pra-krisis

adalah fase dilakukannya berbagai pencegahan dan persiapan. tindakan

pencegahan melibatkan pencarian cara atau pendekatan untuk mengurangi risiko

yang dapat berujung pada krisis. Sementara itu, tindakan persiapan lebih

menitikberatkan pada pembuatan rencana manajemen krisis, memilih anggota tim

manajemen krisis, termasuk melatih anggota tim sehingga dapat beradaptasi

dengan krisis nantinya.

b. Respon Krisis

Seperti namanya, fase ini merupakan saat para seluruh tim manajemen krisis

bertindak langsung menangani krisis. Adapun yang respon krisis adalah perkataan

maupun perlakukan yang dilakukan oleh manajemen ketika krisis terjadi.

Tim humas atau PR organisasi juga memiliki peranan penting dalam situasi ini.

Mereka bertugas untuk mendampingi proses dalam menyampaikan pesan ke

berbagai pihak atau instansi terkait.

c. Pasca-Krisis

Ketika krisis telah dilalui, organisasi biasanya dapat kembali melakukan

kegiatan sebagaimana mestinya. Kendati demikian, tim manajemen krisis tidak

19
lantas berhenti melakukan pemantauan. Organisasi diharapkan dapat tetap

memenuhi komitmen yang telah disepakati ketika masa krisis. Jika komitmen

tersebut dilakukan, maka perlu adanya informasi berupa pemberitahuan yang

disampaikan kepada beberapa pihak terkait atau masyarakat. Di samping itu,

pengelolaan krisis tersebut juga diharapkan menjadi dorongan bagi organisasi

untuk melakukan persiapan lebih baik bila terjadi krisis di masa mendatang.

d. Tahapan-Tahapan Krisis

Sebuah krisis melalui berbagai tahapan sebelum akhirnya menimbulkan

kekacauan. Adapun tahapan krisis adalah sebagai berikut.

a. Tahap Prodromal

Tahap ini merupakan gejala krisis. Berbagai kejadian yang berpotensi

menjadi krisis masih diabaikan karena organisasi masih dapat beroperasi seakan

tidak terjadi apa-apa. Adapun beberapa contoh gejala krisis antara lain adanya

perbedaan pendapat antarmanajemen, adanya tuntutan kenaikan upah, dan

sebagainya.

b. Tahap Akut

Tahap ini biasanya diindikasikan oleh munculnya berbagai kerusakan,

reaksi mulai berdatangan, dan isu-isu mulai menyebar luas. Adapun tantangan

utama dalam menangani tahap ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang

datang dari berbagai pihak.

c. Tahap Kronis

Organisasi telah merasakan dampak pada krisis yang terjadi dan bahkan

tidak dapat memprediksi kapan krisis akan berakhir. Di tahap inilah baru sebagian

20
besar organisasi melakukan introspeksi besar-besaran hingga melakukan

reformasi melalui berbagai kebijakan strategis.

d. Tahap Resolusi

Tahap ini merupakan tahap penyembuhan, yakni saat organisasi mampu

melalui krisis. Organisasi sudah dapat kembali melakukan operasional

sebagaimana mestinya.

Krisis merupakan hal yang sangat dihindari karena dapat mengganggu

kestabilan sebuah organisasi. Kendati demikian, krisis juga akan selalu muncul

sebagai sebuah siklus. Untuk itulah, manajemen krisis sebagai upaya untuk

menekan dan menyelamatkan keberlangsungan organisasi akibat krisis perlu

dilakukan dengan tepat dan cepat.

C. Makna dan Cakupan Pelayanan Publik

1. Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan publik sering dilihat sebagai representasi dari eksistensi

birokrasi pemerintahan, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan

kebutuhan masyarakat. Filosofi dari pelayanan publik menempatkan rakyat

sebagai subyek dalam penyelenggaraan pemerintahan (Rachmadi, 2008).

Sebelum mengetahui arti kinerja pegawai publik, perlu diketahui terlebih

dahulu mengenai organisasi publik. Organisasi publik diartikan sebagai

organisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia, yang

memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada

suatu produk secara fisik (Sinambela, 2007).

21
Secara eksplisit, Sianipar (1999) menjelaskan bahwa “pelayanan

publik dapat dinyatakan sebagai segala sesuatu bentuk pelayanan sektor publik

yang dilaksanakan aparatur pemerintah dalam bentuk barang dan jasa, yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan perundangan yang

berlaku”. Widodo (2001) mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian

layanan keperluan masyarakat yang mempunyai kepentingan pada orang itu

sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Selanjutnya di

dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmen PAN)

nomor 63 tahun 2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan

yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pada hakikatnya, penyelenggara pelayanan publik yang dimaksud di

sini adalah pemerintah. Jadi pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai

suatu proses pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh pegawai

pemerintah, khususnya instansi yang bertanggung jawab terhadap pelayanan

masyarakat. Menurut Widodo (2001), sebagai perwujudan dari apa yang harus

diperhatikan dan dilakukan oleh pelayan publik agar kualitas layanan menjadi

baik, maka dalam memberikan layanan publik seharusnya: 1) Mudah dalam

pengurusan bagi yang berkepentingan, 2) Mendapat pelayanan yang wajar, 3)

Mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih, dan 4) Mendapat perlakuan

yang jujur dan transparan.

22
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar

pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi

penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan

dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan

atau penarima pelayanan. Standar pelayanan publik, sekurang-kurangnya

meliputi:

1) Prosedur pelayanan, yang dibakukan dan termasuk dengan pengaduan.


2) Waktu penyelesaian, yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian.
3) Biaya pelayanan, termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian pelayanan.
4) Produk pelayanan, yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
5) Sarana dan prasarana, yang memadai
Kompetensi petugas, yang harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan

pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

Selanjutnya di dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa hendaknya setiap

penyelenggara pelayanan melakukan survey indeks kepuasan masyarakat

secara berkala. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan dan menjaga

kualitas pelayanan agar tetap pada tingkat yang baik, bahkan memuaskan.

2. Asas Pelayanan Publik

Pelayanan masyarakat harus selalu berubah mengikuti perkembangan

masyarakat, karena masyarakat itu bersifat dinamis. Dalam hal ini pemerintah

harus melakukan negosiasi dan mengkolaborasi berbagai kepentingan

masyarakat. Sehingga pelayanan masyarakat memiliki kualitas yang sesuai

dengan yang diharapkan masyarakat. Pelayanan public dilaksanakan dalam

23
suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar,

tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pengguna jasa,

penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan. Untuk

mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan masyarakat yang

profesional, kemudian Lijan Poltak Sinambela, dkk (2011:6) mengemukakan

asas-asas dalam pelayanan masyarakat tercermin dari:

1. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
masyarakat dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamanan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras,
golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan masyarakat harus memenuhi hak dan
kewajiban masing- masing pihak.
Asas-asas penyelenggaraan pelayanan masyarakat juga diatur dalam

Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Masyarakat

yang dikutip oleh Eny Kusdarini (2011:190) yakni yang terdiri dari 12 asas:

1. Asas kepentingan umum,


2. Asas kepastian hukum,
3. Asas kesamaan hak,

24
4. Keseimbangan hak dan kewajiban,
5. Asas keprofesionalan,
6. Asas partisipasif,
7. Asas persamaan perlakuan/tidak deskriminatif,
8. Asas keterbukaan,
9. Asas akuntabilitas,
10. Asas fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan,
11. Asas ketepatan waktu,
12. Asas kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka pelayanan masyarakat akan

berkualias apabila memenuhi asas-asas diantaranya: transparansi,

akuntabilitas, partisipasif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban,

keprofesionalan, fasilitas, ketepatan waktu dan kemudahan.

3. Standar Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan pada masyarakat merupakan salah satu masalah

yang mendapatkan perhatian serius oleh pegawai pemerintah.

Penyelenggaraan pelayanan masyarakat harus memiliki standar pelayanan dan

dimasyarakatasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima

pelayanan. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya Standar Pelayanan

Masyarakat Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, sekurang-

kurangnya meliputi:

1. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengadaan.
2. Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
3. Biaya pelayanan
Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang dititipkan dalam
proses pemberian pelayanan.
4. Produk Pelayanan

25
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
5. Sarana dan prasarana
Penyedia sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan masyarakat.
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang
dibutuhkan.

