Anda di halaman 1dari 7

Nama : Kurniati

Npm : 1940401083
Lokal : 2C Manajemen

Permasalahan yang Menghambat Perekonomian NKRI

Permasalahan ekonomi cukup kompleks, terlebih dalam lingkup ekonomi


makro yang harus diimbangi dengan kebijakan pemerintah. Eeng Ahman dalam
buku Ekonomi dan Akuntansi (2007) mengatakan pada negara berkembang terdapat
beberapa masalah umum dalam pembangunan ekonomi. Masalah tersebut
berkaitan dengan kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan pengangguran. Namun
seiring dengan perkembangan negara, Indonesia terus menghadapi permasalahan
lain di bidang ekonomi. Permasalahan tersebut antara lain :

1. Masalah kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakmampuan ekonomi.
Sehingga seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok karena
pendapatannya rendah. Kemiskinan terjadi karena beberapa faktor, yaitu
rendahnya pendapatan yang menyebabkan rendahnya daya beli. Selain itu
karena rendahnya pendidikan masyarakat sehingga masyarakat tidak
mendapatkan hidup yang layak. Kemiskinan menjadi masalah utama yang
dihadapi pemerintah. Untuk mengatasinya, beberapa program sudah
dilakukan pemerintah, seperti Program Inpres Desa Tertinggal. Serta
pemberian kredit berupa Kredit Usaha Kecil, Kredit Modal Kerja Permanen,
raskin, Bantuan Langsung Tunai dan lainnya.

2. Masalah keterbelakangan
Terdapat beberapa masalah yang masuk dalam kategori ini, yaitu:
1. Rendahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya
2. Rendahnya pelayanan kesehatan
3. Kurangnya fasilitas umum
4. Rendahnya tingkat disiplin masyarakat
5. Rendahnya tingkat keterampilan
6. Rendahnya tingkat pendidikan formal
7. Kurangnya modal

Sehingga pemerintah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya


manusia (SDM), pertukaran ahli, transfer teknologi dari negara maju dan
lainnya.
3. Masalah pengangguran dan kesempatan kerja
Pengangguran adalah keadaan di mana seseorang yang tergolong
dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum bisa
mendapatkan. Masalah pengangguran erat kaitannya dengan masalah
kemiskinan. Hal ini karena dampak dari pengangguran adalah kemiskinan.
Masalah kemiskinan dan pengangguran menjadi penting dalam
pembangunan negara. Kebijakan-kebijakan yang bersifat ekonomis dapat
dilakukan sebagai berikut:
- Menyediakan lowongan kerja
Dalam jangka panjang usaha mengatasi pengangguran diperlukan
karena jumlah penduduk yang terus meningkat. Untuk menghindari
masalah pengangguran yang semakin besar, ketersediaan lowongan
pekerjaan yang cukup harus dibuat dari tahun ke tahun.
- Meningkatkan taraf kemakmuran rakyat
Kenaikan kesempatan kerja menambah produksi nasional dan juga
pendapatan nasional. Kenaikan kesempatan kerja dan pengangguran
sangat berhubungan dengan pendapatan nasional dan tingkat
kemakmuran masyarakat. Dengan kesempatan kerja yang semakin
meningkat dan pengangguran berkurang maka pendapatan nasional dan
pendapatan perkapita turut meningkat.
- Memperbaiki pendapatan
Pengangguran yang semakin tinggi akan menimbulkan efek buruk
terhadap pemerataan pembagian pendapatan. Pekerja yang
mengganggur tidak memperoleh pendapatan, sehingga menurunkan upah
golongan berpendapatan rendah. Sebaliknya, kesempatan kerja tinggi
maka tuntutan kenaikan upah semakin tinggi diperoleh.

4. Masalah kekurangan modal


Kekurangan modal adalah ciri penting setiap negara yang memulai
proses pembangunan. Kekurangan modal biasanya disebabkan oleh tingkat
pendapatan masyarakat yang rendah. Sehingga tabungan dan tingkat
pembentukan modal sedikit. Cara mengatasinya melalui peningkatkan
kualitas SDM atau peningkatan investasi menjadi lebih produktif.

5. Masalah inflasi
Inflasi atau kenaikan tingkat harga secara umum bagi sebuah negara
merupakan hal wajar. Dikatakan wajar selama tidak melebihi batas normal,
berlangsung singkat, dan masih bisa dikendalikan pemerintah. Inflasi
dianggap berbahaya jika sudah melebihi dua digit dan berlangsung dalam
jangka panjang. Selain itu inflasi tinggi dapat menyebabkan dampak negatif,
seperti menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat, mengganggu
stabilitas ekonomi, dan memperburuk distribusi pendapatan.
Berdasarkan sumber dan penyebab, inflasi terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Inflasi tarikan pemerintah
Inflasi ini terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan
sangat pesat. Kesempatan kerja tinggi, menciptakan tingkat
pendapatan yang tinggi dan menimbulkan pengeluaran yang
berlebihan. Pengeluaran berlebihan maka menyebabkan inflasi
selain dalam masa perekonomian berkembang pesat.
2. Inflasi desakan biaya
Terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat
dan tingkat pengangguran sangat rendah. Jika perusahaan
menghadapi permintaan yang bertambah, maka akan berusaha
menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah tinggi.
Sehingga banyak pekerja baru yang mendapatkan tawaran
pembayaran tinggi. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi
meningkat, yang akhirnya menyebabkan kenaikan harga berbagai
barang.
3. Inflasi impor
Inflasi ini akan terjadi jika barang impor yang mengalami
kenaikan harga dan memiliki peran penting dalam kegiatan
pengeluaran perusahaan.

Dalam satu tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu berada


di sekitar angka lima persen. Meski ini merupakan hal yang baik, besaran
pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari target pemerintah yang mencapai
tujuh persen. Ada perbedaan pencapaian dari target ini karena beberapa hal. Survei
terbaru yang dikeluarkan AT Kearney mengungkap, menurunnya harga komoditas
dan perlambatan ekonomi di China menjadi faktor yang berpengaruh pada hal
tersebut. Selain itu, ada juga tujuh faktor lain yang AT kearney nilai bisa memiliki
pengaruh pada perhambatan ekonomi Indonesia, yaitu :

1. Produktivitas tenaga kerja mengungguli peningkatan biaya tenaga kerja.


Indonesia telah menjadi salah satu tempat manufaktur berbiaya rendah
yang paling populer di Asia. Namun, industri ini sekarang menghadapi
masalah produktivitas yang serius dan kehilangan posisinya di pasar global.
Selama satu dekade terakhir, produktivitas tenaga kerja meningkat 47 persen,
tetapi karena biaya tenaga kerja telah melonjak 55 persen, produktivitas
belum membaik berdasarkan biaya tenaga kerja.

2. Produktivitas modal.
Analisis AT Kearney menunjukkan sebagian besar perusahaan di
Indonesia melihat tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi daripada
rata-rata global berkat marjin keuntungan yang lebih tinggi. Namun, sebagian
besar sektor menghadapi masalah dengan perputaran modal.
3. Adaptasi teknologi.

Meskipun orang Indonesia aktif di media sosial dan lebih dari 50 juta
orang menggunakan ponsel cerdas, industri di Indonesia menggunakan
teknologi yang lebih sedikit daripada negara lain. Indonesia hanya
menghabiskan 0,3 persen dari PDB untuk R&D sementara Korea dan Israel
menghabiskan sekitar 4 persen.

4. Pengembangan Infrastruktur
Sebagai kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.000 pulau dan
panjang perbatasan lebih dari dari 5.000 kilometer, Secara keseluruhan,
Indonesia selalu menghadapi tantangan infrastruktur. Meski Jakarta sekarang
terlihat seperti kota modern, infrastruktur nasional masih terbelakang.
Padahal, saat melihat formasi bruto per kapita sejak 1960, Indonesia 19 kali
lebih rendah dari Jepang.

5. Besaran ekspor yang semakin sedikit.

Pada 2000, Indonesia merupakan salah satu eksportir bersih


terkemuka di dunia berkat sumber daya alam yang melimpah.  Namun hal ini
tidak lagi bisa dilakukan. Nilai perdagangan negara (jumlah ekspor dan impor)
jika dihitung dari PDB RI telah turun secara signifikan. Indonesia pun
sekarang memiliki jumlah ekspor impor terendah di antara negara-negara
ASEAN. Namun, ada sisi positifnya akan hal ini. Indonesia dapat
memutuskan hubungan dari risiko global.

6. Kestabilan finansial.

Stabilitas keuangan sangat penting dalam menentukan pertumbuhan


ekonomi suatu negara. Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan
dalam kebijakan fiskal dan manajemennya sebagaimana disaksikan oleh
peningkatan sovereign rating serta peningkatan yield obligasi pemerintah.

7. Kurangnya sumber daya manusia berkualitas

Meski memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik, Indonesia masih


kekurangan sumber daya manusia berkualitas. Meski negara ini memiliki
sumber daya manusia yang melimpah, riset menemukan adanya
kesenjangan keterampilan yang signifikan. Dua pertiga dari perusahaan yang
disurvei mengatakan menemukan karyawan berkualitas untuk posisi
profesional dan manajerial merupakan pekejaan sulit atau sangat sulit. Hal ini
juga dialami sama oleh pengusaha manufaktur.
Satu prestasi ekonomi Indonesia yang dapat disebut fenomenal adalah
tingkat kemiskinan penduduk yang berhasil terus ditekan Pemerintah Indonesia
pada level satu digit, yang mencatat rekor posisi terendah baru sepanjang sejarah,
yakni pada tingkat 9,22 persen per September 2019, atau setara dengan 24,79 juta
orang, menurut rilis BPS belum lama ini. Sejak tahun 2014 tingkat kemiskinan di
Indonesia terus mengalami penurunan. Pada September 2014 tingkat kemiskinan di
Indonesia mencapai 10,26% atau jumlah penduduk miskin di Indonesia pada waktu
itu mencapai 28,59 juta. Artinya, angka kemiskinan saat ini jika dibanding periode itu
turun 1,04 persen poin, atau sebanyak 3,8 juta orang telah keluar dari garis
kemiskinan dalam 5 tahun terakhir, atau juga 0,88 juta orang terhitung sejak
September 2018.

Bukan hanya penurunan tingkat kemiskinan, tingkat ketimpangan pendapatan


pun dilaporkan BPS semakin membaik dalam pemerintahan dewasa ini. Gini ratio
membaik di posisi 0,38, lebih kecil dari posisi Maret 2019 dan September 2018 yang
masing-masing sebesar 0,382 dan 0,384.Menurut BPS berdasarkan ukuran
ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen
terbawah adalah sebesar 17,70 persen. Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada
September 2019 berada pada kategori tingkat “ketimpangan rendah”.

Prestasi pemerintah lainnya di bawah Presiden Jokowi yang patut dicatat


adalah keberhasilan menekan rendah tingkat inflasi terus stabil di kisaran 3% YoY.
Bahkan, data terakhir BPS menyebutkan bahwa tingkat inflasi di sepanjang tahun
2019 adalah 2,72%, merupakan rekor terendah dalam 20 tahun terakhir.
Sebagaimana diketahui, di akhir 2014 atau 2 bulan setelah Jokowi dilantik sebagai
Presiden ke-7 RI, inflasi tercatat masih sebesar 8,36% YoY.

Masalah ekonomi selanjutnya adalah tingkat pengangguran. Sisi ini pun terus
mengalami perkembangan kemajuan di Indonesia. Menurut data BPS terkini
(November 2019), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan
sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2019. Pada Agustus 2019, TPT turun
menjadi 5,28% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,34%. Artinya
terdapat 5 orang penganggur dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia. Memang
jika dilihat secara secara jumlah, terjadi kenaikan angka pengangguran sebanyak 50
ribu orang per Agustus 2019 menjadi 7,05 juta orang dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, yaitu 7 juta orang. Namun karena jumlah angkatan kerja
meningkat, yakni dari 131,01 juta orang menjadi 133,56 juta orang, maka jumlah
orang yang bekerja pun bertambah dari 124,01 juta menjadi 126,51 juta orang, dan
secara rasio tetap terjadi penurunan tingkat pengangguran.
Terdapat isu yang kerap dimunculkan bahwa sektor manufaktur yang padat
karya semakin lemah pertumbuhannya di negeri kita. Pada kuartal kedua 2019,
pertumbuhan manufaktur hanya 3,54 persen, sehingga disinyalir telah menambah
jumlah pengangguran. Isu pelambatan pertumbuhan industri ini sebenarnya adalah
masalah global bukan hanya di Indonesia. Negara-negara industri seperti Amerika,
Zona Eropa, dan China pun mengalami pelambatan ini. Untuk itu, pihak pemerintah
tetap berupaya melakukan penerobosan melalui pemetaan penerapan industri 4.0,
dengan lima sektor manufaktur yang akan menjadi andalan pada tahap awalnya,
yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, serta
kimia. Kelima sektor tersebut dipilih karena dinilai berkontribusi besar terhadap
perekonomian nasional, di antaranya menyumbang hingga 60% penyerapan tenaga
kerja. Serta secara bersamaan telah berkontribusi 60% terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) industri pengolahan, dan 65% terhadap ekspor.

Tingkat kemiskinan, ketimpangan, pengangguran dan inflasi dapat dikatakan


sebagai empat masalah utama dalam ekonomi makro. Masalah-masalah lainnya
adalah lambatnya pertumbuhan ekonomi, yang kemudian bila dikaitkan dengan
siklus ekonomi memunculkan isu lain seperti stagnasi sampai resesi. Untuk
Indonesia, pertumbuhan ekonominya telah diakui dunia sebagai salah satu yang
tercepat atau tertinggi. Di antara negara anggota G-20, yang biasa disebut sebagai
“the major economies”, Indonesia berada di peringkat kedua tertinggi pertumbuhan
ekonominya setelah China. Itu melampaui pertumbuhan di kelompok negara-negara
maju (developed countries) seperti Amerika Serikat, Australia, dan Korea Selatan.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi bukan merupakan isu besar dalam


manajemen ekonomi makro Indonesia. Bahkan, seyogyanya dapat disebut sebagai
prestas, karena di tengah tekanan pelambatan ekonomi global saat ini ketika
berbagai lembaga internasional berprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dunia
akan terus melambat, Indonesia malah berhasil mempertahankan pertumbuhan
tingginya dengan stabil, di atas 5% secara konsisten. Pertumbuhan ekonomi kuartal
tiga 2019 (yoy) tercatat sebesar 5,02%. Sementara, secara rata-rata sepanjang
2000-2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,27%.

Sejumlah upaya pemerintah telah dilakukan dan membuahkan hasil. Yang


pertama dapat disebutkan adalah manajemen tingkat inflasi yang mampu ditekan
rendah secara konsisten, di bawah 3,6% selama lima tahun terakhir, sebagaimana
data terlihat di atas. Kestabilan harga yang konsisten rendah ini adalah kinerja yang
luar biasa, karena fenomena ini bahkan belum pernah terjadi sejak era
kemerdekaan, sampai tahun 2014 itu. Inflasi yang rendah membuat daya beli
masyarakat tidak tergerus. Sebagaimana diketahui, penyakit inflasi ini dapat
mengurangi kemampuan beli masyarakat terutama yang berpendapatan tetap.
Tetapi, bila harga-harga relatif stabil, bahkan di saat seperti hari raya pun, maka
daya beli masyarakat juga akan setidaknya stabil. Kepala BPS pernah menganalisis
rendahnya inflasi sebagai penyebab menurunnya tingkat kemiskinan.

Berikutnya, dapat dilihat bahwa akhirnya pembangunan infrastruktur yang


masif dari pemerintahan Jokowi berdampak dan berbuah juga. Apalagi dengan
pembangunan yang dimulai dari pinggiran, dari pedesaan, yang cepat atau lambat
dapat menggerakkan roda perekonomian di pinggiran dan pedesaan, dan itu
tentunya mengurangi kesenjangan ekonomi. Data BPS di atas menunjukkan
rendahnya ketimpangan pedesaan relatif dibandingkan perkotaan. Pembangunan
infrastruktur sangat padat karya. Kesempatan kerja terbuka langsung di lokasi-lokasi
lokal proyek. Sejalan dengan itu, dampak guliran ekonominya akan segera
dirasakan juga oleh masyarakat setempat. Ambil contoh saja, dengan
dibukanya interchange Tol Kota Pekalongan sebagai bagian dari rangkaian tol Trans
Jawa, telah membawa rejeki bagi para pedagang batik di Pasar Grosir Setono.
Kabarnya kenaikan omzet pedagang batik ini melonjak hingga tiga kali lipat.

Kemudian, program bantuan sosial pemerintah yang ditujukan langsung ke


kelompok masyarakat miskin juga punya dampak dalam menekan ketimpangan dan
kemiskinan masyarakat. Di tahun 2020 ini pemerintah berupaya mempercepat
pencairan bantuan sosial (bansos) supaya ekonomi dalam negeri bisa tumbuh.
Bansos yang dicairkan berbentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Beras
Sejahtera, dan Dana Desa. Pemerintah mengalokasikan anggaran bansos mencapai
Rp102,9 triliun, atau meningkat 3,3% dari outlook realisasi anggaran bansos pada
APBN 2019, Rp99,6 triliun.

Sementara itu, untuk mengurangi tingkat pengangguran, pemerintah


berencana untuk membuka 12,8 juta lapangan kerja baru pada periode 2020 – 2024,
dan itu diyakini akan mengurangi tingkat pengangguran ke level rendah lagi, 3%—
4%. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah disebutkan telah menyiapkan
beberapa strategi, di antaranya dengan memanfaatkan perkembangan ekonomi
digital dan revolusi industri ke-4. Direncanakan adanya peningkatan inklusivitas
dari digital economy, yaitu dengan cara peningkatan kapasitas dan keterampilan
tenaga kerja.

Anda mungkin juga menyukai