Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN SUKUK DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


HUKUM SURAT BERHARGA SYARIAH

Dosen Pembimbing
NASRI SH, M.H

Disusun oleh
1. FEBRIANTO RALIL : 61411A0151
2. FEBRIANSYAH : 616110214
3. HAIRUL : 616110106
4. IIN ADIASTUTI W : 616100143
5. PEGGY NABILA F : 617110077P
6. SULASTRI : 616110182P

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM


FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
MATARAM
2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh


Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, shalawat beserta salam
selalu kita sanjung agungkan kepada Nabi besar kita Muhammad
SAW. Alhamdulillah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “PERKEMBANGAN SUKUK DI INDONESIA ”.
Penyusun mengucapkan terimakasih atas semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Penyusun sadar akan
banyaknya kekurangan dalam penulisan, oleh sebab itu sekiranya
mohon dengan kritik dan saran yang membangun untuk karya yang
lebih baik lagi.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Mataram,2019

Peyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................ 2
DAFTAR ISI..................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN....................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................... 6


A. Latar Belakang Lahirnya Sukuk ..................................... 6
B. Tahap Perkembangan Sukuk ...................................... 10
C. Tantangan dan Peluang Perkembangan Sukuk ........................ 14
D. Dampak terhadap Perkembangan Ekonomi ..................... 17
BAB III PENUTUP................................................................ 20
KESIMPULAN .............................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia,
Indonesia memiliki potensi besar sebagai pusat pengembangan keuangan syariah
dunia, termasuk pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang
dihadapi oleh industri perbankan dan lembaga keuangan konvensional lainnya
karena instrumen bunga yang dapat menimbulkan cost yang lebih tinggi juga
seharusnya menambah minat masyarakat Indonesia untuk beralih ke industri
keuangan syariah.
Konsep keuangan berbasis syariah Islam dewasa ini, telah diterima secara
luas di dunia dan telah menjadi alternatif baik bagi pasar yang menghendaki
kepatuhan syariah (syariah compliance). Diawali dengan perkembangan yang
pesat dinegara-negara Timur Tengah dan Asia Tenggara, produk keuangan dan
investasi berbasis syariah Islam saat ini telah diaplikasikan dipasar-pasar
keuangan Eropa, Asia, bahkan sampai Amerika Serikat. Obligasi syariah atau
sukuk semakin disukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah untuk
menarik modal yang terkumpul di lembaga perbankan barat kembali ke lembaga
kuangan islam. Dukungan solidaritas untuk aktivitas pasar modal syariah ini
berdasarkan kesamaan ideology-spirit dari Negara-negara yang tergabung dalam
OKI. Pasar modal syariah pun mulai diterima secara umum dengan masuknya
investor nonn muslim di pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai sasaran baru yang
lebih menguntungkan. Kepopuleran dari sukuk ini juga tidak terlepas dari akses
modal secara global sudah terbuka, sehingga terjadilah manajemen likuiditas
lintas batas.
Indonesia sebagai salah satu Negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia memiliki potendi yang sangat besar bagi masuknya dana dari Timur Tengah
yang memiliki likuiditas keuangan yang tinggi. Dengan jumlah penduduk lebih
dari 200 juta orang dan proyek investasi jangka panjang, Indonesia merupakan
Negara yang memiliki potensi bagi berkembangnya ekonomi islam secara

4
dinamis. Melihat potensi yang begitu besar, Malaysia berharap dapat menjadi
pintu gerbang bagi aliran dana dari Timur Tengah yang menuju Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari masuknya investor Malaysia ke dunia perbankan Indonesia.
Penerbitan sukuk di Indonesia saat ini lebih didsarai pada perkembangann
institusi syariah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah
yang membutuhkan alternative investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah
diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008
tentang surat berharga syariah Negara.
Selain itu juga, lembaga-lembaga yang menjadi infrastruktur pendukung
keuangan Islam global juga telah didirikan, seperti Accounting and Auditing
Organization For Islamic Institution (AAOIFI), International Financial Service
Board (IFSB), International Islamic Financial Market (IIFM), dan Islamic
Research and Training Institude (IRTI).
Salah satu sektor industri keuangan syariah yang sudah berkembang yaitu pasar
modal syariah. Di Indonesia, sejarah industri ini dimulai dengan diterbitkannya
Reksa Dana Syariah oleh PT Danareksa Investment Management pada 3 Juli
1997. Tak lama setelah itu, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2000 diterbitkan pula
Jakarta Islamic Index (JII). Pasar modal syariah ini mempunyai tiga macam
produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham syariah yang lebih
dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah (sukuk)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yg melatarbelakangi lahirnya sukuk di indonesia?
2. Apa saja tahap perkembangan sukuk?
3. Apa saja peluang dan tantangan perkembangan sukuk di
indonesia?
4. Apa saja Dampak Sukuk terhadap perkembangan ekonomi ?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG LAHIR SUKUK DI INDONESIA

Di Indonesia, sejarah industri ini dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana


Syariah oleh PT Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Tak lama
setelah itu, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2000 diterbitkan pula Jakarta Islamic
Index (JII). Dari sisi institusional, sejarah pasar modal ini ditandai dengan
ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bappepam LK dan DSN-MUI pada
tanggal 14 Maret 2003 (Bappepam-LK, 2011). Pasar modal syariah ini
mempunyai tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham
syariah yang lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah
(sukuk).

Istilah sukuk sendiri berasal dari bahasa Arab “Sakk” yang berarti sertifikat.
Secara terminologi, sukuk berarti surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah, yang dikeluarka emiten kepada pemegang obligasi syariah
(sukuk), yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo (Fatwa DSN MUI). [1] Menurut sumber yang
menerbitkan, sukuk terbagi menjadi dua jenis, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh
korporasi dan sukuk yang diterbitkan oleh negara yang lebih dikenal Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk global. Manfaat yang diperoleh dari
penerbitan sukuk yaitu untuk mendorong perkembangan industri pasar modal
syariah, sebagai diversifikasi sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan
infrastruktur bagi negara dan perluasan usaha bagi korporasi serta sebagai
diversifikasi berbasis investor .

1 Pasar Modal Syariah,, 2011. Agustianto.

6
Penerbitan sukuk yang pertama kali dilakukan oleh PT Indosat TBK pada Oktober
2002 merupakan sukuk korporasi dengan akad mudharabah dengan nilai nominal
175 miliar rupiah. Untuk sukuk global sendiri, pertama kali diterbitkan oleh
pemerintah melalui tiga agen, yaitu PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Securities
dan PT Danareksa Sekuritas pada Agustus 2008 dengan akad ijarah dengan nilai
nominal 4.699,7 miliar rupiah.

Di Indonesia, pada awalnya penggunaan istilah sukuk hanya populer dikalangan


akademisi, sukuk lebih dikenal dengan istilah Obligasi Syariah. Namun, sejak
peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM)
No.IX.13.A mengenai Penerbitan Efek Syariah dan ditetapkannya UU.
No.19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, istilah sukuk menjadi lebih
sering digunakan. [2]
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional tahun 2004, Obligasi Syariah adalah
suatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip Syariah yang
dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek
Syariah, Sukukdidefinisikan sebagai Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak
terpisahkan atau tidak terbagi atas: (1) kepemilikan aset berwujud tertentu; (2)
nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu;
atau (3) kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Setelah disahkannya UU SBSN tahun 2008, dalam hal ini pemerintah telah
menjual surat berharga negara berbasis syariah atau sukuk yaitu senilai Rp15
triliun. Ini disebabkan nilai aset yang menjadi jaminan pemerintah untuk semua
transaksi sukuk mencapai Rp15 triliun. Selain itu minat pelaku pasar modal
terhadap sukuk juga sangat tinggi. Dengan demikian, sukuk pertama pemerintah
diterbitkan pada awal semester tahun 2008. Penerbitannya dibagi menjadi dua,

2 Ibid

7
yaitu separuh untuk dalam negeri dan separuhnya di diterbitkan pada pasar
internasional. Hal ini disebabkan karena adanya pertimbangan pemerintah, yaitu
jika menerbitkan sukuk dengan besaran jumlah sekitar Rp15 triliun dipasar
domestik, pemerintah berasumsi sukuk ini belum tentu semuanya terserap.
Penerbitan sukuk yang dilakukan pemerintah tersebut pada tahun 2008,
dilaksanakan yaitu sebagai bagian dari pembiayaan deficit anggaran dalam APBN
tahun 2008. Keberadaan sukuk pada dasarnya dapat memperkuat kondisi
ekonomi Indonesia dan menahan buble ekonomi karena akan memperbanyak
portofolio mata uang asing selain dolar. Sukuk merupakan instrument yang tepat
untuk merangsang para investor Timur Tengah yaitu dengan memberikan
alternative pembiayaan sesuai syari’at Islam.
Besarnya minat pasar terhadap sukuk (obligasi syariah) pada kondisi saat ini,
menyebabkan beberapa negara ikut mengembangkan sukuk sebagai salam satu
sumber penggerak perekonomian negara termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan
karena instrument syariah ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
Surat Utang Negara yang berupa obligasi konvesional yang mengacu pada sistem
berbasis bunga. Kelebihan surat berharga syariah negara (sukuk) tersebut antara
lain :
 Pertama, sukuk menjamin aliran dana yang diterima akan masuk kepada proyek-
proyek investasi sektor riil, karena akad-akad dalam keuangan syariah semuanya
berbasis pada sektor riil. Berbeda dengan SUN, yang tidak ada jaminan bahwa
uang yang masuk akan diinvestasikan untuk sektor riil.
 Kedua, sukuk dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi secara lebih baik
dibandingkan dengan SUN, karena sukuk memberikan peluang besar terhadap
pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dan hal ini bisa memecahkan
masalah kemiskinan dan pengangguran yang terjadi saat ini.
 Ketiga, beban utang SUN jauh lebih berat dibandingkan dengan
beban return sukuk. Dimana dengan menerbitkan SUN pemerintah berkewajiban
untuk membayar sejumlah bunga kepada investor yang bersifat variabel tidak
konstan. Sementara dalam sukuk, return bagi investor sangat bergantung pada
jenis akad yang digunakan, dan return yang dibayarkan akan berlaku tetap karena

8
adanya kejelasan dan tidak berubah meskipun terjadi shock dalam perekonomi
suatu negara.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam menangani permasalahan
defisit suatu negara, salah satu instrument yang sangat tepat digunakan adalah
dengan menggunakan surat berharga syariah negara (sukuk), dibandingkan dengan
menggunakan isntrumen obligasi negara yang berbasis bunga. Yang mana dalam
aplikasinya selama ini, penggunaan instrumen obligasi negara tersebut, belum
mampu untuk menangani atau mengurangi defisit anggaran suatu negara bahkan
yang kerap terjadi justru sebaliknya yaitu menimbulkan utang yang cukup besar
yang harus ditanggung oleh negara itu sendiri.
Menurut Sofyan (2008 : 218) mengemukakan bahwa “Total pasar instrument
ekuitas dunia pada tahun 2007 telah mencapai sekitar US$ 39 triliun, sedangkan
untuk potensi surat berharga syariah adalah sekitar 24% atau sebesar US$ 9,36
triliun. Sedangkan untuk pasar keuangan Islam ditaksir yaitu sebesar US$ 400
miliyar dan pasar uang Islam yaitu adalah sebesar US$ 3-50 miliar, hal ini
menunjukkan terjadinya pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sekitar 15%”.Lebih
lanjut diuraikan pula dalam laporan Statistik Pasar Modal Syariah yang
diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2015 bahwa berdasarkan total nilai
dan jumlah emisi sukuk dan sukuk outstandingmenunjukkan angka yang
signifikan dari tahun ke tahun dimana pada awal tahun 2010 total nilai dari emisi
sukuk yakni mencapai 7.815,00 miliar kemudian mengalami peningkatan pada
tahun 2015 menjadi sebesar 14.483,00 miliar. Hal ini sejalan pula dengan
nilai sukuk outstanding dimana pada tahun 2010 pencapaian sukuk
outstanding adalah sebesar 6.121,00 miliar kemudian mengalami peningkatan
pada tahun 2015 menjadi 8.444,40 miliar rupiah. Meskipun pula pada beberapa
tahun di sukuk outstanding sempat mengalami penurunan, seperti di tahun 2011
dan di tahun 2014, akan tetapi pada tahun-tahun setelah kondisi sukuk
outstanding tetap mengalami peningkatan

