Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

“FENOMENA PELAYANAN PUBLIC DI INDONESIA”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah anggaran yang diampu oleh:
EVRIYENNI, S.E., M.Si., CTT

DISUSUN OLEH:

1. IHDINA PUTRA (190603101)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM
BANDA ACEH
A. Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik yaitu setiap institusi
penyelenggara Negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang
untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik. Kegitan tersebut dilaksanakan oleh pejabat, pegawai, petugas, dan
setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan
tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Dalam pelaksanaan pelayanan publik harus
berdasarkan standar pelayanan sebagai tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji
penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur. Pelayanan publik diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik, pengaturan ini dimaksudan untuk memberikan kepastian hukum dalam
hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Selain itu, pengaturan
mengenai pelayanan publik bertujuan agar terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang
hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik; agar terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik
yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; agar
terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan agar terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelengaaran
pelayanan publik.
Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta
pelayanan administratif yang diatur dalam perundang-undangan. Untuk menjamin kelancaran
penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan Pembina dan penanggung jawab. Pembina tersebut
terdiri atas pimpinan lembaga Negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah non
kementerian, pimpinan lembaga komisi Negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya;
gubernur pada tingkat provinsi; bupati pada tingkat kabupaten; dan walikota pada tingkat kota.
Para Pembina tersebut mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi
terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab. Sedangkan penanggung jawab adalah
pimpinan kesekretariatan lembaga atau pejabat yang ditunjuk Pembina. Penanggung jawab
mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai
dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja; melakukan evaluasi penyelenggaraan
pelayanan publik; dan melaporkan kepada Pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan
publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
Penyelenggaraan pelayanan publik meliputi pelaksanaan pelayanan; pengelolaan
pengaduan masyarakat; pengelolaan informasi; pengawasan internal; penyuluhan kepada
masyarakat; dan pelayanan konsultasi.

B. Kondisi Pelayanan public Di Indonesia


Pelayanan publik merupakan sebuah intervensi dari pemerintah untuk melayani
masyarakat serta memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun sampai saat ini masih banyak
masyarakat yang belum merasakan sepenuhnya pelayanan yang baik dari pemerintah dan masih
banyak keluhan dari masyarakat kepada pemerintah atas rendahnya kualitas pelayanan yang
diberikan. Pada dasarnya pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah secara utuh
kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan juga menyejahterakan masyarakat.Pelayanan
publik itu dilakukan oleh birokrasi pemerintahan yang menyangkut kebutuhan hak-hak sipil serta
kebutuhan dasar pemerintah, tetapi masih banyak juga pengaduan ataupun keluahan dari
masyarakat seperti birokrasi pemerintahan yang berbelit-belit dalam melakukan pelayanan publik,
terbatasnya fasilitas dan kurangnya sarana dan prasarana pelayanan. Tidak hanya keluhan dalam
pelayanan namun para birokrasi pemerintah juga masih banyak yang menempatkan dirinya sebagai
agen penguasa bukan sebagai agen pelayan. Kondisi-kondisi tersebut yang membuat masa depan
masyarakat menjadi suram dikarenakan masyarakat di indonesia masih sangat tergantung pada
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian maslah utamanya adalah
bagaimana usaha yang di lakukan oleh seorang birokrasi pemerintahan dalam memberikan
pelayanan secara efektif dan ideal kepada masyarakat? Caranya yaitu dengan memperbaiki atau
mengubah sikap para birokrasi kepada masyarakat yaitu dengan sering mendengarkan keluhan
yang dialami oleh masyarakat serta bisa mewujudkan kebutuhan dan harapan masyarakat.

Kondisi pelayanan publik di indonesia saat ini masih sangat buruk karena masih diarnai
dengan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme, dalam pelayanan publik juga masih di perparah
dengan kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengingatkan para birokrasi untuk bekerja lebih
profesional lagi. Lalu sekarang bagaimana upaya yang dilakukan agar birokrasi mampu
menyelesaikan masalah yakni memberikan pelayanan secara ideal dan efektif kepada masyarakat?
Jawabannya harus dengan melakukan perubahan agar tidak terus menerus bergantung pada proses
dan prosedur tetapi juga harus mengaitkan perubahan pada tingkar struktur maupun sikap dan
tingkah laku atau etika. Birokrasi juga haru netral dan bukan lagi alat politik, sehingga ia bebas
dalam berinteraksi dengan masyarakat karena pada hakikatnya kepentingan pelayanan tersebut
umtuk masyarakat dan netral disini dalam artian siap menjadi pelayan publik yang bebas dari
intervensi kekuatan politik. Keberhasilan dalam suatu pelayanan publik salah satunya dapat diukur
dari akses pelayanan publiknya, seperti jika suatu daerah tidak bisa mendapatkan pelayanan dasar
yang seharusnya bisa diterima oleh masyarakat maka hal tersebut akan berdampak pada
kesejahteraan seluruh masyarakat oleh karena itu peran suatu pemerintahan sangat penting dalam
penyelenggaran pelayanan publik yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Wilayah
perbatasan dan kepulauan merupakan wilayah yang hingga saat ini memliki keterbatasan yang
sangat serius terutama dalam hal pelayanan publik. Masyarakat setiap waktu selalu menuntut
pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai
dengan harapan, karena selama ini pelayanan publik pada umumnya bercirikan dengan berbelit-
belit, lambat, mahal dan melelahkan, kecenderungan hal tersebut dikarenakan masyarakat masih
diposisikan sebagai pelayan bukan yang dilayani. Pelayanan yang seharusnya di berikan kepada
masyarakat namun berbalik malah menjadi pelayanan masyarakat kepada negara, maka dari itu
birokrat yang sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Tujuan dari suatu pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat, untuk mencapai
kepuasan tersebut dituntutlah kualitas pelayanan prima yang tercermin dari transparasi, yakni
pelayanan yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkanyang
disediakan secara memadai dan mudah dimengerti.

• akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat di pertanggung jawabkan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan. Kondisional yang dimaksud dengan kondisional
yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan pelayanan dan tetap berpegang teguh pada efisiensi dan efektifitas.

• Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dan juga memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan
harapan masyarakat.

Pelayanan publik merupakan salah satu unsur penting bagi organisasi publik termasuk
organisasi pemerintah. Oleh karena itu pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah
(birokrasi pemerintah) harus senantiasa berorientasi pada kepentingan publik. Pemenuhan
terhadap kepentingan publik secara substantif sudah
selayaknya memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan
agar masyarakat yang dilayani dapat memberikan tanggapan positif terhadap hasil pelayanan
yang diberikan oleh aparatur pemerintah tersebut. Namun dalam realitanya masalah pelayanan
publik dilingkungan pemerintahan sudah lama menjadi pusat perhatian masyarakat seiring
banyaknya kasus pelayanan publik yang dianggap kurang berpihak kepada kepentingan
masyarakat. Ini mengisyaratkan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah belum
menunjukkan hasil yang memuaskan bagi masyarakat. Pelayanan yang berbelit-belit, in-
efisiensi, lambat, tidak ramah serta tidak jelasnya waktu penyelesaian dan tidak jelasnya biaya
pelayanan merupakan bukti nyata bahwa kualitas pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah
masih rendah dan pelayanan publik belum berkualitas. Beberapa faktor penyebab
belum berkualitasnya pelayanan publik adalah faktor SDM aparatur, organisasi birokrasi,
tata laksana, pola pikir, kinerja organisasi, budaya birokrasi, inovasi birokrasi dan teknologi
informasi, perilaku birokrasi, sistem dan strategi pelayanan,
kepemimpinan yang transaksional, struktur organisasi yang adaptif, perilaku organisasi yang
koruptif, lemahnya implementasi kebijakan, belum diterapkannya prinsip good governance dan
komunikasi birokrasi.
C. Masalah Pelayanan Publik Di Indonesia
Jika diperhatikan berbagai permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia,
maka permasalahan utama pelayanan publik sekarang ini adalah berkaitan dengan peningkatan
kualitas dari pelayanan itu sendiri. Menurut Albrecht dan Zemke (1990) kualitas pelayanan publik
merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia
pemberi pelayanan, strategi, dan pelanggan. Sementara Mohammad (2003) menyebutkan bahwa
pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada aspek-aspek seperti bagaimana pola
penyelenggaraannya, dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan yang mengelola. Dilihat
dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik di Indonesia masih memiliki berbagai
kelemahan antara lain:
1. kurang responsive,
2. kurang informatif,
3. kurang accessible,
4. kurang koordinasi,
5. birokratis,
6. kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan
7. inefisiensi.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan
profesionalisme, kompetensi, emphaty dan etika. Pola kerja yang digunakan oleh sebagian besar
aparatur yang ada sekarang ini masih dipengaruhi oleh model birokrasi klasik, yakni cara kerja
yang terstruktur/ hierarkis, legalistik formal, dan sistem tertutup. Selain itu beberapa pendapat
menilai bahwa kelemahan sumber daya manusia aparatur pemerintah dalam memberikan
pelayanan disebabkan oleh sistem kompensasi yang rendah dan tidak tepat. Kelemahan
pelaksanaan pelayanan publik lainnya dapat dilihat pada sisi kelembagaan, kelemahan utama
terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan
kepada masyarakat, penuh dengan khirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit
(birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus,
fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah,
yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
Contoh kasus di Indonesia 2016
"Diantaranya adalah BP Batam, terkait adanya permasalahan lahan dan perizinannya. Kedua
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, terkait masalah KTP serta Dinas Perhubungan Batam
terkait masalah perizinan taksi online maupun tindakan penilangan," kata Lagat, Selasa (5/3) pagi,
di Gedung Graha Pena, saat menggelar coffe morning bersama awak media Batam.
Pertama, ujar Lagat yang menjadi sorotan atas pelaporan ke Ombudsman RI adalah masalah
perizinan lahan di BP Batam, dengan tidak ada kejelasannya, sehingga berdampak terhadap
pertumbuhan ekonomi dan investasi.
"Hingga saat ini persoalan lahan di BP Batam masih sangat rumit yang telah terjadi dimasa
kepemimpinan sebelumnya. Dan berdasarkan laporan yang ditangani Ombudsman, di dalam
penyelesaiannya hingga berlarut-larut, karena sejumlah sebagai berikut," ungkapnya.
Pertama, karena pergantian kepemimpinan BP Batam (sejak di tahun 2016 sudah 3 kali ganti)
sehingga membuat penyelesaiannya tidak ada mendapat prioritas pimpinan BP Batam setiap
pergantian.
Bahkan, ungkapnya, Pimpinan BP Batam yang saat Ini tidak diperkenankan mengambil suatu
kebijakan strategis dan temasuk penyelesaian penyelesaian atas persoalan persoalan lahan tersebut.
"Data atau dokumen di BP Batam terkait lahan yang dialokasikan jugabelum terkelola dengan
baik. Hingghal ini terbukti seringkali BP Batam kesulitan menemukan data dan dokumen yang
dimintai Ombudsman," papar Lagat.
Keduanya, mencermati laporan yang berulang kepada pelayanan yang diberikan pemerintah Kota
Batam, terkait identitas kependudukan (KTP).
"Hal ini masih sering terjadi dilaporankan pada oleh masyarakat kepada Ombudsman RI Kepri
yaitu masalah pengurusan KTP el, yang masih dikeluhkan masyarakat," ungkapnya.
Laporan warga, kata Lagat, keluhannya adalah pada pencetakan KTP masih tergolong lama dan
tidak jelas jangka penyelesaiannya akibat blanko KTP yang kosong atau habis.
"Kondisi ini masih sering terjadi di Kecamatan-Kecamatan di Kota Batam. Mengingat, Batam
telah mendapatkan sebuah Anugerah Predikat Kepatuhan yang Tinggi dari Standar Pelayanan
Publik yang dinilai oleh Ombudsman RI Riau di tahun 2018 lalu," ungkapnya.
Dalam hal ini, sebut maka seharusnya Pemko Batam memperhatikan layanan dengan serius, untuk
melakukan pembenahan dari pelayanan.
"Jangan sampai predikat kepatuhan yang atas standar pelayanan Publik tidak selaras dengan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat," ucapnya.
Ketiga, ungkap Lagat, terkait penahanan mobil taksi online oleh Dinas Perhubungan (Dishub),
Kota Batam dengan hanya mendasarkan pada kesepakatan bersama.
"Ingat, mengsikapi operasional atas angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi di Kota Batam
tertanggal pada 31 Oktober 2018 yang ditandatangani pihak Wakil Ketua DPRD Kota Batam,
Imam Sutiawan, beserta Kasatlantas Polrestata Barelang, Kompol I Putu Bayu dan
Kadishub Kepri Kadishub Batam, Ketua Komisi III dan l DPRD Batam. Kewenangan penilangan
hanya oleh pihak kepolisian (lantas)," jelasnya.
Artinya apa, kata Lagat, yang boleh ditahan itu SIM pengendara, sedangkankan mobil tetap di
bawa oleh sipemilik atau sipengendara (UU 22 tahun 2009, tentang Lalulintas dan jalan Pasal 89
ayat 12).
"Dengan demikian itu, dasar penahanan mobil taksi online oleh Dishub Kota Batam tersebut tidak
memiliki dasar hukum yang kuat, alias tidak sesuai SOP," ungkapnya.
Menurut penjelasan dari pihak Dishub Batam, imbuhnya, mobil yang ditahan (ditilang), akan
dikeluarkan dan dikembalikan pada sipemllik, pengendara (tertiiang), apabila mereka sudah
melakukan pembayaran biaya tilang tersebut.
"Maka, tindakan penahanan mobil taksi online oleh Dishub Batam tersebut tak memiliki SOP.
Sehingga, hal ini harus dilakukan pembenahan sebagaimana aturan dan UU yang berlaku,"
pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai