Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

RESISTENSI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PENGELOLAAN


PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA BATU

Diusulkan oleh :
Samsul Arifin 201310050311170

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTA MALANG
2016
A. Latar Belakang Masalah

Pedagang Kaki Lima adalah pedagang yang melakukan usaha

perdagangan non formal dengan menggunakan lahan terbuka dan atau tertutup,

sebagian fasiltas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat

kegiatan usahanya baik dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak

bergerak sesuai waktu yang telah ditentukan.1

Pedagang kaki lima yang tidak beraturan di area kota Batu pada khusunya

telah menimbulkan permasalahan baru, terutama bagi pemerintah maupun penentu

kebijakan kota. Banyak peadagang kaki lima yang melanggar aturan yang telah

ditetapkan. Salah satu contoh dari bentuk pelanggaran ini adalah pedagang kaki

lima yang berjualan di area trotoar sehingga mengganggu kenyamanan pejalan

kaki. Karena pada hakikatnya trotoar ada untuk pejalan kaki, namun pejalan kaki

akan nerasa terganggu kenyamannya jika trotoar tersebut digunakan sebagai lahan

berjualan bagi pedagang kaki lima. Beberapa permasalahan PKL di atas mungkin

akan terus berlanjut. Sehingga, keberadaan PKLyang menopang perekonomian

kita di daerah perkotaan tidak mungkin dihilangkan. Jelaslah bahwa jumlah PKL

yang ada di Kota Batu akan terus bertambah. Masalah ini seharusnya perlu

dipikirkan pemkot, masyarakat, para arsitek, dan ahlisosiologi guna mencari

pemecahannya.Tak hanya itu. Perlu juga adanya pembinaan dan tentu saja

bimbingan bagi PKL agar dapat meningkatkan usaha serta taraf hidup mereka

pada tingkat sosialnya. Adanya PKL di tengah-tengah kehidupan kita sehari-hari

masih sangat perlu untuk dihadirkan, akan tetapi keberadaan PKL tersebut

1 PKL : Pedagang Kaki Lima


tentunya harus berdasarkan pada peraturan dang perundang-undangan yang

berlaku. Proses sosialisasi memang dibutuhkan agar kedua kegiatan(masyarakat

dan PKL) mendapat tempat di dalam kota. Hal lain yang perludiperhatikan adalah

pendekatan sosial sangat perlu untuk diikut sertakan dalam mengantisipasi

perilaku masyarakat, termasuk para PKL yang mengadu nasib untuk menambah

dan mencari kebutuhan hidupnya. Tapi, sudah barang tentu harus dijamin

keberadaannya sebagai bagian yang mengisi Kota Batu seperti halnya masyarakat

lain.

Alun-alun Kota Wisata Batu sangat identik dengan keramaian begitu pula

tentang para pedagang kaki lima disekitar alun-alun Kota Wisata Batu. Pedagang

kaki lima di sekitar alun-alun yang terus bertambah dari tahun ketahun, selalu

menjadi sorotan dan seiring dijadikan penyebab kesemerawutan lalu lintas

maupun tidak bersihnya lingkungan. pemerintah daerah mempunyai peranan

tertentu dalam mengatasi masalah pedagang kaki lima melalui kebijakan penataan

pedagang kaki lima yang berada di kawasan alun-alun. Kebijakan tersebut

memuat penataan kota untuk memberi fasilitas penempatan dagang terhadap

pedagang kaki lima, sehingga memberi kesadaran yang memungkinkan

berpartisipasi dalam pembangunan kota yang dinamis. Namun sampai saat ini

kerja sama antara pemerintah dan PKL belum terwujud seperti yang ada pada

tujuan pemerintah. Pemerintah belum menyediakan tempat untuk para PKL.

Adapun tempat untuk para PKL yang dibangun oleh investor yang mengakibatkan

PKL kembali berjualan di sekitar alun-alun. Jika para PKL ini dibiarkan berjualan
di sekitar alun-alun kota akan berdampak buruk bagi kota Batu sendiri. Sekitar

alun-alun akan menjadi kotor, terjadi kemacetan, dan

Oleh karena itu Kota Batu melakukan upaya kebijakan penataan pedagang kaki

lima dengan cara mengeluarkan Perda No. 5 tahun 2005 tentang Pengaturan dan

Penertiban Pedagang Kaki Lima serta Keputusan Walikota Batu No. 18 tahun

2011 tentang Kawasan Bebas Pedagang Kaki Lima.2

Dalam upaya penanganan masalah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota

batu, pemerintah bertindak tegas dalam memberikan sanksi kepada Pedagang

Kaki Lima (PKL) yang melanggar aturan, hal tersebut dibuktikan dengan pada

tahun 2014, pemkot kota Batu menggelar siding yang bertempat di Balai Kota

Batu PN Malang. Sidang tersebut dihadiri oleh sekitar 45 pelanggar Perda Kota

Batu tentang penertiban dan penataan PKL, IMB dan HO.

Di Indonesia sendiri jumlah pedagang kaki lima semakin meningkat setiap

tahunnya. Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) mencatat bahwa data terbaru

menyebutkan bahwa jumlah dari pedagang kaki lima yang ada di Indonesia saat

ini mencapai angka yang yang sangat fantastis yaitu sebanyak yaitu sejumlah 22

juta jiwa yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima (PKL).

Diperlukan adanya implementasi kebijakan yang jelas dalam hal ini.

Implementasi kebijakan ini harus benar-benar dilaksanakan. Karena berpacu

kepada teori Riant Nugroho yang menyebutkan kalau Implementasi kebijakan

2Perda No. 5 tahun 2005 tentang Pengaturan dan Penertiban Pedagang Kaki LimaKeputusan
Walikota Batu No. 18 tahun 2011 tentang Kawasan Bebas Pedagang Kaki Lima
pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.

Tidak lebih dan tidak kurang.

Masalah Pedagang Kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah

di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung

tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan PKL kerap

dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota

yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota

atau kita kenal dengan istilah 3K. Pemerintah harus bersikap tegas dalam

penanganan masalah PKL ini. Dalam hal ini pemerintah daerah mengeluarkan

kebijakan mengenai penataan, pengelolaan, serta pembinaan bagi pedagang kaki

lima.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran masalah yang telah dipaparkan diatas, maka akan ditarik

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah resistensi dari implementasi kebijakan penataan dan

pengelolaan pedagang kaki lima (PKL) di kota Batu?


2. Faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan penanganan Pedagang Kaki

Lima di kota Batu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan dan menganalisisi Kebijakan Penanganan Pedagang Kaki

Lima di Kota Batu.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

Kebijakan Penanganan Pedagang Kaki Lima di Kota batu.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini nantinya manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan

Ilmu Pemerintahan khususnya dalam studi implementasi kebijakan publik.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan nantinya menjadi salah satu

referensi bagi pengembangan ide mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan dalam

melakukan penelitian dengan tema atau masalah yang serupa.


3. Sasaran Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

atau referensi tambahan bagi para pengambil kebijakan dalam upaya melakukan

pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan penataan pedagang kaki lima.

E. Definisi Konsep
1. Resistensi

Resistensi adalah menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku

bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya oposisi pada umumnya sikap

ini tidak berdasarkan atau merujuk pada paham yang jelas.

Resistensi adalah perlawanan. Perlawanan artinya perbuatan/cara melawan

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 654). Makna resistensi kaitannya dengan

Resistensi Kebijakan Pedagang Kaki Lima di Kota Batu ini merupakan sebuah

cara perlawanan yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima. Penelitian ini

mencoba melihat dan mengamati faktor penyebab dan bentuk-bentuk resistensi

seperti apakah yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima tersebut.3

Resistensi terhadap perubahan kemudian bukan ditemukan dalam individu,

tetapi dalam persepsi yang dibangun oleh individu. Partisipan yang mempunyai

perbedaan persepsi yang dibangun akan mempunyai anggapan yang berbeda

terhadap dirinya sendiri dengan dunianya.

2. Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar

rencana di pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak

Pemerintah, Organisasi dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:


3Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 654
149). Pemerintah telah menciptakan suatu kondisi agar anggota masyarakat dapat

mencari terobosan baru terhadap berbagai potensi yang mempunyai nilai

ekonomi. Pilihan kebijakan pemerintah dalam bidang informal ini perlu dilandasi

sikap dasar, bahwa kehadiran sektor informal tidak dapat dielakkan. Kegiatan

ekonomi di sektor informal (Pedagang Kaki Lima) merupakan pekerjaan tetap

yang relatif tidak bisa berkembang.

Keberlangsungan sektor informal cenderung tergantung pada sektor formal

(Budiharjo, 1993: 41). Sektor informal dianggap banyak mengundang masalah di

daerah perkotaan, karena sektor informal terutama yang beroperasi ditempat

strategis di kota dapat mengurangi keindahan kota dan diduga sebagai penyebab

kemacetan lalu lintas.

3. 4
Pedagang Kaki Lima

Menurut Peraturan Walikota Batu No. 18 Tahun 2011 tentang Penetapan

Kawasan Bebas Pedagang Kaki Lima, yang dimaksud dengan pedagang kaki lima

adalah, Penjual barang dan atau jasa yang secara perorangan berusaha dalam

kegiatan ekonomi yang menggunakan daerah milik jalan atau fasilitas umum dan

bersifat sementara/tidak menetap dengan meng-gunakan peralatan bergerak

maupun tidak bergerak.

Manning dan Tadjudin Noer Effendi (1985) menyebutkan bahwa pedagang

kaki lima adalah salah satu pekerjaan yang paling nyata dan penting dikebanyakan

kota di Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin.

4Peraturan Walikota Batu No. 18 Tahun 2011 tentang Penetapan Kawasan Bebas Pedagang Kaki
LimaBudiharjo, 1993: 41
Menurut Breman (1988), pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang

dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan

mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini

termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap

dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hukum,

hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu.

Menurut McGee dan Yeung (1977: 25), PKL mempunyai pengertian yang

sama dengan hawkers, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menjajakan

barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan ruang untuk kepentingan

umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.

4. Penataan Pedagang Kaki Lima

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 tahun 2012 tentang Pedoman

Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dijelaskan bahwa Penataan

pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui

penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan

penghapusan lokasi pedagang kaki lima dengan memperhatikan kepentingan

umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan

lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

F. Definisi Operasional

Pedagang kaki lima yang tidak menaati peraturan tentunya akan menjadi

masalah bagi pemerintah yang dalam hal ini pemerintah kota Batu khususnya.
Merujuk kepada peraturan daerah kota batu nomor 5 tahun 2005 tentang

PENGATURAN DAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) yang

dimaksud dengan pedagang kaki lima adalah pedagang yang melakukan usaha

perdagangan non formal dengan menggunakan lahan terbuka dan atau tertutup,

fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat kegiatan

usahanya baik dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak

sesuai waktu yang telah ditentukan.

Hal ini tentunya butuh perhatian pemerintah daerah yakni pemerintah kota

batu yang memiliki wewenang dalam menangani masalah ini. Didalam perda kota

batu nomor 5 tahun 2005 tentang PENGATURAN DAN PENERTIBAN

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) diuraikan tentang penataan dan pengelolaan

PKL melalui penertiban yang isinya sebagai berikut:

1) Pemerintah daerah kota Batu memiliki kewajiban untuk menjaga ketertiban,

kebersihan dan keindahan di wilayah Kota Batu

2) Tata cara penertiban Pedagang Kaki Lima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota;

3) Kegiatan usaha PKL harus mampu menjadi daya tarik pariwisata Kota Batu

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan asli

daerah;

4) Oleh karena itu, maka harus diatur tempat/ lokasi jualan, waktu jualan, jenis

jualan, tenda dan aksesoris jualan yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan

Peraturan Walikota.
5) Dampak Pengelolaan Pedagang Kaki LimaTerhadap Masyarakat

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yakni berupa

penelitian dengan metode studi kasus. Menurut Bogdan & Tylor (dalam Moleong,

2002, h. 3)5 mengemukakan bahwa: Penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini menyusun desain

yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Penelitian

kualitatif tidak bertujuan untuk mengkaji atau membuktikan kebenaran suatu teori

tetapi teori yang sudah ada dikembangkan dengan menggunakan data yang

dikumpulkan.

Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif karena penelitian ini

mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan diatas, akan

tetapi penelitian terdahulu tersebut hanya akan dijadikan acuan dalam penelitian

bukan sebagai dasar dari penelitian. Hal ini dikarenakan variable yang akan

penulis teliti dalam penelitian ini lebih focus. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah studi kasus dimana peneliti berusaha untuk mengetahui

bagaimana penerapan atau implementasi kebijakan penataan dan pengaturan

pedagang kaki lima di kota Batu. Peneliti berusaha mengumpulkan data dan

5Bogdan & Tylor (dalam Moleong, 2002, h. 3)


mengidentifikasi serta mendeskripsikan data tersebut sesuai dengan fenomena di

lapangan.

2. Sumber Data

Dari penelitian ini nanti akan ada dua macam sumber data. Yaitu sumber

data primer dan sumber data sekunder.

i. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian melalui preses wawancara dan hasil wawancara berupa kata-

kata dan tindakan dari para informan, serta kenyataan yang diamati

dilapangan.

Data primer dalam penelitian ini adalah dari hasil observasi atau

pengamatan secara langsung terhadap Pedagang Kaki Lima serta

wawancara yang dilakukan kepada informan. Responden dalam

penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di Jalan Kokrosono,

Pedagang Kaki Lima di kota Batu dan juga Dinas Pasar Kota Batu.

ii. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh secara tidak

langsung dari nara sumber atau data non primer. Data sekunder yang

dimaksud bisa berupa sumber tertulis dan foto. Adapun yang termasuk

dalam bahan tulis adalah arsip, dokumen resmi baik dari desa, dari
media massa maupun dari instansi yang bersangkutan, serta data

statistik lainnya.

Data yang diperoleh bukan bersumber dari lapangan penelitian, dalam

hal ini berupa catatan-catatan, arsip, artikel atau literatur untuk

melengkapi data primer. Selain itu, juga melalui studi dokumen.

Metode dokumentasi ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengumpulkan data arsip atau teori-teori tentang pendapat, dalil dan

hukum serta lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk penelitian ini penulis mengunakan teknik pengumpulan data dengan

cara observasi dan wawancara langsung, serta dokumentasi sebagai faktor

pendukung dalam kelengkapan data dengan pihak terkait yang dalam konteks ini

adalah pemerintah kota Batu.

Observasi menurut Margono (1997, h. 187) 6adalah pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian

pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau

berlangsungnya peristiwa. Observasi yang akan penulis lakukan yaitu dengan cara

menggali data mengenai variabel terkait yaitu kebijakan penataan dan

pengelolaan pedagang kaki lima dengan cara melakukan pengamatan langsung

dan mencatat data yang diperoleh sebagai kelengkapan dari data yang akan

disajikan.

6Margono (1997, h. 187)


Sedangkan wawancara menurut Estrberg (dalam Sugiyono, 2013, h. 316)

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara yang dilakukan peneliti bertujuan mencari tahu segala hal yang

berkaitan dengan kebijakan penataan dan pengelolaan pedagang kaki lima.

Peneliti akan mengajukan segala pertanyaan yang berkaitan dengan kebijakan

penataan dan pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL).

Dokumentasi menurut Arikunto (1998, h. 236) 7adalah suatu metode

pengumpulan data dengan melihat catatan tertulis dan dapat

dipertanggungjawabkan serta menjadi alat bukti yang resmi. Penggunaan metode

dokumentasi ini ditujukan untuk melengkapi dan memperkuat data dari hasil

wawancara, sehingga diharapkan dapat diperoleh data yang lengkap. Penulis juga

akan melakukan dokumentasi langsung terhadap data yang diperoleh sesuai

dengan variabel terkait yaitu kebijakan penataan dan pengelolaan pedagang kaki

lima. Peneliti akan mendokumentasikan kegiatan penelitian mulai dari tahap awal

hingga tahap akhir penelitian sebagai bukti resmi dari penelitian.

4. Subyek Penelitian

Peneliti akan lebih fokus meneliti tentang penataan dan pengelolaan PKL

kota Batu. Oleh karena itu peneliti akan mencari data terkait tentang hal tersebut

yang akan diperoleh di Dinas Pasar Kota Batu. Serta selain meneliti atau menggali

data di Dinas Pasar kota Batu, peneliti juga akan menggali data langsung ke

narasumber yang dalam hal ini adalah pedagang kaki lima (PKL).
7Arikunto (1998, h. 236)
Peneliti juga akan memfokuskan penelitian kepada Pedagang Kaki Lima

(PKL) yang melanggar aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan peneliti

ingin mengetahui apa alasan yang membuat PKL tersebut melanggar aturan serta

apa pendapat PKL tersebut mengenai kebijakan penataan dan pengelolaan

Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dikeluaran oleh pemerintah Kota Batu.

5. Lokasi Penelitian

Penelitian nantinya akan dilakukan kepada Pedagang kaki lima yang

terletak di sekitar alun-alun kota batu serta Pedagang Kaki Lima yang berada di

sekitar Taman Makam Pahlawan kota Batu. Akan tetapi penelitian juga akan

dilaksanakan di Dinas Pasar kota Batu yang yang beralamat di Jl. Diponegoro

No.08, Sisir, Kec. Batu, Kota Batu, Jawa Timur

6. Teknik Analisa Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah

metode kualitatif. Dimana peneliti akan menyajikan hasil penelitian terkait dengan

fenomena yang diteliti yaitu secara detail melalui gambaran yang jelas.

mengetahui bagaimana penerapan atau implementasi dari kebijakan penataan dan

pengelolaan pedagang kaki lima. Pengelolaan data dilakukan dengan beberapa

tahap, yaitu :

Tahap pertama adalah reduksi data yang artinya Merangkum, dalam tahap

ini peneliti akan merangkum poin-poin atau hal-hal penting dari apa yang

didapatkan saat meneliti di lapangan, memilih hal-hal yang pokok, mencari hal-
hal yang penting saja. Data yang diperoleh dari lapangan ditulis dalam bentuk

uraian atau laporan yang terperinci.

Tahap kedua yaitu penyajian data yang merupakan Data yang sudah

terangkum dijelaskan untuk menggambarkan proses pelaksanaan kebijakan

penataan dan pengelolaan pedagang kaki lima Penyajian data berbentuk uraian

dengan teks dan skema.

Tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan yang artinya Pada tahap ini

peneliti menarik kesimpulan dari hasil analisis data yang sudah dilakukan.

H. Daftar Pustaka

Buku :

Nugroho, Riant. 2001, Kebijakan Publik; Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,

Jakarta, PT Elex Media Komputindo.

Abdul Wahab Solichin, 2008, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Jakarta,

UMM Press

Agustino, Leo, 2008, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung, CV Alfabeta,

Jurnal :
Anton Sudjarwo, 2012, KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PELAKSANAAAN

PENATAAN POLA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA MALANG, Volume 2,

Nomor 1, hal 1 5

Cintatya Cindy Bilqisa, Kebijakan Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo Dalam

Penataan Pedagang Kaki Lima Di Alun - Alun Sidoarjo

Eka Evita, Bambang Supriyono, Imam Hanafi, IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Anda mungkin juga menyukai