Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

KULIAH KERJA LAPANGAN


PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA SISTER CITY YANG
DISELENGGARAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DAN
PEMERINTAH KOTA BUSAN
(Studi di Pemerintah Kota Surabaya)

Oleh:
YANUAR NURUL FAHMI
NIM. 115010107121023

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
2015

HALAMAN PERSETUJUAN
KULIAH KERJA LAPANGAN
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA SISTER CITY YANG
DISELENGGARAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DAN
PEMERINTAH KOTA BUSAN
(Studi di Pemerintah Kota Surabaya)
Oleh:
YANUAR NURUL FAHMI
NIM. 115010107121023

Tempat Penelitian : Bagian Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya


Waktu Penelitian : 18 Agustus 4 September 2015
Disetujui pada tanggal:
Ketua Bagian
Hukum Internasional,

Dosen Pembimbing,

NURDIN, SH. M. Hum

NURDIN, SH. M. Hum

NIP. 19561207198601 1 001

NIP. 19561207198601 1 001


Mengetahui:

Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Dr. RACHMAD SAFAAT, SH. M.Si.


NIP. 196208051988021001

A. LATAR BELAKANG
Pasca berakhirnya perang dingin, diplomasi tradisional mulai kehilangan
relevansinya dalam dunia perpolitikkan global dan hubungan internasional.
Dimana hal ini menyebabkan isu-isu ekonomi, hak asasi manusia, lingkungan,
dan sosial budaya menjadi begitu sangat penting dibandingan dengan isu-isu
tradisional seperti politik dan keamanan. Sehingga secara langsung hal-hal
tersebut menyebabkan berubahnya pola-pola hubungan internasional dan wajah
politik global.
Perkembangan ini berpengaruh terhadap cara, prosedur, dan substansi
diplomasi. Sebagai konsekuensinya, diplomasi tidak semata-mata membiacarakan
kegiatan aktor-aktor diplomasi dari Eropa Barat, melainkan juga aktor-aktor yang
sebelumnya dikenal dengan istilah belahan dunia ketiga.1
Hubungan internasional merupakan suatu sistem hubungan antar negara
yang berdaulat dalam pergaulan internasional menjadikan kegiatan diplomasi
sebagai suatu elemen utama bagi suatu negara sebagai factor penentu eksistensi
sebuah negara dalam hubungan internasional. Diplomasi merupakan proses politik
untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi
kebijakan dan sikap pemerintah Negara lain.2 Diplomasi kekinian juga tidak
hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga suatu senjata multi-dimensional
yang digunakan dalam situasi dan lingkungan apapun dalam hubungan
antarbangsa.3 Sehingga dapat dikatakan hubungan internasional saat ini ditandai
oleh aktivitas-aktivitas diplomasi yang sangat kompleks.
1 Sukawarsini Djelantik, 2008, Diplomasi antara Teori & Praktik, Graha Ilmu : Jakarta,
Hal.60

2 Sumaryo Suryokusumo, 2004, Praktik Diplomasi, STIH IBLAM : Jakarta, Hal.1

Globalisasi membawa pola-pola interaksi dalam hubungan internasional


yang berujung pada upaya agar dunia menjadi terintegrasi antara satu dengan yang
lainnya.
Kondisi sebagaimana dimaksud, yang diciptakan oleh globalisasi,
menuntut adanya peningkatan hubungan luar negeri yang signifikan dan tidak
terbatas. Artinya hubungan kerjasama ekonomi internasional tidak harus selalu
berupa hubungan antar negara, melainkan dapat pula berupa hubungan kerjasama
antar kota/propinsi. Mengingat kenyataan bahwa kota-kota disetiap negara
memiliki peran yang penting dan cukup signifikan dalam kedudukannya sebagai
sumber ekonomi dan perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pusat
tenaga kerja potensial yang sangat mendukung jalannya proses globalisasi
tersebut.4
Sejalan dengan proses globalisasi tersebut, para pelaku hubungan
internasional juga meluas,5 tidak hanya melingkupi negara (state actors) saja,
namun telah meluas pada aktor-aktor selain negara (non-state actors) seperti
organisasi internasional, LSM, perusahaan multinasional (MNCs), media, daerah,
kelompok-kelompok minoritas, bahkan individu. Beragamnya aktor yang terlibat
dalam hubungan dan kerjasama luar negeri di samping membuat proses
pengambilan keputusan semakin kompleks juga membuka peluang bagi
pemantapan diplomasi Indonesia. Pemberdayaan seluruh aktor hubungan dan
3 Ibid. Hal.3
4 Jemmy Rumengan, Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh
Pemerintah Daerah, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009, Hal.239