9
B. TAHAP PERKEMBANGAN SUKUK
Pengertian sukuk menurut fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 yang dikeluarkan
oleh Majelis Ulama Indonesia adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo. Sedangkan Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain
mengenai arti sukuk.
Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu
nilai yang direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai
sertifikat dan menggunakannya sesuai rencana, sama halnya dengan bagian dan
kepemilikan atas aset yang tangible, barang, atau jasa, atau modal dari suatu
proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu.
Sedangkan, menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan No. KEP-130/BL/2006 Tahun 2006 Peraturan No.
IX.A.13, sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang
bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak
terbagi atas: kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset
proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, dan kepemilikan atas aset proyek
tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Dalam pengaplikasiannya, praktek sukuk berlandaskan pada akad-akad
(underlying transaction) yang sesuai dengan prinsip syariah
seperti mudarabah (bagi hasil), musyarakah (kerjasama),ijarah (sewa) dan lain-
lain. Syarat sebuah obligasi disebut syariah adalah sebagai berikut :
1. Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:

1. Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh


2. Musyarakah
3. Murabahah
4. Salam

10
5. Istishna
6. Ijarah
1. Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan
dengan syariah, yaitu :

1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan


yang dilarang;
2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan
asuransi konvensional;
3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan
makanan dan minuman yang haram;
4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-
barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
1. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada
pemegang Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal) harus bersih dari
unsur non halal;
2. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad
yang digunakan;
3. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang
digunakan.
4. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim
Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses
emisi Obligasi Syariah Ijarah dimulai.
Kepemilikan Obligasi Syariah Ijarah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama
disepakati dalam akad. Setelah mengetahui definisi dan karakteristiknya, dapat
ditemukan perbedaan antara sukuk (obligasi syariah) dengan obligasi
konvensional. Sukuk dan obligasi konvensional sangat berbeda karena obligasi
konvensional tidak mengharuskan adanya asset yang menjamin sedangkan sukuk
harus memiliki asset yang menjaminnya. Perbedaan yang lain dapat kita lihat di
tabel di bawah ini.

11
Inovasi baru-baru ini dalam keuangan Islam telah mengubah dinamika industri
keuangan Islam terutama dalam area bonds dan sekuritas. Penggunaan sukuk atau
sekurtias islam menjadi terkenal dalam beberapa tahun terakhir ini,
baik government sukuk maupuncorporate sukuk. Sukuk sudah berkembang
menjadi salah satu mekanisme yang sangat penting dalam meningkatkan
keuangan dalam pasar modal internasional melalui struktur yang dapat diterima
secara Islam. Perusahaan multinasional, Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara,
dan lembaga keuangan menggunakan sukuk internasional sebagai alternatif
pembiayaan sindikasi.Obligasi syariah tumbuh dan berkembang menjadi salah
satu instrumen keuangan yang sangat diminati pasar.
Berdasarkan data olahan Departemen Keuangan, pada tahun 2003, sukuk
korporasi hanya berjumlah enam buah dengan nilai Rp 740 miliar. Hingga
Desember 2006, sukuk korporasi di Indonesia yang telah diterbitkan berjumlah 17
sukuk yang nilainya mencapai Rp 2,2 triliun. Sampai 1 Desember 2007, total
Obligasi Syariah & Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan sudah mencapai
32 jenis dengan dana investasi mencapai kurang lebih Rp. 3,23 triliun. Di sisi lain,
niat pemerintah untuk menerbitkan instrument Sukuk Negara, masih terganjal
dengan belum adanya regulasi yang mengatur ketentuan itu. Padahal, sebagai
instrumen berbasis syariah, sukuk jelas memiliki tipikal dan aturan yang berbeda
dengan surat utang negara biasa. Misalnya mengenai UU Surat Berharga Syariah
Negara yang merupakan instrumen pendorong tumbuhnya perbankan syariah.
Hal tersebut merupakan salah satu contoh keterlambatan Indonesia mengapresiasi
pesatnya perkembangan keuangan syariah di berbagai belahan dunia. Sebagai
akibatnya, posisi Indonesia nyaris tidak diperhitungkan oleh para praktisi
keuangan syariah global. Padahal, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim
terbesar di dunia. Dan sangat ironis bahwa perhatian para praktisi keuangan
syariah baik dari Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) tersebut justru
tertuju pada Singapura, Malaysia, Qatar, Dubai, dan Bahrain. Kondisi ini memang
tak lepas dari perkembangan keuangan syariah di Indonesia yang pertumbuhannya
berjalan lambat dan belum banyaknya instusi di Indonesia yang memanfaatkan
instrumen keuangan syariah, seperti obligasi syariah (sukuk) dalam aktivitas fund

12
raising mereka. Saat ini, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk
memenuhi APBN dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Oleh
karena itu diperlukan kerjasama dengan para investor terutama para investor
asing. Salah satu investor yang tertarik dan siap untuk menanamkan modalnya di
Indonesia adalah para investor Timur Tengah. Namun, kendala yang dihadapi
adalah ketidaktersediaan undang-undang yang kuat mengenai sukuk untuk
menjamin investasi mereka di Indonesia. Hal inilah yang mendasari lahirnya
peraturan perundang-undangan mengenai sukuk. Untuk dapat menerbitkan sukuk
di Indonesia, MUI melalui Dewan Syariat Nasional (DSN- MUI)[3] sejak tahun
2003 telah berupaya untuk mencarikan bentuk payung hukum yang tepat untuk
menerbitkan sukuk tersebut. Mulai dari ide untuk mengamandemen UU no
24/2002 tentang Surat Utang Negara, mengkonversi sebagaian obligasi negara ke
obligasi syariah, dilanjutkan dengan usulan perpu yang tidak bertentangan dengan
pasar modal sebagaimana usulan Dirjen Perbendaharaan Negara, sampai akhirnya
memilih bentuk UU sebagai landasan hukum penerbitan sukuk yang pas. UU
sebagai landasan hukum penerbitan sukuk jelas membutuhkan waktu yang tidak
sedikit untuk akhirnya dapat disahkan sebagai UU. Sementara RUU mengenai
sukuk ini dibahas di DPR, beberapa korporasi akhirnya memilih untuk
menerbitkan sukuknya, walaupun landasan hukumnya belum keluar. Pembahasan
RUU sukuk yang terkatung-katung karena tidak kunjung dihasilkan suara bulat
mengenai pasal-pasal dalam RUU tersebut akhirnya membuahkan hasil pada 7
April 2008 kemarin, yaitu disahkannya RUU sukuk menjadi UU sukuk.
Dengan disahkannya RUU Surat Berharga Syariah Negara menjadi UU SBSN
maka diharapkan akan menarik para investor asing, terutama investor Timur
Tengah untuk berinvestasi di Indonesia. Selain itu, dengan pengesahan UU SBSN,
diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan industri ekonomi syariah
termasuk di dalamnya perbankan syariah, terutama dalam mengeluarkan produk-
produk sukuk dan derivatifnya yang dapat diserap oleh industri serta membantu

3 Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional,
(Jakarta: Bank Indonesia 2003), h. 200.

13
pendanaan pemerintah baik untuk membangun infrastruktur maupun menambal
APBN.

C. TANTANGAN DAN PELUANG SUKUK DI INDONESIA


1. Tantangan

Pesatnya perkembangan instrument keuangan syariah yaitu dengan


diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dalam pasar modal, telah
memberikan dorongan untuk mengembangkan alternative sumber
pembiayaan yang sekaligus menambah alternative instrument investasis
yang halal. Akan tetapi pesatnya laju perkembangan yang terjadi itu, tidak
luput dari adanya masalah serta tantangan dalam perkembangannya.
Sehingga adanya kecenderungan pula, bahwa implementasi instrument
syariah “sukuk”di Indonesia masih cukup jauh tertinggal dibandingkan
dengan negara-negara lain.

Dede Abdul mengemukakan bahwa permasalahan serta tantangan yang kerap


dihadapi sekarang ini adalah tidak adanya standirisasi fatwa mengenai struktur
produk-produk instrument syariah dari masing-masing negara dan AAOFI standar
belum digunakan sebagai acuan oleh semua negara yang pendukungnya mayoritas
Muslim. Hal ini berdampak terhadap keengganan satu negara untuk berinvestasi
melalui sukuk negara lain, seperti keengganan beberapa negara di Timur Tengah
untuk melakukan investasi melalui sukuk di Indonesia contohnya, yang mana
pada saat lalu dibeberapa perbankan masih menggunakan akad bai al-inah.
Sehingga investor-investor asing khususnya dari kawasan Timur Tengah enggan
untuk berinvestasi dalam bentuk sukuk di Indonesia.
Lebih lanjut pula dikemukakan oleh Dede Abdul (2011 : 295) yaitu masalah yang
lain adalah manajemen risiko atau pengelolaan risiko, seperti adanya risiko
operasional dan risiko ketidakpatuhan pada prinsip syariah atau shariah
compliance risk. Begitu juga perbedaan pada proses tehnik dan konsep
penyaringan instrument investasi syariah yang berbeda disetiap negara, sehingga

14
menyulitkan untuk menyatukan visi dan misi terhadap suatu produk dalam
investasi syariah.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Endri (2009 : 371) mengemukakan dalam
penelitian yaitu mengenai permasalahan pengembangan sukuk korporasi di
Indonesia dengan menggunakan metode analytical network process (ANP),
menyatakan bahwa masalah dalam pengembangan sukuk korporasi di Indonesia
lebih didominasi aspek pelaku pasar dan regulasi. Minimnya pemahaman pelaku
pasar modal dan keterbatasan SDM membuat pasar sukuk lambat bergerak
disamping ketidakpastian pajak membuat perusahaan ragu untuk
menerbitkan sukuk. Sedangkan permasalahan umum yang tidak hanya dialami di
Indonesia, tetapi juga diseluruh dunia adalah aspek kompleksitas
produk. Sukuk adalah instrument baru keuangan keuangan syariah yang
mempunyai cirri khas dan kharakteristik yang berbeda dibandingkan dengan
produk lain.
Selain dari beberapa tantangan dan masalah tersebut yang dikemukakan oleh
Dede dan Endri, pada dasarnya terdapat beberapa lagi tantangan serta masalah
dalam instrument keuangan syariah “sukuk” yaitu antara lain :
1. Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah,
apalagi sistem yang digunakan.
2. Pasar keuangan syariah di Indonesia tidak terlalu likuid. Penyebabnya, pangsa
pasarnya relative kecil, yaitu bahkan cenderung kurang dari 5% dari seluruh
sistem keuangan di Indonesia.
3. Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan
pragmatis. Hal ini menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan
di masa yang akan datang, menjadikan investor lebih memilih obligasi
konvensional daripada obligasi syariah (sukuk).
4. Conventional dominant; pada kondisi financial dual system Instrumen keuangan
termasuk sukuk dihadapkan pada persaingan dengan obligasi sehingga timbul
tantangan tersendiri untuk dapat lebih meningkatkan trend sukuk. Selain itu, juga
mengingat pasar obligasi khususnya memang lebih banyak diserap oleh pasar
konvensional.

15
5. Keterbatasan instrumen; saat ini sukuk masih memiliki keterbatasan dalam segi
jenis akad maupun jangka waktu (tenor). Sukuk yang telah diaplikasikan baru
terdiri dari sukuk dengan skim ijarah dan mudharabah.
6. Nilai issuance atau emisi yang rendah, yang tidak sesuai dengan permintaan
investor; pada kondisi pasar, sering terjadi ketidakseimbangan
antara demand dan supply dimana jumlah supply yang ada tidak mampu
memenuhi kebutuhan investor atau dapat dikatakan masih terbatas.
7. Pasar sekunder yang kurang likuid; kecenderungan investor dengan hold to
maturity dan jumlah seri yang diperdagangkan terbatas menyebabkan rendahnya
nilai transaksi di pasar sekunder, sehingga likuiditas pasar menurun dan
akibatnya investor akan cenderung meminta imbal hasil yang lebih tinggi dari
obligasi.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, pada dasarnya terlihat kurang
memiliki dampak secara langsung terhadap tingkat
perkembangan sukuk Indonesia. Akan tetapi jika dilihat secara lebih perspektifnya
justru permasalahan-permasalahan mengenai kurangnya informasi masyarakat
mengenai instrument keuangan syariah inilah yang merupakan faktor utama
dalam perkembangan instrument keuangan syariah di Indonesia. Sebaliknya di
Malaysia justru keadaan ini bukanlah menjadi masalah, disebabkan dalam sistem
pemerintahannya pula Malaysia sudah menerapkan sistem pemerintahan yang
berbaur syariah Islam. Selain itu pula perlunya adanya kesadaran pemerintah
terhadap permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala dalam
perkembangan sukuk, khususnya di Indonesia. Karena secara prosepeknya,
instrument keuangan syariah berupa sukuk ini kedepannya, memiliki ruang
potensi yang cukup besar disebabkan sifatnya yang cukup jauh berbeda terhadap
obligasi konvensional
2. Peluang Sukuk
Enam sukuk yang sudah dipasarkan adalah sukuk Ijârah Aneka Gas Industri
Indosat (Rp. 160 miliar), sukuk ijarah Indosat III (Rp. 570 miliar), sukuk ijarah
Metrodata Electronics (Rp. 90 miliar), sukuk Ijârah Summarecon Agung (Rp 200
miliar), sukuk Ijârah Bank Muamalah (Rp 314 miliar), sukuk Ijârah Mayora Indah

16
(Rp 200 miliar). Saat ini, pangsa pasar sukuk memang belum besar. Menurut
catatan PT Danareksa Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total
pasar sukuk di Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi
konvensional. Dengan adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang
relatif aman dan return-nya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk
Indosat, returnnya saat ini sebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return
sukuk Indosat mencapai 17,82 persen. Setelah disahkannya UU SBSN tahun
2008, pemerintah menerbitkan sukuk sebesar Rp 15 triliun.29 Penerbitan sukuk
ini dilaksanakan sebagai bagian dari pembiayaan defisit anggaran dalam APBN
tahun 2008. Penerbitan sukuk perdana ini telah dilaksanakan di dalam dan luar
negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan underlying aset yang dimiliki pemerintah
senilai Rp 15 triliun. Pemerintah menggunakan jaminan berupa aset milik negara,
seperti tanah dan bangunan. Pemerintah mendahulukan penerbitan sukuk di dalam
negeri, setelah itu baru ke pasar internasional. Setengah penerbitan sukuk akan
dilakukan di dalam negeri dan sisanya ke pasar internasional.30 Keberadaan
sukuk (surat utang berbasis syariah) dapat memperkuat kondisi ekonomi
Indonesia dan menahan buble ekonomi . karena akan memperbanyak portfolio
mata uang asing selain dolar. Sukuk merupakan instrumen yang tepat untuk
menyasar para investor Timur Tengah dengan memberikan alternatif pembiayaan
sesuai syariat Islam.31 Saatnya Indonesia melakukan porfolio tidak hanya pada
dolar saja, tetapi juga pada mata uang yang lain. Ini akan menambah porfolio
mata uang asing di luar dolar

D. DAMPAK TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI

Menurut teori transmisi makroekonomi, penerbitan sukuk sebagai instrumen


investasi bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi masalah
makroekonomi, yaitu inflasi dan pengangguran. Sukuk juga dapat berkontribusi
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori transmisi moneter,
penerbitan sukuk dapat pula digunakan dalam pengendalian jumlah uang beredar
melalui kebijakan kontraktif. Penerbitan sukuk di Indonesia juga tidak terlepas
dari kondisi makroekonomi yang ada di negara ini.

17
Hal ini dibuktikan oleh penelitian kuantitatif menggunakan alat analisis Vector
Error Correction Model (VECM) yang dilakukan oleh penulis, bahwa pada jangka
panjang penerbitan sukuk di Indonesia dipengaruhi oleh indikator makroekonomi,
yaitu pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar dengan hubungan yang
positif, serta pengangguran terbuka dan inflasi dengan hubungan yang negatif.
Selain itu penerbitan sukuk dalam jangka panjang juga dipengaruhi oleh bonus
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat, maka penerbitan sukuk juga akan
mengalami peningkatan karena kondisi makro ekonomi domestik dalam keadaan
baik. Ketika tingkat pengangguran terbuka dan inflasi mengalami kenaikan maka
penerbitan sukuk akan mengalami penurunan yang diakibatkan kondisi
makroekonomi domestik dalam keadaan tidak baik. Hal ini dikarenakan
pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan
jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi.
Ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar di masyarakat, pemerintah
akan menerbitan sukuksebagai salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam
operasi pasar terbuka. Ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten
korporasi maupun pemerintah akan memanfaatkan hal ini untuk menerbitkan
obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana
yang dikeluarkan untuk membayar return obligasi syariah akan lebih rendah
sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah.
Penerbitan sukuk juga memberikan dampak terhadap indikator makroekonomi
Indonesia. Penerbitan sukukberpengaruh hanya pada pertumbuhan ekonomi dan
pengangguran terbuka. Hal ini dikarenakan sukukmerupakan instrument investasi
yang diperuntukkan bagi pembangunan di sektor riil. Pemerintah dan korporasi
selaku emiten menerbitkan sukuk dengan tujuan memperoleh dana dari
masyarakat untuk melakukan perluasan usaha dan pembangunan infrastruktur
yang pada akhirnya membuka lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap
tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.

18
Penerbitan sukuk tidak memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi
karena sukuk merupakan surat berharga yang sampai saat ini belum dijadikan
instumen pada operasi pasar tebuka oleh Bank Indonesia untuk menarik peredaran
uang yang ada di masyarakat. Namun secara langsung juga penerbitan sukuk tetap
berpotensi untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi jika pemerintah
menjadikan sukuk sebagai surat berharga yang dijadikan sebagai instrumen pada
operasi pasar terbuka, selain SBI, SBIS, dan surat berharga pasar uang (SBPU).
Ketika penerbitan sukuk mengalami guncangan yaitu pemerintah dan korporasi
tidak lagi menerbitkan sukuk maka maka pengaruh yang berfluktuatif dirasakan
seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Semua indikator makroekonomi
tersebut membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali stabil. Berbanding
terbalik dengan hal tersebut, ketika terjadi guncangan pada kondisi makroekonomi
di Indonesia, penerbitan sukuk relatif lebih cepat stabil dan tahan terhadap
goncangan.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sukuk didefinisikan sebagai suatu dokumen sah yang menjadi bukti penyerahan
modal terhadap kepemilikan suatu harta yang boleh dipindahmilikkan dan bersifat
kekal atau jangka panjang.

Mekanisme pembentukan sukuk hampir sama dengan mekanisme


pembentukanIslamic bonds, hanya terdapat perbedaan-perbedaan kecil.Secara
umum dalam pembentukan sukuk, sekurang-kurangnya terdapat tiga pihak yang
terlibat, yaitu originator atau ahli waris, Special Purpose Vehicle (SPV),
dan sukukholder atau investor. Mekanisme pengeluaran sukuk pada umumnya
sama dengan proses pengeluaran bonds, namun secara khas terdapat perbedaan
prinsip. Proses pembentukan sukuk,yaituPensekuritian Aset, Pembentukan
Kontrak-kontrak Sukuk, Pada Saat Matang, danPada Saat Tebusan. Sukuk
meliputi beberapa jenis, meliputi:Sukuk Ijarah, Sukuk Salam, Sukuk
Murabahah, Sukuk Mudharabah, Sukuk Musyarakah, Sukuk Istisna,
dan Hybrid/Pooled Sukuk . Sejarah industri ini dimulai dengan diterbitkannya
Reksa Dana Syariah oleh PT Danareksa Investment Management pada 3 Juli
1997. Tak lama setelah itu, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2000 diterbitkan pula
Jakarta Islamic Index (JII). Dari sisi institusional, sejarah pasar modal ini ditandai
dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bappepam LK dan DSN-
MUI pada tanggal 14 Maret 2003 (Bappepam-LK, 2011). Pasar modal syariah ini
mempunyai tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham
syariah yang lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah
(sukuk).

Istilah sukuk sendiri berasal dari bahasa Arab “Sakk” yang berarti sertifikat.
Secara terminologi, sukuk berarti surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah, yang dikeluarka emiten kepada pemegang obligasi syariah

20
(sukuk), yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo (Fatwa DSN MUI). Menurut sumber yang
menerbitkan, sukuk terbagi menjadi dua jenis, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh
korporasi dan sukuk yang diterbitkan oleh negara yang lebih dikenal Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk global

21
DAFTAR PUSTAKA

Agustianto. 2011. Pasar Modal Syariah

Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan


Syariah Nasional, (Jakarta: Bank Indonesia 2003), h. 200.

Huda, Nurul & Mustafa Edwin Nasution. Investasi pada Pasar Modal Syariah.
Jakarta. Prenadamedia Group. 2014.

Otoritas Jasa Keuangan, Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan Edisi ke 2 , Jakarta:
www.ojk.go.id, 2015

Salim, Fahmi, “Konsep dan Aplikasi Sukuk Negara Dalam Kebijakan Fiskal di
Indonesia”, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011.

Sari, Annisa, “Perkembangan Obligasi Syariah (Sukuk) di


Indonesia”,http://m.kompasiana.com/annisa32/perkembangan-obligasi-syariah-
sukuk-di-indonesia_574fae92137f61b004525ac4 .Artikel ini diakses pada tanggal
20 November 2016.

Wahid, Nazaruddin Abdul, SUKUK: Memahami & Membedah Obligasi pada


Perbankan Syariah. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media, 2010.

22

Anda mungkin juga menyukai