Anda di halaman 1dari 8

Nama Peserta : Intan Permata Sari, S.Pd.

NIP : 19930816 202012 2 011


No.Daft.Hadir/ Kelp : Kelompok 2
Latsar CPNS Angk. : 34
Golongan : III/a
Tempat Latsar : SMP Negeri 2 Purwokerto
Jabatan : Calon Ahli Pertama Guru Bahasa Indonesia
Instansi : SMP Negeri 1 Baturaden

MODUL 1 : BERORIENTASI PELAYANAN

Banyak definisi dari pelayanan publik yang diungkapkan oleh beberapa ahli, dari
beberapa definisi tersebut kemudian dapat diambil kesimpulan bahwa pelayanan publik
adalah sebuah kegiatan atau sistem yang menyediakan dan memenuhi kebutuhan publik
yang disediakan oleh pemerintah atau sektor swasta sebagai penyelenggara pelayanan
publik.
Menurut UU Pelayanan Publik, penyelenggara pelayanan publik adalah setiap
institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen dan badan hukum lain
yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik. Sejalan
dengan fungsi ASN dalam UU Nomor 5 Tahun 2014, maka Aparatur Sipil Negara (ASN)
adalah salah satu dari penyelenggara pelayanan publik. Hal itu sesuai dengan pasal 10
UU ASN, yang menyebutkan bahwa ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Masyarakat dalam UU
Pelayanan Publik didefinisikan sebagai seluruh pihak, baik warga negara maupun
penduduk (perorangan, kelompok, maupun badan hukum) yang berkedudukan sebagai
penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ada 12 asas penyelenggaraan pelayanan publik yang tercantum dalam Pasal 4
UU Pelayanan Publik, yaitu kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak,
keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan
perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus
bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Prinsip pelayanan publik yang baik adalah partisipatif (melibatkan masyarakat),
transparan (mudah diakses), responsif (mendengarkan dan memenuhi aspirasi), tidak
diskriminatif (tidak membeda-bedakan), mudah dan murah, efektif dan efisien, aksesible
(dapat dijangkau), akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan) dan berkeadilan.
Selain prinsip-prinsip tersebut, ada unsur penting dari pelayanan publik (dalam
konteks ASN) yaitu penyelenggara pelayanan publik (ASN/Birokrasi), penerima layanan
(masyarakat, stakeholders, atau sektor privat), kepuasan yang diberikan atau diterima.
Permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia berkaitan erat
dengan proses pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara yang masih jauh
dari harapan masyarakat. Pelayanan publik yang berkualitas seharusnya berorientasi
kepada pemenuhan kepuasan pengguna layanan atau lebih dikenal dengan pelayanan
prima. Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah suatu proses yang secara terus-
menerus guna mewujudkan konsep good governance yang menjadi dambaan
masyarakat sebagai pemegang hak utama atas pelayanan publik.
Pasal 34 UU Pelayanan Publik juga secara jelas mengatur mengenai bagaimana
perilaku pelaksana pelayanan publik, termasuk ASN, dalam menyelenggarakan
pelayanan publik, yaitu: adil dan tidak diskriminatif; cermat, santun dan ramah, tegas,
andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut- larut; profesional; tidak mempersulit;
patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas
dan integritas institusi penyelenggara; tidak membocorkan informasi atau dokumen yang
wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; terbuka dan
mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; tidak
menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik; tidak
memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan
informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat; tidak
menyalahgunakan informasi; jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki, sesuai
dengan kepantasan dan tidak menyimpang dari prosedur.
Untuk melaksanakan pelayanan publik yang prima menuju pemerintahan berkelas
dunia (World Class Government), diperlukan penguatan terhadap budaya kerja ASN
Pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa) pada tanggal 27 Juli 2021. Dalam surat
Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 dijelaskan
bahwa BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Berorientasi pelayanan sebagai nilai
dan dasar untuk berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat
memiliki 3 panduan perilaku atau kode etik yaitu:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik ASN wajib mendengar dan
memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya)
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; serta melakukan perbaikan
tiada henti.
Setiap ASN harus memberikan pelayanan dengan ramah (senyum, sapa,
salam), berpenampilan rapi, cekatan (cepat dan tepat), dan solutif.
c. Melakukan perbaikan tiada henti.
Pemberian layanan yang bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan
masyarakat sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan
diperbaiki.
Untuk mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era
digital, maka diperlukan inovasi pelayanan publik yang bersumber pada permasalahan
yang dihadapi dalam memberikan layanan. Banyak faktor yang mempengaruhi
munculnya inovasi pelayanan publik seperti, komitmen dari pimpinan, adanya budaya
inovasi, dan dukungan regulasi. Maka dari itu perlu adanya kolaborasi antara pemerintah,
partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya inovasi.

Simpulan dari penulis:


Untuk mewujudkan tujuan bangsa Indonesia serta menuju World Class Government,
diperlukan keberhasilan dalam melaksanakan pelayanan prima yang berpihak pada
masyarakat. ASN sebagai salah satu pelaksana pelayanan publik harus mampu
berpegang tegung pada nilai-nilai dasar (core value) ASN, salah satunya yaitu
berorientasi pelayanan. Nilai berorientasi pelayanan ini tentu saja diwujudkan dengan
komitmen untuk selalu memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat dengan
langkah memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat; bersikap ramah, cekatan,
solutif, dan dapat diandalkan; serta melakukan perbaikan tiada henti. Perbaikan ini
memang harus senantiasa dilakukan untuk menghasilkan pelayanan yang lebih dari
harapan publik. Untuk itu, diperlukan inovasi pelayanan publik dari para ASN sebagai
salah satu penyelenggara pelayanan publik. Hal ini merupakan perwujudan dari salah
satu tugas dan fungsi ASN yaitu sebagai pelayan publik.
MODUL 2: AKUNTABEL

Dalam realisasi pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia, kita menemukan


banyak sekali fenomena yang menunjukkan pelayanan yang tidak prima. Banyak ditemui
oknum pemberi layanan yang memanfaatkan kondisi untuk mendapatkan keuntungan
pribadi maupun kelompok dengan dalih ‘waktu adalah uang’. Apabila fenomena ini
dilakukan oleh semua personil, maka ada permasalahan dari segi layanan publik di
negara ini.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan Publik telah
memberikan pijakan sebuah layanan publik dan membawanya menuju kondisi yang lebih
baik. Hal ini merupakan hasil kerja keras dan komitmen semua pihak, baik dari sisi
penyelenggara pelayanan dan masyarakat penerima layanan. Namun, perlu upaya yang
besar untuk mempertahankan komitmen ini. ASN tentu saja berkewajiban untuk menjaga
dan ikut berpartisipasi dalam proses meningkatkan kualitas layanan tersebut. Selain
berpegang teguh pada employer branding dan core value, seorang ASN juga perlu
memiliki menyal melayani yang bersumber dari diri sendiri.
Kita tentu saja sering mendengar kata akuntabilitas dan menyamakannya
responsibilitas (tanggung jawab). Padahal keduanya merupakan konsep yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berdasar dari moral
individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas
adalah kewajiban seorang individu, kelompok maupun institusi untuk
mempertanggungjawabkan segala tindakannya sebagai pelayan publik kepada atasan,
lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik.
Sebagai salah satu nilai dasar atau core value ASN, akuntabel merupakan sebuah
komitmen untuk senantiasa bertanggung jawab atas kepercayaan yang telah diberikan.
Ada 3 panduan perilaku atau kode etik akuntabel yaitu melaksanakan tugas dengan jujur
dan bertanggung jawab, cermat, disiplin, dan berintegritas tinggi; menggunakan
kekayaan dan barang milik negara secara bertanggungjawab, efektif, dan efisien; tidak
menyalahgunakan kewenangan jabatan. Aspek-aspek akuntabilitas terdiri dari:
a. Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (antara individu/kelompok/institusi
dengan negara dan masyarakat.)
b. Akuntabilitas berorientasi pada hasil (perilaku aparat yang bertanggungjawab,
adil, dan inovatif)
c. Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (sebagai wujud akuntabilitas)
d. Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (berupa penghargaan dan sanksi)
e. Akuntabilitas memperbaiki kinerja (untuk melayani masyarakat)
Akuntabilitas adalah prinsip dasar yang harus dipegang seorang ASN untuk
merubah citranya menjadi pelayan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tiga fungsi utama
akuntabilitas yaitu: menyediakan kontorl demokratis, mencegah korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas.
Akuntabilitas merupakan kontrak antara pemerintah dengan aparat birokrasi,
serta antara pemerintah yang diwakili oleh ASN dengan masyarakat yang berciri
akuntabilitas eksternal yaitu tindakan pengendalian yang bukan bagian dari tanggung
jawabnya; akuntabilitas interaksi yang merupakan pertukaran sosial dua arah antara
yang menuntut dan yang bertanggungjawab; hubungan akuntabilitas merupakan
hubungan kekuasaan struktural yang dapat dilakukan secara asimetri sebagai haknya
untuk menuntut jawaban.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertikal, yaitu
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi dan
akuntabilitas horizontal, yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal (dari
dalam diri), akuntabilitas individu (hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya)
, akuntabilitas kelompok (antar berbagai kelompok), akuntabilitas organisasi (individu
terhadap organisasi/instansi), dan akuntabilitas stakeholder (organisasi kepada
masyarakat/pengguna layanan).
Hal yang tak kalah pentingnya dengan akuntabilitas adalah integritas. Integritas
adalah kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Akuntabilitas dan integritas adalah dua
konsep yang dijadikan landasan dasar dari administrasi negara. Integritas ini juga
sebagai kunci terlaksananya gerasakan pemberantasan korupsi di negara kita.
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka
mekanisme akuntabilitas harus mengandung dimensi: akuntabilitas kejujuran dan
hukum, akuntabilitas proses, akuntabilitas program, dan akuntabilitas kebijakan.
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang akuntabel diperlukan 9 komponen yang
harus terpenuhi yaitu kepemimpinan, transparansi, integritas, tanggung jawab, keadilan,
kepercayaan, keseimbangan, kejelasan dan konsistensi. Sedangkan langkah yang harus
dilakukan untuk menciptakan frameword akuntabilitas yaitu:
a. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dan tanggungjawab yang harus
dilakukan.
b. Melakukan perencanaan atas apa yang perlu dilakukan untuk mencapai
tujuan.
c. Melakukan implementasi dan memantau kemajuan yang sudah dicapai.
d. Memberikan laporan hasil secara lengkap, mudah dipahami dan tepat waktu.
e. Melakukan evaluasi hasil dan menyediakan masukan atau feedback untuk
memperbaiki kinerja yang telah dilakukan melalui kegiatan- kegiatan yang
bersifat korektif.
Nah bagaimana jika dalam pelaksanaan tugas ASN menemui konflik
kepentingan? Perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa konflik kepentingan adalah suatu
keadaan dimana seseorang yang diberi kewenangan dan kekuasaan memiliki
kepentingan profesional yang bersinggungan dengan kepentingan pribadi. Konflik
kepentingan ini dapat berupa keuangan ( penggunaan sumber daya lembaga, termasuk
dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan pribadi) dan non keuangan
(penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan / atau orang lain) .
Jika konflik kepentingan terjadi, maka ASN harus dapat memastikan kepentingan pribadi
atau keuangan tidak bertentangan dengan kemampuan mereka untuk melakukan tugas-
tugas resmi mereka dengan tidak memihak. Selain itu ketika konflik kepentingan yang
timbul antara kinerja tugas publik dan kepentingan pribadi atau personal, maka ASN
dapat berhati-hati untuk kepentingan umum. Selain itu, jika konflik muncul, ASN dapat
melaporkan kepada pimpinan secara tertulis, untuk mendapatkan bimbingan mengenai
cara terbaik dalam mengelola situasi secara tepat.
Salah satu ciri berjalanannya pemerintahan yang akuntabel adalah adanya
keterbukaan informasi publik. Informasi publik terbagi menjadi 2 kategori yaitu: informasi
yang wajib disediakan dan diumumkan dan informasi yang dikecualikan (dirahasiakan).
Pengecualian informasi inipun tidak boleh bersifat permanen dan biasanya memiliki 3
tolok ukur yaitu undang- undang, kepatutan dan kepentingan umum. Keterbukaan
informasi ini berlandaskan pada prinsip Maximum Access Limited Exemption
(MALE), permintaan tidak perlu disertai alasan, mekanisme yang sederhana, murah, dan
cepat, informasi harus utuh dan benar, informasi proaktif, perlindungan pejabat yang
beritikad baik. Atas dasar prinsip itu, maka pada dasarnya semua ASN berhak
memberikan informasi, namun dalam prakteknya tidak semua ASN punya kemampuan
untuk memberikan informasi berdasarkan berapa prinsip-prinsip tersebut. Sikap ASN
yang diharapkan adalah ASN tidak akan mengungkapkan informasi resmi atau dokumen
yang diperoleh selain seperti yang dipersyaratkan oleh hukum atau otorisas yang
diberikan oleh institusi; ASN tidak akan menyalahgunakan informasi resmi untuk
keuntungan pribadi atau komersial untuk diri mereka sendiri atau yang lain.
Penyalahgunaan informasi resmi termasuk spekulasi saham berdasarkan informasi
rahasia dan mengungkapkan isi dari surat-surat resmi untuk orang yang tidak
berwenang; ASN akan mematuhi persyaratan legislatif, kebijakan setiap instansi dan
semua arahan yang sah lainnya mengenai komunikasi dengan menteri, staf menteri,
anggota media dan masyarakat pada umumnya.
Selain perilaku dalam hubungannya dengan informasi publik tersebut, seorang
ASN juga memiliki aturan perilaku berkaitan dengan menghindari perilaku yang curang
dan koruptif. ASN diharapkan tidak akan terlibat dalam penipuan atau korupsi. ASN juga
dilarang untuk melakukan penipuan yang menyebabkan kerugian keuangan aktual atau
potensial untuk setiap orang atau institusinya. Selain itu ASN dilarang berbuat curang
dalam menggunakan posisi dan kewenangan mereka untuk keuntungan pribadinya.
Pada dasanya ASN harus melaporkan setiap perilaku curang atau korup serta
pelanggaran kode etik badan mereka. Di samping itu, ASN akan memahami dan
menerapkan kerangka akuntabilitas yang berlaku di sektor publik.

Simpulan dari penulis:


Pelayanan publik di Indonesia mewariskan berbagai budaya feodal yang menyebabkan
banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang berujung pada pelayanan publik yang tidak
prima. Selain berpijak pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan
Publik, seorang ASN juga harus berpegang pada nilai akuntabel yang diwujudkan
dengan komitmen ASN untuk bertanggung jawab atas kepercayaan yang telah diberikan.
Langkah yang dapat ditempuh untuk mewujudkan komitmen itu yaitu dengan cara
melaksanakan tugas dengan jujur dan bertanggung jawab, cermat, disiplin, dan
berintegritas tinggi; menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggungjawab, efektif, dan efisien; tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.
Prinsip akuntabel yang dipegang oleh seorang ASN juga harus dilaksanakan dalam hal
keterbukaan informasi publik dengan tetap berlandaskan pada prinsip keterbukaan
informasi. Dalam pelaksanaan tugasnya, tentu saja seorang ASN akan bersinggungan
dengan konflik kepentingan baik berupa keuangan dan non keuangan. Pada posisi inilah
core value akuntabel berperan penting dan harus senantiasa dipegang teguh oleh
seorang ASN untuk mewujudkan budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan.
Sehingga pelayanan publik di Indonesia mampu menuju ke arah yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai