Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“POTENSI SUKUK DAERAH UNTUK PENINGKATAN INVESTASI


DAN KEMASLAHATAN MASYARAKAT”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah anggaran yang diampu oleh:
MUHAMMAD SYAUQI BIN ARMIA, MBA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7

1. ALIF QAEDI SHADIQI (180603224)


2. MULKI ADIL (180603257)
3. T. ZULFIKAR (180603243)
4. FIKRY SATRIA (180603097)
5. IHDINA PUTRA (190603101)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM BANDA ACEH
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas yang berjudul
“potensi sukuk daerah untuk peningkatan investasi dan kemaslahatan masyarakat”. Makalah ini
disusun bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajmen Pemaaran Bank.

Dalam penyusunan makalah ini, kami melibatkan berbagai pihak diantaranya:


1. Bapak Muhammad Syauqi Bin Armia, MBA. Selaku dosen pengampu program studi
Manajmen Keuangan Islami yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam
menyusun makalah ini.
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu kami dengan memberikan informasi mengenai
sukuk dan manajmen keuangan islami.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca untuk penyelesaian makalah di tugas selanjutnya. Semoga makalah ini berguna dan
dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai materi anggaran variabel dengan baik.
            Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata yang kurang berkenan dan banyak
terdapat kekurangan, kami mohon maaf. Semoga bermanfaat.

Banda Aceh, Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................i
DAFTAR ISI.................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................4
2.1 Pengertian Sukuk.....................................................4
2.2 Sukuk Sebagai Instrument Pembiayaan..................................6
2.3 Pembentukan Hukum Sukuk Daerah......................................10
2.4 Potensinsi Sukuk Daerah Untuk Peningkatan Investasi………………………… 15
BAB III KESIMPULAN.........................................................17
3.1 Kesimpulan..........................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................19

ii
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang


Sistem ekonomi syariah merupakan salah satu sistem perekonomian yang sedang
berkembang dengan cukup pesat, baik di Indonesia maupun di mancanegara. Keunggulan dan
manfaat yang dirasakan pada perekonomian syariah mendorong bekembangnya sistem ekonomi
ini, baik di negara yang banyak penduduk muslimnya seperti Bahrain, Qatar, Saudi Arabia,
Malaysia, dan Indonesia, maupun diantara negara yang notabene penduduk terbesarnya adalah
non muslim seperti Inggris, Jepang, Hongkong, Singapore dan Korea Selatan. Dalam
perkembangan sistem ekonomi syariah di Indonesia, salah satu lembaga keuangan yang juga ikut
berkembang adalah pasar modal. Pasar modal yang selama ini merepresentasikan transaksi jual-
beli efek, seperti: saham, obligasi, reksadana, dan derivatif, kini mulai dimarakkan oleh transaksi
produk keuangan baru berbasis syariah. Salah satu produk tersebut adalah obligasi syariah atau
yang sering disebut sukuk. (Abdul Wahid, 2010:92). Sukuk adalah bahasa Arab bentuk jamak
yang artinya sertifikat. Sukuk dalam pasar modal Islam (Islamic Capital Market) serupa dengan
obligasi yang terdapat di pasar modal konvensional, yaitu surat atau sertifikat dari pihak yang
membutuhkan dana. Perbedaannya adalah obligasi merupakan surat hutang, sedangkan sukuk
lebih merupakan sertifikat kepemilikan kepentingan dalam suatu aset. Obligasi mewajibkan
pihak yang berhutang untuk membayarkan bunga atau kupon kepada pihak yang memberikan
hutang. Praktek bunga seperti ini jelas tidak dibenarkan secara syariah, karena mengandung
unsur riba (Siskawati, 2010). Sukuk dalam hal ini dapat menjawab salah satu kebutuhan
instrumen keuangan yang halal, yang bagi umat muslim pada khususnya adalah sebuah
kebutuhan yang mendesak.
Sukuk seringkali disebut obligasi Islami, namun ada perbedaan yang cukup mendasar antara
sukuk dengan obligasi. The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution (AAOIFI) dalam standar no 17 mendefinisikan sukuk sebagai: “insvestment sukuk are
certificates of equal value representing undivided shares in ownership of tangible assets usufruct
and services (in the ownership of) the assets or particular projects or special investment activity,

1
however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the closing of subscription and the
employment of funds received for the purpose for which the sukuk were issued.”
Bapepam LK dalam peraturan No.IX.A.14, mendefinisikan sukuk sebagai: “efek syariah
berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan
yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas: 1. Kepemilikan aset berwujud tertentu 2. Nilai
manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau 3. Kepemilikan
atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu”
Meskipun sukuk disebut sebagai obligasi syariah, namun pada prinsipnya sukuk lebih
menekankan pada kontrak jual beli (Siskawati, 2010). Sukuk juga bukan hanya sekedar surat
hutang seperti obligasi pada umumnya. Namun sukuk merupakan surat hutang yang berbasiskan
pada hukum syariah sebagai aturan atau pedoman batasanbatasannya dan berbasiskan pada aset
perusahaan yang berwujud (tangible asset) sebagai penjamin dari sukuk tersebut. Investasi pada
sukuk juga memperhatikan keuntungan bagi investornya serta menjamin keuntungan investor
sebagai pihak pemberi pinjaman. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sukuk merupakan
instrumen investasi yang relatif aman. Sukuk disebut aman karena merupakan instrumen
investasi yang berbasiskan pada kegiatan atau proyek yang produktif, bukan spekulatif, sehingga
risiko investasi yang dihadapi adalah risiko karena proyek yang dijadikan jaminan tersebut,
bukan risiko karena spekulatif (Mersilia, 2014) Keberadaan sukuk saat ini dapat dikatakan tidak
bisa dipisahkan lagi dengan sistem keuangan global (Sunarsip, 2008). Minat investor terhadap
sukuk juga tergolong besar terkait dengan sifat sukuk yang relatif aman dan menguntungkan.
Mengingat bahwa jaminan sukuk adalah proyek-proyek produktif, maka sukuk juga memiliki
fungsi sebagai sumber pendanaan bagi berbagai proyek pemerintah maupun proyek swasta.
Dalam hal ini, adanya sukuk dapat berperan sebagai produk investasi, baik bagi perorangan
maupun badan sekaligus sebagai solusi alternatif bagi pendanaan berbagai proyek.

1.2 Rumusan masalah


Untuk mengkaji dan memahami potensi sukuk daerah untuk peningkatan
investasi dan kemaslahatan masyarakat, maka diperlukan sub-pokok bahasan
yang berhubungan sehingga kami membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Pengertian sukuk ?
1.2.2 Bagaimana sukuk sebagai instrument pembiayaan ?

2
1.2.3 Bagaimana pembentukan hukum sukuk daerah ?
1.2.4 Bagaimana Potensi Sukuk Daerah untuk Peningkatan Investasi ?
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah manajmen keuangan islami dan menjawab pertanyaan dari rumusan
masalah, sebagai berikut :
1.3.1 Memahami dan mengetahui definisi dari sukuk
1.3.2 Memahami dan mengetahui sukuk sebagai instrument pembiayaan
1.3.3 Mengetahui bagaimana pembentukan hukum sukuk daerah
1.3.4 Mengetahui potensi sukuk daerah untuk peingkatan investasi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sukuk

3
Tim studi pasar modal Bapepam-LK (2009) telah merumuskan bahwa pada dasarnya
definisi sukuk yang berasal dari berbagai sumber literatur dapat dibagi menjadi dua, yaitu
definisi secara etimologi dan definisi secara terminologi. Secara etimologi (bahasa) sukuk
berasal dari bentuk jamak bahasa Arab “sakk” yang berarti sertifikat, perjanjian atau instrumen
hukum. Secara terminologi, sukuk dapat didefinisikan sebagai sertifikat kepercayaan atas
kepemilikan sesuatu, dengan masing-masing sakk menunjukkan kepentingan kepemilikan yang
proporsional dan tidak dapat dipisahkan dalam suatu aset atau kumpulan aset.
DSN MUI dalam fatwa DSN MUI No. 32/ DN-MUI/ IX/2002 mendefinisikan obligasi
syariah/ sukuk sebagai berikut: “….suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan syariah
yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/ fee serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”
Selanjutnya menurut Bapepam LK dalam peraturan No IX. A.13 tentang Penerbitan Efek
Syariah, sukuk didefinisikan sebagai berikut: Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau
tidak terbagi (syuyu’ atau undevided share) atas: a) Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat); b)
Nilai manfaat atas aset berwujud (a’yan maujudat); c) Jasa (al khadamat) yang sudah ada
maupun yang akan ada; d) Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan /atau e)
Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath istismarin khashah)
Dalam pengertian secara teknis, sukuk adalah surat hutang yang diterbitkan oleh pemerintah
atau perusahaan sebagai tambahan dana bagi penerbit dari pihak masyarakat sebagai investor.
Para investor berhak atas keuntungan, kepemilikan atas aset tertentu, manfaat, jasa, dan atau
proyek penerbit. (Mersilia, 2014). Menurut AAOIFI (dalam Abdul Wahid, Nazaruddin: 2010),
“Terdapat pembeda antara investasi sukuk dengan shares, notes, dan bonds, meskipun semua itu
berhubungan dengan kontrak peralihan hutang dalam bentuk uang dan aset. Pada dasarnya sukuk
adalah suatu bentuk sekuritisasi aset. Berbeda dengan obligasi konvensional, di dalam transaksi
sukuk harus dilandasi oleh aset yang berwujud (tangible asset). Pendapatan yang diperoleh dari
sukuk ini pun berasal dari pemanfaatan dana yang tepat dan dijamin oleh aset yang riil
(Nurkholis, 2011). Di dalam sukuk, underlying aset dibutuhkan sebagai jaminan bahwa
penerbitan sukuk didasarkan nilai yang sama dengan aset yang tersedia. Oleh karenanya, aset
harus memiliki nilai ekonomis, baik berupa asset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek

4
yang akan atau sedang dibangun. Adapun fungsi underlying asset tersebut adalah: (i) untuk
menghindari riba, (ii) sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder,
dan (iii) akan menentukan jenis struktur sukuk. Dalam sukuk ijarah al muntahiya bittamlik atau
ijarah-sale and lease back, penjualan aset tidak disertai penyerahan fisik aset tetapi yang
dialihkan adalah hak manfaat (beneficial title) sedangkan kepemilikan aset (legal title) tetap pada
obligor. Pada akhir periode sukuk, SPV (Special Purpose Vehicle) wajib menjual kembali aset
tersebut kepada obligor. (Nurkholis, 2011)
enjual kembali aset tersebut kepada obligor. (Nurkholis, 2011) Pada sukuk ditentukan pula
batas-batas standar sebagai instrumen dengan nilai intrinsik, sedangkan shares, notes, dan bonds
lebih mengutamakan pada transfer jaminan finansial.” Secara keseluruhan sukuk merupakan
surat hutang Islam yang tidak hanya berkaitan dengan pemindahan finansial atau modal dari para
investor ke penerbit, tetapi juga pemindahan aset atau manfaat atas aset tersebut dari penerbit
kepada para investor. Berdasarkan penerbitnya, ada 3 jenis sukuk, yaitu (Mersilia, 2014):
a) Sukuk pemerintah atau sukuk negara (sovereign sukuk), ialah surat hutang syariah yang
diterbitkan oleh negara untuk keperluan membiayai APBN negara atau proyek-proyek
negara, seperti pembangunan infrastruktur.
b) Sukuk korporasi, ialah surat hutang syariah yang diterbitkan oleh perusahaan atau emiten
untuk keperluan membiayai kebutuhan dana perusahaan atau proyek-proyek perusahaan.
c) Sukuk global, ialah surat hutang syariah yang diterbitkan oleh negara-negara lain secara
internasional.
Dalam AAOIFI Sharia Standars Nomor 17, pembagian jenis sukuk dapat diklasifikasikan ke
dalam 14 (empat belas) jenis sukuk berdasarkan akad dan underlying asset yang digunakan.
Masingmasing jenis sukuk tersebut memiliki ketentuan syariah tersendiri, baik dalam hal
penerbitan maupun perdagangannya di pasar sekunder. Dalam praktiknya di industri keuangan
syariah keempat belas jenis sukuk tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
a) Sukuk berbasis akad Ijarah (Ijarah Based Sukuk), yang terdiri dari lima jenis sukuk;
b) Sukuk berbasis akad jual beli (Sale Based Sukuk), yang terdiri dari tiga jenis sukuk;
c) Sukuk berbasis akad kerjasama (Participation Based Sukuk), yang terdiri dari enam jenis
sukuk.

5
Gambar 1. Jenis-Jenis Sukuk
Di Indonesia, jenis sukuk berdasarkan akad yang mendasari penerbitan sukuk tersebut.
Menurut fatwa DSN-MUI nomor 32/DSNMUI/IX/2002, terdapat 6 akad sukuk yang berlaku di
Indonesia, yaitu : Sukuk ijarah, Sukuk Salam, Sukuk Istishna’, Sukuk Murabahah, Sukuk
Mudharabah, dan Sukuk Musyarakah. Masing-masing akad tersebut menggambarkan

2.2 Sukuk Sebagai Instrumen Pembiayaan


Penerbitan obligasi Islam yang pertama kali sukses adalah Government Investment Issues
(GII) sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate (GIC) yang dilakukan oleh
pemerintah Malaysia pada 1983. Namun, langkah inovasi yang ada lamban dan institusi finansial
Islam saat itu tidak dapat mengembangkan pasar aktif bagi sekuritas tersebut. Berikutnya,
kesuksesan sekuritisasi aset dalam pasar konvensional menghadirkan kerangka yang justru dapat
diaplikasikan untuk aset Islam. Pada akhir 1990, struktur berbasis aset yang cukup diakui dalam
bentuk sukuk dikembangkan di Bahrain dan Malaysia. Struktur ini menarik perhatian investor
dan peminjam karena dianggap kendaraan potensial untuk mengembangkan pasar kapital Islam
(Iqbal dan Mirakhor, 2008). Penerbitan sukuk yang berbasis sekuritisasi aset dilakukan pertama
kali di Malaysia. Pada tahun 1990, Shell MDS menerbitkan sukuk korporasi pertama dengan

6
struktur Bai’ Bithaman Ajil. Selanjutnya menyusul di Bahrain, penerbitan sukuk dimulai pada
bulan Juni 2001.
Pada tahun 2002, pemerintah Malaysia menerbitkan Global Sovereign Sukuk pertama
kalinya dengan struktur sukuk Ijarah senilai USD 600 juta. Penerbitan dan pengembangan sukuk
tersebut didukung oleh landasan syariah berupa fatwa yang memberikan pedoman dalam rangka
penerbitan sukuk. Fatwa tersebut antara lain dikeluarkan oleh Islamic Jurisprudence Council
pada tahun 2001, yang dianggap sebagai tonggak sejarah penting yang mendukung
perkembangan sukuk. (Pridityo, 2014).
Saat ini sukuk tidak hanya diterbitkan oleh korporasi (corporate sukuk), namun sukuk telah
banyak diterbitkan oleh negara (sovereign sukuk). Bahkan penerbitan sovereign sukuk ini
menjadi pendorong utama perkembangan pasar sukuk internasional. Sukuk juga diadopsi secara
luas baik di negara yang berpenduduk mayoritas muslim maupun nonmuslim. Negara-negara
seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan, Qatar, Bahrain, Saxony Anhalt
(negara bagian Jerman), Uni Arab Emirates, Sudan, Gambia, Singapura, China, Jepang telah
menerbitkan sukuk, dan diantaranya menerbitkan sukuk secara reguler baik di pasar domestik
maupun internasional. Pada tahun 2014 lalu, Inggris dan Hongkong bahkan telah menerbitkan
sukuk perdananya. Luksemburg dan Afrika Selatan juga menyusul menerbitkan sukuk pada
tahun tersebut. Penerimaan terhadap sukuk dari berbagai negara merupakan indikasi bahwa
sukuk telah berkembang menjadi instrumen pembiayaan dan investasi berbasis syariah yang
diterima secara universal. Manfaat sukuk diakui tidak terbatas pada suatu golongan atau bahkan
agama tertentu saja. Di sisi lain, hal ini juga memberikan bukti bahwa syariah memiliki
fleksibilitas yang sangat tinggi, dan dapat diterapkan pada semua aspek kehidupan manusia
termasuk aspek ekonomi dan keuangan.
Di Indonesia, perkembangan sukuk bermula karena adanya inisiatif dari swasta pada tahun
2002. Dibandingkan dengan negaranegara yang mayoritas penduduknya adalah muslim,
munculnya sukuk di Indonesia tergolong lambat. PT Indosat Tbk adalah perusahaan pertama
yang menerbitkan sukuk korporat senilai 175 miliar rupiah dengan menggunakan akad
mudharabah (Siskawati, 2010). Sejak bulan Juni 2006, pemerintah Indonesia mulai bekerja keras
menyusun draf RUU tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). RUU tersebut disahkan
menjadi Undang-Undang pada tanggal 7 Mei 2008 dan diundangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70. Undang-Undang ini menjadi tonggak awal sejarah

7
perkembangan Sukuk Negara di Indonesia dan juga di dunia. UndangUndang tersebut memberi
landasan hukum penerbitan Sukuk Negara oleh Pemerintah Pusat sekaligus memberi koridor
hukum pengelolaannya yang transparan dan akuntabel. Di samping itu bagi investor, Undang-
Undang tersebut dipandang dapat memberi kepastian hukum antara lain berupa jaminan
pembayaran nilai nominal dan imbalan, termasuk jaminan dari aspek syariahnya (Pridityo, 2014)
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008, pemerintah memiliki landasan
hukum untuk dapat menerbitkan sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008, Pemerintah
Indonesia untuk pertama kalinya melakukan penerbitan Sukuk Negara di pasar perdana dalam
negeri, yaitu Sukuk Negara seri Islamic Fixed Rate (IFR). Penerbitan IFR seri IFR-0001 dan
IFR-0002 dilakukan pertama kali pada tanggal 26 Agustus 2008, yang metode penjualannya
dilakukan dengan menggunakan metode bookbuilding melalui 3 (tiga) Agen Penjual yang telah
ditunjuk melalui seleksi oleh Pemerintah. Masa efektif bookbuilding relatif singkat, yakni empat
hari kerja. Dari hasil penerbitan perdana tersebut terlihat tingginya minat dan kepercayaan pasar
terhadap Sukuk Negara, yang tercermin dari kelebihan permintaan (over-subsricption) hingga 1,6
kali dengan total pemintaan mencapai Rp. 8,070 triliun dari target indikatif sebesar Rp. 5 trilliun.
Porsi permintaan dari investor domestik cukup tinggi yakni kurang lebih Rp. 7,1 triliun atau 88
% dari total permintaan (Pridityo, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa sambutan investor
domestik terhadap sukuk sebagai instrumen investasi di Indonesia cukup baik.
Tujuan utama pemerintah menerbitkan sukuk negara adalah untuk membiayai APBN,
termasuk membiayai pembangunan proyek. Sebagaimana disebutkan pada pasal 4 UU SBSN
bahwa tujuan diterbitkannya SBSN adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Proyek yang dapat dibiayai dengan sukuk
negara adalah sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan,
perumahan. Adapun manfaat dari penerbitan sukuk ini antara lain adalah (Nur Kholis, 2010):
1) Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara;
2) Memperkaya instrumen pembiayaan fiskal.
3) Memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN.
4) Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam negeri;
5) Mengembangkan alternatif instrumen investasi.
6) Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.

8
7) Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib administrasi
pengelolaan Barang Milik Negara.

Departemen Keuangan sebagai pihak yang merepresentasikan pemerintah menegaskan


bahwa dalam setiap penerbitan sukuk atau surat berharga syariah negara, tidak ada aset negara
yang dijual atau digadaikan. Hal ini menjamin bahwa kepentingan investor dilindungi dalam
investasi pada sukuk. Pemerintah Indonesia mulai menerbitkan sukuk ritel mulai tahun 2009.
Penerbitan sukuk ritel ini dilakukan untuk memperluas basis investor ritel sekaligus
mengoptimalkan pasar dalam negeri. Sukuk Ritel merupakan surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset
SBSN, yang dijual kepada individu atau perseorangan warga negara Indonesia melalui agen
penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan. Sukuk ritel yang diterbitkan
memberikan nilai strategis, karena dapat mendorong dan memfasilitasi mobilisasi dana
masyarakat dalam rangka pembiayaan APBN. Pembiayaan dengan dana dari sukuk ini
diharapkan secara bertahap dapat mengarah pada kemandirian bangsa dalam pembiayaan
pembangunan. Penerbitan sukuk ritel juga diharapkan dapat mendorong pengembangan
masyarakat pasar modal yang berakar kokoh di masyarakat (Pridityo, 2014).
Perkembangan selanjutnya dalam pemanfaatan sukuk sebagai instrumen pembiayaan adalah
dengan penerbitan sukuk negara di pasar Internasional. Sebagai upaya untuk melakukan
diversifikasi sumber pembiayaan APBN dan agar dapat berperan serta dalam pengembangan
pasar keuangan syariah internasional, pada tahun 2009 pemerintah juga menerbitkan sukuk
negara di pasar perdana internasional melalui penerbitan Sukuk Negara Indonesia (SNI). SNI
tersebut diterbitkan dalam denominasi valuta asing di pasar perdana internasional dengan tingkat
imbalan tetap dan dapat diperdagangkan. Sukuk internasional, yang biasa disebut dengan sukuk
global pertama yang diterbitkan dengan format stand alone ini ternyata mendapatkan respon
yang baik dari investor internasional. Hal ini terlihat dari volume penerbitan pada saat itu
mencapai USD 650 juta, dan bookorder yang disampaikan melalui 3 joint lead managers
mencapai USD 4,76 miliar. Jumlah volume penerbitan ini semakin menungkat dari tahun ke
tahun hingga tahun 2014 lalu mencapai USD 1,5 Milyar.