Penyusunan standar pelayanan dilakukan dengan pedoman tertentu

yang diatur lebih lanjut dalam UU No.25 tahun 2009, adapun komponen

standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

1. Dasar hukum
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar.
2. Persyaratan
Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan baik
persyaratan teknis maupun administratif.
3. Sistem, mekanisme dan prosedur
Tata cara pelayanan yang dibekukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengaduan.
4. Jangka waktu penyelesaian
Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses
pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
5. Biaya/tarif
Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
6. Produk pelayanan
Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan.
7. Sarana, prasarana, dan / atau fasilitas
Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan
termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
8. Kompetensi pelaksanaan
Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan
keahlian, keterampilan dan pengalaman.

26
9. Pengawasan internal
Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan
langsung pelaksana.
10. Penanganan pengaduan, saran dan masukan
Tata cara pelaksanaan pengamanan pengaduan dan tindak lanjut.
11. Jumlah pelaksana
Tersedianya pelaksanaan sesuai dengan beban kerjanya.
12. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan.
13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen
untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-
raguan, dan
14. Evaluasi kinerja Pelaksana
Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan standar pelayanan.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan

standar pelayanan masyarakat tersebut dipakai sebagai pedoman dalam

pelayanan masyarakat oleh instansi pemerintah dan dapat dijadikan indicator

penilaian terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan. Dengan adanya

standar dalam kegiatan pelayanan masyarakat ini diharapkan masyarakat bisa

mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan proses yang

memuaskan serta tidak menyulitkan masyarakat sebagai pengguna pelayanan.

4. Jenis – Jenis Pelayanan

Membicarakan tentang pelayanan tidak dapat dilepaskan dengan

manusia, karena pelayanan mempunyai kaitan erat dengan kebutuhan hidup

manusia, baik itu sebagai nidividu maupun sebagai makluk sosial.

Keanekaragaman dan perbedaan kebutuhan hidup manusia menyebabkan

adanya bermacam-macam jenis pelayanan pula, dalam upaya untuk

pemenuhan kebutuhan hidup manusia tersebut.

27
Timbulnya pelayanan umum atau masyarakat dikarenakan adanya

kepentingan, dan kepentingan tersebut bermacam- macam bentuknya sehingga

pelayanan masyarakat yang dilakukan juga ada beberapa macam. Berdasarkan

keputusan MENPAN No.63/KEP/MENPAN/7/2003 dalam Ratminto & Atik

Septi Winarsih (2006: 20) kegiatan pelayanan umum atau masyarakat antara

lain:

1. Pelayanan administratif
Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang
dibutuhkan oleh masyarakat, misalny status kewarganegaraan, sertifikat
kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan
sebagainya. Dokumendokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan
(KTP), akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan
Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat
kepemilikan atau penguasaan Tanah dan sebagainya.
2. Pelayanan barang
Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang
yang digunakan oleh masyarakat, misalnya jaringan telepon, penyediaan
tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
3. Pelayanan jasa
Yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan
oleh masyarakat, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
Dilihat dari bidang kegiatan ekonomi, Fitzsmmons yang dikutip oleh

Saefullah (1999: 7), membedakan lima jenis pelayanan umum, yaitu sebagai

berikut:

1. Business service, menyangkut pelayanan dalam kegiatan-kegiatan


konsultasi, keuangan, dan perbankan;
2. Trade sevice, kegiatan-kegiatan pelayanan dalam penjualan, perlengkapan,
dan perbaikan;
3. Infrastruktur service, meliputi kegiatan-kegiatan pelayanan dalam
komunikasi dan transportasi;
4. Sosial and personal service, pelayanan yang diberikan antara lain dalam
kegiatan rumah makan dan pemeliharaan kesehatan; dan

28
5. Public administration, yang dimaksudkan disini adalah pelayanan dari
pemerintah yang membantu kestabilan dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, bentuk pelayanan masyarakat yang diberikan kepada

masyarakat menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dibedakan ke

dalam beberapa jenis pelayanan yaitu :

