Npm : 1940401083
Lokal : 2C Manajemen
1. Masalah kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakmampuan ekonomi.
Sehingga seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok karena
pendapatannya rendah. Kemiskinan terjadi karena beberapa faktor, yaitu
rendahnya pendapatan yang menyebabkan rendahnya daya beli. Selain itu
karena rendahnya pendidikan masyarakat sehingga masyarakat tidak
mendapatkan hidup yang layak. Kemiskinan menjadi masalah utama yang
dihadapi pemerintah. Untuk mengatasinya, beberapa program sudah
dilakukan pemerintah, seperti Program Inpres Desa Tertinggal. Serta
pemberian kredit berupa Kredit Usaha Kecil, Kredit Modal Kerja Permanen,
raskin, Bantuan Langsung Tunai dan lainnya.
2. Masalah keterbelakangan
Terdapat beberapa masalah yang masuk dalam kategori ini, yaitu:
1. Rendahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya
2. Rendahnya pelayanan kesehatan
3. Kurangnya fasilitas umum
4. Rendahnya tingkat disiplin masyarakat
5. Rendahnya tingkat keterampilan
6. Rendahnya tingkat pendidikan formal
7. Kurangnya modal
5. Masalah inflasi
Inflasi atau kenaikan tingkat harga secara umum bagi sebuah negara
merupakan hal wajar. Dikatakan wajar selama tidak melebihi batas normal,
berlangsung singkat, dan masih bisa dikendalikan pemerintah. Inflasi
dianggap berbahaya jika sudah melebihi dua digit dan berlangsung dalam
jangka panjang. Selain itu inflasi tinggi dapat menyebabkan dampak negatif,
seperti menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat, mengganggu
stabilitas ekonomi, dan memperburuk distribusi pendapatan.
Berdasarkan sumber dan penyebab, inflasi terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Inflasi tarikan pemerintah
Inflasi ini terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan
sangat pesat. Kesempatan kerja tinggi, menciptakan tingkat
pendapatan yang tinggi dan menimbulkan pengeluaran yang
berlebihan. Pengeluaran berlebihan maka menyebabkan inflasi
selain dalam masa perekonomian berkembang pesat.
2. Inflasi desakan biaya
Terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat
dan tingkat pengangguran sangat rendah. Jika perusahaan
menghadapi permintaan yang bertambah, maka akan berusaha
menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah tinggi.
Sehingga banyak pekerja baru yang mendapatkan tawaran
pembayaran tinggi. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi
meningkat, yang akhirnya menyebabkan kenaikan harga berbagai
barang.
3. Inflasi impor
Inflasi ini akan terjadi jika barang impor yang mengalami
kenaikan harga dan memiliki peran penting dalam kegiatan
pengeluaran perusahaan.
2. Produktivitas modal.
Analisis AT Kearney menunjukkan sebagian besar perusahaan di
Indonesia melihat tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi daripada
rata-rata global berkat marjin keuntungan yang lebih tinggi. Namun, sebagian
besar sektor menghadapi masalah dengan perputaran modal.
3. Adaptasi teknologi.
Meskipun orang Indonesia aktif di media sosial dan lebih dari 50 juta
orang menggunakan ponsel cerdas, industri di Indonesia menggunakan
teknologi yang lebih sedikit daripada negara lain. Indonesia hanya
menghabiskan 0,3 persen dari PDB untuk R&D sementara Korea dan Israel
menghabiskan sekitar 4 persen.
4. Pengembangan Infrastruktur
Sebagai kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.000 pulau dan
panjang perbatasan lebih dari dari 5.000 kilometer, Secara keseluruhan,
Indonesia selalu menghadapi tantangan infrastruktur. Meski Jakarta sekarang
terlihat seperti kota modern, infrastruktur nasional masih terbelakang.
Padahal, saat melihat formasi bruto per kapita sejak 1960, Indonesia 19 kali
lebih rendah dari Jepang.
6. Kestabilan finansial.
Masalah ekonomi selanjutnya adalah tingkat pengangguran. Sisi ini pun terus
mengalami perkembangan kemajuan di Indonesia. Menurut data BPS terkini
(November 2019), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan
sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2019. Pada Agustus 2019, TPT turun
menjadi 5,28% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,34%. Artinya
terdapat 5 orang penganggur dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia. Memang
jika dilihat secara secara jumlah, terjadi kenaikan angka pengangguran sebanyak 50
ribu orang per Agustus 2019 menjadi 7,05 juta orang dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, yaitu 7 juta orang. Namun karena jumlah angkatan kerja
meningkat, yakni dari 131,01 juta orang menjadi 133,56 juta orang, maka jumlah
orang yang bekerja pun bertambah dari 124,01 juta menjadi 126,51 juta orang, dan
secara rasio tetap terjadi penurunan tingkat pengangguran.
Terdapat isu yang kerap dimunculkan bahwa sektor manufaktur yang padat
karya semakin lemah pertumbuhannya di negeri kita. Pada kuartal kedua 2019,
pertumbuhan manufaktur hanya 3,54 persen, sehingga disinyalir telah menambah
jumlah pengangguran. Isu pelambatan pertumbuhan industri ini sebenarnya adalah
masalah global bukan hanya di Indonesia. Negara-negara industri seperti Amerika,
Zona Eropa, dan China pun mengalami pelambatan ini. Untuk itu, pihak pemerintah
tetap berupaya melakukan penerobosan melalui pemetaan penerapan industri 4.0,
dengan lima sektor manufaktur yang akan menjadi andalan pada tahap awalnya,
yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, serta
kimia. Kelima sektor tersebut dipilih karena dinilai berkontribusi besar terhadap
perekonomian nasional, di antaranya menyumbang hingga 60% penyerapan tenaga
kerja. Serta secara bersamaan telah berkontribusi 60% terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) industri pengolahan, dan 65% terhadap ekspor.