Anda di halaman 1dari 11

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA DI


KABUPATEN EMPAT LAWANG, PROVINSI SUMATERA SELATAN

Berry Syahmeiza
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya, Palembang
Andi Alfatih
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya, Palembang
Email: alfatihmpa@yahoo.com
Junaidi
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya, Palembang
Email: junaidiakas@yahoo.com

Abstrak
Artikel ini bertujuan memberikan gambaran umum tentang implementasi kebijakan
pengembangan pariwisata di Kabupaten Empat Lawang serta faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilannya. Narasi didalamnya merupakan hasil penelitian
kualitatif dengan menggunakan teori Ripley dan Franklin. Hasil penelitian
menunjukan bahwa implementasi kebijakan pengembangan pariwisata di
Kabupaten Empat Lawang belum terlaksana dengan baik. Kepatuhan aparatur
yang terlibat dalam pelaksanaan program-program pariwisata belum dirasakan
secara maksimal. Sebab, banyak program diimplementasikan tidak sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan. Walaupun aparatur telah memahami TUPOKSI masingmasing bidang dan hubungan kerja antar aparatur sudah berjalan baik, tetapi
sering terjadi penumpukan kerja yang berpengaruh terhadap kelancaran rutinitas
fungsi masing-masing bidang. Sedangkan kinerja kebijakan yang dikehendaki
belum optimal serta dampak dari kebijakan pengembangan pariwisata di
Kabupaten Empat Lawang belum dapat dilihat secara nyata.
Kata kunci: implementasi, kebijakan pariwisata, otonomi daerah
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu
Negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat tinggi berupa
Sumber Daya Alam (SDA) yang
berlimpah baik didaratan, udara,
maupundiperairan. Semua potensi alam
Jurnal Administrasi Negara (JAN)

di Indonesia mempunyai peranan yang


sangat penting bagi pengembangan
kepariwisataaan, khusunya wisata alam.
Potensi objek dan daya tarik wisata
alam
(ODTWA)
yang
dimiliki
Indonesia, antara lain keanekaragaman
hayati, keunikan dan keaslian budaya
1

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

tradisional, keindahan bentang alam,


peninggalan sejarah atau budaya yang
harus dimanfaatkan secara optimal
melalui pembangunan pariwisata yang
secara
umum
bertujuan
untuk
meningkatkan pendapatan nasional
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan Undang-undang No.10
Tahun 2009 mengatakan bahwa
pembangunan
kepariwisataan
diperlukan
untuk
mendorong
pemerataan kesempatan berusaha dan
memperoleh manfaat serta mampu
menghadapi
tantangan
perubahan
kehidupan nasional maupun lokal. Hal
ini
merupakan
peluang
bagi
pengembangan
pariwisata
daerah
Kabupaten Empat Lawang.
Kabupaten
Empat
Lawang
merupakan daerah di Provinsi Sumatera
Selatan yang dahulunya bagian dari
Kabupaten Lahat, kini memekarkan diri
pada tanggal 20 April 2007 sejak
diberlakukannya
otonomi
daerah
berdasarkan Undang-undang No. 32
Tahun 2004 sebagaimana direvisi
dengan Undang-undang No. 12 Tahun
2008 tentang perubahan kedua atas
Undang No. 32 Tahun 2004 dan
membentuk kabupaten baru yang
berdiri sendiri atau independen yakni
Kabupaten Empat Lawang.
Luas Kabupaten Empat Lawang
sekitar + 225.644 hektar dan topografi
antara 100 hingga 700 meter diatas
permukaan laut, dikelilingi oleh Bukit
Barisan dan Gunung Dempo, dilalui
oleh aliran sungai Musi dan sungaisungai lainnya. Daerah yang berbukit
menjadikan Empat Lawang mempunyai
banyak potensi-potensi pariwisata yang
perlu dikembangkan.
Sadar akan banyaknya potensi
pariwisata wilayah Kabupaten Empat
Lawang, pemerintah Kabupaten Empat
Lawang berdasarkan Peraturan Bupati
Empat Lawang Nomor 3 Tahun 2008,
Jurnal Administrasi Negara (JAN)

membentuk Dinas Kebudayaan dan


Pariwisata Kabupaten Empat Lawang
yang mempunyai tugas membantu
Bupati
dalam
penyelenggaraan
pemerintah daerah, khususnya bidang
kebudayaan dan pariwisata sehingga
dapat berperan aktif dalam menggali
dan
mengembangkan,
serta
melestarikan
seni
budaya
dan
kepariwisataan di Kabupaten Empat
Lawang.
Pengembangan
pariwisata
di
Kabupaten Empat Lawang, tertuang
dari
Rencana
Strategis
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Empat Lawang tahun 2009-2013.
Dalam kurun 1 sampai 5 tahun kedepan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Empat Lawang menetapkan
cara
pencapaian
melalui
suatu
kebijakan yang merupakan penjabaran
dari visi dan misi dan merupakan
sesuatu yang akan dicapai atau
dihasilkan. Adapun kebijakan tersebut
antara lain sebagai berikut: (a)
kebijakan
pengelolaan
keragaman
budaya; (b) kebijakan pengelolaan
kekayaan budaya; (c) kebijakan
pengembangan pariwisata, tujuannya:
Namun
sangat
disayangkan
pelaksanaan Renstra tersebut belum
berjalan optimal. Masih terdapat
permasalahan-permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pengembangan
periwisata di Kabupaten Empat Lawang
antara lain: a) kegiatan Dinas
kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Empat Lawang lebih terfokus pada
kegiatan kesenian dan kebudayaan, b)
keterlambatan dalam mengidentifikasi
potensi pariwisata, c) terkendalanya
dalam Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
penulis akan mengali informasi yang
jelas tentang implementasi kebijakan
untuk mengetahui sudah sejauh mana
implementasi kebijakan pengembangan
2

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

pariwisata di Kabupaten Empat Lawang


dijalankan.
Kerangka Pemikiran
Administrasi negara dan kebijakan
publik
Administrasi
Publik,
menurut
Chandler dan Plano (dalam Keban,
2004 : 3), adalah proses di mana
sumberdaya dan personil publik
diorganisir dan dikoordinasikan untuk
memformulasikan,
mengimplementasikan, dan mengelola
(manage) keputusan-keputusan dalam
kebijakan publik.
Dimensi pertama yang menjadi
pokok perhatian Administrasi Negara
adalah Public Policy (kebijakan
publik). Bidang kajian ini amat penting
bagi Administrasi Negara, kerana
menentukan arah umum yang harus
ditempuh untuk mengatasi isu-isu
masyarakat, kebijakan publik pun dapat
dipergunakan untuk menentukan ruang
lingkup permasalahan yang dihadapi
oleh pemerintah, selain itu dapat pula
dipergunakan untuk mengetahui luas
dan besarnya organisasi pemerintahan
ini (Miftah Thoha 1990:51).
Anderson Menyebutkan Kebijakan
sebagai langkah tindakan yang secara
sengaja dilakukan oleh seorang aktor
berkenaan dengan adanya masalah atau
persoalan tertentu yang dihadapi
(Wahab, 1997:3). Menurut Riant
Nugroho (2008: 114) bicara tentang
kebijakan publik maka ada tahapantahapan yang harus dilalui setiap proses
kebijakan. Adapun proses dalam
kebijakan publik adalah; Masalah,
Perumusan Masalah, Produk Kebijakan,
Implementasi Kebijakan, Evaluasi
Kebijakan, Rekomendasi.
Implementasi kebijakan merupakan
tahap yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Suatu program
kebijakan harus diimplementasikan
agar mempunyai dampak atau tujuan
Jurnal Administrasi Negara (JAN)

yang
diinginkan.Implementasi
kebijakan atau pelaksanaan yang
dikutip dalam Solichin Abdul Wahab
(1997:64) ) dapat diartikan secara
singkat
(to
implement)
yang
mengandung arti to provide the means
for carrying ou (menyediakan sarana
untuk
melaksanakan
sesuatu).
Pelaksanaan suatu kebijakan dapat
dipandang
sebagai suatu proses
melaksanakan keputusan kebijakan.
Ada banyak pendapat para ahli yang
memberikan model dalam implementasi
kebijakan diantaranya adalah Van
Meter dan Van Horn (1975) , Merilee
S. Grindle (1980),
Daniel A.
Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)
dan George C. Edwards III (1980).
Tetapi dalam mengukur keberhasilan
Implementasi
Kebijakan
Pengembangan Parwisata di Kabupaten
Empat lawang, peneliti menekankan
pada konsep implementasi kebijakan
dari Ripley dan Franklin (1986). Alasan
Peneliti mengunakan teori Ripley dan
Franklin (1986) karena penenltian ini
dilakukan pada saat implementasi
kebijakan sedang berlangsung sehingga
lebih menekankan pada proses yang
terjadi, peneliti ingin melihat tingkat
kepatuhan pelaksana dan berbagai hal
yang terjadi selama proses pelaksanaan
tersebut, kemudian model Implementasi
Kebijakan Ripley dan Franklin (1986)
cocok dengan konteks penelitian yang
bersifat bottom up dan dimensi-dimensi
dalam penelitian ini mudah dimengerti.
Ripley
dan
Franklin
(dalam
Subarsono, 2005: 89) menambahkan
bahwa kompleksitas implementasi
bukan saja ditunjukan oleh banyaknya
aktor atau unit organisasi yang terlibat
tetapi
juga
dikarenakan
proses
implementasi dipengaruhi oleh variabel
yang kompleks, baik variabel individu
maupun variabel organisasi, masingmasing variabel pengaruh tersebut juga
saling berinteraksi satu sama lain.
3

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

Dalam buku Bureaucracy and


policy implementation Menurut Ripley
& Franklin (1982:54) ada dua hal yang
menjadi
fokus
perhatian
dalam
implementasi,
yaitu
compliance
(kepatuhan) dan Whats happening ?
(Apa yang terjadi ). Kepatuhan
menunjuk
pada
apakah
para
implementor patuh terhadap prosedur
atau standard aturan yang telah
ditetapkan. Sementara untuk whats
happening mempertanyakan bagaimana
proses implementasi itu dilakukan,
hambatan apa yang muncul, apa yang
berhasil
dicapai,
mengapa
dan
sebagainya.
Ripley
memperkenalkan
pendekatan
kepatuhan
dan
pendekatan
faktual
dalam
implementasi kabijakan (Ripley &
Franklin, 1986:11). Pendekatan
kepatuhan muncul dalam literatur
administrasi publik. Pendekatan ini
memusatkan perhatian pada tingkat
kepatuhan agen atau individu
bawahan
terhadap
agen
atau
individu atasan.
Perspektif kepatuhan merupakan
analisis karakter dan kualitas perilaku
organisasi. Menurut Ripley, paling
tidak
terdapat
dua
kekurangan
perspektif kepatuhan, yakni: (a) banyak
faktor non-birokratis yang berpengaruh
tetapi justru kurang diperhatikan, dan
(b) adanya program yang tidak didesain
dengan baik.
Perspektif kedua adalah perspektif
faktual yang berasumsi bahwa terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi
proses implementasi kebijakan yang
mengharuskan implementor agar lebih
leluasa mengadakan penyesuaian.
Kedua perspektif tersebut tidak
kontradiktif, tetapi saling melengkapi
satu sama lain. Secara empirik,
perspektif kepatuhan mulai mengakui
adanya faktor eksternal organisasi yang
juga mempengaruhi kinerja agen
Jurnal Administrasi Negara (JAN)

administratif. Kecenderungan itu sama


sekali tidak bertentangan dengan
perspektif
faktual
yang
juga
memfokuskan perhatian pada berbagai
faktor
non-organisasional
yang
mempengaruhi implementasi kebijakan
(Grindle, 1980: 7).
Berdasarkan pendekatan kepatuhan
dan
pendekatan
faktual
dapat
dinyatakan
bahwa
keberhasilan
kebijakan sangat ditentukan oleh tahap
implementasi dan keberhasilan proses
implementasi
ditentukan
oleh
kemampuan implementor, yaitu: (a)
kepatuhan implementor mengikuti apa
yang diperintahkan oleh atasan, dan (b)
kemampuan implementor melakukan
apa yang dianggap tepat sebagai
keputusan pribadi dalam menghadapi
pengaruh eksternal dan faktor nonorganisasional, atau pendekatan faktual.
Keberhasilan
kebijakan
atau
program juga dikaji berdasarkan
perspektif proses implementasi dan
perspektif hasil. Pada perspektif proses,
program pemerintah dikatakan berhasil
jika pelaksanaannya sesuai dengan
petunjuk dan ketentuan pelaksanaan
yang dibuat oleh pembuat program
yang mencakup antara lain cara
pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok
sasaran
dan
manfaat
program.
Sedangkan pada perspektif hasil,
program dapat dinilai berhasil manakala
program membawa dampak seperti
yang diinginkan. Suatu program
mungkin saja berhasil dilihat dari sudut
proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau
dari dampak yang dihasilkan, atau
sebaliknya.
Model implementasi Ripley dan
Franklin
Model Implementasi
menurut
Ripley dan Franklin (1986: 232-233)
dalam bukunya Policy Implementation
and Bureaucracy menjelaskan bahwa
keberhasilan
suatu
pelaksanaan
4

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

implementasi kebijakan dilihat dari


beberapa hal berikut:
1. Degree of Compliance (Derajat
Kepatuhan)
First, some argue that success
should be measured by the degree of
compliance on the part of bureaucratic
underlings to their bureaucratic
superiors or by the degree of
compliance
on
the
part
of
bureaucraticies in general with specific
mandates contained in the statute. The
compliance perspective merely speaks
to the question of bureaucratic
behavior.
Persepktif kepatuhan ini sematamata hanya membicarakan masalahmasalah perilaku birokrasi. Kesuksesan
atau keberhasilam suatu implementasi
kebijakan
dapat
dilihat
tingkat
kepatuhan
(compliance)
terhadap
aturan-aturan atau pendoman-pedoman
umum yang didukung oleh kebijakan
tersebut. Perspektif kepatuhan hanya
berbicara tentang prilaku dari birokrasi
Dari penjelasan diatas kepatuhan
dalam mengimplementasikan kebijakan
harus dilaksanakan sesuai dengan
standar aturan ataupun pedomanpedoman yang ada. Keseluruhan
pelaksanaan mekanisme dari isi
kebijakan telah dilakukan sesuai
ketentuan. Dari sisi kepatuhan, para
aparat atau lembaga pelaksana harus
mematuhi perintah atasan, harus
optimal dalam pelaksanaan tugasnya
yang mempunyai komitmen yang tinggi
dalam Implementasi Kebijakan. Selain
itu hal yang harus diperhatikan lagi
dalam kepatuhahan yaitu khususnya,
transparansi
dan
kecenderungan
menunggu petunjuk. Hal ini akan
mempengaruhi
keberhasilan
implementasinya
2. Bahwa keberhasilan implementasi
ditandai
dengan
Kelancarnya
Rutinitas Fungsi;

Jurnal Administrasi Negara (JAN)

A second perspective argues that


successful
implementation
is
characterized by smoothly functioning
routines and the absence of problem,
accepting the smoothness-lack of
disruption perspective would mean,
giveugan what we have observed about
policy implementation, that successful
implementation would generally be
possible only in the distributive and
competitive regulatory arenas.
Perspektif
kedua
berpendapat
bahwa
keberhasilan
pelaksanaan
dicirikan dengan Kelancaran Rutinitas
Fungsi dan tidak adanya masalah, tidak
adanya gangguan dalam Rutinitas
Fungsi akan berarti, mengingat apa
yang kita amati tentang implementasi
kebijakan. Keberhasilan implementasi,
umumnya akan mungkin hanya dalam
kebijakan distributif.
Dari penjelasan diatas kelancaran
rutinitas fungsi yang dilakukan
implementator harus juga dilihat dari
kelancaraan
pelaksanaan,
sikap
pelaksana, komunikasi yang dibangun.
Tidak
adanya
masalah
dalam
Kelancaran Rutinitas Fungsi akan
membawa keberhasilan Implementasi
Kebijakan.
3. Performance and impact of the
policy
Third perspective, which is that
successful implementation leads to
desired performance in and impact
from whatever program is being
analyzed. This perspective is the most
appealing to us despite problem we will
discuss below- because governmental
implementation activity is valuable only
if achieves something.
Perspektif
ketiga,
bahwa
keberhasilan atau kesuksesan suatu
implementasi kebijakan mengacu dan
mengarah pada kinerja yang diinginkan
dan dampak dari kebijakan yang
dikehendaki dari semua programprogram yang ada. Perspektif ini
5

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

menarik
untuk
dibahas
karena
pelaksanaan kebijakan pemerintah akan
berharga jika mencapai sesuatu yang
diharapkan
Pendapat Ripley dan Franklin diatas
menunjukkan bahwa keberhasilan suatu
implementasi
akan
ditentukan
bagaimana
tingkat
kepatuhan,
kelancaran rutinitas fungsi lembaga ,
dan kinerja dan dampak dari kebijakan
yang sesuai dengan rencana dari
program. Bila dilihat dari ketentuan
diatas maka ketiga faktor tersebut
sebenarnya dapat juga dipandang
sebagai salah satu alat untuk
mengevaluasi terhadap implementasi
kebijakan.
Pembahasan
Uraian analisis di bawah ini merujuk
kepada framework yang dikembangkan
Ripley dan Franklin yang mengukur
berhasil atau tidaknya implementasi
kebijakan tergantung pada tiga dimensi
yaitu: kepatuhan, kelancaran rutinitas

fungsi dan terwujudnya kinerja dan


dampak yang diinginkan.
Analisis
Keseluruhan
Tingkat
Kepatuhan terhadap Mekanisme Isi
Kebijakan
Pengembangan
Pariwisata.
Implementasi
Kebijakan
Pengembangan
Pariwisata
di
Kabupaten Empat Lawang dlihat
keberhasilannya dari tingkat kepatuhan
aparatur Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata yang terkait dalam mematuhi
mekanisme
isi
kebijakan
pengembangan pariwisata tersebut.
Program-program
dari
kebijakan
pengembangan pariwisata di Kabupaten
Empat Lawang yang dilaksanakan oleh
aparatur belum dapat dikatakan telah
mematuhi mekanisme isi kebijakan
dikarenakan terdapat permasalahanpermasalahan yang timbul dalam
pelaksanaannya (lihat, Tabel 1).

Tabel 1 Tingkat kepatuhan aparatur terhadap isi kebijakan


Tingkat Kepatuhan
No

Program-program Kebijakan

Petunjuk
pelaksanaan

Program identifikasi objek wisata

Telah mematuhi

Belum mematuhi

Program Penetapan RIPPDA

Tidak mematuhi

Belum mematuhi

Program pengembagan destinasi Telah mematuhi


objek wisata

Telah mematuhi

Program usaha
Prasarana Wisata

dan Telah mematuhi

Telah mematuhi

Program promosi wisata

Telah mematuhi

Telah mematuhi

Sarana

Jadwal
Pelaksanaan

Sumber: Analisis data penelitian


Dari Tabel 1, penulis menarik
kesimpulan bahwa aparatur belum
seluruhnya
mematuhi
dan
melaksanakan mekanisme isi kebijakan
Jurnal Administrasi Negara (JAN)

pengembangan pariwisata di Kabupaten


Empat
Lawang.
Pada
program
identifikasi objek wisata aparatur belum
mematuhi jadwal pelaksanaan terbukti
6

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

terlambatnya dalam mengidentifikasi


objek wisata yang baru rampung pada
Tahun 2010. Pada program Penetapan
RIPPDA,
jadwal
pelaksanaan
penetapan RIPDDA belum selasai pada
tahun 2010 dilanjutkan pada Tahun
2011. Pada program pengembangan
destinasi objek wisata telah mematuhi
petunjuk pelaksanaan dan jadwal
pelaksanaan dalam hal kegiatan
penyusunan Master Plan, untuk
pembangunan fisik objek wisata
Disbudpar Kabupaten Empat Lawang
pada
Tahun
2010
belum
melaksanakannya. Pada program usaha
sarana dan prasarana aparatur telah
mematuhi jadwal pelaksanaan dan
petunjuk pelaksanaan khususnya pada
pemberian izin kepadan pengusaha
untuk mendirikan hotel dan restauran
tetapi dalam penyediakan sarana
prasarana objek wisata belum dilakukan
karena pada tahun 2010 Disbudpar
belum menyentuh pembangunan fisik.
Terakhir program promosi wisata telah
mematuhi petunjuk pelaksanaan dan
jadwal pelaksanaan.

Program-program
kebijakan
pengembangan
pariwisata
yang
tercantum dalam Rencana Strategis
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten
Tahun
2009-2013.
Seharusnya dua tahun pelaksanaan
kebijakan
tersebut
setelah
ditetapkannya
Renstra
program
identifikasi objek wisata dan terutama
penyusunan RIPPDA harus sudah
rampung karena kedua program
merupakan langkah awal serta sebagai
acuan
dan
pedoman
untuk
pengembangan pariwisata di Kabupaten
Empat Lawang.
Analisis Keseluruhan Kelancaran
Rutinitas Fungsi
Tidak adanya masalah dalam
mengaplikasikan program dan tugas
yang
ada
dalam
kebijakan
pengembangan
pariwisata
dapat
dikatakan Kelancaran Rutinitas Fungsi
yang dikelola berjalan dengan baik.
Kelancaran Rutinitas Fungsi pada Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Empat Lawang dijelaskan pada table
berikut:

Tabel 2 Kelancaran rutinitas fungsi dinas kebudayaan dan pariwisata


Kabupaten Empat Lawang

No.

Kelancaran
Rutinitas Fungsi

Pemahaman
dan Aparatur telah memahami tugas pokok dan fungsi
Pelaksanaan Tupoksi tetapi terdapat permasalahan dalam pelaksanaannya

Hubungan Kerja

Keterangan

Hubungan kerja antar aparatur Dinas Kebudayaan


dan Pariwisata sudah berjalan baik serta kominakasi
yang dibagun sudah baik

Sumber: Analisis data penelitian

Tabel 2 diatas penulis dapat


mengambil
kesimpulan
bahwa
pelaksanaan kegiatan-kegiatan rutin
Jurnal Administrasi Negara (JAN)

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata


Kabupaten Empat Lawang kurang
begitu
lancar seperti
terjadinya
7

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

penumpukan kerja sehingga adanya


kegiatan yang tidak mencapai target.
Meskipun
hubungan
kerja
dan
komunikasi yang dilakukan aparatur
baik serta aparatur telah pemahami
tugas pokok dan fungsi bidang masingmasing.
Tetapi
dalam
kaitan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
masih terdapat permasalahan.
Penerapan kebijakan pengembangan
pariwisata seharusnya tidak berdampak
pada kelancaran pelaksanaan tugas rutin
bidang
lainnya.
Tetapi
dalam
kenyataannya pelaksanaan kebijakan
pengembangan parwisata di Kabupaten
Empat Lawang masih membawa
dampak terhadap bidang lainnya.

Aparatur khususnya bidang objek


wisata sering terjadi penumpukan kerja
sehingga menyebabkan tidak sesuainya
jadwal yang telah ditetapkan.
Analisis Keseluruhan Dampak dan
Kinerja yang Dikehendaki
Keberhasilan atau kesuksesan suatu
implementasi kebijakan mengacu dan
mengarah pada kinerja yang diinginkan
dan dampak dari kebijakan yang
dikehendaki dari semua programprogram yang ada. Adapun dampak dan
kinerja dari kebijakan pengembangan
pariwisata di Kabupaten Empat Lawang
antara lain dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3 Dampak dan kinerja yang dikehendaki dari pengembangan


pariwisata di Kabupaten Empat Lawang

No.

Dampak dan Kinerja


yang dikehendaki

Indikator

Keterangan

Dampak terhadap objek


wisata

Kualitas objek wisata;


Jumlah pengunjung;

Dampak terhadap
masyarakat

Fasilitas publik;
Kesejahteraan;
Dinamika sosial;

Kinerja kebijakan
terhadap Disbudpar

Target yang dicapai;


Jumlah objek wisata
siap kunjung;

Belum berkualitas
Sudah banyak
Meningkat secara
kuantitas dan kualitas;
Meningkat dari sektor
pendapatan;
Mengalami perubahan;
Adanya program yang
belum sesuai dengan
target;
Baru akan disiapkan;

Sumber: Analisis data penelitian

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat


dampak dan kinerja dari kebijakan
pengembangan pariwisata di Kabupaten
Empat Lawang yaitu: pertama, dampak
terhadap objek wisata yaitu kualitas
objek wisata di Kabupaten Empat
Lawang belum berkualitas, akan tetapi
Dinas Kebudayaan dan pariwisata akan
menyiapkan sarana dan prasarana untuk

Jurnal Administrasi Negara (JAN)

menunjang
objek
wisata
yang
tercantum dalam Master Plan objek
wisata dan jumlah pengunjung yang
datang sudah banyak walaupun
pengunjung yang datang sekarang
hanya menikmati nuansa alami dari
objek wisata tersebut dikarenakan
belum adanya sarana dan prasarana
yang memadai.
8

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

Kedua,
terhadap
masyarakat,
fasilitas publik sudah mengalami
peningkatan seperti jalan yang menuju
Kabupaten Empat Lawang sudah
memadai, serta jalan menuju kelokasi
objek wisata sudah diperbaiki walupun
pengerjaannya belum maksimal, selain
itu faktor-faktor penunjang seperti
rumah
makan,
penginapan
dan
transportasi di Kabupaten Empat
Lawang
sudah
mengalami
perkembangan.
Ketiga, kinerja Kebijakan yang
dikehendaki oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Empat
Lawang, kinerja kebijakan belum dirasa
optimal dikarenakan adanya program
yang seharusnya telah selesai dilakukan
akan tetapi program tersebut belum
rampung, jadi adanya program yang
tidak sesuai dengan target ataupun
rencana yang dikehendaki serta jumlah
objek wisata sampai pada tahun 2010
belum ada yang sudah benar siap
kunjung akan tetapi pemerintah
Kabupaten Empat Lawang akan
menyiapkan dua objek wisata yang
akan disiapkan untuk kunjungan
wisatawan yang juga temasuk objek
wisata unggulan daerah Empat Lawang
yakni Objek wisata air terjun tujuh
panggung dan suban air panas.
Dari
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
dampak
kebijakan
pengembangan
pariwisata
yang
dikehendaki belum dapat dirasakan
secara nyata dikarenakan kebijakan
tersebut masih terbilang baru dilakukan
karena kebijakan tersebut baru dua
tahun pelaksanaanya setelah ditetapkan
kebijakan tersebut yang tercamtum
dalam Renstra tahun 2009-2013. Akan
tetapi
kinerja
kebijakan
yang
dikehendaki dirasa belum masksimal,
aparatur
yang
terlibat
dalam
pelaksanaan dirasakan belum optimal
karena dua tahun pelaksanaan kebijakan
pengembangan pariwisata, hal yang
Jurnal Administrasi Negara (JAN)

mendasar seperti pengindentifikasian


objek wisata baru selesai pada tahun
2010 dan penyusunan RIPPDA yang
harus selesai pada tahun 2010 harus
dilanjutkan pada tahun 2011.
Kesimpulan
Kebijakan pengembangan pariwisata
di Kabupaten Empat Lawang yang
dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Empat
Lawang belum efektif terlihat pada
tingkat kepatuhan masih rendah dan
kurang lancarnya rutinitas fungsi
Disbudpar Empat Lawang yang
menyebabkan kinerja kebijakan belum
sesuai dengan yang diinginkan serta
dampak yang dikehendaki belum
tercapai.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis, maka penulis
menyarankan beberapa hal sebagai
berikut: (a) Dinas Kebudayaan dan
pariwisata harus menambah Sumber
daya manusia, dengan membuka
penerimaan
pegawai
lulusan
sarjana/akademi pariwisata sebanyak 5
orang untuk tahun 2011 sehingga
diharapkan pengerjaan tugas sesuai
dengan yang diharapkan; (b) untuk
menunjang SDM yang berkualitas
seharusnya Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Empat lawang
sering
mengikuti
kepelatihankepelatihan, workshop, dll tentang
pariwisata; (c) aparatur yang terlibat
dalam
kebijakan
pengembangan
pariwisata harus memperhatikan jadwal
pelaksanaan dengan cara mengikuti
aturan yang ditetapkan, dikarenakan
pelaksanaan kebijakan pengembangan
pariwisata yang dilakukan oleh aparatur
tidak sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan; (d) Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Empat Lawang
sebagai
fasilitator
harus
segera
melakukan pembangunan fisik objek
wisata
sesuai
dengan
yang
9

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

direncanakan dalam Master Plan


sehingga potensi objek wisata yang ada
dikabupaten Empat Lawang dapat
menjadi objek wisata siap kunjung dan
diharapkan objek wisata yang siap
kunjung dapat dipasarkan kepada
wisatawan.
Dari keterangan diatas maka penulis
juga menyarankan pengembangan
pariwisata harus selalu diperhatikan
mengingat banyak sekali manfaat yang
dapat diambil antara lain: membuka
lapangan
pekerjaan,
menambah
pendapatan
asli
daerah
(PAD)
Kabupaten
Empat
Lawang,
meningkatkan
dan
meratakan
pendapatan masyarakat dan dapat
mempromosikan dan memasarkan
pariwisata Kabupaten Empat Lawang,
serta memperkenalkan seni budaya
daerah dan hasil kerajinan daerah untuk
dapat dipasarkan kepada wisatawan,
baik
wisatawan
lokal,
maupun
wisatawan dari luar daerah Kabupaten
Empat Lawang.

Jurnal Administrasi Negara (JAN)

10

Volume II, Nomor 1, Juni 2011

DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung
Darmadjati, R.S. 2001. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Pradnya Parmita: Jakarta
Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Kebijakan Publik. Gava
Kebijakan Negara. Bumi Aksara: Jakarta
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. ANDI Yogyakarta: Yogyakarta
Media: Yogyakarta
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta
Pertja: Jakarta
Rajawali: Jakarta
Ripley, Rendal B. and Grace A. Franklin. 1986. Policy Implementation and
Bureaucracy, second edition. The Dorsey Press: Chicago-Illion
Singarimbun, Masri dan Effendi. 1995. Metode Penelitian Suvey. LP3S: Jakarta
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung
Sumarnonugroho, T. 1991. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Hanindi:
Yogyakarta:
Thoha, Miftah. 1997.Dimensi-dimensi Administrasi Negara. Rineka Cipta: Jakarta
Toha, Mifta. 1986. Kepemimpinan dalam Menejemen Suatu Pendekatan Prilaku.
Wahab, Solihin Abdul. 1997. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Widjaja, AW. 1986. Peranan Motivasi dalam Kepemimpinan. Akademi Pressindo:
Jakarta
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Media Pressindo:
Jakarta
Yati, Oka A. 2001. Ilmu Pariwisata (Sejarah, Perkembangan & Prospeknya). PT.
Sumber lain:
Dokumen Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia Tahun 2009-2013
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
Dokumen Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Empat
Lawang Tahun 2009-2013

Jurnal Administrasi Negara (JAN)

11

Anda mungkin juga menyukai