5 Malcolm N. Shaw, 2003, International Law, Cambridge University Press, Cambridge,


Bab V.

kerjasama luar negeri diharapkan dapat mewujudkan suatu diplomasi yang


memandang substansi permasalahan secara integratif dan melibatkan semua
komponen bangsa dalam suatu sinergi yang disebut Total Diplomacy.6
Kehadiran pemerintah local (local government) merupakan salah satu
aktor baru dalam arena internasional di tengah globalisasi saat ini. Ditandai
dengan banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dilakukan antar
pemerintah-pemerintah local/daerah diberbagai negara didunia dimana satu sama
lain saling berhubungan. Berawal dari hal tersebut maka muncullah berbagai
jaringan-jaringan sister city diberbagai belahan dunia yang terus meningkat mulai
dari

kota-kota,

provinsi,

diberbagai

negara-negara

maju,

negara-negara

berkembang, bahkan negara-negara kecil.


Seperti yang dituliskan oleh Jemmy, dalam rangka mendukung
penyelenggaraan hubungan luar negeri yang lebih terarah, terpadu dan
berlandaskan kepastian hukum yang lebih kuat, Pemerintah Indonesia telah
memberlakukan dua perangkat hukum terkait, yakni Undang-Undang Nomor 37
Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Kedua, perangkat hukum
dimaksud merupakan landasan hukum yang mengikat bagi Pemerintah Pusat dan
pelaku hubungan luar negeri lainnya termasuk unsurunsur daerah dalam
melaksanakan hubungan luar negeri.7 Dasar hukum dari pemaparan tersebut
adalah sebagai berikut :
1) UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri
6 Ibid
7 Jemmy Rumengan, Ibid, hal.239

Pasal 1 (1) : Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut
aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat
dan daerah atau lembaga lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi
politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara;
2) UU.Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
Pasal 5 : Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, ditingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk
membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan
koordinasi mengenai rencana tersebut dengan menteri.
Selain kedua perangkat hukum tersebut, menyangkut hubungan kerjasama
luar negeri oleh Pemerintah Daerah telah pula berlaku Undang- Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dimana salah satu ketentuannya
telah menimbulkan pandangan bahwa kerjasama luar negeri oleh Pemerintah
Daerah merupakan bagian dari otonomi daerah. Undang-Undang tersebut
kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang ketentuannya telah menghapuskan pandangan seperti
dimaksud.8
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengisyaratkan perlu dilakukannya penyesuaian kewenangan pelaksanaan
hubungan dan kerjasama luar negeri yang sebelumnya diatur dalam UndangUndang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada dasarnya
pelaksanaan politik luar negeri merupakan kewenangan pemerintah pusat. Namun
seiring dengan berlakunya undang-undang otonomi daerah tersebut, kebijakan
hubungan luar negeri dan diplomasi oleh pemerintah pusat antara lain juga

8 Op.cit, hal.239

diarahkan untuk memberdayakan dan mempromosikan potensi daerah, dalam


kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).9
Perubahan paradigma kerjasama luar negeri melalui undang-undang
otonomi daerah tersebut, maka pemerintah daerah akhir-akhir ini dengan leluasa
membuka akses kerjasama dengan pemerintah daerah yang ada di luar negeri,
baik melalui kerjasama sister city/province, dan lain sebagainya. Pada mulanya
kewenangan ini diatur secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 18 UU No. 22 Tahun
1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Namun karena dalam perkembangannya,
pelaksanaan Pasal 18 undang undang tersebut cenderung mengarah kepada model
pemerintah bagian, sebagaimana praktek dalam negara-negara federal, maka
kemudian dalam Undang Undang No.32 tahun 2004 kewenangan daerah tersebut
tidak disebutkan secara eksplisit lagi.
Salah satu contoh pelaksanaan kerjasama sister city di Indonesia yang
terbilang sukses adalah sister city antara Kota Surabaya (Indonesia, Jawa Timur)
dengan Kota Busan (Korea Selatan). Kerjasama sister city Surabaya-Busan
diawali dengan ditanda tanganinya Memorandum of Understanding (MoU) yang
telah ditandatangani pada tanggal 10 Nopember 1994 (di Surabaya) dan tanggal
20 Nopember 2004 (di Busan). Berdasarkan analisis penulis kerjasama sister city
antara Kota Surabaya-Busan terbilang efektif dan efisien, hal ini mengingat status
administrasi kedua kota sebagai kota pelabuhan besar dimana salah satu poin
kerjasama MoU kedua kota tersebut adalah pengembangan pelabuhan. Sehingga
oleh Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan Kota Surabaya sebagai kota
berprestasi dan sukses sebagai Best Practice Sister City di Indonesia, dan
9 Malcolm N. Shaw Ibid

selayaknya Surabaya dijadikan percontohan bagi kota lain di dalam negeri,


khususnya dalam perencanaan, prosedur, dan regulasi kerjasama dengan luar
negeri.10
Persamaan status kedudukan administrasi Kota Surabaya-Busan, menurut
penulis, mampu meminimalisasikan kesenjangan kepentingan antara dua kota
tersebut. Persamaan status kedudukan tersebut tentunya membawa kesamaan
untuk bersama-sama mengejar dan mencapai tujuan dan cita-cita bersama
sehingga kerjasama antar kedua kota tersebut terbilang efektif dan efisien.
Persamaan status kedudukan tersebut ternyata sesuai dengan prinsip-prinsip
kerjasama antar daerah kota, dimana harus didasarkan pada beberapa prinsip yang
telah dicantumkan dalam PP No. 50 Tahun 2007, pasal 2, yaitu: Efisiensi,
efektivitas (keefektifan), sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama,
itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan, dan
kepastian hukum.

B. RUANG LINGKUP KEGIATAN


Penulis membatasi ruang lingkup kegiatan Kuliah Kerja Lapang [selanjutnya:
KKL] dengan mengidentifikasi beberapa hal guna tercapainya maksimalisasi dari
tujuan dan maksud penelitian dan penulisan. Identifikasi yang dilakukan penulis
antara lain:
1. Nama lembaga tempat dilaksanakannya KKL;
2. Sejarah Lembaga;
10 Executif Summary, Kajian Evaluasi Pengelolaan Kerjasama Sister City antara KotaKota di Indonesia dengan Kota-Kota di Luar Negeri, Jurnal Executif Summary, Halaman
1.

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Fungsi dan Tugas Lembaga;


Visi dan Misi Lembaga;
Struktur Lembaga;
Peran Lembaga dalam turut andil dalam persiapan Indonesia pada saat ini;
Kendala yang dihadapi oleh Lembaga;
Analisis dan Rekomendasi yang diberikan oleh mahasiswa peserta Kuliah
Kerja Lapangan untuk alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh
Lembaga.

C. TUJUAN KEGIATAN
Penulis membagi dua tujuan dari dilaksanakannya penelitian dan KKL ini, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari dilaksanakannya KKL ini bagi penulis adalah:
a. Untuk melaksanakan kurikulum yang berlaku pada Program Studi
Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, guna
menyelesaikan persyaratan jenjang pendidikan Strata-1 Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya;
b. Untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme dan kemampuan
adaptasi dalam dunia kerja, dan kemampuan berhubungan baik dengan
rekan kerja;
c. Untuk mengembangkan pola pikir serta pengembangan analisis terkait
dengan isu hukum yang sedang berkembang;
d. Untuk
menghimpun
pemikiran-pemikiran

dalam

strategi

pengembangan daya saing nasional; dan


e. Untuk mewujudkan implementasi kepedulian terhadap pendidikan di
Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari dilaksanakannya KKL ini bagi penulis adalah:
a. Untuk mengidentifikasi fungsi dan tugas Pemerintah Kota Surabaya
dalam pembentukan kerjasama sister city;
b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota
Surabaya dalam kerjasama sister city; dan

c. Untuk memberikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi


oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam perannya dalam kerjasama
sister city.

D. MANFAAT KEGIATAN
Penulis mengharapkan manfaat yang dapat dihasilkan dari penelitian dan KKL ini,
yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian yang penulis lakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
pada perkembangan teoritis dalam bidang Hukum, secara khusus Hukum
Internasional yang berkaitan dengan perjanjian sister city.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi Mahasiswa
a. Sebagai masa orientasi serta masa peralihan dari dunia kampus ke
dunia kerja yang sesungguhnya, sehingga pengalaman tersebut
dapat dipakai untuk mempersiapkan mahasiswa dari segi mental dan
maupun kemampuan menghadapi pasar kerja yang akan datang.
b. Menjalin hubungan mutualistis dengan pihak Pemerintah Kota
Surabaya.
2. Bagi Lembaga
a. Sebagai sarana pengabdian masyarakat serta negara, khususnya di
bidang pendidikan dalam rangka mencerdaskan bangsa.
b. Memperoleh sumber daya manusia sementara dengan kualifikasi
yang sesuai dengan tuntutan di bidangnya.
c. Memperoleh masukan objektif yang dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis, guna meningkatkan produktivitas Pemerintah Kota
Surabaya.
3. Bagi Perguruan Tinggi

a. Merupakan salah satu evaluasi dari pencapaian materi yang


telah dikuasai oleh mahasiswa.
b. Dapat menjalin hubungan dengan pihak Pemerintah Kota
Surabaya.
c. Mewakili eksistensi program studi.
d. Memperoleh informasi dari industri atau perusahaan tentang
peluang lapangan kerja serta kualifikasi tenaga kerja yang
dibutuhkan.
4. Bagi Masyarakat
a. Memberikan pengetahuan mengenai adanya kerjasama sister
city.
b. Mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi arus pasar
global.

D. METODE KEGIATAN
Metode kegiatan yang dalam pelaksanaan KKL yang mahasiswa lakukan
menggunakan metode:
a) Metode partisipatif
Mahasiswa peserta KKL terlibat dalam proses kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga tempat KKL dilaksanakan.
Sedangkan, untuk mengumpulkan data terkait penelitian yang dilakukan
dalam pelaksanaan KKL nya, mahasiswa menggunakan metode:
b) Metode wawancara
Mahasiswa peserta KKL mencari informasi terkait penelitian yang
dilakukan melalui informan yang ada di lembaga tempat KKL
dilaksanakan.
c) Metode studi dokumentasi
Mahasiswa peserta KKL mencari informasi terkait penelitian yang
dilakukan melalui penelusuran pustaka dan perundang-undangan.

E. TAHAPAN KEGIATAN
Tahapan pelaksanaan kegiatan KKL terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan
b. Tahap pelaksanaan
c. Tahap evaluasi

Bentuk Tahapan Kegiatan:


No
1.

Tahap Kegiatan
Tahap persiapan

Bentuk Kegiatan
1) Pengajuan proposal KKL ke Kepala
Bagian Hukum Internasional Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya
2) Melakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing terkait dengan proposal
pelaksanaan kegiatan KKL
3) Mengurus surat pengantar dari Dekan
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
di Bagian Akademik yang ditujukan
kepada

lembaga

tempat

KKL

dilaksanakan yaitu Bagian Kerjasama


Pemerintah Kota Surabaya
4) Menyampaikan surat izin survey dari
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
kepada Bagian Kerjasama Pemerintah
Kota Surabaya
5) Melakukan

kegiatan

KKL

dengan

menggunakan metode partisipatif dan

mengumpulkan data penelitian secara


2.

Tahap pelaksanaan

wawancara dan studi dokumentasi di


Bagian Kerjasama Pemerintah Kota
Surabaya
6) Melakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing

terkait

pelaksanaan

kegiatan KKL dan pembuatan laporan

7) Evaluasi pelaksanaan KKL


8) Evaluasi penyusunan laporan kegiatan
KKL

3.

Tahap evaluasi

F. KAJIAN PUSTAKA
a. Perjanjian Internasional yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Secara umum bentuk kerjasama yang dilakukan Pemda terbagi
menjadi dua model, yaitu Pemda dengan Swasta Asing dan Pemda dengan
Pemda Asing. Model kerjasama dalam bentuk yang pertama lebih bersifat

kontrak-kontrak keperdataan yang pengaturannya merujuk kepada


ketentuan hukum kontrak dalam lingkup perdata internasional.
a) Kerjasama Pemda dengan Pemda Asing
Adapun yang tergolong ke dalam kelompok kedua, yaitu
kerjasama Pemda dengan Pemda Luar Negeri (Government to
Government) mencakup segala bentuk kerjasama yang dilakukan
antara Pemda dengan Pemda di luar negeri. Kerjasama yang
tergolong ke dalam kelompok yang kedua ini sebagian besar
ditujukan sebagai jalan pembuka bagi dilaksanakannya kerjasama
lebih lanjut. Misalnya, sebagai jalan pembuka bagi dilakukannya
kerjasama antar masyarakat di kedua daerah seperti dalam bidangbidang perniagaan dan kegiatan-kegiatan bisnis lainnya. Instrumen
hukum yang digunakan dalam model kerjasama semacam ini
adalah MoU (Memorandom of Understanding) atau Letter of Intent
(LoI) diantara kedua belah pihak (Pemda dan Pemda Asing).
Selain berfungsi sebagai instrumen payung MoU yang
dibuat oleh Pemda dengan Pemda luar negeri tersebut, di antaranya
ada juga yang dituangkan dalam bentuk kerjasama sister city (Kota
Bersaudara), dan Kesepakatan Bersama (LOI). Prosedur kerjasama
sister city yang dilakukan oleh Pemda Jabar antara lain dengan
Pemda negara bagian Australia Selatan. Prosedur kerjasama model
sister city ini dilakukan dengan tata cara yang telah ditentukan
dalam

Peraturan

09/A/KP/XII/2006/01

Menteri
Tentang

Luar

Negeri

Panduan

Umum

RI

Nomor:

Tata

Cara

Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri yang secara detail dibahas


pada bagian lain dalam laporan penelitian ini.

Adapun prosedur kerjasama dengan pihak luar negeri


tersebut, diuraikan secara rinci dalam buku panduan umum tata
cara hubungan dan kerjasama luar negeri yang diterbitkan
Departemen Luar Negeri,19 sebagai berikut: (a) dilakukan dengan
negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia dan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (b)
sesuai dengan bidang kewenangan pemerintah daerah sebagaimana
diatur dalam peraturan perundangundangan nasional Republik
Indonesia; (c) mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD); (d) tidak mengganggu stabilitas politik
dan keamanan dalam negeri; (e) tidak mengarah pada campur
tangan urusan dalam negeri masing-masing negara; (f) berdasarkan
asas persamaan hak dan tidak saling memaksakan kehendak; (g)
memperhatikan

prinsip

persamaan

kedudukan,

memberikan

manfaat dan saling menguntungkan bagi pemerintah daerah dan


masyarakat; (h) mendukung penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan nasional dan daerah serta pemberdayaan masyarakat.
Apabila terjadi tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan
kepentingan nasional atau bertentangan dengan kebijakan politik
luar negeri RI, perundang-undangan nasional serta hukum dan
kebiasaan internasional, Menteri Luar Negeri RI dapat mengambil
langkah-langkah yang dipandang perlu demi dipatuhinya ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999
tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang No. 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional.

Dalam hal daerah memerlukan informasi, konsultasi dan


koordinasi yang berkaitan dengan hubungan dan kerjasama luar
negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, dapat menghubungi
Departemen Luar Negeri, c.q. Direktorat Jenderal Hukum dan
Perjanjian Internasional (Ditjen HPI).
b) Kerjasama Pemda dengan Swasta Asing
Secara konseptual kerjasama yang melibatkan pemerintah
daerah dengan pihak swasta dalam konteks internasional dikenal
dengan sebutan Public Private Partnerships (PPP) atau kerjasama
pemerintah dengan swasta. Konsep Public Private Partnership
(PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) menunjukkan
suatu kondisi yang sangat beragam dan tergantung dari subjek
variasi interpretasinya. Banyak definisi yang menjelaskan, namun
yang umum dikenal adalah definisi yang diberikan UK
Commission on Public Private Partnership, yaitu: Public Private
Partnership is a risk-sharing relationship between the public and
private sectors based upon a shared aspiration to bring about a
desired public policy outcome.11
Munculnya Public Private Partnership (PPP) sebenarnya
dilatarbelakangi karena kegagalan pasar dalam menciptakan
akuntabilitas mutual dan kesamaan dalam transaksi antara
pemerintah dan swasta melalui kegiatan kerjasama. Gagasan PPP
pada

dasarnya

menguntungkan.

diarahkan
Peran

pada

pemerintah

perolehan
tidak

yang
hanya

saling
sekedar

11 Patrick Boeuf 2003, Public-Private Partnerships For Transport Infrastructure Projects.


Seminar on Transport Infrastructure Development For A Wider Europe. Paris, 27- 28
November, hlm. 3

memberikan pelayanan tetapi juga memonitor pasar, serta kerangka


peraturan yang baik, meningkatkan keuntungan bagi pemerintah
melalui penjaminan kerjasama yang berjalan secara efisien dan
optimum terhadap sumberdaya sesuai dengan sasaran kebijakan. Di
lain pihak akan memberikan jaminan kepada sektor swasta baik
dari sistem regulasi terhadap pengambilalihan, kesewenangan
perselisihan komersial, menghargai perjanjian dan pembagian cost
and benefit yang proporsional terhadap suatu resiko.12
Adapun implikasi hukumnya adalah timbulnya hak dan
kewajiban pada masing-masing pihak sesuai dengan ketentuan
hukum kontrak pada bidang hukum keperdataan internasional.
Ruang lingkup kerjasama dan prosedur-prosedur penyelesaian
sengketa yang terjadi pada model kerjasama yang pertama ini
dituangkan secara jelas dalam ketentuan kontrak kerjasama yang
telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Satu prinsip
umum yang dijadikan asas dalam kerjasama seperti ini adalah asas
pacta sun servanda, yang menekankan bahwa perjanjian yang
dibuat oleh para pihak mengikat kepada para pihak tersebut.
c) Kerjasama Pemda dengan LSM Asing
Bentuk kerjasama yang ketiga adalah antara pemerintah
daerah dengan lembaga swadaya masyarakat asing. Dalam
kelompok kerjasama yang ketiga ini sifatnya adalah pemberdayaan
masyarakat (community development). Di antara kegiatannya
12 Pongsiri, N. Regulation And Public Private Partnerships. The International Journal of
Public Sector Management, Vol. 15 No. 6, 2002, hlm. 487-495. Dima Jamali, 2004.
Success and failure mechanisms of public private partnerships (PPPs) in developing
countries Insights from the Lebanese context, The International Journal of Public Sector
Management Vol. 17 No. 5, 2004, hlm. 414-430.

adalah pelatihan, penelitian dan pendampingan dalam peningkatan


manajemen, seperti pendidikan dan tata pemerintahan yang sesuai
dengan perkembangan mutakhir.13
b. Sister City
Lahirnya kebijakan kerjasama internasional antar kota diberbagai
negara didunia yang dalam hal ini salah satunya diistilahkan dengan istilah
Sister City yang dilakukan oleh kedua pemerintah kota tersebut. Aspek
historis dari berlangsungnya hubungan kerjasama luar negeri oleh
Pemerintah Daerah adalah berawal dari lahirnya Municipal International
Cooperation (MIC). Menurut Asosiasi Pemerintah Daerah Belanda bahwa
MIC adalah suatu hubungan kerjasama antara dua atau lebih komunitas.
Dimana setidaktidaknya satu dari pelaku utamanya adalah pemerintah
kota, distrik, provinsi dan negara bagian.14
MIC mula-mula muncul sebagai suatu fenomena penting diakhir
dasawarsa 1940-an yang terwujud dalam bentuk kota kembar di negaranegara Eropa Barat. Pasca perang dunia kedua hubungan kerjasama yang
menyangkut masalah rekonsiliasi, persahabatan, dan perdamaian menjadi
agenda penting. Untuk daerah Eropa kota kembar tadi dikenal dengan
sebutan jumelages yang berarti penyatuan entitasentitas yang terpisah yang
masing-masing mencerminkan citra sama. Selanjutnya Jean Brata (salah
seorang pendiri dewan pemerintahan kota Eropa dan Kawasan)
mengartikan jumelages sebagai pasangan permanen antara dua atau lebih
13 Jawahir Thontoei, JURNAL HUKUM NO. 2 VOL. 16 APRIL 2009, Kewenangan Daerah
Dalam Melaksanakan Hubungan Luar Negeri (Studi Kasus di Propinsi Jawa Barat dan
DIY , Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

14 Jemmy Rumengan, Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri
oleh Pemerintah Daerah, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009, Hal.241

kota/daerah yang mempromosikan pertukaran ilmu pengetahuan dan


pengalaman serta melibatkan entitas masyarakat yang berbeda.15
Sejarah panjang perjalanan sister city berkembang atas dasar dari
ide Presiden Eisenhower pada tahun 1960-an yang terjadi pada saat itu di
Amerika Serikat. Ide tersebut bertujuan untuk meningkatkan diplomasi
antara masyarakat atau people to people diplomacy.16 Hal ini
mengakibatkan terbukanya pintu bagi masyarakat internasional secara
lebar untuk menjalin hubungan terhadap masyarakat dalam sebuah negara.
Sehingga mengakibatkan berinteraksinya entitas-entitas masyarakat yang
berbeda-beda antara satu sama lain.
Sebuah sister city atau sister province adalah , kemitraan jangka
panjang berbasis luas antara dua masyarakat dari pemerintah daerah dua
negara. Sister city atau sister province secara resmi diakui setelah
diresmikan atau ditandatangani oleh perwakilan tertinggi dari masingmasing pihak17.
Berubahnya sistim sentralisasi pemerintahan di Indonesia menuju
desentralisasi membawa harapan baru bagi pembangunan di negara ini.
Ditandai dengan runtuhnya orde baru dan derasnya gelombang reformasi
sehingga menciptakan kebebasan yang disambut baik oleh semua
Pemerintah-Pemerintah Daerah di Indonesia yakni otonomi daerah.
Lahirnya otonomi daerah yang memberikan wewenang bagi Pemerintah
Daerah untuk mengelola dan membangun daerahnya dengan segala
15 Jemmy Rumengan, Ibid, hal. 241
16 https://www.sistercities.org/mission-and-history diakses pada 11 Agustus 2015
17 https://www.sister-cities.org/what-sister-city diakses pada 11 Agustus 2015

sumber daya yang dimiliki namun tetap dalam pengawasan pemerintah


pusat.
Melalui otonomi daerah, pemerintah-pemerintah daerah di
Indonesia seakan berlomba untuk mengejar ketertinggalan pembangunan
didaerahnya tentu dengan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki
masing-masing daerah. Daerah-daerah di Indonesia seolah bersaing untuk
membuktikan diri dan keberhasilan pembangunan dimata pemerintah
pusat. Penghargaan demi penghargaan18 diberikan oleh pemerintah pusat
sebagai bentuk reward dan apresiasi Pemerintah Pusat kepada daerahdaerah

yang

membawa

peningkatan

dan

kemajuan

dalam

pembangunannya.
Kemandirian Pemerintah Daerah yang ditanamkan dalam otonomi
daerah serta semangat mengejar ketertinggalan pembangunan dari daerahdaerah lain di Indonesia mampu mengerahkan segala sumber daya yang
ada. Tidak sedikit Pemerintah Daerah di Indonesia yang melihat sebuah
peluang dari iklim globalisasi yang begitu menggeliat saat ini, bagi jamur
di musim hujan dengan menawarkan dan menjual potensi-potensi daerah
yang dimiliki ke dunia internasional. Hal ini berguna untuk mendapatkan
dukungan dan bantuan dari dunia internasional yang diyakini dapat
memberikan sumbangsih yang signifikan bagi pembangunan di daerahnya.
Kebutuhan akan investasi, pertukaran informasi dan komunikasi,
ilmu

pengetahuan,

teknologi,

pengelolahan

sumber

daya

alam,

peningkatan perekonomian, peningkatan kesejahteraan sosial, serta


pemecahan masalahmasalah perkotaan lainnya dilihat sebagai alasan
18 Salah satu penghargaan yang diterima oleh Pemerintah-Pemerintah Daerah oleh
Kementrian Dalam Negeri adalah Bintang-bintang Otonomi Daerah;

Pemerintah Daerah untuk melakukan langkah-langkah kerjasama dan


menjalin hubungan dengan negara-negara didunia. Adanya kebutuhan dan
ketergantungan dan saling melengkapi kedua belah pihak antara kota-kota
didunia yang saling melakukan kerjasama sehingga melahirkan kerjasama
dalam bentuk G to G (Government to Government). Kerjasama G to G
yang tercipta perlahan membuat hubungan kerjasama tersebut menjelma
menjadi kerjasama sister city.
Sister city merupakan sebuah istilah yang akrab digunakan untuk
menyebut kerjasama-kerjasama antar kota di Indonesia dengan kota-kota
di negara lain, dimana istilah ini sesungguhnya dalam bahasa Indonesia
disebut kota kembar atau twining city, kerjasama ini dilakukan baik itu
berupa antar kota luar negeri maupun dalam negeri dimana kerjasama
tersebut bersifat luas, disepakati secara resmi dan bersifat jangka panjang.
Terdapat perbedaan-perbedaan dalam penyebutan dan pemaknaan
istilah sister city dibeberapa negara didunia, sebut saja Moskow (Russia)
yang hanya menyandingkan istilah sister city dengan kota-kota bekas
Negara-negara pecahan Uni Soviet. Hal ini menurut negara-negara
tersebut, Terminologi sister city hanya boleh dipergunakan untuk
kerjasama antar dua kota yang sebelumnya memiliki hubungan darah
(heritage) atau hubungan emosional yang kuat.19 Sehingga istilah lain yang
diberlakukan selain istilah sister city adalah partnertship city, friendship
city, twin cities, jumelage, partnertstald.
Terkhusus menyangkut penamaan dan penggunaan istilah sister
city di Indonesia oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri No. 193/1652/PUOD resmi menggunakan istilah sister city
19 Jemmy Rumengan, Op.cit

dan sister province dalam menyebut bentuk-bentuk kerjasama antar kotakota di Indonesia baik itu dalam ranah lokal maupun internasional. Istilah
tersebut resmi dikeluarkan oleh kementrian terkait yakni Kementrian Luar
Negeri bekerjasama dengan Kementiran Dalam Negeri untuk mencegah
terjadinya kesalahpahaman dan kekeliruan kedepannya. Disisi lain, hal
tersebut menjadi simbol, kontrol dan pengawasan dibawah kendali
Pemerintah Pusat yang memantau kerjasama-kerjasama Internasional yang
dilakukan daerah-daerah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Djelantik, Sukawarsini, 2008, Diplomasi antara Teori & Praktik, Graha Ilmu :
Jakarta.
Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional , 2012, Panduan Umum
Tata Cara dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia.
Shaw, Malcolm N., 2003, International Law, Cambridge University Press,
Cambridge, Bab V.
Suryokusumo, Sumaryo, 2004, Praktik Diplomasi, STIH IBLAM : Jakarta.
Jurnal
Boeuf, Patrick, Public-Private Partnerships For Transport Infrastructure Projects.
Seminar on Transport Infrastructure Development For A Wider Europe. Paris,
27- 28 November 2003.
Executif Summary, Kajian Evaluasi Pengelolaan Kerjasama Sister City antara
Kota-Kota di Indonesia dengan Kota-Kota di Luar Negeri, Jurnal Executif
Summary.
Pongsiri, N. Regulation And Public Private Partnerships. The International Journal
of Public Sector Management, Vol. 15 No. 6
Rumengan, Jemmy, Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri
oleh Pemerintah Daerah, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009.
Thontoei, Jawahir, JURNAL HUKUM NO. 2 VOL. 16 APRIL 2009, Kewenangan
Daerah Dalam Melaksanakan Hubungan Luar Negeri (Studi Kasus di

Propinsi Jawa Barat dan DIY , Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Internet
https://www.sistercities.org/mission-and-history diakses pada 11 Agustus 2015
https://www.sister-cities.org/what-sister-city diakses pada 11 Agustus 2015

Anda mungkin juga menyukai