Anda di halaman 1dari 14

Nama : Rasidah Huraini Bruh

NIP : 198902162022032009
NDH : 28
RINGKASAN MATERI CORE VALUE ASN

MODUL BERORIENTASI PELAYANAN

A. Konsep Pelayanan Publik


Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indones000000000ia, antara lain
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat
tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara
melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan
publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara
atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administrative, sebagaimana tercantum dalam
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU
Pelayanan Publik).
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Aparatur
Sipil Negara (ASN) adalah salah satu dari penyelenggara pelayanan tersebut.
B. ASN Sebagai Pelayan Publik
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), menyatakan
bahwa salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan publik. Asas penyelenggaraan pelayanan
publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan Publik, yaitu: kepentingan umum,
kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif,
persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, f asilitas dan perlakuan
khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan
Budaya pelayanan yang baik juga tentu akan berdampak positif terhadap kinerja
organisasi dengan mekanisme yaitu: budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila
terbangun kerja tim di dalam internal organisasi, budaya berorientasi pada pelayanan prima harus
menjadi dasar ASN dalam penyediaan pelayanan serta pemberian d a n pelayanan yang prima
akan berimplikasi pada kemajuan organisasi, apabila pelayanan yang diberikan prima (baik).
Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu
1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu
masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan dan/atau
diterima oleh penerima layanan. Sebagai wujud pelaksanaan amanat UU Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelyanan Publik, Kementerian PANRB telah melahirkan beberapa produk
kebijakan pelayanan public yaitu: a) penerapan Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan, b)
tindak lanjut dan upaya perbaikan melalui kegiatan Survei Kepuasan Masyarakat, c)
profesionalisme SDM, d) pengembangan Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) untuk
memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat, e) mendorong integrasi layanan
publik dalam satu Gedung melalui Mal Pelayanan Publik, f) merealisasikan kebijakan “no
wrong door policy” melalui Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N-
LAPOR!), g) penilaian kinerja unit penyelenggara pelayanan publik melalui Evaluasi Pelayanan
Publik sehingga diperoleh gambaran tentang kondisi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
untuk kemudian dilakukan perbaikan, h) kegiatan dialog, diskusi pertukaran opini secara
partisipatif antara penyelenggara layanan publik dengan masyarakat untuk membahas
rancangan kebijakan, penerapan kebijakan, dampak kebijakan, ataupun permasalahan terkait
pelayanan publik melalui kegiatan Forum Konsultasi Publik dan i) terobosan perbaikan
pelayanan publik melalui Inovasi Pelayanan Publik.
C. Nilai Berorientasi Pelayanan Dalam Core Values ASN
Keberhasilan pelayanan publik akan bermuara pada kepercayaan masyarakat sebagai
subjek pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah suatu proses yang secara
terus-menerus guna mewujudkan konsep good governance yang menjadi dambaan masyarakat
sebagai pemegang hak utama atas pelayanan publik.
Pasal 34 UU Pelayanan Publik juga secara jelas mengatur mengenai bagaimana perilaku
pelaksana pelayanan publik, termasuk ASN, dalam menyelenggarakan pelayanan publik, yaitu:
a.) adil dan tidak diskriminatif, b) cermat, c) santun dan ramah, d) tegas, andal, dan tidak
memberikan putusan yang berlarut- larut, e) professional, f) tidak mempersulit, g) patuh pada
perintah atasan yang sah dan wajar, h) menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas
institusi penyelenggara, i) tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, j) terbuka dan mengambil langkah yang tepat
untuk menghindari benturan kepentingan, k) tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta
fasilitas pelayanan public, l) tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam
menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat, m)
tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki. n) sesuai dengan
kepantasan dan o) tidak menyimpang dari prosedur.
Dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalkan nilai berorientasi pelayanan, maka asn akan
harus mempelajari konsep dari ketiga kode etiknya, yaitu:
1. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat,
2. Ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan, dan
3. Melakukan perbaikan tiada henti.

Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN,
sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan
dalam pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
RINGKASAN MODUL AKUNTABEL

A. Akuntabilitas

Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan


Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani Bangsa”,
menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan publik. Namun, Mental dan Pola Pikir
berada di domain pribadi, individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan memberikan
dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti
sekarang ini, sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa memberikan dampak serupa.

Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab dari Amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN
menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN
BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah: kemampuan melaksanaan
tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, kemampuan
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien dan kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi

B. Aspek Aspek Akuntabilitas

Aspek-Aspek Akuntabilitas yaitu: Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is


a relationship), Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented),
Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting), Akuntabilitas
memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless without consequences), Akuntabilitas
memperbaiki kinerja (Accountability improves performance).

C. Pentingnya Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan kontrak antara pemerintah dengan aparat birokrasi, serta antara
pemerintah yang diwakili oleh PNS dengan masyarakat. Kontrak antara kedua belah pihak
tersebut memiliki ciri antara lain: Pertama, akuntabilitas eksternal yaitu tindakan pengendalian
yang bukan bagian dari tanggung jawabnya. Kedua, akuntabilitas interaksi merupakan pertukaran
sosial dua arah antara yang menuntut dan yang menjadi bertanggung jawabnya (dalam memberi
jawaban, respon, rectification, dan sebagainya). Ketiga, hubungan akuntabilitas merupakan
hubungan kekuasaan struktural (pemerintah dan publik) yang dapat dilakukan secara asimetri
sebagai haknya untuk menuntut jawaban (Mulgan 2003).
D. Mekanisme Akuntabilitas Birokrasi Indonesia

Di Indonesia, alat akuntabilitas antara lain adalah:

1. Perencanaan Strategis (Strategic Plans) yang berupa Rencana Pembangunan Jangka


Panjang (RPJP-D), Menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D),
dan Tahunan (Rencana Kerja Pemerintah/RKP-D), Rencana Strategis (Renstra) untuk
setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) untuk
setiap PNS.
2. Kontrak Kinerja. Semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa terkecuali mulai 1 Januari 2014
menerapkan adanya kontrak kerja pegawai. Kontrak kerja yang dibuat untuk tiap tahun ini
merupakan kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsungnya. Kontrak atau
perjanjian kerja ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS hingga Peraturan Pemerintah terbaru
Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
3. Laporan Kinerja yaitu berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang berisi perencanaan dan perjanjian kinerja pada tahun tertentu, pengukuran dan
analisis capaian kinerja, serta akuntabilitas keuangan.

Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang


akuntabel adalah: 1) kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab
(responsibilitas), 5) keadilan, 6) kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9)
konsistensi. Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber
daya lembaga termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan
pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri
dan /atau orang lain).

Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi


langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan: 1) Penyusunan
Kerangka Kebijakan,2) identifikasi situasi konflik kepentingan, 3 penyusunan strategi
penangan konflik kepentingan, dan kepentingan, dan penyiapan serangkaian Tindakan untuk
menangani konflik kepentingan.
RINGKASAN MODUL KOMPETEN

A. Tantangan Lingkungan Strategis

Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika lingkungan strategis diantaranya
VUCA dan disrupsi teknologi, fenomena demografik (demographic shifting), dan
keterbatasan sumberdaya. Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis,
karakter dan tuntutan keahlian baru.

Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai berikut:

a. Berorientasi pelayanan: memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat, ramah,


cekatan, solutif, dan dapat diandalkan serta melakukan perbaikan tiada henti.
b. Akuntabel: melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin
dan berintegritas tinggi dan menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
c. Kompeten: meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah, membantu orang lain belajar dan melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik
d. Harmonis: menghargai setiap orang apappun latar belakangnya, suka mendorong orang
lain, dan membangun lingkungan kerja yang kondusif.
e. Loyal: memegang teguh ideology Pancasila, UUD tahun 1945, setia kepada NKRI
serta pemerintahan yang sah; menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara; menjaga rahasia jabatan dan negara.
f. Adaptif: cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan, terus berinovasi dan
mengembangakkan kreativitas, serta bertindak proaktif.
g. Kolaboratif: memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi; terbuka
dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama nilai tambah; menggarakkan
pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan bersama.
B. Kebijakan Pembangunan Aparatur

Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN
harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada
perlakuan yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek
primodial lainnya yang bersifat subyektif.

Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi
tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality,
networking, dan entrepreneurship.
C. Pengembangan Kompetensi

Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi
ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan
bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau
mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait
dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip,
yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja
sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.

Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine
box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.
1. Berkinerja yang BerAkhlak
2. Meningkatkan kompetensi diri: a) Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah adalah keniscayaan, b) Pendekatan pengembangan
mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”,
merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran utama dari Internet. c)
Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online
network, d) Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian
para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja
atau tempat lain. e) Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks),
yang mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau
luar organisasi.
3. Membantu Orang Lain Belajar
4. Melakukan kerja terbaik
RINGKASAN MODUL HARMONIS

A. Keanekaragaman Bangsa

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau.
Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi mencapai
270.203.917 jiwa pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara berpenduduk terbesar keempat
di dunia. Indonesia juga dikenal karena kekayaan sumber daya alam, hayati, suku bangsa dan
budaya nya. Kekayaan sumber daya alam berupa mineral dan tambang, kekayaan hutan tropis
dan kekayaan dari lautan diseluruh Indonesia.

B. Nasionalisme Kebangsaan

Kejayaan Kerajaan, Runtuhnya Kerajaan, Penjajahan dan Kolonialisme, Kebangkitan Nasional,


NKRI. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam
kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya syair. Kakawin
Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun berbahasa Jawa
Kuno. Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait uwus Buddha Wiswa
Bhinneki rakwa ring sen, Mangkang Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal ika tan hana dharma

C. Konsep Nasionalisme
• Perspektif modernis melihat bahwa bangsa merupakan hasil dari modernisasi dan
rasionalisasi seperti di contohkan dalam Negara Birokratis, ekonomi industry, dan konsep
sekuler tentang otonomi manusia.
• Aliran Primordialis dengan tokohnya Clifford Geertz (1963) melihat bahwa bangsa
merupakan sebuah pemberian historis, yang terus hadir dalam sejarah manusia dan
memperlihatkan kekuatan inheren pada masa lalu dan generasi masa kini.
• Perspektif perenialis dengan tokohnya Adrian Hastings (1997) melihat bahwa bangsa bisa
ditemukan di pelbagai zaman sebelum periode modern. Dengan demikian, dalam
perspektif primordialis dan perspektif modernis, bangsa modern bukanlah sesuatu yang
baru, karena dia muncul sebagai kelanjutan dari periode sebelumnya.
• Aliran etnosimbolis, seperti ditunjukkan dalam karya John Amstrong (1982) dan Anthony
Smith (1986)‘ aliran ini mencoba menggabung ketiga pendekatan tersebut diatas. Aliran
etnosimbolis melihat bahwa kelahiran bangsa pasca abad ke-18, merupakan sebuah
spesies baru dari kelompok etnis yang pembentukannya harus dimengerti dalam jangka
panjang.
D. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman

Beberapa jenis konflik:


• Konflik antarsuku yaitu pertentangan antara suku yang satu dengan suku yang lain.
Perbedaan suku seringkali juga memiliki perbedaan adat istiadat, budaya, sistem
kekerabatan, norma sosial dalam masyarakat. Pemahaman yang keliru terhadap
perbedaan ini dapat menimbulkan konflik dalam masyarakat.
• Konflik antaragama yaitu pertentangan antarkelompok yang memiliki keyakinan atau
agama berbeda. Konflik ini bisa terjadi antara agama yang satu dengan agama
yang lain, atau antara kelompok dalam agama tertentu.
• Konflik antarras yaitu pertentangan antara ras yang satu dengan ras yang lain.
Pertentangan ini dapat disebabkan sikap rasialis yaitu memperlakukan orang berbeda-
beda berdasarkan ras.
• Konflik antargolongan yaitu pertentangan antar kelompok dalam masyarakat atau
golongan dalam masyarakat. Golongan atau kelompok dalam masyarakat dapat
dibedakan atas dasar pekerjaan, partai politik, asal daerah, dan sebagainya.
Ketidakharmonisan menyebabkan Suasana bekerja dan lingkungan tidak nyaman, pekerjaan
terbengkalai, kinerja buruk, dan layanan kepada masyarakat tidak optimal.

E.Arti pentingnya suasana harmonis dalam pelayanan ASN


Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja secara individu menimbulkan ketenangan,
menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk saling kolaborasi dan bekerja sama,
meningkatkan produktifitas bekerja dan kualitas layanan kepada pelanggan

F. Peran ASN harmonis:


• Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan adil. Netral dalam
artian tidak memihak kepada salah satu kelompok atau golongan yang ada. Adil, berarti
PNS dalam melaksanakna tugasnya tidak boleh berlaku diskriminatif dan harus obyektif,
jujur, transparan.
• PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok kelompok minoritas, dengan
tidak membuat kebijakan, peraturan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok
tersebut.
• PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan
• Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus memiliki suka menolong baik
kepada pengguna layanan, juga membantu kolega PNS lainnya yang membutuhkan
pertolongan
• PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya
RINGKASAN MODUL LOYAL

I. KONSEP LOYAL

A. Urgensi Loyalitas ASN

1. Faktor Internal

Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang ASN ideal sebagaimana tersebut di atas
adalah sifat loyal atau setia kepada bangsa dan negara. Sifat dan sikap loyal terhadap bangsa
dan negara dapat diwujudkan dengan sifat dan sikap loyal ASN kepada pemerintahan yang
sah sejauh pemerintahan tersebut bekerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku, karena ASN merupakan bagian atau komponen dari pemerintahan itu sendiri.

2. Faktor Eksternal

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang masif saat ini tentu menjadi
tantangan sekaligus peluang bagi ASN untuk memenangi persaingan global.

B. Makna Loyal dan Loyalitas

Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapatdimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak
terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Untuk bisa mendapatkan
sikap loyal seseorang, terdapat banyak faktor yang akan memengaruhinya. Terdapat
beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain: 1. Taat pada Peraturan. 2. Bekerja dengan Integritas 3. Tanggung
Jawab pada Organisasi 4. Kemauan untuk Bekerja Sama. 5. Rasa Memiliki yang Tinggi 6.
Hubungan Antar Pribadi 7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan 8. Keberanian Mengutarakan
Ketidaksetujuan 9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain

C. Loyal dalam Core Values ASN

Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai
bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara,
dengan panduan perilaku: 1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah 2.
Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta 3. Menjaga rahasia
jabatan dan negara
II. PANDUAN PERILAKU LOYAL

A. Panduan Perilaku Loyal

1. Memegang Teguh ideologi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Setia kepada NKRI serta
Pemerintahan yang Sah 2. Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan Negara
3. Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara

B. Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara

Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat
diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya.

III. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH

A. Komitmen Pada Sumpah dan Janji Sebagai Wujud Loyalitas ASN

Di dalam pasal 66 UU ASN disebutkan bahwa Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi
PNS wajib mengucapkan sumpah/janji. Dimana dalam bunyi sumpah/janji tersebut
mencerminkan bagaimana Core Value Loyal semestinya dipahami dan diimplementasikan
oleh setiap PNS yang merupakan bagian atau komponen sebuah organisasi pemerintah.

B. Penegakan Disiplin Sebagai Wujud Loyalitas PNS

Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

C. Pelaksanaan Fungsi ASN Sebagai Wujud Loyalitas PNS

Berdasarkan pasal 10 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, seorang ASN memiliki 3 fungsi
yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan public serta perekat dan pemersatu
bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan
perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian
dari Organisasi Pemerintah.

D. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS

Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila menunjukkan


kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang
merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari
anggota masyarakat.
RINGKASAN MODUL ADAPTIF

A. MENGAPA ADAPTIF

Adaptasi adalah suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya mencapai tujuan-
tujuan atau kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan kondisi sosial yang berubah-ubah
agar tetap bertahan (Robbins, 2003)

Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun
organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai-
nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik,
seperti di antaranya: 1. Perubahan lingkungan strategis, 2. Kompetisi di sector public, 3.
Komitmen mutu, 4. Perkembangan teknologi 5. Tantangan praktek administrasi public

B. MEMAHAMI ADAPTIF

Dalam KBBI diuraikan definisi adaptif adalah mudah menyesuaikan (diri) dengan keadaan.
Sedangkan adaptif adalah kemampuan atau kecenderungan untuk menyesuaikan diri
pada situasi yang berbeda . Ini artinya bahwa sebagian besar kamus bahasa memberi
penekanan dalam pengertian adaptif pada hal kemampuan (ability) untuk menyesuaikan diri.

1. Kreativitas dan Inovasi

Sebuah inovasi yang baik biasanya dihasilkan dari sebuah kreativitas. Tanpa daya kreativitas,
inovasi akan sulit hadir dan diciptakan. Adapun dimensi-dimensi kreativitas dikenal melingkupi
antara lain: 1. Fluency (kefasihan/kelancaran), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
banyak ide atau gagasan baru karena kapasitas/wawasan yang dimilikinya. 2. Flexibility
(Fleksibilitas), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak kombinasi dari ide-ide yang
berbeda 3. Elaboration (Elaborasi), yaitu kemampuan untuk bekerja secara detail dengan
kedalaman dan komprehensif. 4. Originality (Orisinalitas), yaitu adanya sifat keunikan,
novelty, kebaruan dari ide atau gagasan yang dimunculkan.

2. Organisasi Adaptif

Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap (landscape),
pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Organisasi adaptif esensinya
adalah organisasi yang terus melakukan pembelajaran (learning) perubahan, mengikuti
perubahan lingkungan strategisnya. Setidaknya terdapat 9 elemen budaya adaptif yang perlu
menjadi fondasi Ketika sebuah organisasi akan mempraktekkannya, yaitu lanskap
(landscape),: 1. Purpose, 2. Cultural values, 3. Vision, 4. Corporate values, 5. Coporate
strategy, 6. Structure, 7. Problem solving, 8. Partnership working, 9. Rules
3. Adaptif Sebagai Nilai dan Budaya ASN

Untuk memastikan agar organisasi terus mampu memiliki pengetahuan yang mutakhir, maka
organisasi dituntut untuk melakukan lima disiplin, yaitu: 1. Pegawainya harus terus mengasah
pengetahuannya hingga ke tingkat mahir (personal mastery); 2. Pegawainya harus terus
berkomunikasi hingga memiliki persepsi yang sama atau gelombang yang sama terhadap
suatu visi atau cita-cita yang akan dicapai bersama (shared vision); 3. Pegawainya memiliki
mental model yang mencerminkan realitas yang organisasi ingin wujudkan (mental model); 4.
Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan untuk mewujudkan
visinya (team learning); 5. Pegawainya harus selalu berpikir sistemik, tidak kaca mata kuda,
atau bermental silo (systems thinking).

Adapun ciri-ciri penerapan budaya adaptif dalam lembaga pemerintahan antara lain sebagai
berikut: 1. Dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan 2.
Mendorong jiwa kewirausahaan 3. Memanfaatkan peluang-peluang yang berubah-ubah 4.
Memperhatikan kepentingan-kepentingan yang diperlukan antara instansi mitra, masyarakat
dan sebagainya. 5. Terkait dengan kinerja instansi.

C. PANDUAN PERILAKU ADAPTIF

Seorang pemimpin adalah seseorang yang membawa perubahan adaptif, bukan teknis. Salah
satu praktik perilaku adaptif adalah dalam hal menyikapi lingkungan yang bercirikan ancaman
VUCA. Johansen (2012) mengusulkan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk
menanggapi ancaman VUCA, yang disebut VUCA Prime, yaitu Vision, Understanding, Clarity,
Agility. Johansen menyarankan pemimpin organisasi melakukan hal berikut: 1. Hadapi
Volatility dengan Vision 2. Hadapi Uncertainty dengan Understanding 3. Hadapi Complexity
dengan Clarity 4. Hadapi Ambiguity dengan Agility

D. ADAPTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH

Organisasi pemerintah tidak dijamin mampu menghadapi seluruh perubahan yang terjadi
sangat cepat dan dinamis di sekitarnya, kecuali dirinya pun harus ikut serta bergerak dinamis.
Kata kunci yang digunakan adalah organisasi pemerintah adalah organisasi pemerintah yang
selalu belajar (learning organization), inovasi, dan perubahan itu sendiri.
RINGKASAN MODUL KOLABORATIF

A. Definisi kolaborasi

Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi kolaborasi dan
collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan
bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between two or more firms aiming
to become more competitive by developing shared routines”. Sedangkan Gray (1989)
mengungkapkan bahwa : Collaboration is a process though which parties with different
expertise, who see different aspects of a problem, can constructively explore differences and
find novel solutions to problems that would have been more difficult to solve without the other’s
perspective (Gray, 1989). Lindeke and Sieckert (2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi
adalah: Collaboration is a complex process, which demands planned, intentional knowledge
sharing that becomes the responsibility of all parties (Lindeke and Sieckert, 2005).

B. Kolaborasi pemerintahan (Collaborative Governance)

Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang mampu membantu
mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan mempertahankan tata kelola stuktur
horizontal sambal mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain itu,
Kolaboratif harus memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi,
terbuka dalam bekerja sama dalam menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan
pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan Bersama.

C. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintahan

WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-


upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang
lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan
pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu
pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang
relevan.

WoG tidak hanya merupakan pendekatan yang mencoba mengurangi sekat-sekat sektor,
tetapi juga penekanan pada kerjasama guna mencapai tujuan-tujuan bersama. Karakteristik
pendekatan WoG dapat dirumuskan dalam prinsip-prinsip kolaborasi, kebersamaan,
kesatuan, tujuan bersama, dan mencakup keseluruhan actor dari seluruh sektor dalam
pemerintahan.
Praktek dan aspek normatif kolaborasi pemerintah

Ansen dan gash mengungkapkan beberapa proses yang harus dilalui dalam menjalin
kolaborasi yaitu:
1) Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra kolaborasi
2) Face tof face Dialogue: melakukan negosiasi dan baik dan bersungguh-sungguh;
3) Komitmen terhadap proses: pengakuan saling ketergantungan; sharing ownership dalam
proses; serta keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4) Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama terkait
permasalahan, serta mengidentifikasi nilai bersama; dan
5) Menetapkan outcome antara.

1. Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah
kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan
formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.

2. Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan
Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama
antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam
ketentuan peraturan perundang- undangan”.

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur juga
mengenai Bantuan Kedinasan yaitu kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
guna kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan di suatu instansi pemerintahan yang
membutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai