Anda di halaman 1dari 18

KEBIJAKAN PELAYANAN ELEKTRONIK

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori Pelayanan Publik

Dosen Pengampu :

Drs. Mubarok, M.Si

Disusun oleh :

Kelas A Semester IV

Kelompok 11

Aldin Alfarizi (1178010016)

Anisya Septa Pitaloka (1178010028)

Deni Mardiana Ruswandi (1178010039)

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2018/2019
KATA PENGATAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan Makalah Teori Pelayanan
Publik ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
senantiasa membawa kita kepada jalan keridhaan Allah SWT.

Makalah ini disusun demi memenuhi tugas mata kuliah Teori Pelayanan Publik dan
kami sajikan dalam berbagai sumber informasi dan referensi. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan dari segala isinya, baik
bahasan, penyusunan maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran khususnya dari Dosen mata kuliah yang bersangkutan agar menjadi bekal untuk bisa
lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Bandung, Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………..………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………..………………..…….ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….……....……………1

A. Latar Belakang………………...…………………………….……..………………….1
B. Rumusan Masalah……………...…………………………....………..……………….1
C. Tujuan……………………...……………………………..…………..………………..1

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………….…………………2

A. Pelayanan Informasi Publik…………………………………………………..……….2


B. Informasi Publik………………………………………………………………….……3
C. Badan Publik : Peran Koordinasi dan Komunikasi………………..…………………..5
D. Layanan Informasi Publik Berbasis E-Government………………………………….10

BAB III SIMPULAN………………………………………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...…………………………..15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian di


Indonesia adalah suatu kewajiban dan tugas pemerintah untuk mensejahterakan
seluruh warga masyarakat Indonesia melalui pelayanan publik, sehingga pemerintah
telah melakukan berbagai upaya agar warga masyarakat Indonesia merasakan hidup
makmur dan sejahtera. Informasi memiliki peran penting dan strategis untuk
menjawab permasalahan pelayanan publik dan perubahan dinamika masyarakat yang
serba cepat.

Situasi ketidakpastian yang tinggi sehingga informasi publik dapat dianggap


added value serta dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan penyelenggaraan dan
pimpinan dalam melayani masyarakat. Dengan demikian informasi yang akurat dapat
memberikan feedback yang konstruktif dan positif dalam proses pemberian kualitas
pelayanan yang berkelanjutan. Dengan layanan informasi publik yang berkualitas E-
Government dapat memperluas partisipasi publik sehingga masyarakat
diinformasikan untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan kebijakan pelayanan publik di
setiap badan layanan publik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelayanan informasi publik?
2. Bagaimana informasi publik?
3. Bagaimana badan publik: peran koordinasi dan komunikasi?
4. Bagaimana layanan informasi publik berbasis E-Government?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pelayanan informasi publik.
2. Untuk mengetahui informasi publik.
3. Untuk mengetahui badan publik: peran koordinasi dan komunikasi.
4. Untuk mengetahui layanan informasi publik berbasis E-Government.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pelayanan Informasi Publik

Salah satu ciri era demokratisasi yang sudah maju adalah keterbukaan
informasi. Keterbukaan tersebut telah menjadi tuntutan zaman dan kebutuhan
masyarakat seiring dengan proses demokratisasi itu sendiri, transparansi, dan hak
asasi manusia. Keterbukaan informasi ini pulalah yang menjadi penciri dari
penyelenggaraan Good Governance yang diimpikan masyarakat Indonesia.

Dalam hal keterbukaan informasi publik negara pertama yang memberlakukan


adalah Swedia (Alamsyah Saragih : 2009). Bahkan untuk mendukungnya, sejak tahun
2000, Swedia adalah negara pertama di dunia yang mengadopsi tata kelola
pemerintahan secara elektronik atau yang dikenal dengan e-government. Kebijakan
mengadopsi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi tersebut digunakan
untuk memperkuat demokrasi serta membantu Swedia kearah masyarakat yang
berbagai informasi secara elektronik (Scott M Cutlip: 2007). Melalui ICT terkini
tersebut, masyarakat dapat saling berbagi informasi dan berkomunikasi dengan
sesama warga dan dengan pemerintah.

Perkembangan keterbukaan informasi publik di Indonesia diawali sejak tahun


2000 dalam bentuk kebijakan (kebebasan memperoleh informasi publik). Perumusan
dan masyarakat sipil. Hingga Sembilan tahun pembahasan yang cukup panjang dan
sempat mengalami stagnasi, akhirnya tanggal 30 April 2008 rancangan tersebut
disahkan oleh presiden menjadi Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi publik. Dalam rentang waktu yang sekian lama tersebut, di
beberapa daerah telah mensahkan perda transparansi serta membentuk komisi
transparansi sebagai upaya untuk mensupport kehadirannya. Dan setidaknya terdapat
beberapa kabupaten atau kota yang telah memiliki perda transparansi. Diantaranya
kabupaten Lebak, Sragen, Kebumen, Solok, dan Surabaya.

2
Kehadiran suatu kebijakan berupa UU No.14/ 2008 banyak menimbulkan
‘kekhawatiran dan kepanikan’ sejumlah birokrasi di badan publik. Kekhawatiran itu
cukup beralasan karena beberapa hal. Pertama, informasi yang apabila diberikan
secara terbuka kepada publik dapat membahayakan negara, menimbulkan persaingan
usaha yang tidak sehat, berkaitan dengan privasi seseorang, rahasia jabatan, serta
belum dikuasainya dan didokumentasisikannya informasi yang dibutuhkan
masyarakat.

Kedua terbukanya masyarakat yang akan meminta informasi kepada instansi


sesuai dengan kebutuhan masing – masing. Informasi saja. Mulai dari informasi
sederhana seperti pengurusan KTP, akte kelahiran hingga layanan yang paling berat
dokumen kriminal oleh aparat atau bahkan masalah korupsi. Karena itu perlu adanya
pengembangan tata kelola sistem layanan informasi publik yang baik, akurat, cepat,
dan tepat.

Untuk mewujudkan layanan informasi publik yang berkualitas tersebut, perlu


adanya sinergi di antara badan publik yang memilki kewenangan serta standarisasi
pelayanan. Tentu saja, prinsip penyelenggaraan yang berkualitas harus tetap menjadi
frame of referent dan framework. Kualitas tersebut tidak hanya berkaitan dengan
masalah – masalah teknis tetapi juga berkaitan dengan kualitas infomasi itu sendiri.
Hal ini menjadi penting karena akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
kualitas kinerja layanan informasi yang diberikan setiap badan publik sebagai
penyedia jasa informasi.

B. Informasi Publik

Informasi bukanlah sekedar keterangan yang diberikan seseorang ataupun


badan publik. Informasi adalah fakta, data, berita – berita, atau keterangan –
keterangan yang telah diolah sebaik-baiknya agar memiliki arti dan nilai penting bagi
seseorang atau organisasi.

Informasi berbeda dengan data. Umumnya kita sering merancu kedua istilah
tersebut. Zulkifli Amsyah (2002:2) membedakan antara informasi dan data. Informasi
adalah data yang sudah diolah, dibentuk, atau dimanipulasi sesuai dengan keperluan
tertentu. Data adalah fakta yang sudah tertulis dalam bentuk catatan atau direkam ke
dalam berbagai bentuk media (computer).

3
Sedangkan Indrajit (2002) mengungkapkan bahwa informasi adalah hasil dari
pengolahan data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih bila
dibandingkan dengan data mentah. Data dapat dikatakan memiliki nilai informasi bila
ia dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Artinya, seseorang akan bergerak untuk
berperilaku sesuai dengan maksud dan tujuan.

Berguna tidaknya informasi bergantung beberapa hal. Yakni tujuan penerima;


ketelitian penyampaian dan pengolahan data; waktu; runag dan tempat; bentuk
(efektivitas, hubungan yang diperlukan, kecenderungan) dan bidang – bidang yang
memerlukan perhatian pimpinan organisasi/ badan publik serta kejelasan, kesesuaian
dengan tujuan, dan ketepatan sasaran.

Nilai manfaat informasi pun dapat diperhatikan kualitasnya. Salah satu


kriterianya adalah ketersediaan informasi itu sendiri. Bila informasi yang dibutuhkan
oleh masyarakat tersedia dengan lengkap dan mudah untuk diperoleh, informasi
tersebut dapat terkategorikan sebagai available. Informasi pun harus mudah dipahami
oleh siapapun, relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan, dan
bermanfaat bagi yang mengaksesnya. Informasi juga harus tersedia tepat waktu,
terutama apabila yang membutuhkan ingin segera memecahkan permasalahan yang
dihadapi.

Sumber – sumber informasi harus dapat diandalkan (reliabilitas) kebenarannya


serta akurat. Maksudnya bahwa informasi seyogyanya bersih dari kesalahan, harus
jelas, dan secara tepat memiliki makna lugas dari data pendukungnya. Terakhir,
informasi tidak boleh mengandung kontradiksi dalam penyajiannya atau konsisten.

Ciri – ciri informasi sebagai sumber yang baik dan berkualitas tersebut dapat
memberikan manfaat tidak hanya bagi seseorang, masyarakat, tetapi juga organisasi
profit ataupun non-profit. Karenanya informasi tersebut harus dikelola dan disimpan
dengan baik sehingga mudah ditelusuri jika diperlukan. Kualitas informasi tersebut
tentu akan sangat membantu bagi pengakses dalam mengambil sebuah keputusan
yang cepat, tepat, rasional, dan bijak. Pula, tidak lagi mendasarkan diri pada hal-hal
yang bersifat intuitif ataupun berdasarkan pengalaman belaka. Meskipun yang kedua
ini terkadang diperlukan sebagai dasar pijakan sebagai bahan pertimbangan.

4
Begitu pentingnya informasi publik, setiap orang berhak untuk mengaksesnya.
Terlebih lagi bahwa hak seseorang untuk memperoleh informasi publik tersebut telah
dijamin dan diatur dalm Undang-Undang keterbukaan informasi publik No 14/2008.
Bahwa hak memperoleh informasi publik merupakan hak asasi manusia.

C. Badan Publik : Peran Koordinasi dan Komunikasi

Pembicaraan masalah kualitas dalam konteks ini tidak hanya mengacu pada
informasi itu sendiri tetapi juga hal pelayanan. Kemudian, siapakah sebenarnya yang
berkepentingan dalam memberikan layanan informasi yang berkualitas kepada
publik? Tentu, jawabannya adalah badan publik.

Badan publik yang dimaksudkan adalah semua lembaga publik yang


penyelenggaranya mendapat dana yang bersumber dari sebagian atau seluruh APBN
dan atau APBD, sumbangan masyarakat, dan atau luar negeri. Partai politik pun
termasuk bagian dari badan publik. Ia juga berkewajiban untuk memberikan informasi
yang berkaitan dengan kewenangannya.

Mekanisme untuk mendapatkan layanan informasi, setiap badan publik


haruslah tetap memprioritaskan kualitas informasi dan pelayanan. Dan secara teknik,
kualitas pelayanna juga mengedepankan prinsip cepat, tepat waktu, sederhana, dan
biaya ringan. Untuk mewujudkan layanan yang berkualitas, ketentuan dalam pasal 13
UU KIP mengisyaratkan bahwa setiap badan publik menunjuk Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) dengan tugas mengembangkan sistem penyediaan
layanan yang terstandarisasikan secara nasional.

Setiap badan publik dalam memberikan layanan informasi publik harus


memiliki delapan prinsip. Kedelapan prinsip tersebut adalah 1) fokus kepada
kepuasan pelanggan, 2) kepemimpinan untuk menyatukan pemahaman tentang peran
dan arah pengembangan pelayanan informasi, 3) pendekatan proses dengan
memperhatikan keterkaitan dengan pemasok informasi, 4) keterlibatan SDM di semua
tingkatan organisasi, 5) penggunaan pendekatan sistem dalam manajemen, 6)
penerapan perbaikan berkelanjutan, 7) pengambilan keputusan berbasis fakta, 8)
hubungan saling menguntungkan dengan pemasok informasi (Imam Sudarwo, 2006).

5
Selain memiliki prinsip tersebut, lembaga layanan informasi juga harus
mampu memenuhi persyaratan umum, yaitu 1) mengidentifikasikan proses sistem
manajemen mutu yang diperlukan serta menerapkannya ke seluruh organisasi, 2)
menentukan interaksi dan urutan dari proses tersebut , 3) menetapkan kriteria dan
metode untuk menjamin efektivitas operasi dan pengendalian proses tersebut, 4)
menjamin ketersediaan sumber daya dan informasi untuk mendukung operasi dan
monitoring proses tersebut, 5) melaksanakan pemantauan, penilaian, dan analisis
kinerja proses tersebut, dan 6) melaksanakan tindakan untuk menjamin pencapaian
rencana dan perbaikan berkelanjutan.

