Anda di halaman 1dari 15

RESUME - AGENDA II

NILAI-NILAI DASAR ASN

 A.   BERORIENTASI PELAYANAN (MODUL 1)


1.    Pendahuluan
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai Berorientasi Pelayanan pada peserta
melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan bagaimana memahami dan memenuhi kebutuhan
masyarakat; ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; serta melakukan perbaikan tiada henti. Mata
Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembelajaran Agenda II Pelatihan Dasar P3K yang dalam
penyampaiannya dapat dilakuan secara terintegrasi dengan 6 (enam) Mata Pelatihan Agenda II yang
lainnya, baik pada fase pembejalaran mandiri, jarak jauh, maupun klasikal. Materi-materi pokok yang
disajikan pada modul ini masih bersifat umum sehingga dapat dikembangkan dan diperinci lebih lanjut
pembahasannya pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan panduan dari pengampu. Untuk
membantu peserta memahami substansi materi, maka pada setiap akhir pembahasan materi
pokok dilengkapi dengan latihan soal dan evaluasi. Latihan dan evaluasi tersebut hendaknya dikerjakan
dengan sebaik-baiknya oleh setiap peserta.
2.    Konsep Pelayanan Publik
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administrative yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. terdapat tiga unsur penting dalam
pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu
1)        penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi,
2)        penerima layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan
3)        kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.
Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga pemerintah ingin
meningkatkan kepercayaan publik, karena dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak-pihak yang
dilayani. nDalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayan publik, serta sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
1)    melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan;
2)    memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3)    mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
   Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN
menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga
Melayani Bangsa). Core Values ASN BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi
Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core
Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat
diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas pelayanan
publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa
ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat
3.    Berorientasi Pelayanan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi tuntutan
kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang
mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan,
prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib
mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat. Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat
dengan perilaku melayani dengan senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih;
melayani dengan cepat dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk
memilih layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad
memberikan pelayanan yang prima. Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan
masyarakat sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu
layanan yang diberikan dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih baik
dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better
and better). Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era
digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business as
usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam
pemberian pelayanan publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks
atau permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam memberikan layanannya menjadi
akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan publik. Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari
pimpinan, adanya budaya inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah,
partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai strategi untuk
mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.
 
MODUL AKUNTABEL( MODUL 2)
a.    Pendahuluan
Dalam Mata Diklat Akuntabel, secara substansi pembahasan berfokus pada pembentukan nilai-nilai
dasar akuntabilitas. Peserta diklat akan dibekali melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan
pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi,
penggunaan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta
tidak menyalahgunakan kewenangan jabatannya.
b.    Potret Pelayanan Publik Negeri ini
1)    Peribahasa ‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk memberikan layanan
spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari biasanya. Sayangnya,
konsep ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi penerima layanan yang sebenarnya tidak
tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat, menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak
selama puluhan tahun.
2)    Tugas berat Anda sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi dalam proses
menjaga dan meningkatkan kualitas layanan tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan dan payung
hukum sudah memadai, namun, secara pola pikir dan mental, harus diakui, masih butuh usaha keras
dan komitment yang ekstra kuat.
3)    Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani Bangsa”, menjadi udara segar
perbaikan dan peningkatan layanan publik. Namun, Mental dan Pola Pikir berada di domain pribadi,
individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku
koruptif yang negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini, sebaliknya, mental dan
pola pikir positif pun harus bisa memberikan dampak serupa.
 
c. Konsep Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami. Ketika
seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak
mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan
dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki
arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari
moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban
untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada atasan,
lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung jawab.
Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggungjawaban
yang harus dicapai. Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas
adalah sebuah hubungan, akuntabilitas berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya
laporan, akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta akuntabilitas memperbaiki kinerja. Akuntabilitas
publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu pertama, untuk menyediakan kontrol demokratis
(peran demokrasi); kedua, untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran
konstitusional); ketiga, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar). Akuntabilitas publik
terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertical (vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal
(horizontal accountability). Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal,
akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder
d.    Panduan Perilaku Akuntabel
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara sebagai dua aspek
yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun, integritas memiliki keutamaan
sebagai dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah nilai
paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan kepada setiap
pegawai atau pejabat negara. Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri.
Mekanisme ini dapat diartikan secara berbedabeda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk
perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem
penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints,
ataupun software untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau website yang dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel adalah: 1)
kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab (responsibilitas), 5) keadilan, 6)
kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9) konsistensi. Untuk memenuhi terwujudnya
organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi
yaitu Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program, dan Akuntabilitas
kebijakan. Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu pembangunan
budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas dapat menjadi faktor
yang kuat dalam membangun pola pikir dan budaya antikorupsi.

e.    Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintahan


Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan urusan
publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan
transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).
  Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik. Hal ini
berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang berfungsi memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan yang harus dipatuhi
oleh para pelayan publik atau birokrat untuk menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik.
Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber daya lembaga termasuk
dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan
posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan /atau orang lain).
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-langkah
yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
a.  Penyusunan Kerangka Kebijakan,
b.  Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
c.  Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
d.  Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.
MODUL   KOMPETEN (MODUL 3)
1.    Pendahuluan
Disadari isu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk aspek pengembangan SDM
memanglah penting. Hal ini tercermin dari prioritas pembangunan nasional jangka menengah ke 4,
tahun 2020-2024, berfokus pada penguatan kualitas SDM, untuk sektor keAparaturan, pembangunan
diarahkan untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia. Wujud birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan
dengan apa yang disebut dengan SMART ASN, yaitu ASN yang memiliki kemampuan dan karakter
meliputi: integritas, profesinal, hospitality, networking, enterprenership, berwawasan global, dan
penguasaan IT dan Bahasa asing. Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika
lingkungan strategis diantaranya VUCA dan disrupsi teknologi, fenomena demografik (demographic
shifting), dan keterbatasan sumberdaya. Keadaan ini merubah secara dinamis lingkungan pekerjaan
termasuk perubahan karakter dan tuntutan keahlian (skills). Kenyataan ini menutut setiap elemen atau
ASN di setiap instansi selayaknya meninggalkan pendekatan dan mindset yang bersifat rigit peraturan
atau rule based dan mekanistik, cenderung terpola dalam kerutinan dan tidak adapatif dengan
zamannya. ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar, utamanya: inovasi, daya saing, berfikir
kedepan, dan adaptif Sifat dan kompetensi dasar ini krusial untuk mewujudkan instansi pemerintah yang
responsif dan efektif
2.    Tantangan Lingkungan Strategis
         Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan keahlian
baru.
         Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai kecenderungan
kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih
lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri.
         Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai berikut: Berorientasi Pelayanan:
1)    Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
2)    Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
3)    Melakukan perbaikan tiada henti.
Akuntabel:
1)    Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
2)    Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
Kompeten:
1)    Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab tantangan yang selalu berubah;
2)    Membantu orang lain belajar;
3)    Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
Harmonis:
1)    Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
2)    Suka mendorong orang lain;
3)    Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
Loyal:
1)    Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan yang sah;
2)    Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan negara;
3)    Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adaptif:
1)    Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
2)    Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
3)    Bertindak proaktif.
Kolaboratif:
1)    Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
2)    Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama nilai tambah;
3)    Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan bersama.
 
3.    Kebijakan Pembangunan Aparatur
  Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN harus memenuhi
kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan yang diskriminatif,
seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat
subyektif.Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024, diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy),
yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola
yang semakin efektif dan efisien Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN
dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking,
dan entrepreneurship.
 
 4.    Pengembangan Kompetensi
1.  Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi
meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.
2.  Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN,
kompetensi meliputi:
a.     Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan;
b.     Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan
c.      Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral,
emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja
sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
3.  Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
4.  Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi ASN dan
maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
5.  Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine box
pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai
dalam nine box tersebut.
  
 5.    Perilaku Kompeten
1.  Berkinerja yang BerAkhlak:
a.    Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
b.    Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan public
c.    Perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku BerAkhlak.
2.  Meningkatkan kompetensi diri:
a.     Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah adalah
keniscayaan.
b.     Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga sebagai teori
“net-centric”, merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran utama dari Internet.
c.      Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online network.
d.     Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian para pakar/konsultan,
yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja atau tempat lain.
e.     Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang mengatur diri sendiri dalam
interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar organisasi.
3.  Membantu Orang Lain Belajar:
a.    Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria kantor termasuk morning tea/coffee
sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan.
b.    Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar pengetahuan” atau
forum terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums).
c.     Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang terkandung dalam dokumen kerja seperti
laporan, presentasi, artikel, dan sebagainya dan memasukkannya ke dalam repositori di mana ia dapat
dengan mudah disimpan dan diambil (Knowledge Repositories).
d.    Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer), dalam bentuk
pengembangan jejaring ahli (expert network), pendokumentasian pengalamannya/pengetahuannya, dan
mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman (lessons learned).
4.  Melakukan kerja terbaik:
a.    Pengetahuan menjadi karya: sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang melalui berbagai perubahan
lingkungan dan karya manusia.
b.    Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan dengan apa yang
menjadi terpenting dalam hidup seseorang
MODUL HARMONIS (MODUL 4)
1.             Pendahuluan
      Perkembangan dan kemajuan zaman memberikan tantangan bagi pelayan masyarakat dalam
pemerintahan untuk memiliki kemampuan yang mumpuni. Setiap abdi negara perlu memiliki kempetensi
teknis sesuai bidang tugas dan kopetensi manajerial serta sosio kultral dalam rangka bersinergi dan
berkolaborasi untuk terciptanya layanan prima bagi masyarakat. Sebagai perwujudan hal tersebut telah
di tetapkan nilai dasar yang menjadi standar kompetensi bagis setiap ASN, dengan akronim
BerAKHLAK, yaitu Beroientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan
Kolaboratif. Mata Pelatihan Harmonis dalam Latsar BerAKHLAK ini mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman kepada setiap P3K dalam Latsar ASN mengenai keberagaman berbangsa, rasa saling
menghormati, dan bagaimana menjad pelayan dan abdi masyarakat yang baik.
 
2.    Keanekaragaman Bangsa dan Budaya di Indonesia
1)    Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia
Keaneka ragaman suku bangsa itu dapat dipahami disebabkan karena kondisi letak geografis Indonesia
yang berada di persimpangan dua benua dan samudra. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis dan budaya yang membuat beragamnya suku bangsa dan
budaya diseluruh indonesia. Keaneka ragaman suku bangsa itu dapat dipahami disebabkan karena
kondisi letak geografis Indonesia yang berada di persimpangan dua benua dan samudra. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis dan budaya yang membuat
beragamnya suku bangsa dan budaya diseluruh indonesia. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia
dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa: menempatkan
persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
atau kepentingan golongan;menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara;
bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa;
menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia; mengembangkan sikap tenggang rasa.
 2)    Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan Persatuan Kebangsaan
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara,
Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang
negara. Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut: "Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin
sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA." Nampak
jelas bahwa para pendiri bangsa sangat peduli dan penuh kesadaran bahwa bangsa Indonesia
merupakan perkumpulan bangsa yang berbeda dan hanya rasa persatuan, toleransi, dan rasa saling
menghargai yang dapat membuat tegaknya NKRI. Sejarah kejayaan bangsa dan kelamnya masa
penjajahan karena terpecah belah telah membuktikan hal tersebut.
3)    Konsep dan Teori
Perspektif modernis dipelopori diantaranya oleh Ben Anderson (1991), J. Breully (1982,1996), C.
Calhoun (1998), E. Gellner (1964, 1983) E. Hobsbawn (1990), E. Kedourie (1960). Perspektif modernis
melihat bahwa bangsa merupakan hasil dari modernisasi dan rasionalisasi seperti di contohkan dalam
Negara Birokratis, ekonomi industry, dan konsep sekuler tentang otonomi manusia. Perspektif modernis
memandang dunia pra modern berupa formasia politik yang heterogen (kerajaan, negara – kota, teritori
teokrasi, dilegitimasikan oleh prinsip dinasti, agama, ditandai keragaman bahasa, budaya, batas
territorial yang cair, dan terpenggal, stratifikasi sosial dan regional, menjadi lenyap dengan hadirnya
Negara bangsa.
3.    Mewujudkan Suasana Harmonis dalam Lingkungan Bekerja dan Memberikan Layanan
Kepada Masyarakat
1)  Suasana Harmonis
Paham idealisme etik mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah baik dan suka hal-hal
yang baik. Apabila ada orang-orang yang menyimpang dari kebaikan, itu semata-mata karena dia tidak
tahu norma untuk bertindak dengan baik atau tidak tahu cara-cara bertindak yang menuju ke arah
kebaikan. Hal yang diperlukan adalah suatu peringatan dan sentuhan nurani yang terus-menerus untuk
menggugah kesadaran moral dan melestarikan nilainilai tersebut dalam kehidupan dan interaksi antar
individu. Dengan demikian, para pegawai dan pejabat perlu terus diingatkan akan rujukan kode etik ASN
yang tersedia. Sosialisasi dari sumber-sumber kode etik itu beserta penyadaran akan perlunya menaati
kode etik harus dilakukan secara berkesinambungan dalam setiap jenis pelatihan kepegawaian untuk
melengkapi aspek kognisi dan aspek profesionalisme dari seorang pegawai sebagai abdi masyarakat.
ASN sebagai ASN diharapkan bekerja baik di tempat belerja juga menjadi role model di lingkungan
masyarakat. Dengan menegakkan nilai etika maka suasana harmonis dapat terwujud dilinkungan
ditempat bekerja dan lingkungan masyarakat dimanapun ASN berada.
2)  Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya Harmoni
Secara umum, menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Pasal 11 tentang ASN, tugas pegawai ASN
adalah sebagai berikut. a. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan b. Memberikan pelayanan
publik yang profesional dan berkualitas c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
 
  MODUL LOYAL (MODUL 5)
a.    Pendahuluan
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembelajaran Agenda II Pelatihan Dasar P3K yang dalam
penyampaiannya dapat dilakuan secara terintegrasi dengan 6 (enam) Mata Pelatihan Agenda II yang
lainnya, baik pada fase pembejalaran mandiri, jarak jauh maupun klasikal. Mata Pelatihan ini diberikan
untuk memfasilitasi pembentukan nilai Loyal, sehingga peserta memiliki dedikasi yang tinggi dan
senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara pada saat melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai ASN. Materi-materi Pokok yang disajikan meliputi : 1) Konsep Loyal; 2) Panduan
Perilaku Loyal; dan 3) Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah. Materi-materi pokok tersebut masih
bersifat general sehingga dapat dikembangkan dan diperinci lebih lanjut pembahasannya pada saat
pelaksanaan pembelajaran dengan panduan dari Pengampu Materi
b.    Konsep Loyal
1)  Urgensi Loyalitas ASN
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang ASN ideal sebagaimana tersebut di atas adalah sifat
loyal atau setia kepada bangsa dan negara. Sifat dan sikap loyal terhadap bangsa dan negara dapat
diwujudkan dengan sifat dan sikap loyal ASN kepada pemerintahan yang sah sejauh pemerintahan
tersebut bekerja sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, karena ASN merupakan
bagian atau komponen dari pemerintahan itu sendiri.
2)  Makna Loyal dan Loyalitas
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap
cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Loyalitas
merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Untuk bisa mendapatkan sikap loyal seseorang, terdapat
banyak faktor yang akan memengaruhinya.
3)  Loyal dalam Core Values ASN
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyelenggarakan
Peluncuran Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara (ASN), di Kantor Kementerian
PANRB, Jakarta pada hari Selasa tanggal 27 Juli Tahun 2021. Pada kesempatan tersebut Presiden
Joko Widodo meluncurkan Core Values dan Employer Branding ASN. Peluncuran ini bertepatan dengan
Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang
merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif,
Kolaboratif
4)  Membangun Perilaku Loyal
(a)   Membangun rasa kecintaan dan memiliki Seorang pegawai akan setia dan loyal terhadap
organisasinya apabila pegawai tersebut memiliki rasa cinta dan yang besar terhadap organisasinya.
Rasa cinta ini dapat dibangun dengan memperkenalkan organisasi secara komprehensif dan detail
kepada para pegawainya
(b)   Meningkatkan Kesejahteraan Usaha peningkatan kesejahteraan pegawai dapat menjadi salah satu
faktor yang dapat menumbuhkan rasa dan sikap loyal seorang pegawai.
(c)    Memenuhi Kebutuhan Rohani Maksud dari pemenuhan kebutuhan rohani adalah kemampuan
organisasi untuk memberikan hak pegawai atas hal yang tidak bersifat materi. Ini bisa dilakukan dengan
menawarkan pengalaman dan pendekatan emosional dalam pekerjaan.
(d)   Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir Setiap dari kita memiliki target yang ingin dicapai.
Salah satu bentuknya adalah pencapaian dalam karir, seperti posisi atau jabatan. Melalui penempatan
yang tepat atau pemindahan secara berkala.
(e)   Melakukan Evaluasi secara Berkala Dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja,
maka setiap pegawai dapat mengetahui kesalahan atau kekurangannya sebagai acuan untuk terus
melakukan perbaikan dan pengembangan kinerjanya sebagai wujud loyalitasnya
 
c.    Panduan Perilaku Loyal
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip
Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan serangkaian
Kewajiban (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan mengoperasionalkan ketentuan-ketentuan tersebut
maka dirumuskanlah Core Value ASN berakhlak yang didalamnya terdapat nilai loyal dengan 3 panduan
perilaku (kode etik) nya. Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk ASN terhadap bangsa dan
negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam
kehidupan sehari-harinya, yaitu:
1)  Cinta Tanah Air
2)  Sadar Berbangsa dan Bernegara
3)  Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4)  Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara 5. Kemampuan Awal Bela Negara
 
d.    Loyal dalam Kontek Organisasi Pemerintah
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila menunjukkan kemampuan
ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang merupakan
bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat
MODUL  ADAPTIF (MODUL 6)
a.    Pendahuluan
Mata pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai-nilai Adaptif kepada peserta melalui
substansi pembelajaran yang terkait dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan
lingkungan, terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas, berperilaku adaptif serta bertindak
proaktif.
b.    Mengapa Adaptif
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun organisasi untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai-nilai adaptif perlu
diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik, seperti di antaranya
perubahan lingkungan strategis, kompetisi yang terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim,
perkembangan teknologi dan lain sebagainya.
1)  Perubahan Lingkungan Strategis
Dalam hal ini diperlukan perubahan cara kerja melalui adaptasi dunia industri dan sektor terkait dengan
cara beralih dari tradisi industri yang lama. Aktivitas industri yang masih berbasis kegiatan eksploitasi
sumber daya alam, khususnya minyak dan batu bara misalnya, harus segera dialihkan ke sumber-
sumber yang lebih ramah lingkungan. Adaptasi ini diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
pembangunan yang lebih ramah terhadap lingkungan
2)  Kompetisi di Sektor Publik
Di sektor bisnis, atmosfir persaingan antar pelaku usaha adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Dengan
situasi kompetisi, maka pelaku usaha dipaksa untuk menghasilkan kinerja dan produktivitas terbaik,
agar mampu bertahan hidup dari konsekuensi perubahan zaman. Pelaku usaha dengan daya saing
tinggi akan terus bertahan dan memenuhi permintaan atau selera pasar. Sebaliknya pelaku usaha yang
tidak mampu bersaing akan mengalami kebangkrutan atau mati pada akhirnya
3)  Komitmen Mutu
efektivitas, efisiensi, inovasi dan mutu menjadi kata kunci bagi ASN agar berkomitmen dalam
memberikan pelayanan yang terbaik. Konsekuensi penting dari komitmen mutu ini adalah bahwa ASN
harus memastikan pelayanan publik terselenggara sebaik mungkin dengan cara apapun, sekalipun
harus melakukan perubahan, penyesuaian atau “adaptasi” tentunya
4)  Perkembangan Teknologi
Dalam rangka memahami perkembangan aspirasi dan kebutuhan masyarakat terkini, pemerintah juga
dapat memanfaatkan serta menganalisis big data, sehingga dapat lebih mudah membaca dinamikanya.
Bahkan tingkat kepercayaan publik pun dapat dianalisis dari big data. Analisis big data tidak lagi menjadi
kebutuhan marketing saja, tetapi melebar lebih luas pada kebutuhan untuk melihat respon masyarakat
terhadap layanan pemerinta
5)  Tantangan Praktek Administrasi Publik
Pandemi Covid 19 yang menghantam negara-negara di dunia pada awal tahun 2020 juga turut
meningkatkan intensitas tekanan VUCA khususnya terhadap praktek penyelenggaraan administrasi
publik. Sementara itu pemerintah tetap berkewajiban menjalankan fungsi pelayanan publiknya dalam
situasi aktivitas fisik yang sangat dibatasi. Sehingga dengan demikian memanfaatkan teknologi menjadi
salah satu pilihan terbaik untuk memastikan semua pelayanan tetap berjalan
6)  Diskusi
Mendiskusikan perubahan lingkungan strategis yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik secara menyeluruh. Mendengarkan pendapat dan pemahaman
peserta mengenai pentingnya karakter adaptif dalam merespon perubahan lingkungan strategis tersebut
Membahas bagaimana perubahan lingkungan strategis terjadi dalam konteks Indonesia, dan bagaimana
ASN dapat beradaptasi dengan perubahan dimaksud.
c.    Memahami Adaptif
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup. Organisasi dan individu di dalamnya
memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk hidup, untuk mempertahankan keberlangsungan
hidupnya. Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya dibedakan mengenai
bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus berpikir kreatif. Pada level organisasi,
karakter adaptif diperlukan untuk memastikan keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas
dan fungsinya. Penerapan budaya adaptif dalam organisasi memerlukan beberapa hal, seperti di
antaranya tujuan organisasi tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan
lainnya. Dan budaya adaptif sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun karakter
adaptif pada diri ASN sebagai individu yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuannya.
 
Organisasi Adaptif
Organisasi  adaptif  esensinya  adalah  organisasi  yang  terus melakukan perubahan, mengikuti
perubahan lingkungan strategisnya. Maragaret  Rouse  mengatakan  “An  adaptive  enterprise  (or 
adaptive organization) is an organization in which the goods or services demand and  supply  are 
matched  and  synchronized  at  all  times.  Such  an organization optimizes the use of its resources
(including its information technology resources), always using only those it needs and paying only for 
what  it  uses,  yet  ensuring  that  the  supply  is  adequate  to  meet demand”.
 
d.    Panduan Perilaku Adaptif
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan – baik individu
maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau mewujudkan
individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan
Ambiguity). Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi
complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility. Organisasi adaptif yaitu organisasi yang
memiliki kemampuan untuk merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder
dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam
organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat
dan dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai
sebuah strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja
Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas.
 
e.    Adaptif dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah
adaptif dengan indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya manusia adaptif; (b)
Penguatan organisasi adaptif dan (c) Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi
pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman bagaimana Pemerintah Singapura
menghadapi perubahan yang terjadi di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah
dynamic governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran
fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again)
dan berpikir lintas (think across). Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang
berbeda untuk pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient
organization). Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat
organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya, desain, adaptasi, dan budaya (atau
sisu, kata Finlandia yang menunjukkan keuletan.
 
f.     Studi Kasus Adaptif
Diskusikan peran apa saja yang bisa dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait, termasuk
pemerintah daerah dalam menangani isu perubahan iklim Diskusikan dengan teman dalam kelompok,
apakah kegunaan dan kelemahan dari aplikasi PeduliLindungi. Bagaimana adaptasi yang harus
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam memaksimalkan pemanfaatan teknologi ini. Dapatkan
anda mencari contoh keberhasildan dan kesuksesan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan
lingkungan? Diskusikan dan sampaikan di depan kelas. etelah menjawab dan mempelajari dari studi
kasus di atas, diskusikan dalam kelompok, lalu paparkan di kelas rumuskan bagaimana langkah-
langkah organisasi pemerintah dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Serta pelajaran apa
yang dapat diambil dari kasus di sektor bisnis. Jelaskan juga peran apa yang harus dikembangkan dari
aspek individu ASN untuk mendorong organisasi menjadi adaptif.

MODUL KOLABORATIF (MODUL 7)


a.  Pendahuluan
Kolaborasi menjadi hal sangat penting di tengah tantang global yang dihadapi saat ini. Banyak ahli
merumuskan terkait tantangantantangan tersebut. Prasojo (2020) mengungkapkan beberapa tantangan
yang dihadapi saat ini yaitu disrupsi di semua kehidupan, perkembangan teknologi informasi, tenaga
kerja milenal Gen Y dan Z, serta mobilitas dan fleksibilitas. Morgan (2020) mengungkapkan lima
tantangan yang dihadapi yaitu new behaviour, perkembangan teknologi, tenaga kerja milenial, mobilitas
tinggi, serta globalisasi. Vielmetter dan Sell (2014) mengungkapkan tentang global mega trend 2013
yaitu Globalization 2.0, environmental crisis, individualization and value pluralism, the digital era,
demographic change, and technological convergence. Pada tahun 2020, Berger (2020) melakukan
forecasting yang lebih panjang dengan mengeluarkan konsep tentang global mega trend untill 2050
diantaranya people and society, health and care, environment and resources, economic and business,
technology and Innovation, serta politic and democracy. World Economic Forum (WEF) (2021) juga
ambil bagian dalam menganalisis tantangan global yang akan dihadapi yaitu adanya serangan cyber,
perubahan iklim secara global, ketimpangan digitalisasi, kegagalan iklim, adanya senjata pemusnah
masal, krisis mata pencaharian penyakit menular , serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan
manusia.
b.  Konsep Kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi kolaborasi dan collaborative
governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “
value generated from an alliance between two or more firms aiming to become more competitive by
developing shared routines”.
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya yang juga perlu dijelaskan yaitu
collaborative governance. Irawan (2017 P 6) mengungkapkan bahwa “ Collaborative governance
“sebagai sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan antar
aktor governance .
c.   Praktek danAspek Normatif Kolaborasi Pemerintah
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan,
gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan
efektif antara entitas publik. Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang
melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama
antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan
peraturan perundangundangan”

Anda mungkin juga menyukai