9
2.3 Pembentukan Hukum Sukuk Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014 dalam bidang hukum
sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, diarahkan pada
upaya mengatasi berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum
yang meliputi:
• Substansi Hukum
• Struktur Hukum
• Budaya Hukum
1. Substansi Hukum Sukuk Daerah
Sukuk daerah sebagai salah satu instrumen pembiayaan yang dapat digunakan oleh
Pemerintah daerah memerlukan dasar hukum positif agar pemerintah daerah dapat
menggali potensi daerah dalam bidang investasi yang menghasilkan pendapatan daerah.
Secara substansi belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
sukuk daerah, namun dengan mengacu pada politik hukum tersebut di atas, pembentukan
sukuk daerah dapat dikaji dari sistem hukum L Friedman tersebut di atas. Subtansi
hukum tersusun dari peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana
institusi itu harus berperilaku.3 Sukuk daerah sebagai sebuah produk yang dapat
dijalankan sebagai alat pembiayaan daerah memerlukan validitas dan kepastian hukum
bagi investor dan emiten, sehingga ketika sukuk daerah diterbitkan tidak menimbulkan
kerugian pada kedua pihak yang melakukann transaksi. Secara normatif tidak ada
larangan untuk menerbitkan sukuk daerah, tetapi untuk menghindari adanya
kemadharatan yang mungkin terjadi perlu dipertimbangkan secara matang, kerena
melibatkan uang masyarakat. Dalam kaidah fikih dikenal dengan kaidah: La Dhudura
wala dhiroro (Janganlah saling memadharatkan). Norma hukum yang menentukan isi
hukum harus memenuhi 2 (dua) unsur, yaitu adanya kepastian (certainty-zakerheid) dan
keseimbangan (equity, billijkheid).
Kaidah hukum yang bersifat umum, artinya yang jangkauannya meliputi
kepentingan umum, sehingga normanya menyangkut kepentingan publik memerlukan
kepastian hukum. Substansi hukum sukuk daerah tidak terlepas dari sumber hukum yang

10
berlaku di Negara Indonesia yaitu Pancasila sebagai sumber hukum materil, dengan
menggali hukum yang hidup dalam masyarakat, dalam hal ini pengkajian melalui hukum
ekonomi Islam maupun melaui peraturan-peraturan dalam bidang hukum ekonomi
syariah (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah).
Dalam substansi sukuk daerah pun tidak boleh terlepas dari prinsip atau kaidah
hukum muamalah sebagai landasan hukum sukuk daerah. Kaidah yang melandasi akad
obligasi atau sukuk dijelaskan dalam pasal 21 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
sebagai berikut:
a. Ihtiyari – sukarela, yaitu setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar
dari keterpaksaan, karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain. Kaidah ini dalam
Hukum Perdata diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, bahwa syarat sah perjanjian,
antara lain adanya kesepakatan, adanya kesesuain kehendak antara para pihak.
Dalam ilmu Fiqh kesepakatan ini bermuara pada hadits yang diriwayatkan oleh at-
Tirmidzi:5 “Kaum muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dann
kesepakatan mereka, kecuali yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan
yang haram.”.
b. I’anah – menepati janji, yaitu setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai
dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan pada saat yang sama
terhindar dari cidera janji; Kaidah ini berasal dari Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 1:
Hai orang-orang yang beriman penuhilan akad-akad itu.
c. Ihtiyati – kehati-hatian, yaitu setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang
matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat ;
d. Luzum – tidak berubah, yaitu akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan
perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir;
e. Saling menguntungkan, setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para
pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu pihak ;
f. Taswiyah – kesetaraan – para pihak dalam akad memiliki kedudukan yang setara,
dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang ;
g. Transparansi, setiap akan dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara
terbuka ;

11
h. Kemampuan – setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak sehingga
tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan ;
i. Taisir – kemudahan, yaitu setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi
kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakan sesuai dengan
kesepakatan ;
j. Itikad baik, akad dilakukan dalam rangka menegakan kemaslahatan, tidak
mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya ;
k. Sebab yang halal, tidak bertentangan dengan hukum dan tidak haram.

Prinsip-prinsip hukum tersebut merupakan landasan dalam menyusun peraturan mengenai sukuk
daerah. Atas dasar prinsip tersebut pengaturan sukuk daerah dapat dirumuskan.

2. Struktur Hukum Sukuk Daerah


Struktur hukum adalah kerangka badannya, ia adalah bentuk permanennya, tubuh
institusional dari sistem tersebut.7 Institusi yang menggerakkan pasar modal dimulai
sebelum sukuk diterbitkan dengan melakukan persiapan, pada saat penjualan di pasar
modal dan setelah penjualan sukuk dilakukan, yaitu pengawasan.
 Prosedur Penerbitan Sukuk Daerah Dengan menyesuaikan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pinjaman Daerah, kegiatan yang harus
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam penerbitan sukuk daerah adalah:
1. Rencana penerbitan sukuk disampaikan kepada Menteri dengan terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Daerah;
2. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut pada angka 1, meliputi:
pembayaran pokok dan margin atau bagi hasil/fee yang timbul akibat penerbitan
sukuk;
3. Persetujuan tersebut pada angka 2 diberikan atas nilai bersil maksimal sukuk
daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD;
4. DPRD memberikan persetujuan atas segala biaya yang timbul dari penerbitan
sukuk tersebut;

12
5. Menteri memberikan penilaian terhadap rencana penerbitan sukuk berdasarkan
persyaratan pinjaman;
6. Penerbitan sukuk daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
7. Tatacara penerbitan, pelaksanaan, penatausahaan dan pemantauan sukuk daerah
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai penerbitan Sukuk Daerah.

Karakteristik Sukuk Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011sebagaimana


diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah mengacu
pada obligasi, dengan menggunakan penghalusan hukum (rechtverfijning),6 bahwa sukuk daerah
hanya dapat diterbitkan dengan syarat:
a. sepanjang memenuhi persyaratan pinjaman dan hanya dilakukan di pasar modal
domestic dan dalam bentuk mata uang rupiah.
b. Penerbitan sukuk dilakukan oleh Pemerintah daerah dan tidak dijamin oleh
Pemerintah.
c. Nilai sukuk pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal pada saat diterbitkan.
d. Kegiatan yang dibiayai melalui perbitan sukuk daerah adalah kegiatan investasi
prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan public yang
menghasilkan penerimaan bagi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diperoleh
dari penggunaan dan/ atau sarana tersebut.
e. Akad sukuk daerah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan dan ditandatangani
oleh Gubernur, bupati atau walikota dan wali amanat sebagai wakil pemegang sukuk
daerah. Dalam hal ini mesti ada akad wakalah atau kuasa membeli atau melakukan
akad sukuk antara wali amanat dengan investor
f. Setiap akad sukuk daerah sekurangkurangnya mencantumkan: - Nilai nominal -
Tanggal jatuh tempo - Tanggal pembayaran bagi hasil/fee - Tingkat margin fee/bagi
hasil - Cara perhitungan pembayaran bagi hasil/fee - Ketentuan tentang hak untuk
membeli kembali sebelum jatuh tempo - Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.

13
Merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Obligasi syariah, maka akad yang dapat
digunakan dalam penerbitan sukuk daerah antara lain: akad mudharabah, musyarakah,
murabahah, salam, istishna dan ijarah.

 Regulator
Regulator adalah lembaga/instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengawasi pelaksanaan penawaran umum sukuk daerah di pasar
modal. Pengawasan tersebut merupakan tanggung jawab Kementerian Keuangan
yang pelaksanaannya dilakukan oleh Bapepam – Lembaga Keuangan dan Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan.
a. Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK) merupakan unsur Departemen Keuangan
yang bertindak atas nama Menteri Keuangan untuk mengevaluasi dan
memberikan persetujuan atas rencana penerbitan sukuk daerah yang diajukan
oleh pemerintah daerah serta mengawasi pengelolaan sukuk sesuai dengan
kerangka kerja pinjaman daerah.
b. Bapepam- LK adalah Badan Pengawas Pasar Modal- Lembaga Keuangan yang
bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan Pasar Modal
dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiata pasar modal yang teratur, wajar
dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
Self Regulatory Organizations (SRO) merupakan organisasi yang berwenang untuk
mengeluarkan peraturan bagi kegiatan usahanya. SRO terdiri atas Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesai.
a. Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem
dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak
lain dengan memperdagangkan efek di antara mereka
b. Lembaga Kliring dan Penjamin adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring
dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Di Indonesia lembaga kliring dan
penjamin yang telah mendapat izin Bapepam- LK adalah PT Kliring Penjaminan
Efek Indonesia (PT KPEI)

14
c. Lembaga Penyimpan dan Penyelesai adalah pihak yang menyelenggarakan
kegiatan custodian, perusahaan efek dan pihak lain. Lembaga yang telah
memperoleh izia adalah PT Kustodian Sentral Efek Indonesia ( PT KSEI)

 Emiten
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum, dalam sukuk daerah, maka
emiten adalah Pemerintah daerah. Sebagai emiten pemerintah daerah harus
mempersiapkan lembaga yang akan mengurus dan mengelola sukuk daerah.

3. Budaya Hukum Masyarakat


Budaya hukum adalah respon masyarakat terhadap sukuk daerah dalam kaitannya
dengan sistem ekonomi nasional. Sukuk daerah tentu belum dikenal di daerah, oleh
karena itu diperlukan memberikan pemahaman mengenai kedudukan sukuk dalam
sistem ekonomi nasional, keuntungan dan manfaat sukuk dalam pembiayaan daerah serta
risiko yang mungkin timbul atas penerbitan dan pembelian sukuk daerah. Masyarakat
harus dapat membedakan antara sukuk dan obligasi konvensional, demikian pula emiten
harus menyadari jika asset yang dijadikan jaminan atas sukuk tidak menghasilan
pendapatan bagi daerah.

2.4 Potensi Sukuk Daerah untuk Peningkatan Investasi


Sampai tahun 2019 potensi dan kinerja sukuk semakin baik dalam membiayai
pembangunan infrastruktur akan tetapi beberapa kendala dan hambatan dapat terjadi apabila
proyek-proyek penunjang pembangunan infrastruktur tidak dijalankan dengan optimal.
Perkembangan sukuk dalam pembangunan proyek Negara sangat berperan penting.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan sukuk untuk membiayai pembangunan infrastruktur
selama kurun waktu 10 tahun lebih. Sejak diterbitkan hingga tanggal 13 Februari 2020,
kumulasi hasil penerbitan SBSN mencapai Rp1.253,4 triliun. Hasil penerbitan Sukuk
tersebut digunakan pemerintah untuk mendanai berbagai proyek pembangunan infrastruktur
di Indonesia. Pemerintah bisa memaksimalkan potensi sukuk sebagai alternatif pembiayaan

15
infrastruktur dan sumber investasi syariah serta mulai mengurangi ketergantungan pada
hutang luar negeri dalam pembiayaan infrastruktur.
Jumlah investasi di banten cenderung mengalami peningkatan yang didukung oleh
stabilnya tingkat suku bunga perbankan. Situasi makro ekonomi ini mendorong semakin
pesatnya bisnis property, khususnya disekitar wilayah penyangga ibu kota, misalnya daerah
Tangerang dan sekitarnya. Factor internal lain yang berpengaruh sebagai modal atau
kekuatan banten adalah kondisi social budaya masyarakat. Corak budaya masyarakat banten
yang relijius menjadi pasar yang potensial dalam mengembangkan produk investasi
Syariah. Sebagai contoh sektor perbankan Syariah di banten terus mengalami pertumbuhan
asset dari yang semula Rp. 2,096 triliun di akhir tahun 2009 meningkat menjadi sekitar Rp.
3,545 triliun di triwulan III 2010. Perkembangan social kemasyarakatan yang ditunjukan
dengan semakin pesatnya pertumbuhan populasi di banten memaksa pemerintahan daerah
untuk menyediakan infrastruktur public, misalnya fasilitas Pendidikan dan Kesehatan yang
berkualitas. Tuntutan ini dapat dipenuhi apabila pemerintahan daerah mampu mencari
sumber pembiyaan baru.
Identifikasi yang dilakukan terhadap factor eksternal ialah dengan masih terbukanya
peluang untuk mengembangankan instrument investasi sukuk. Saat ini prekonomian dunua
yang didominasi oleh instrument investasi konvensional cenderung mengalami penurunan
didorong oleh adanya fenomena krisis global. Sebaliknya pertumbuhan justru terjadi pada
beberapa intrumen investasi Syariah. Salah satu aspek yang membuat suatu produk dapat
bersaing di pasar adalah dilakukanya pengembangan spesifikasi produk. Yang terdiri dari
ijarah, kafalah, mudharabah, dan wakalah bisa menjadi keunggulan tersendiri. Pemerintahan
daerah yang hendak menggunakan sukuk sebagai sumber pembiayaan pembangunan tinggal
memilih akad atau kombinasi akad yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah
masing – masing.
Peluang lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong pemanfaatan sukuk adalah adanya
kewenangan yang diberikan pemerintahan pusat terhadap pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah secara otonom melalui asas desentralisasi. kewenangan
pengolahan keuangan daerah diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembentukan UU tersebut
pada dasarnya untuk mendukung pendanaan pembangunan daerah yang menganut prinsip

16
money follow fungtion. Artinya, bahwa sumber pendanaan harus mengikuti 3 fungsi
pemerintahan, dimana 2 fungsi dilakukan oleh pemerintahan pusat, yaitu fungsi distribusi
dan stabilitas. Sedangkan pemerintahan daerah bergerak untuk menjalankan fungsi alokasi,
dengan pertimbangan pemerintah daerah lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, dan situasi
masyarakat setempat.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Sukuk merupakan salah satu instrumen keuangan syariah yang sedang berkembang pesat
pertumbuhannya di dunia. Tidak hanya di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim,
sukuk juga berkembang di berbagai negara di belahan dunia yang didominasi penduduk non
muslim. Hal ini disebabkan sifat sukuk yang merupakan suatu instrumen investasi yang relatif
aman. Pendapatan yang diperoleh dari sukuk ini berasal dari pemanfaatan dana yang tepat dan
dijamin oleh aset yang riil (Nurkholis, 2011). Selain aman, sukuk juga telah nyata efektif
digunakan sebagai instrumen pendanaan bagi berbagai kebutuhan keuangan negara baik yang
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Sejak tahun 2008 sukuk mengambil peran yang
cukup signifikan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada awal perkembangannya
sukuk di Indonesia tergolong lambat, namun pengembangan terhadap sukuk terus menerus
dilakukan oleh pemerintah. Pengembangan sukuk tersebut menyangkut varian sukuk, sumber
dana sukuk, luasan pasar maupun sistem transaksi yang digunakan. Pengembangan yang
dilakukan pemerintah terhadap sukuk ini ternyata mendapat sambutan yang cukup antusias baik
dari pasar domestik maupun pasar global. Sukuk global yang diterbitkan oleh pemerintah
Indonesia pada akhir 2014 bahkan mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed), hingga
mampu menurunkan tingkat yields (bagi hasil) yang harus diberikan kepada investor. Sambutan
yang besar terhadap sukuk Indonesia ini menjadi suatu alternatif yang sangat menjanjikan bagi
pembiayaan berbagai proyek dan pembangunan yang berlangsung di Indonesia, mengingat

17
cukup banyaknya keunggulan pembiayaan melalui sukuk dibandingkan utang negara berupa
pinjaman luar negeri. Selain itu, sukuk juga dapat menjadi alternatif investasi yang halal bagi
investor muslim maupun investor secara keseluruhan. Perkembangan sukuk ke depan
diharapkan dapat semakin berperan besar dalam pembangunan perekonomian Indonesia.

Kedudukan hukum sukuk daerah sebagai alternatif pembiayaan daerah belum mempunyai
landasan hukum yang kuat untuk dijadikan dasar penerbitan sukuk, sehingga Pemerintah Daerah
belum dapat menerbitkan sukuk daerah. Hukum terhadap investor pemegang sukuk daerah harus
didasarkan pada keseimbangan hak dan kewajiban yang didasarkan pada kaidah hukum
memaksa, sebab kepemilikan atas harta benda merupakan salah satu tujuan syariah dan amanat
pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 Sesuai dengan pasal 33 ayat (4) UUD 1945, perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi yang berkeadilan, maka
konsekuensinya pemerintah harus memberi pilihan peran serta masyarakat dalam pembangunan
ekonomi dengan penguatan substansi sukuk daerah dalam peraturan perundang-undangan.
Sukuk daerah sebaiknya diterbitkan dalam bentuk ritel, sehingga memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan proyek pemerintah daerah yang
bermanfaat dan sekaligus masyarakat dapat mengawasi terhadap proyek yang dibiayai dengan
sukuk daerah.

18
DAFTAR PUSTAKA

 Abdul Wahid , Nazaruddin. 2010. Sukuk memahami & membedah obligasi pada
perbankan syariah S , Arruzz media
 Bi Farmida, 2008. “AAOIFI Statement on Sukuk and It’s Implications” Publication.
http://www.nortonrosefulbright.com/knowledge/publications/1 6852/aaoifi-statement-on-
sukuk-and-its-implicationshttp: , diakses 10 Desember 2014
 Eka Siskawati. (2010 )Perkembangan Obligasi Syariah di Indonesia : Suatu Tinjauan
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol .5 No.2 Desember 2010 ISSN 1858-3687 hal 1-9
http://www.aaoifi.com/en/standards-anddefinitions/shari%E2%80%99a-standards/shari
%E2%80%99astandards.html, diakses 10 Desember 2014
 Daniel, Wahyu. 2009. Tidak ada Aset Negara Yang Dijual Untuk Sukuk.
http://www.detikfinance.com/read/2009/07/01/094110/1156911 /5/depkeu-tidak-ada-
aset-negara-yang-dijual-untuk-sukuk, diakses pada 9 Januari 2015

19
 Depkeu. 2014. Pemerintah Republik Indonesia Menerbitkan Sukuk Global Senilai US 1,5
Milyar yang Akan Jatuh Tempo Pada Tahun 2024,
http://www.djpu.kemenkeu.go.id/index.php/page/loadViewer?i
dViewer=4477&action=download
 Ismal, Rifki & Khairunnisa Musari. (2009a). Sukuk Menjawab Resesi. Jurnal Ekonomia-
Republika. 19 Maret.
 Kharismawati, Margareta Engge. 2014. Negara Timteng dan Islam dominasi 35% sukuk
global ,http://investasi.kontan.co.id/news/negara-timteng-dan-islamdominasi-35-sukuk-
global) diunduh 5 Desember 2014
 Mersilia, Elsi. 2014. Investasi Syariah: Perkembangan Obligasi Syariah di Indonesia,
http://elsimh-feb11.web.unair.ac.id/profil.html. Desember 2014
 Nurkholis. 2010. Sukuk, Investasi Yang Halal dan Menjanjikan, Jurnal La Riba Vol 4 No
2
 Pridityo, Anggoro (2014) Indonesia Kembali Menerbitkan Sukuk Global Senilai USD 1,5
Miliar. https://anggoropridityo.wordpress.com/2014/09/03/indonesia-kembali-
menerbitkan-sukuk-global-senilai-usd-15-miliar / September 3, 2014
 Pridityo, Anggoro (2014) Milestone Sukuk Negara 2008- 2014
https://anggoropridityo.wordpress.com/2014/10/04/milestonesukuk-negara-2008-2014 ,
diakses 3 Januari 2015
 Sunarsip (2008) . Prospek Sukuk di Indonesia . Harian Kontan , 26 Juni 2008 Zamir Iqbal
and Abbas
 Mirakhor (2008). Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik. Terjemahan. Edisi
Pertama. Jakarta: Kencana, 224
 Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007.
 Agung Wahyono dan Siti Rahayu, Tinjauan Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1983.

20
21

Anda mungkin juga menyukai