Tolak ukur puas tidaknya warga terhadap layanan informasi bergantung


kualitas layanan yang diberikan badan publik. Kualitas pelayanan tersebut dapat
dilihat dari empat belas unsur yang relevan, valid, dan reliabel. Keempat belas unsur
tersebut merupakan unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran kualitas
dan kepuasan masyarakat, yakni pertama, kemudahan prosedur serta kesederhanaan
alur pelayanan; kedua, kesesuaian persyaratan pelayanan dengan jenis layanan;
ketiga, kejelasan petugas pelayanan baik nama, jabatan, maupun kewenangan dan
tanggung jawabnya; keempat, kedisiplinan dan kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan. Kesungguhan ini bisa dilihat dari konsistensi waktu kerja
dalam pelayanan.

Unsur berikutnya adalah kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas


dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. Keenam adalah kemampuan
yang meliputi keahlian dan keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan.
Kecepatan pelayanan sebagai unsur ketujuh merupakan target waktu yang telah
ditentukan untuk dapat memberikan dan menyelesaikan pelayanan. Kedelapan adalah
memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang memiliki golongan dan status
yang berbeda. Kesembilan, yakni kesopanan dan keramahan petugas dalam
memberikan layanaa. Kesopanan dan keramahan tersebut dapat dipantau dari sikap
dan perilaku saling menghormati dengan sesama customer.

Yang tidak kalah pentingnya dalam pelayanan adalah masalah kewajaran dan
kepastian. Kewajaran yang dimaksudkan adalah keterjangkauannya biaya pelayanan
yang telah ditetapkan oleh unit pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan kepastian
dalam hal ini bisa berwujud biaya dan jadwal pelayanan.

6
Kepastian biaya pelayanan adalah keseluruhan antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan dan yang dimaksudkan dengan kepastian jadwal
pelayanan itu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Kenyamanan lingkungan dalam memberikan layanan juga harus mendapatkan


perhatian. Kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih rapi, dan teratur dapat
memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. Begitu halnya dengan
keamanan pelayanan.

Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya keamanan lingkungan unit


penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat
merasa tenang untuk mendapat pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan
dari pelaksanaan pelayanan.

Tantangan terbesar dalam mewujudkan pelayanan informasi yang berkualitas


adalah bagaimana pengemasan, pengolahan, dan penyampaian informasi yang
menarik, actual, dan up to date. Dan secara kelembagaan siapakah atau lembaga
manakah sebenarnya yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam
mengagregasikan dan mengelola informasi di masing – masing dinas terkait ?

Dalam UU No. 14/ 2008 disebutkan bahwa untuk pengumpulan dan


pengelolaan informasi diperlukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di
masing – masing Dinas yang ada di wilayah tersebut. Bila di masing – maisng
membentuk PPID dengan cara memfungsikan, mengaktifkan, dan mengefektifkan
SKPD yang ada, dengan tanpa melakukan pemborosan “ sumber dana dan sumber
daya manusia”. Ini berarti sebuah terobosan yang baik. Dalam konteks ini setiap
badan publik perlu melakukan inoveasi dengan tetap mengedepankan prinsip
pelayanan yang lebih baik, meski layanan yang diberikan bersifat manual.

Pertanyaan yang kemudian muncul lagi adalah apakah masyarakat yang


membutuhkan informasi harus datang secara langsung di tiap-tiap dinas/kecamatan
yang memiliki kewenangan dengan informasi yang dibutuhkannya.

7
Dalam peraturan perundangan memang menghendaki semacam itu, yaitu
komunikasi langsung. Namun demikian apakah pelayanan tersebut sudah efektif?
Inilah tantangan yang dihadapi dan harus segera dicarikan solusi alternatifnya untuk
mewujudkan tatanan pemerintahan yang lebih baik (Good Governance).

Pada dasarnya secara teori, komunikasi merupakan prasyarat dasar demokrasi.


Dalam prakteknya, komunikasi juga tidak terlepas dari bagaimana pemerintah
melakukan kegiatannya, mengambil keputusan, membuat kebijakan, membangun
hubungan dengan masyarakat, media dan kelompok masyarakat.

Head (2007 : 39) mengemukakan bahwa :

“… a primary focus of communications will be information on the availability


of service and benefits, access to services, eligibility for service, changes to
such arrangements, and various rights and obligations.”

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa fokus utama komunikasi adalah adanya


informasi tentang, ketersediaan dan manfaat pelayanan, akses masyarakat ke layanan,
hak untuk mendapatkan pelayanan, perubahan pengaturan, dan berbagai hak dan
kewajiban. Artinya, dengan jelas pendapat tersebut menyatakan bahwa komunikasi
memiliki keterkaitan dengan pelayanan publik.

Terdapat dua kutub yang saling bertentangan dalam layanan informasi namun
saling melengkapi, yaitu kutub manual dan kutub elektronik. Berbeda dengan kutub
layanan manual seperti yang telah dijelaskan, kutub elektronik lebih mengedepankan
layanan informasi lewat media internet atau yang dikenal dengan e-government.
Lewat media e-government, semua informasi dapat diunduh masyarakat tanpa harus
melakukan antrian panjang dan direpotkan oleh birokrasi yang “berbelit-belit” serta
tidak tersekat oleh batasan ruang dan waktu.

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa layanan informasi publik di masing-


masing dinas yang bersifat manual atau komunikasi face to face memiliki kinerja atau
kualitas layanan yang sangat jelek (Totok, 2009). Hal ini diperkuat dengan indeks
Kepuasan Masyarakat sebesar 54,65. Kondisi pelayanan publik dengan model face to
face communication tersebut, menurut Bovens (dalm Prawoto, 2007), termasuk dalam
kategori birokrasi pelayanan street level, yaitu tingkatan birokrasi yang paling dasar.

8
Sementara layanan informasi publik berbasis e-government menunjukkan kualitas
yang sedikit lebih baik ketimbang yang masih bersifat manual.

Dikatakan “sedikit lebih baik” karena masih terdapat gap antara manajemen
layanan dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Terjadinya gap tersebut juga
dikarenakan tidak maksimalnya koordinasi di antara institusi yang ada dalam
melakukan kerjasama secara elektronik. Hal ini diperkuat dengan temuan fakta
empiris yang membuktikan bahwa peran koordinasi di antara dinas-dinas terkait
sangat lemah dan lambat (Kasiyanto, 2009). Bahkan model kerjasama jaringan
informasi antarlembaga pemerintah tidak ada standarisasi. Kerjasama yang dilakukan
selama ini cenderung atas dasar permintaan untuk melaksanakan tugas.

Mekanisme untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan masyarakat dapat


dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis. Yang dilakukan secara tertulis bisa lewat
surat, email, mailing list. Sementara yang tidak tertulis dapat dilakukan melalui
komunikasi tatap muka alias datang langsung ke badan publik yang terkait, PPID,
atau Komisi Informasi Publik. Hal penting yang harus diperhatikan dalam level street
birokrasi adalah kualitas pelayanan , kerjasama, dan koorndinasi di antara institusi itu
sendiri maupun institusi-institusi lain yang terkai.

Peran koordinasi di antara institusi menjadi lebih penting. Karena


meningkatnya kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat akan
meningkatkan pula kepercayaan masyarakat kepada kredibilitas pemerintah itu
sendiri. Kerananya efektivitas koordinasi diantara badan publik harus melihat tiga
aspek. Yaitu proses, sumber, dan sasaran. Aspek proses menitikberatkan pada
kegiatan dan proses inrenal itu sendiri. Aspek sumber mengacu pada sarana dan
prasarana yang dimiliki, teknologi informasi dan komunikasi. Aspek ketiga adalah
kemudahan masyarakat untuk mengakses informasi secara langsung layanan
pemerintah.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, aktivitas penyampaian


informasi tersebut menjadi bagian yang sangat vital. Melalui informasi yang dikelola
secara cermat dan akurat, publik akan memahami, bahkan memberikan dukungan,
ketika suatu kebijakan pembangunan digulirkan. Demikian pula sebaliknya. Jika
informasi yang disampaikan tidak dipahami dan kurang transparan, kekhawatiran
akan timbulnya keresahan bahkan gejolak sangat dimungkinkan mengemuka.

9
D. Layanan Informasi Publik Berbasis E-Gov

Melalui konvergensi teknologi komunikasi, fasilitas pelancaran arus informasi


antarlembaga publik dapat membentuk sebuah jaringan dan koordinasi dalam
penyediaan dan pelayanan informasi publik. Serta terciptanya program-program
komunikasi yang konvergen dan sirkuler antara lembaga publik dengan masyarakat.
Tuntutan ideal semacam ini tentu dapat menciptakan pola komunikasi yang sirkuler
dan konvergen yang tetap dan harus diperjuangkan serta dipenuhi oleh lembaga
publik dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta
sebagai upaya menciptakan atmosfir pelayanan publik yang berkualitas. Implikasinya,
lembaga – lembaga publik harus lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam menyediakan,
merumuskan, memformat, serta mendiseminasikan informasi publik kepada
masyarakat. Tidak hanya itu, lembaga publik harus mampu mengelola respon publik
secara lebih elegan, transparan, dialogis, serta akomodatif.

Yang terpenting dalam layanan informasi publik adalah tidak hanya sekedar di
displaykan melalui media elektronik, e-government, ataupun lainnya tetapi juga harus
bisa direspon jika ada konstituen (pengakses resmi) yang meminta jasa layanan
informasi tersebut. Dalam konteks ini, ada semacam proses interaksi antara pihak
pemberi dan penerima yang dapat dinikmati masyarakat pengguna jasa. Semua harus
berjalan secara kontinum dan memiliki nilai plus yakni aman, mudah, dan murah.

Mekanisme untuk mendapatkan informasi harus jelas jangka waktunya, cepat,


sederhana, dan murah. Informasi yang disampaikan harus proaktif serta tidak tersekat-
sekat oleh batasan organissi dan kewenangan birokrasi. Dan tugas setiap badan publik
dalam konteks pelayanan prima harus mampu memberikan kepuasan kepada customer
(publik) dalam memperoleh informasi.

Untuk memenuhi tuntutan transparansi serta pelayanan publik yang cepat,


mudah, murah, dan tidak berbelit-belit menuju Good Governance (pemerintahan yang
bersih); pemerintahan mengeluarkan INPRES Nomor 3 Tahun 2003 Tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. INPRES tersebut
antara lain menginstruksikan kepada gubernur dan bupati / walikota di seluruh
Indonesia untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi,
dan kewenangan masing-masing guna terlaksananya program pengembangan e-
government secara nasional (Kasiyanto, 2004:62).

10
Hadirnya konvergensi teknologi informasi dalam paradigma e-Government
dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memampukan masyarakat untuk
memperoleh informasi ataupun berkomunikasi secara interaktif. Dalam hal ini
kualitas dan produktivitas menjadi sangat penting bagi masyarakat.

Kemudahan aksesibilitas informasi yang tanpa batasan ruang dan waktu


tersebut dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam meningkatkan
pelayanan publik yang berkualitas serta mengatasi permasalahan pembangunan secara
inovatif. Karenanya, segala aktivitas birokrasi harus dapat diketahui publik secara luas
termasuk informasi yang tidak boleh dikuasai dan disembunyikan oleh badan publik.
Badan publik harus mampu memberikan akses dan menyediakan informasi bagi
masyarakat baik diminta ataupun tidak.

Pemerintah sangat menyadari hal ini. Karena itu pemerintah menempuh


berbagai upaya. Antara lain dengan menerapkan sistem elektronik government (e-
government) atau pemerintahan berbasis elektronik. Dengan pola ini, pemerintahan
tradisional (traditional government) yang identik dengan paper-based administration
maupun pengerjaan secara manual mulai di tinggalkan.

Berdasarkan definisi dari World Bank, e-government adalah penggunaan


teknologi informasi (seperti Wide Area Network, Internet dan mobile computing) oleh
pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan
pihak yang berkepentingan. Dalam praktiknya, e-government adalah penggunaan
internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik
yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat.

Dalam implementasinya, dapat dilihat sedemikian beragam tipe pelayanan


yang ditawarkan oleh pemerintah kepada masyarakat melalui e-Government. Salah
satu cara mengkategorikan jenis – jenis pelayanan pada e-Government adalah :

1. Publish, yaitu sebuah komunikasi satu arah, dimana pemerintah


mempublikasikan berbagai data dan informasi yang dimilikinya untuk dapat
secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak – pihak lain yang
berkepentingan melalui internet.

11
2. Interact, yaitu sebuah komunikasi dua arah, terdapat dua jenis aplikasi yang bisa
digunakan yaitu pertama bentuk portal dimana situs terkait memberikan fasilitas
searching bagi mereka yang ingin mencari data, dan yang kedua pemerintah
menyediakan kanal dimana masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit –
unit yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Transact, yaitu interaksi dua arah dimana terjadi sebuah transaksi yang
berhubungan dengan perpindahan uang dari satu pihak ke pihak lainnya.

Setidaknya implementasi e-government dapat menciptakan pelayanan publik


secara online atau berbasis komputerisasi. Memberikan pelayanan tanpa adanya
inventaris pegawai institusi publik, dan memangkas sistem antrian yang panjang
hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu, e-government
juga dimaksudkan untuk mendukung pemerintahan yang baik (Good Governance).
Penggunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi
dapat mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
lembaga publik.

Layanan informasi publik berbasis e-government juga dapat memperluas


partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam
pengambilan keputusan maupun kebijakan oleh pemerintah, memperbaiki
produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Di Indonesia, inisiatif e-government telah diperkenalkan melalui instruksi


Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media, dan
Informatika). Dalm instruksi itu dinyatakan bahwa aparat pemerintah harus
menggunakan teknologi telematika untuk mendukung Good Government dan
mempercepat proses demokrasi.

E-government wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-


kantor pemerintahan. Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat
di gunakan untuk menyediakan akses bagi semua masyarakat berupa pelayanan yang
mendasar dan mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintahan.
E-government dengan menyediakan pelayanan melalui internet dapat dibagi dalam
beberapa tingkatan yaitu penyediaan informasi, interaksi satu arah, interaksi dua arah
dan transaksi yang berarti pelayanan elektronik secara penuh.

12
Interaksi satu arah bisa berubah fasilitas men-download formulir yang
dibutuhkan. Pemrosesan atau pengumpulan formulir secara online merupakan contoh
interaksi dua arah. Sedangkan pelayanan elektronik penuh berupa pengambilan
keputusan dan delivery (pembayaran).

Terdapat dua model layanan informasi publik yang dapat digunakan oleh
setiap badan publik untuk memberikan layanan informasi. Yaitu model manual dan
elektronik. Prinsip yang harus tetap dikedepankan adalah kualitas informasi itu sendiri
dan pelayanan. Model elektronik government tidaklah harus berupa CMC
(communication mediated computer) tetapi dapat diawali dengan teknologi yang
familiar dengan masyarakat, seperti telepon ataupun HP. Yang terpenting lagi adalah
peran koordinasi dan kerjasama dalam agregasi, pengelolaan, dan diseminasi
informasi yang dilakukan oleh badan publik. Pola koordinasi dan kerjasama tersebut
tidak hanya sebatas pada hubungan kerja tetapi harus sebagai sebuah sistem yang
holistik.

13
BAB III

SIMPULAN

Dengan diterbitkannya kebijakan UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan


informasi publik dalam pelaksanaannya perlu sinergi antara badan publik yang memiliki
kewenangan dan standarisasi penyelenggaraan pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan publik
yang berkualitas tidak terlepas dari seberapa besar kualitas informasi. Hal ini menjadi penting
bahwa keterbukaan informasi dalam pelayanan akan menjadi indikator tingkat kepercayaan
terhadap tingkat kualitas pelayanan oleh badan pelayanan publik.

Layanan informasi publik berbasis e-government juga dapat memperluas partisipasi


publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan
maupun kebijakan oleh pemerintah, memperbaiki produktifitas dan efisiensi birokrasi serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, Deddy. (2016). Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung : Alfabeta.

Indrajit, Eko Richardus. (2006). Electronik Government – Strategi Pembangunan dan


Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta : C.V Andi
Offset.

Hardiyansyah. (2011). Kualitas Pelayanan Publik (Konsep, Dimensi, Indikator dan


Implementasinya). Yogyakarta : Gava Media.

15

Anda mungkin juga menyukai