1. Pelayanan Pemerintahan, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang


erat dalam tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan Kartu
Keluarga/KTP, IMB, Pajak Daerah,
2. Retribusi Daerah dan Imigras, Pelayanan Pembangunan, merupakan
pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan
prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam
aktifitasnya sebagai warga masyarakat, seperti penyediaan jalan, jembatan,
pelabuhan dan lainnya.
3. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air,
telepon, dan transportasi.
4. Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan
bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan
seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.
5. Pelayanan Kemasyarakatan, merupakan pelayanan yang berhubungan
dengan sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-
kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan,
ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya. Secara umum
fungsi sarana pelayanan antara lain :
1) Mempercepat prtoses pelaksanaan kerja (hemat waktu);
2) Meningkatkan produktifitas barang dan jasa;
3) Ketepatan ukuran/kualitas produk terjamin peneyerahan gerak pelaku
pelayanan dengan fasilitas ruangan yang cukup;
4) Menimbulkan rasa kenyamanan;
5) Menimbulkan perasaan puas dan mengurangi sifat emosional
penyelenggara.
Dari berbagai pendapat tentang pembagian jenis-jenis pelayanan umum

yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terlihat bahwa pelayanan

umum mencakup lingkup kegiatan dan jenis-jenis yang sangat luas. Dengan

kata lain, persoalan pelayanan umum dalam satu pemerintahan merupakan

permasalahan yang sangat kompleks dan karena itu membutuhkan perhatian

29
semua kalangan, baik dari pemerintah sebagai pihak pemberi layanan maupun

dari masyarakat sebagai pihak yang menerima pelayanan.

5. Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan

produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi

harapan (Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan

sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan

penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007).

Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata

mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka

harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika

jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang

diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika

jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan

dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima

lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan

buruk.

Menurut Kotler (2002:83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan

atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang

pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik.

Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan

30
dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu

sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada

saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan

yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian

ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan

makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari

beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan

walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen

sebagai berikut:

1) Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan.

2) Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan

3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.

Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang

dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen. Pelayanan

dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh

pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan

keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan

pelayanan untuk kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan (service quality)

dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas

pelayanan yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan

yang sesungguhnya mereka harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut

pelayanan suatu perusahaan. Hubungan antara produsen dan konsumen

31
menjangkau jauh melebihi dari waktu pembelian ke pelayanan purna jual,

kekal abadi melampaui masa kepemilikan produk. Perusahaan menganggap

konsumen sebagai raja yang harus dilayani dengan baik, mengingat dari

konsumen tersebut akan memberikan keuntungan kepada perusahaan agar

dapat terus hidup.

6. Indikator Pelayanan Publik

Parasuraman (dalam Tjiptono, 2006) menyebutkan terdapat lima

dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya

sebagai berikut:

1) Reliabilitas (Reliability), berkaitan dengan kemampuan untuk

memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan

memuaskan.

2) Daya Tanggap (Responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan

kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan

merespon permintaan dengan segera dan tanggap.

3) Jaminan (Assurance), berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan

karyawan serta kemampuan dalam menumbuhkan rasa percaya (trust) dan

keyakinan pelanggan (confidence).

4) Empati (Empathy), berarti memahami masalah para pelanggan dan

bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian

personal kepada para pelanggan.

5) Bukti Fisik (Tangibles), berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas

pelayanan, peralatan atau perlengkapan, sumber daya manusia, dan

32
materi/sarana komunikasi.

7. Evaluasi Kualitas Pelayanan Pulbik

Pemberian pelayanan yang baik merupakan salah satu upaya

perusahaan untuk menciptakan kepuasan bagi konsumennya. Jika konsumen

merasa telah mendapatkan pelayanan yang baik berarti perusahaan mampu

memberikan pelayanan yang baik pula. Demekian pula sebaliknya, pelayanan

tidak dapat diuraikan secara obyektif seperti sebuah produk, melainkan

merupakan interaksi social dengan subyektivitas, lebih tergantung pada nilai,

parasaan dan perilaku.

Goetsch dan Davis yang diterjemahkan Fandy Tjiptono (2000: 101)

membuat definisi mengenai kualitas sebagai berikut : “Kualitas merupakan

suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,

proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”

Definisi kualitas di atas mengandung makna bahwa elemenelemen

kualitas yaitu:

1. Kualitas merupakan kondisi yang dinamis

2. Kualitas berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses dan

lingkungan.

3. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Menurut Wyckcof dan Lovelock dalam bukunya yang dikutip dan

diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono (2000: 60) ada dua faktor utama yang

mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu respected service dan perceived

service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai

33
dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas

ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang

diharapkan, maka kualitas jasa yang dipersepsikan buruk. Baik tidaknya

kualitas jasa tergantung pada kemempuan penyedia jasa dalam memenuhi

harapan pelanggannya secara konsisten.

Jadi pelayanan yang berkualitas itu tidak hanya ditentukan oleh pihak

yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan. Dan yang menjadi

prinsip- prinsip layanan yang berkualitas menurut H.A.S. Moenir (2002: 205)

antara lain:

1. Proses dan prosedur harus ditetapkan lebih awal.


2. Proses dan prosedur itu harus diketahui oleh semua pihak yang terlibat.
3. Disiplin bagi pelaksanaan untuk mentaati proses dan prosedur
4. Perlu peninjauan proses dan prosedur oleh pimpinan, sewaktu-waktu dapat
dirubah apabila perlu.
5. Perlu menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembang budaya
organisasi untuk menciptakan kualitas layanan.
6. Kualitas berarti memenuhi keinginan, kebutuhan, selera konsumen.
7. Setiap orang dalam organisasi merupakan partner dengan orang lainnya.

Sekarang ini kegiatan pemasaran tidak terlepas dari kualitas pelayanan

terhadap konsumen. Kualitas pelayanan yang baik dan tepat akan

mempengaruhi konsumen untuk membuat keputusan dalam pembelian suatu

produk, sehingga dibutuhkan strategi kualitas pelayan yang baik.

Menurut Parasuraman dkk yang dikutip oleh Fandy Tjiptono,

(2000:70) ada beberapa kriteria yang menjadi dasar penilaian konsumen

terhadap pelayanan yaitu:

1. Tangible, atau bukti fisik yaitu kemampuan dalam menunjukkan


eksitensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksudkan bahwa
penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik dan keadaan

34
lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dan pelayanan yang
diberikan.
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan dalam memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3. Responsiveness, atau tanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada masyarakat dengan
menyampaikan informasi yang jelas.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan,
kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai untuk menumbuhkan rasa
percaya terhadap pelanggan.Terdiri dari
5. beberapa komponen di antaranya adalah komunikasi, kredibilitas,
keamanan, kompetensi dan sopan santun.
6. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan pelanggan.
Levince dalam Ratminto (2006: 175) melihat kualitas pelayanan dari

indikator-indikator sebagai berikut:

1. Responsiveness (Responsivilitas)
Ini mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan, dan
aspirasi, serta tutuntutan dari costumers.
2. Responsibility (Responsibilitas)
Suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemeberian
pelayanan masyarakat itu dilakukan dengan tidak melanggar
ketentuanketentuan yang telah ditetapkan.
3. Accountability (Akuntabilitas)
Suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat keseuaian antara
penyelenggara pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada
dimasyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian dapat disimpulkan mengenai dimensi kriteria atau

indikator di atas, meliputi:

1. Bukti langsung (tangibles)

2. Kehandalan (reliability)

3. Daya tanggap (responsiveness)

4. Jaminan (assurance)

5. Empati (empaty)

35
Dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal yang

akan dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses

evaluasi,kapan evaluasi dilakukan dan mengapa perlu diadakan evaluasi, di

mana proses evaluasi diadakan, dan pihak yang mengadakan evaluasi. Hal

yang perlu dilakukan evaluasi tersebut adalah narasumber yang ada,

efektivitas penyebaran pesan, pemilihan media yang tepat dan pengambilan

keputusan anggaran dalam mengadakan sejumlah promosi dan

periklanan.Evaluasi tersebut perlu diadakan dengan tujuan untuk menghindari

kesalahan perhitungan pembiayaan, memilih strategi terbaik dari berbagai

alternatif strategis yang ada, meningkatkan efisiensi iklan secara general, dan

melihat apakah tujuan sudah tercapai.Di sisi lain, perusahaan kadang-kadang

enggan untuk mengadakan evaluasi karena biayanya yang mahal, terdapat

masalah dengan penelitian, ketidaksetujuan akan apa yang hendak dievaluasi,

merasa telah mencapai tujuan, dan banyak membuang waktu.

Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest)

dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan

untuk menguji konsep dan eksekusi yangdirencanakan.

Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat

tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis

situasi berikutnya. Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau di luar

ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya

menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan

sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang

36
dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan

menggunakan metode penelitian lapangan di mana kelompok percobaan tetap

dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan sekitar. Realisme dari metode

ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

D. Tugas Pokok dan Fungsi Kelurahan

Tugas Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 adalah sebagai berikut :

1. Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h mempunyai

tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemberdayaan dan pelayanan

masyarakat serta ketenteraman dan ketertiban umum serta lingkungan hidup

dalam satu wilayah Kelurahan yang berada di wilayah kerja Kelurahan.

2. Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Lurah yang

berada di bawah dan bertangggungjawab kepada Camat.

Fungsi Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan program dan kegiatan pemerintahan Kelurahan;

2. Pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat

3. Penyelenggaraan pelayanan masyarakat;

4. Penyelenggaraan dan pembinaan ketenteraman, ketertiban dan lingkungan

hidup;

5. Pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

6. Penyelenggaraan administrasi kependudukan;

7. Pelaksanaan pembinaan dan fasilitasi peningkatan pertumbuhan ekonomi

masyarakat;

37
8. Penyusunan dan sinkronisasi usulan program dan kegiatan pembangunan dan

kemasyarakatan;

9. Pembinaan lembaga sosial kemasyarakatan dan swadaya gotong royong

masyarakat;

10. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, pengendalian dan pelaporan

pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi;dan Pelaksanaan tugas

lainnya yang diberikan oleh pimpinan/atasan sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

E. Kerangka Pemikiran

Pada bagian kerangka pemikiran biasanya memuat konsep-konsep yang

diajukan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan yang diteliti. Olehnya itu,

kerangka pemikiran yang ditawarkan mengacu pada hasil telaah teoretis pada

sejumlah teori yang berada dalam landasan teori. Dalam bagian kerangka

pemikiran, jika diperlukan sebaiknya diikuti dengan skema yang menggambarkan

keterkaitan variabel yang cukup jelas, penulis memilih teori yang paling cocok

dengan mengacu pada konsep tersebut, maka dalam penelitian ini yang dijadikan

teori pilihan atau grand teori dengan merujuk pada konsep-konsep atau variabel-

variabel yang bersangkut paut dengan permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini.

38
Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran

Inovasi Pelayanan Publik

Kebaruan cara dan proses pemberian


layanan kepada masyarakat : adapatasi
dampak pandemi Covid - 19

Tingkat respontivitas,
Pemeliharaan kualitas prima
Responbilitas dan
pelayanan publik di kantor
akuntabilitas aparatur
kelurahan
pemerintah

Sumber : Peneliti, 2021

39
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah penelitian

deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang

mencoba untuk menggambarkan fenomena-fenomena alam, fenomena sosial

yang dinarasikan tanpa menggunakan analisis statistika.

B. Lokasi Penelitian

Berdasarkan atas pertimbangan - pertimbangan khusus peneliti,

penelitian ini sengaja mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Oimbo

Kecamatan Rasanae Timur Kota Bima.

C. Informan Penelitian

Informan adalah objek penting dalam sebuah penelitian. Informan

adalah orang-orang dalam latar penelitian yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Meleong

2002). Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui

permasalahan yang akan diteliti.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan informan atau

narasumber penelitian merupakan obyek atau subyek yang berada pada

40
suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan

masalah dalam penelitian dapat dilihat di Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1 Daftar Informan dalam Penelitian

Jenis
No Nama Umur Jabatan
Kelamin
1 Lurah
2 Sekretaris
3 Kasi Pemerintahan
4 Kasi Perekonomian
5 Kasi Pembangunan
6 Staf
7 Staf
8 Ketua Karang taruna
9 Ketua LPM
10 Mayarakat
11 Mayarakat
12 Mayarakat
13 Mayarakat
Jumlah 13 orang

Dengan demikian, maka informan secara totalitas berjumlah 13

orang.

D. Jenis Dan Sumber Data Penelitian

1. Jenis Data

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif. Data kualitatif yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata

verbal bukan dalam bentuk angka yang termasuk data kualitatif dalam

penelitian ini yaitu gambaran umum obyek penelitian, meliputi: Sejarah

singkat berdirinya, letak geografis obyek, Visi dan Misi, struktur

organisasi, keadaan pegawai, keadaan kantor, keadaan sarana dan

prasarana, dan efektivitas pegawai kantor.

