Anda di halaman 1dari 18

PERBANDINGAN PELAYANAN PUBLIK

Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pelayanan Publik


Dosen: Prof. Dr. H. Nandang A. Deliarnoor, S.H., M.Hum.

Disusun oleh:

Kelompok 5

Rahatevan Wesya 170410140054

Albi Nur Abizar 170410140018

Ikhfan Fauzan 170410140004

Dewi Indriawati 170410140006

Galih Tri Febrianto 170410140040

Yosa Purbaya 170410140044

Syita Shafa 1704101300

Mushab Umair Al Fatih 170410130044

Ariadi Siallagan 170410140046

2017
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat
yang diberikan-Nya sehingga tugas Ujian Tengah Semester yang berjudul
Evaluasi Program Pembangunan Pertanian Kecamatan Jatinangor Tahun 2015
ini dapat saya selesaikan. Tugas ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi
tugas tetapi lebih dari itu makalah ini diharapkan juga dapat menambah
pengetahuan pembaca.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang dalam


kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran
mereka demi terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang
dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................1
1.3 Tujuan Makalah.........................................................................1
LANDASAN TEORI............................................................................... 2
2.1 Definisi Pelayanan Publik............................................................2
2.2 Kualitas Pelayanan.....................................................................4
2.3 Definisi Perbandingan.................................................................4
2.4 Pemberdayaan Masyarakat Petani................................................4
BAB III.................................................................................................... 5
PEMBAHASAN..................................................................................... 5
BAB IV.................................................................................................. 12
PENUTUP........................................................................................... 12
4.1 Simpulan................................................................................ 12
4.2 Saran..................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tugas utama dibentunya suatu Negara adalah meningkatkan


kesejahteraan warga Negara. Kesejahteraan dapat diwujudkan melalui pelayanan.

Perkembangan sistem teknologi informasi dan komunikasi memberikan


manfaat bagi kehidupan manusia termasuk memberikan kemudahan mendapatkan
informasi, kemudahan bertransaksi, memudahkan manusia dalam menjalankan
kegiatan maupun aktivitasnya, karena segala kegiatan ataupun aktivitas dapat
dicapai dengan cepat dan tepat, sehingga produktivitas kerja akan meningkat.
Perkembangan sistem teknologi informasi dan komunikasi memperlihatkan
bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi ini, seperti
yang akan di bahas dalam makalah ini adalah e-government

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Pelayanan Publik, Kualitas Pelayanan, dan


Perbandingan?

2. Apa yang dimaksud dengan pajak e-commerce?

3. Bagaimana perbandingan penerapan pajak e-commerce di Singapura dan


di Indonesia?

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Memenuhi salah satu tugas kelompok Mata Kuliah Pelayanan Publik


2. Mendeskripsikan perbandingan penerapan pajak e-commerce di
Singapura dan Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pelayanan Publik

Dalam setiap instansi pemerintahan tentu memiliki tugas penting yaitu


memberikan pelayanan. Pelayanan yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan
merupakan perwujudan dari birokrasi sebagai administrator dalam pelaksanaan
tugas-tugas dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan penuh
pengabdian. Aparatur pemerintahan pada berbagai level tingkatan harus semangat
untuk melayani kepentingan publik sebagai dasar dari motivasi dan dedikasi
mereka memilih karir di bidang pemerintahan. Komitmen pengabdian dan
pelayanan yang diharapkan dari mereka adalah bagaimana memberikan
kesenangan kepada masyarakat. Pemahaman tentang misi pemerintahan tersebut
pada dasarnya adalah untuk memelihara ketertiban dan menjaga tegaknya
keadilan secara langsung akan menjadikan pelayanan kepada masyarakat adalah
sebagai fungsi yang utama.

