NIP : 198902162022032009
NDH : 28
RINGKASAN MATERI CORE VALUE ASN
Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN,
sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan
dalam pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
RINGKASAN MODUL AKUNTABEL
A. Akuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab dari Amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN
menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN
BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah: kemampuan melaksanaan
tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, kemampuan
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien dan kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
C. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan kontrak antara pemerintah dengan aparat birokrasi, serta antara
pemerintah yang diwakili oleh PNS dengan masyarakat. Kontrak antara kedua belah pihak
tersebut memiliki ciri antara lain: Pertama, akuntabilitas eksternal yaitu tindakan pengendalian
yang bukan bagian dari tanggung jawabnya. Kedua, akuntabilitas interaksi merupakan pertukaran
sosial dua arah antara yang menuntut dan yang menjadi bertanggung jawabnya (dalam memberi
jawaban, respon, rectification, dan sebagainya). Ketiga, hubungan akuntabilitas merupakan
hubungan kekuasaan struktural (pemerintah dan publik) yang dapat dilakukan secara asimetri
sebagai haknya untuk menuntut jawaban (Mulgan 2003).
D. Mekanisme Akuntabilitas Birokrasi Indonesia
Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika lingkungan strategis diantaranya
VUCA dan disrupsi teknologi, fenomena demografik (demographic shifting), dan
keterbatasan sumberdaya. Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis,
karakter dan tuntutan keahlian baru.
Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN
harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada
perlakuan yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek
primodial lainnya yang bersifat subyektif.
Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi
tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality,
networking, dan entrepreneurship.
C. Pengembangan Kompetensi
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi
ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan
bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau
mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait
dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip,
yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja
sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine
box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.
1. Berkinerja yang BerAkhlak
2. Meningkatkan kompetensi diri: a) Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah adalah keniscayaan, b) Pendekatan pengembangan
mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”,
merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran utama dari Internet. c)
Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online
network, d) Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian
para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja
atau tempat lain. e) Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks),
yang mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau
luar organisasi.
3. Membantu Orang Lain Belajar
4. Melakukan kerja terbaik
RINGKASAN MODUL HARMONIS
A. Keanekaragaman Bangsa
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau.
Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi mencapai
270.203.917 jiwa pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara berpenduduk terbesar keempat
di dunia. Indonesia juga dikenal karena kekayaan sumber daya alam, hayati, suku bangsa dan
budaya nya. Kekayaan sumber daya alam berupa mineral dan tambang, kekayaan hutan tropis
dan kekayaan dari lautan diseluruh Indonesia.
B. Nasionalisme Kebangsaan
C. Konsep Nasionalisme
• Perspektif modernis melihat bahwa bangsa merupakan hasil dari modernisasi dan
rasionalisasi seperti di contohkan dalam Negara Birokratis, ekonomi industry, dan konsep
sekuler tentang otonomi manusia.
• Aliran Primordialis dengan tokohnya Clifford Geertz (1963) melihat bahwa bangsa
merupakan sebuah pemberian historis, yang terus hadir dalam sejarah manusia dan
memperlihatkan kekuatan inheren pada masa lalu dan generasi masa kini.
• Perspektif perenialis dengan tokohnya Adrian Hastings (1997) melihat bahwa bangsa bisa
ditemukan di pelbagai zaman sebelum periode modern. Dengan demikian, dalam
perspektif primordialis dan perspektif modernis, bangsa modern bukanlah sesuatu yang
baru, karena dia muncul sebagai kelanjutan dari periode sebelumnya.
• Aliran etnosimbolis, seperti ditunjukkan dalam karya John Amstrong (1982) dan Anthony
Smith (1986)‘ aliran ini mencoba menggabung ketiga pendekatan tersebut diatas. Aliran
etnosimbolis melihat bahwa kelahiran bangsa pasca abad ke-18, merupakan sebuah
spesies baru dari kelompok etnis yang pembentukannya harus dimengerti dalam jangka
panjang.
D. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman
I. KONSEP LOYAL
1. Faktor Internal
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang ASN ideal sebagaimana tersebut di atas
adalah sifat loyal atau setia kepada bangsa dan negara. Sifat dan sikap loyal terhadap bangsa
dan negara dapat diwujudkan dengan sifat dan sikap loyal ASN kepada pemerintahan yang
sah sejauh pemerintahan tersebut bekerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku, karena ASN merupakan bagian atau komponen dari pemerintahan itu sendiri.
2. Faktor Eksternal
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang masif saat ini tentu menjadi
tantangan sekaligus peluang bagi ASN untuk memenangi persaingan global.
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapatdimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak
terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Untuk bisa mendapatkan
sikap loyal seseorang, terdapat banyak faktor yang akan memengaruhinya. Terdapat
beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain: 1. Taat pada Peraturan. 2. Bekerja dengan Integritas 3. Tanggung
Jawab pada Organisasi 4. Kemauan untuk Bekerja Sama. 5. Rasa Memiliki yang Tinggi 6.
Hubungan Antar Pribadi 7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan 8. Keberanian Mengutarakan
Ketidaksetujuan 9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai
bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara,
dengan panduan perilaku: 1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah 2.
Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta 3. Menjaga rahasia
jabatan dan negara
II. PANDUAN PERILAKU LOYAL
1. Memegang Teguh ideologi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Setia kepada NKRI serta
Pemerintahan yang Sah 2. Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan Negara
3. Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat
diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya.
Di dalam pasal 66 UU ASN disebutkan bahwa Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi
PNS wajib mengucapkan sumpah/janji. Dimana dalam bunyi sumpah/janji tersebut
mencerminkan bagaimana Core Value Loyal semestinya dipahami dan diimplementasikan
oleh setiap PNS yang merupakan bagian atau komponen sebuah organisasi pemerintah.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pasal 10 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, seorang ASN memiliki 3 fungsi
yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan public serta perekat dan pemersatu
bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan
perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian
dari Organisasi Pemerintah.
A. MENGAPA ADAPTIF
Adaptasi adalah suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya mencapai tujuan-
tujuan atau kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan kondisi sosial yang berubah-ubah
agar tetap bertahan (Robbins, 2003)
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun
organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai-
nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik,
seperti di antaranya: 1. Perubahan lingkungan strategis, 2. Kompetisi di sector public, 3.
Komitmen mutu, 4. Perkembangan teknologi 5. Tantangan praktek administrasi public
B. MEMAHAMI ADAPTIF
Dalam KBBI diuraikan definisi adaptif adalah mudah menyesuaikan (diri) dengan keadaan.
Sedangkan adaptif adalah kemampuan atau kecenderungan untuk menyesuaikan diri
pada situasi yang berbeda . Ini artinya bahwa sebagian besar kamus bahasa memberi
penekanan dalam pengertian adaptif pada hal kemampuan (ability) untuk menyesuaikan diri.
Sebuah inovasi yang baik biasanya dihasilkan dari sebuah kreativitas. Tanpa daya kreativitas,
inovasi akan sulit hadir dan diciptakan. Adapun dimensi-dimensi kreativitas dikenal melingkupi
antara lain: 1. Fluency (kefasihan/kelancaran), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
banyak ide atau gagasan baru karena kapasitas/wawasan yang dimilikinya. 2. Flexibility
(Fleksibilitas), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak kombinasi dari ide-ide yang
berbeda 3. Elaboration (Elaborasi), yaitu kemampuan untuk bekerja secara detail dengan
kedalaman dan komprehensif. 4. Originality (Orisinalitas), yaitu adanya sifat keunikan,
novelty, kebaruan dari ide atau gagasan yang dimunculkan.
2. Organisasi Adaptif
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap (landscape),
pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Organisasi adaptif esensinya
adalah organisasi yang terus melakukan pembelajaran (learning) perubahan, mengikuti
perubahan lingkungan strategisnya. Setidaknya terdapat 9 elemen budaya adaptif yang perlu
menjadi fondasi Ketika sebuah organisasi akan mempraktekkannya, yaitu lanskap
(landscape),: 1. Purpose, 2. Cultural values, 3. Vision, 4. Corporate values, 5. Coporate
strategy, 6. Structure, 7. Problem solving, 8. Partnership working, 9. Rules
3. Adaptif Sebagai Nilai dan Budaya ASN
Untuk memastikan agar organisasi terus mampu memiliki pengetahuan yang mutakhir, maka
organisasi dituntut untuk melakukan lima disiplin, yaitu: 1. Pegawainya harus terus mengasah
pengetahuannya hingga ke tingkat mahir (personal mastery); 2. Pegawainya harus terus
berkomunikasi hingga memiliki persepsi yang sama atau gelombang yang sama terhadap
suatu visi atau cita-cita yang akan dicapai bersama (shared vision); 3. Pegawainya memiliki
mental model yang mencerminkan realitas yang organisasi ingin wujudkan (mental model); 4.
Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan untuk mewujudkan
visinya (team learning); 5. Pegawainya harus selalu berpikir sistemik, tidak kaca mata kuda,
atau bermental silo (systems thinking).
Adapun ciri-ciri penerapan budaya adaptif dalam lembaga pemerintahan antara lain sebagai
berikut: 1. Dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan 2.
Mendorong jiwa kewirausahaan 3. Memanfaatkan peluang-peluang yang berubah-ubah 4.
Memperhatikan kepentingan-kepentingan yang diperlukan antara instansi mitra, masyarakat
dan sebagainya. 5. Terkait dengan kinerja instansi.
Seorang pemimpin adalah seseorang yang membawa perubahan adaptif, bukan teknis. Salah
satu praktik perilaku adaptif adalah dalam hal menyikapi lingkungan yang bercirikan ancaman
VUCA. Johansen (2012) mengusulkan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk
menanggapi ancaman VUCA, yang disebut VUCA Prime, yaitu Vision, Understanding, Clarity,
Agility. Johansen menyarankan pemimpin organisasi melakukan hal berikut: 1. Hadapi
Volatility dengan Vision 2. Hadapi Uncertainty dengan Understanding 3. Hadapi Complexity
dengan Clarity 4. Hadapi Ambiguity dengan Agility
Organisasi pemerintah tidak dijamin mampu menghadapi seluruh perubahan yang terjadi
sangat cepat dan dinamis di sekitarnya, kecuali dirinya pun harus ikut serta bergerak dinamis.
Kata kunci yang digunakan adalah organisasi pemerintah adalah organisasi pemerintah yang
selalu belajar (learning organization), inovasi, dan perubahan itu sendiri.
RINGKASAN MODUL KOLABORATIF
A. Definisi kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi kolaborasi dan
collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan
bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between two or more firms aiming
to become more competitive by developing shared routines”. Sedangkan Gray (1989)
mengungkapkan bahwa : Collaboration is a process though which parties with different
expertise, who see different aspects of a problem, can constructively explore differences and
find novel solutions to problems that would have been more difficult to solve without the other’s
perspective (Gray, 1989). Lindeke and Sieckert (2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi
adalah: Collaboration is a complex process, which demands planned, intentional knowledge
sharing that becomes the responsibility of all parties (Lindeke and Sieckert, 2005).
Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang mampu membantu
mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan mempertahankan tata kelola stuktur
horizontal sambal mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain itu,
Kolaboratif harus memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi,
terbuka dalam bekerja sama dalam menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan
pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan Bersama.
WoG tidak hanya merupakan pendekatan yang mencoba mengurangi sekat-sekat sektor,
tetapi juga penekanan pada kerjasama guna mencapai tujuan-tujuan bersama. Karakteristik
pendekatan WoG dapat dirumuskan dalam prinsip-prinsip kolaborasi, kebersamaan,
kesatuan, tujuan bersama, dan mencakup keseluruhan actor dari seluruh sektor dalam
pemerintahan.
Praktek dan aspek normatif kolaborasi pemerintah
Ansen dan gash mengungkapkan beberapa proses yang harus dilalui dalam menjalin
kolaborasi yaitu:
1) Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra kolaborasi
2) Face tof face Dialogue: melakukan negosiasi dan baik dan bersungguh-sungguh;
3) Komitmen terhadap proses: pengakuan saling ketergantungan; sharing ownership dalam
proses; serta keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4) Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama terkait
permasalahan, serta mengidentifikasi nilai bersama; dan
5) Menetapkan outcome antara.
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah
kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan
formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan
Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama
antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam
ketentuan peraturan perundang- undangan”.
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur juga
mengenai Bantuan Kedinasan yaitu kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
guna kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan di suatu instansi pemerintahan yang
membutuhkan.