41
2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah

subyek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan dua sumber data yaitu :

a. Sumber data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber data

primer dalam penelitian ini adalah kepala lurah, dan staf di kantor

kelurahan Oimbo.

b. Sumber data skunder yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan

data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Dalam penelitian

ini, dokumentasi dan angket merupakan sumber data sekunder.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang akan dilaksanakan dan

dilakukan sebagai berikut :

1. Kajian Pustaka

Dengan mengumpulkan data dan informasi-informasi melalui

literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, makalah

dan majalah-majalah yang memiliki relevansi dengan masalah yang

diteliti yang menyangkut pemberdayaan aparatur dalam pembangunan di

Kelurahan Oimbo.

42
2. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dimaksudkan bahwa penelitian dilaksanakan

langsung kepada obyek dan faktor–faktor yang menunjang yang berkaitan

dengan penulisan proposal skripsi ini. Selanjutnya dalam penelitian

lapangan ini data dikumpulkan melalui cara-cara sebagai berikut:

a. Observasi

Kaitan dengan alat pengumpul data yang berupa observasi,

(sugiyono,2013) mengemukakan sebagai berikut : “observasi

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun

dari berbagai proses pengamatan dan ingatan”.

Koentjaraningrat dalam Papayungan dkk. (1992)

mengemukakan, “data yang benar sifatnya hanya dapat dikumpulkan

melalui teknik observasi, partisipasi dan wawancara mendalam

(Indepth interview).”

Black dan Champion dalam Papayungan dkk. (1992),

“penggunaan teknik observasi vital, mengingat kuesioner dan

wawancara tidak sepenuhnya memuaskan.

Ada jenis-jenis masalah tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh

kedua alat pengumpul data tersebut. Ada kalanya penting untuk

melihat perilaku dalam keadaan (setting) alamiah, melihat dinamika,

melihat gambaran perilaku berdasarkan situasi yang ada. Dalam hal

ini, observasi menjadi penting sebagai metode utama untuk

43
mendapatkan informasi. Dan jenis observasi yang dipakai yaitu

participant as observer (Ritzer, 1992 ).

Adapun yang menjadi objek observasi/pengamatan dalam

penelitian ini, di antaranya : bagaimana langkah-langkah yang

ditempuh segenap unsur elite masyarakat dalam menggerakkan

partisipasi masyarakat dalam pembangunan, hasil-hasil partisipasi

masyarakat terutama dalam bentuk fisik, dan hal-hal lain yang

berkenaan dengan kaitan dengan fungsi partisipasi masyarakat dalam

pembangunan wilayahnya.

b. Wawancara (interview)

Wawancara (interview) dimaksudkan untuk mendapatkan data

yang relevan dengan jalan mewawancarai atau tanya jawab dalam

situasi berhadapan (face to face) dan mendapatkan jawaban secara

spontan yang didasarkan atas tujuan penelitian.

Dalam menggunakan teknik wawancara (interview) ini, penulis

lakukan terutama untuk mendukung data-data penelitian sejak awal

hingga akhir penelitian, terkhusus ditujukan kepada informan terkait

mulai dari Top Leader-nya di Kelurahan Oimbo hingga aparat

pelaksana dan masyarakat di lapangan, dengan alat pengumpul data

yaitu pedoman wawancara, khususnya tentang data-data sekunder,

misalnya : keadaan partisipasi masyarakat pembangunan, dan data-data

lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

44
Di samping itu juga, dilakukan wawancara (interview) bebas.

Kaitan dengan wawancara bebas ini, Sutrisno Hadi (1984 : 244)

mengemukakan sebagai berikut : “Interview bebas terpimpin inilah

yang paling sering digunakan dalam penelitian–penelitian sosial. Ia

merupakan alat yang besar jasanya untuk studi intensif tentang sikap

sosial. Keluasan yang dikandung di dalamnya akan memberikan

penyelidikan mengungkapkan segi-segi positif dan dibalik jawaban-

jawabannya yang diberikan oleh interviewer”.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan alat pengumpulan data dengan

cara mengadakan pencatatan langsung melalui dokumen-dokumen,

arsip, laporan catatan harian, dan sebagainya.

Linton dalam Latief (2000 : 99) teknik dokumentasi ini disebut

Metode Rekonstruksi Historis.

“Metode Rekonstruksi Historis adalah metode untuk


mengetahui peristiwa-peristiwa yang telah lampau. Metode ini
mengandalkan kepada bukti-bukti dokumen sezaman,
meskipun selalu tidak akan pernah lengkap. Dengan dokumen-
dokumen itu dapat dilakukan rekonstruksi atas peristiwa yang
telah berlangsung .“

Adapun teknik dokumentasi dalam penelitian ini yaitu teknik

pengumpulan data melalui pencatatan-pencatatan secara langsung,

sistematis terhadap dokumen-dokumen yang tersimpan pada Kantor

Kelurahan Oimbo Kota Bima, misalnya data tentang hasil partisipasi

45
masyarakat dalam pembangunan, dan juga dokumen-dokumen lainnya,

termasuk upaya-upaya nyata dari kepala lurah dan unsur elite

masyarakat lainnya dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan masyarakat.

F. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa data yang telah terkumpul dari hasil penelitian ini,

baik yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi, diolah

secara kualitatif. Sugiyono (2013) mengemukakan sebagai berikut : “analisa

data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,

sehingga mudah dipahami, dan temuanya dapat di informasikan kepada orang

lain”.

Analisa secara diskriptif kualitatif yaitu dilakukan dengan

penggambaran dan pemaparan secara akurat dan aktual, sehingga pada

akhirnya dapat ditarik kesimpulan yang menggambarkan secara gamblang

permasalahan yang diteliti dengan diawali penyajian tabel frekuensi.

Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan oleh penulis

adalah sebagai berikut :

1. Menyeleksi data yaitu memilih data yang diperoleh yang dapat

mendukung analisis yang dilakukan.

46
2. Klasifikasi, bertujuan agar data yang diperoleh dapat dikelompokkan

sehingga dapat disesuaikan dengan tujuan dan batasan masalah yang telah

ditentukan.

3. Membuat kesimpulan, data yang diperoleh ditabulasikan kemudian

diadakan penafsiran terhadap data yang ada dilapangan dan

membandingkan dengan teori yang ada pada literatur yang terhubungan

dengan objek penelitian.

47
DAFTAR PUSTAKA

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2001. Manajemen Sumbaer Daya Manusia Perusahaan,
PT. Remaja Rosda Warga, Bandung.
Adair, J. 1996. Effective Innovation. How to Stay Ahead of the Competition. London: Pan
Books.
Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha
Ilmu: Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cita

Anoraga, Pandji. 1992. Psikologi Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta

Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan.


Jakarta: Bumi Aksara
Byrd, J & Brown, P.L. 2003. The Innovation Equation. Building Creativity and Risk Taking
in Your Organization. San Fransisco: Jossey-Bass/Pfeiffer. A Wiley
Imprint.www.pfeiffer.com
Hasibuan, S.P. Malayu, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi,

Karjad, M., 1995. Kepemimpinan, Karya Nusantara, Bandung.

Kartono, Kartini, 1986, Pemimpin dan Kepemimpinan, Raja Wali Pres, Jakarta.

Keating, C.J., 1986, Kepemimpinan Teori dan Pengembangannya (Terjemahan), Kanisius,


Yogyakarta.

Mamo. 2006. Kepemimpinan Dan Profil Manajer Pendidikan Islam. Malang: UIN

Moleong, L.J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya


Ishaka, Mukhlis, 2003, Sistem Informasi Manajemen, STISIP Mbojo, Bima.

Mulkhan, Munir Abd. 1998. Perubahan Prilaku Politik dan Polarisasi Umat Islam 1965-
1987 Dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers
Musanef, 1991. Administrasi Kepegawaian Negara. Penerbit Mandar Maju. Bandung.

Tucker, Kerry dan Glen M. Broom. „Managing Issues Acts as Bridge to Strategic Planning‟.
Public Relations Journal 49. No. 11. November 1993.

Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.
Wilcox, Dennis L., Phillip H. Ault & Warren K. Agee. 1992. Public Relations: Strategies and
Tactics (3rd edition). New York: Harper Collins Publishers.

48

Anda mungkin juga menyukai