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat


tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi
antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh
perusahaan pemberi layanan yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan
konsumen/pelanggan (Ratminto dan winarsih, 2012: 2)

Menurut Moenir (1995:26) pelayanan umum merupakan kegiatan yang


dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiel
melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi
kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Ibrahim dalam bukunya yang berjudul Teori dan Konsep Pelayanan Publik
serta Implementasinya yang mengutip pernyataan Davis dan Heineke
menyebutkan bahwa pelayanan menyangkut sejumlah informasi yang diinginkan
pelanggan, tindakan yang sukar disentuh dan diukur secara eksak ukuran
kepuasannya, sangat sensitive dan sukar diprediksikan kedepannya serta sangat
tergantung juga pada nilai yang dianggap pantas oleh pelanggan terhadap apa
yang diterima dan dibayarnya (Ibrahim, 2008: 1).

Dalam bukunya Lijan Poltak Sinambela yang berjudul Reformasi


Kebijakan Pubilik mengutip pendapat Inu Kencana Syafiie dan kawan-kawan
mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan
berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan
nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik
diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam
suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak
terikat pada suatu produk secara fisik (Sinambela, 2008 : 5).

Sebagai suatu produk, pelayanan (service) mempunyai sifat yang khas,


yang menyebabkan berbeda dengan produk lain. Menurut Martini pelayanan
mempunyai lima sifat dasar sebagai berikut (Martiani, 1995: 1)

1. Tidak berwujud (Intangible)

2. Tidak dapat dipisah-pisahkan (insperability)

3. Berubah-ubah/ beragam (Variability)

4. Tidak tahan lama (Perishability)

5. Tidak ada kepemilikan (unowwership).

Pelayanan publik menurut Subarsono (dalam Dwiyanto, 2005:141) adalah


serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi
kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksudkan disini adalah warga
negara yang membutuhkan pelayanan publik, seperti pembuatan kartu tanda
penduduk (KTP), akte kelahiran, akte nikah dan akte kematian, dan lain
sebagainya.
Selanjutnya Sinambela (2006: 5) mengungkapkan bahwa pelayanan publik
ialah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah
manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu
kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak
terikat pada suatu produk secara fisik.

Lebih lanjut menurut Lonsdale dalam Mulyadi (2015:189), pengertian


dari pelayanan publik ialah segala sesuatu yang disediakan oleh pemerintah
atau swasta karena umumnya masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri, kecuali secara kolektif dalam rangka memenuhi kesejahteraan sosial
seluruh masyarakat.

Monang sitorus dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pelayanan


Publik mengutip pendapat Burns yang mengatakan bahwa pelayanan Publik
adalah lembaga mediasi yang memobilisasi sumber daya manusia dalam
pelayanan urusan sipil negara di wilayah tertentu (Sitorus, 2009: 54)

2.2 Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan diberikan kepada konsumen harus berfungsi untuk


lebih memberikan kepuasan yang maksimal, oleh karena itu dalam rangka
memberikan pelayanan harus dilakukan sesuai dengan fungsi pelayanan.

Menurut Singh1, Attitude towards governments polities, artinya semakin


banyak pembayar pajak yang puas dengan pelayanan pemerintah, maka akan
semakin banyak pembayar pajak yang patuh membayar. Maka, Pelayanan
terhadap wajib pajak dianggap hal yang penting demi kelancaran sistem pajak.

Dimensi kualitas pelayanan oleh Parasuraman (1998) dibagi menjadi 5 dimensi


SERVQUAL diantaranya adalah:

1. Tangibles (bukti fisik) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam


menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan
1 Singh, Verindeerjeet. Tax Toughts, On Todays Taxing Times. Digibook Sdn Bhd.
Malaysia, 2005. Hal 74
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain
sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi),
serta penampilan pegawainya.
2. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,
pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang
simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness (ketanggapan) yaitu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,
dengan penyampaian informasi yang jelas.
4. Assurance (jaminan dan kepastian) yaitu pengetahuan, kesopansantunan,
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa
percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa
komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi,
dan sopan santun.
5. Emphaty (empati) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan brsifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
untuk pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

2.3 Definisi Perbandingan

S. Soekanto dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Hukum, mengemukakan


bahwa definisi sederhana dari perbandingan adalah suatu kegiatan untuk
mengadakan identifikasi persamaan/perbedaan antara dua gejala tertentu atau
lebih (S.Soekanto, 1979:10)
Lebih lanjut, Ronald Chillcote dalam bukunya yang berjudul Teori
Perbandingan Politik, Ronald mengutip pendapat Lijphart bahwa perbandingan
lebih ditekankan kepada suatu metode pengukuran.

2.4 Pemberdayaan Masyarakat Petani

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Singapura sebagai Pusat E-Commerce Internasional


Wacana mengenai new media hadir sejak kemunculan komputer di tahun
1980-an. Namun, istilah new media mulai marak sejak publik mengenal
internet dan memanfaatkannya. Banyak negara yang tidak siap dengan regulasi
terkait pemanfaatan new media. Singapura termasuk negara yang tanggap
dengan perkembangan media baru tersebut. Menjadi pusat e-commerce
internasional merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai demi
mewujudkan gol besar Singapura sebagai pusat produksi dan penggunaan IT
global. Visi ini tidak dicanangkan secara serta merta. Singapura telah
merancang strategi bahkan sejak kemunculan awal new media di tahun
1980. Pelaksanaannya terbagi atas empat fase. Fase awal di tahun 1980-1985,
dengan terlebih dahulu mewujudkan sistem pemerintahan yang
terkomputerisasi. Fase kedua dilaksanakan tahun 1986-1990, dengan
mengupayakan agar komputerisasi dan kemudahan akses informasi dapat
dinikmati masyarakat nasional sehingga di fase ketiga sepanjang 1990-1999,
Singapura dapat menjadi Intelligent Island dan pusat IT. Memasuki tahun
2000, Singapura mencapai fase keempat dengan membangun negaranya menjadi
Pusat IT Global.
Singapura melakukan upaya yang begitu luar biasa dalam
melaksanakan strateginya. Pelaksanaan tersebut dimulai dengan menerapkan
pemanfaatan teknologi informasi (IT) dalam industri, pemerintahan dan
universitas-universitas (Heng, 2002:147-148). Di fase ketiga, Singapura mulai
merancang formulasi kebijakan yang mengatur pemanfaatan new media. Tahun
1993, kebijakan Computer Misuse Act (CMA) dimasukkan ke dalam BAB 50
A Konstitusi Singapura. CMA merupakan adopsi kebijakan dari undang-
undang Inggris tahun 1990 mengenai penyalahgunaan dalam penggunaan
komputer. Undang-undang ini telah direvisi setidaknya sebanyak empat kali, dan
amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2005 silam. Sementara itu, kebijakan
yang secara khusus menyangkut kegiatan perdagangan melalui media
elektronik telah mulai diperkenalkan tahun 1996 melalui ECommerce Hotbed
Program (Wong, 2003:26). Aturan resmi yang pertama mengenai ecommerce
di Singapura tersebut berisi tentang infrastruktur dalam mengembangkan
ecommerce baik secara perangkat hukum maupun secara teknis. Pada tahun 1998,
aturan yang lebih komprehensif dikeluarkan oleh pemerintah Singapura,
yakni Electronic Commerce Master Plan. Visi Singapura sebagai Pusat E-
Commerce Internasional mulai dicanangkan dalam Master Plan tersebut.
Rencana perwujudannya diupayakan dengan membangun kekuatan dalam
perdagangan internasional, jasa keuangan internasional, serta infrastruktur
telekomunikasi dan transportasi. Master Plan tersebut juga bertujuan untuk
menciptakan e-commerce sebagai sebuah industri jasa dengan cara menarik
investasi asing dalam kegiatan e-commerce, mempercepat jasa pengiriman
elektronik sebagai salah satu pelayanan publik, mendorong perusahaan-
perusahaan untuk menggunakan jasa e-commerce, serta mengharmonisasi
hukum dan kebijakan-kebijakan mengenai e-commerce.
Hukum dan kebijakan yang terkait e-commerce menjadi tanggung jawab
Badan Komputer Nasional (National Computer Board/NCB) yang berada
dibawah naungan Kementerian Perdagangan dan Industri (Ministry of Trade and
Industri/MTI) Singapura. NCB didirikan tahun 1981, mengiringi strategi
yang dibuat Singapura dalam penguasaan IT tahun 1980. Pada tahun 1999,
NCB digabungkan dengan Otoritas Telekomunikasi Singapura
(Telecommunication Authority of Singapore/TAS) yang didirikan pada tahun
1992 sebagai penyedia jasa layanan telepon di Singapura (Daniel, 2002:2).
Proses merger kedua badan tersebut melahirkan Otoritas Pembangunan
Infokomunikasi (Info-communications Development Authority/IDA) dibawah
naungan Kementerian Komunikasi dan IT (Ministry of Communications and
IT/MCIT) (Daniel, 2002:4). Di tahun 2001, MCIT diperluas jangkauan tanggung
jawabnya untuk mengatur dunia penyiaran dan konten-konten di internet,
sehingga namanya berubah menjadi Kementerian Informasi, Komunikasi dan
Seni (Ministry of Information, Communications, and the Arts/MITA).
UU Transaksi Elektronik, Hak Kekayaan Intelektual, Aturan
mengenai Alat Bukti Transaksi, Pengaturan atas Konten-Konten dalam New
Media, Persoalan Pajak, serta Prosedur Ekspor dan Impor merupakan aturan
dasar dan infrastrukturinfrastruktur teknis yang mendukung keamanan dan
realisasi e-commerce. UU Transaksi Elektronik Singapura, yakni Electronic
Transaction Act disahkan pada 10 Juli 1998. UU tersebut bertujuan untuk
mengatur segala bentuk fasilitas komunikasi elektronik.Pengakuan atas Hak
Kekayaan Intelektual mulai berlaku di Singapura setelah negara tersebut
menyetujui Konvensi Berne untuk Perlindungan terhadap Karya Sastra dan
Seni pada September 1998. Selanjutnya, masalah hak cipta diatur dalam
Copyright Act tahun 1999. Pada tahun 1997 dilakukan amandemen terhadap
Evidence Act, yang turut mengatur alat bukti dalam transaksi elektronik.
Pemerintah juga mengeluarkan semcam lisensi dan kode etik yang mengatur
konten-konten dalam media elektronik, seperti SBA (Class License)
Notification yang dikeluarkan pada 15 Juli 1996 dan SBA Internet Code of
Practice yang mulai berlaku pada 1 November 1997. Masalah pajak dalam
kegiatan e-commerce turut diatur oleh Otoritas Perpajakan Dalam Negeri
Singapura (Inland Revenue Authority of Singapore/IRAS)2 sedangkan urusan
ekspor dan impor ditangani oleh Badan Kemajuan Perdagangan (Trade
Development Board/TDB)3 Singapura.

3.2. Perkembangan E-Commerce di Indonesia

2 Keterangan lebih lanjut mengenai pajak dalam e-commerce di


Singapura dapat dilihat dalap panduan etax di
http://www.iras.gov.sg/irashome/etaxguides.aspx. diakses pada tanggal
18 april 2017 pukul 16:38 WIB

3 Keterangan lebih lanjut mengenai prosedur ekspor-impor melalui e-


commerce di Singapura dapat dilihat melalui
http://www.tdb.gov.sg/ieinfo/importexport.shtml. diakses pada tanggal
18 april 2017 pukul 19:04 WIB
Di Indonesia, fenomena e-commerce dikenal sejak tahun 1996
melalui kemunculan http://www.sanur.com. Situs tersebut merupakan toko
buku online pertama di Indonesia (Mansur & Gultom, 2005:144).
Kemudian, beberapa layanan ecommerce pun mulai bermunculan. Situs
seperti astaga.com, mandirionline.com dan satunet.com sempat populer.
Namun, krisis moneter yang menimpa Indonesia sekitar tahun 1998
memperburuk kemajuan bisnis e-commerce.
Belakangan ini, perkembangan e-commerce kembali menyita
perhatian. Karena tingkat kunjungannya yang tinggi, jejaring sosial menjadi
salah satu basis utama kegiatan e-commerce di Indonesia. Masyarakat
Indonesia menjadikan jejaring sosial seperti facebook dan twitter untuk
memasarkan produk. Lebih dari separuh anggota kaskus.com yang
berjumlah 3.047.0394 memanfaatkan jejaring komunitas tersebut untuk
berjual-beli. Maka, selain situs-situs yang murni menyediakan layanan
ecommerce seperti plasa.com, tokobagus.com atau tokopedia.com, beberapa
situs penyedia layanan e-commerce pada akhirnya menggabungkan konsep
perdagangan online dengan sistem jejaring sosial. Misalnya toko buku
online bukukita.com, tidak hanya menjual buku tapi juga memfasilitasi para
membernya untuk melakukan pertemuan secara langsung. Beberapa layanan e-
commerce menyisipkan variasi konten lain disamping penawaran produk,
sperti krazymarket.com yang juga menampilkan berita-berita dalam situsnya.
Hingga pada tahun 2011 ini, menurut survei yang dilakukan Kementerian
Komunikasi dan Informatika, sebanyak 24% penduduk Indonesia melakukan
pembelian melalui e-commerce.5 media dalam bidang perdagangan, serta
hambatan dari pihak penyedia e-commerce yang tidak sepenuhnya memiliki
kredibilitas dan dapat dipercaya (Onti-Rug, 2008).
4 Jumlah tersebut merupakan data per 15 Juni 2011, sumber data: N.
M. Pambudy, Bisnis di Internet: Masih Hijau tetapi Semakin Mantap,
Kompas, 17 Juni 2011, p.33

5 Sumber data: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2011; Jumlah


responden: 1.280 perusahaan; Kota: Jakarta, Surabaya, Padang, Manado,
Makassar, Yogyakarta, Pontianak, Ambon, Mataram, Samarinda, Batam,
Denpasar, Medan, Bandung, Jayapura dan Semarang.(Novan/Dicky, UU ITE:
Pedang Bermata Dua, Kompas, 17 Juni 2011, p.34)
Hambatan-hambatan tersebut seyogyanya dapat diatur melalui sebuah
perangkat kebijakan yang memadai. Sementara belum ada kebijakan yang
membahas secara komprehensif mengenai e-commerce di Indonesia, beberapa
aturan umum terkait perdagangan dan pemanfaatan teknologi informasi dapat
dijadikan pegangan bagi warga Indonesia dalam menjalankan e-commerce.
Misalnya UU No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang sedikit
menyinggung tentang pembuktian data elektronik, UU No.36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi, UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, serta
beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidanadan Perdata.
Dalam KUH Pidana, pasal 362 KUHP dapat digunakan untuk menjerat
pelaku carding, yakni pencurian nomor kartu kredit untuk melakukan
transaksi ecommerce. Selain itu, pasal 378 KUHP juga dapat diberlakukan
untuk pelaku penipuan dalam kegiatan e-commerce, misalnya untuk pihak
yang memajang iklan di website sehingga memancing pengunjung untuk
membeli barang tersebut dan mentransfer sejumlah uang namun pada
kenyataannya barang yang dipesan tidak kunjung datang.Sedangkan dalam
KUH Perdata, terdapat pasal 1233 KUH Perdata mengenai ikatan perjanjian
yang dapat digunakan dalam perjanjian jual-beli dan pasal 1338
KUHPerdata yang menyatakan hukum perjanjian Indonesia menganut asas
kebebasan berkontrak sehingga keabsahan perjanjian dagang yang
dikembalikan lagi kepada segenap pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Sesungguhnya, kegiatan e-commerce dan jual-beli konvensional
memiliki karakteristik yang jauh berbeda sehingga aturan yang komprehensif
mengenai ecommerce di Indonesia mutlak diperlukan. Undang-undang yang ada
saat ini belum ada yang mengatur secara spesifik mengenai aturan dasar dan
infrastruktur-infrastruktur teknis yang mendukung keamanan dan realisasi e-
commerce di Indonesia. Kehadiran UU No.11 Tahun 2008 mengenai
Informasi dan Transaksi Elektronik pada awalnya diharapkan mampu
menjawab segenap permasalahan publik terkait perkembangan IT di Indonesia.
Dalam Bab V UU tersebut, transaksi elektronik dibahas secara khusus,
yakni dari pasal 17-pasal 22. Namun pada kenyataannya UU tersebut belum
memadai untuk dijadikan payung hukum dalam kegiatan-kegiatan transaksi
elektronik, terutama e-commerce.
Rencana mengenai pengembangan teknologi informasi dan
komunikasi di Indonesia masuk ke dalam Master Plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan
pemerintah Indonesia di tahun 2011 ini. Tanggung jawab atas hukum dan
kebijakan mengenai teknologi informasi dan komunikasi berada di bawah
naungan Departemen Komunikasi dan Informasi. Namun hingga kini, badan
yang secara khusus menangani masalah seputar kegiatan e-commerce di
Indonesia belum terbentuk.

3.3. Perbandingan Kebijakan mengenai E-Commerce di Singapura dan


Indonesia
Singapura telah memiliki visi untuk menjadi Pusat E-Commerce
Internasional sejak tahun 1998 melalui E-Commerce Master Plan. Visi
tersebut merupakan fase keempat yang tercantum dalam strategi yang dibuat
Singapura untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi pada
tahun 1980. Sedangkan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi
Indonesia baru disinggung dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan pada tahun
2011 Menurut Heidenheimer, Perbandingan kebijakan publik adalah studi
tentang bagaimana dan mengapa pemerintah yang berbeda melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan dan apa efeknya.6 Dalam perbandingan kebijakan
publik mengenai e- commerce di Singapura dan Indonesia, bagaimana dan
mengapa pemerintah Singapura mempersiapkan perangkat kebijakan yang
demikian matang mengenai e-commerce, atau bagaimana dan mengapa
pemerintah Indonesia belum membuat kebijakan yang dan memadai layaknya di
Singapura akan coba dianalisis melalui pendekatan sosial-ekonomi.
Singapura merupakan negara kaya dan maju di Asia Tenggara. Negara
tersebut memiliki keunggulan di bidang transportasi, pendidikan, dan
keuangan. Keunggulan di bidang sosial-ekonomi tersebut menjadi modal bagi
Singapura untuk turut unggul di bidang teknologi, termasuk dalam pemanfaatan
6 W. Parsons, Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice
of Policy Analysis, edisi bahasa Indonesia Public Policy: Pengantar Teori
dan Praktek Analisis Kebijakan, diterjemahkan oleh Tri Wibowo Budi
Santoso, Prenada Media, Jakarta, 2006.
new media sebagai sarana perdagangan. Kesiapan Singapura atas kebijakan-
kebijakan mengenai e-commerce juga didukung dengan kesiapan infrastruktur
yang dimiliki oleh negara tersebut.

Tabel 1.
Indikator Perkembangan E-Commerce, antara Singapura dengan
Indonesia

Indikator Perkembangan E-Commerce, antara Singapura dengan Indonesia


Negara Keamanan Kemanan B2B B2C ECommerc
Jaringan server penjualan penjuala e
(per dengan (Juta U$ n (Juta Persen (%)
1000,000 pengelolaa Dollar), U$ Penjualan
populasi} n 2000 Dollar), dari GDP
keamanan 2000 (Gross
yang kuat Domestic
Per 100,000 Product)
populasi,
200
Singapura 12.90 6.75 $955.39 $180.59 1.23
Indonesia 0.02 0.02 $150.58 $42.51 0.13
a. Dari Netcraft (http://www.netcraft.com). Strong encryption
Sumber is defined as having a key length greater than 40 bits.
b. Dari IDC (International Data Corporation) 2002

3.4. Sistem Pelayanan Perpajakan di Indonesia


Sistem pelayanan perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment yang
memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk mendaftarkan diri,
menghitung , menyetor, dan melaporkan pajak terhutangnya. Oleh karena itu
negara mempunyai hak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakannya.

3.5. Sistem Pelayanan Perpajakan di Singapura


BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai