Anda di halaman 1dari 16

INVESTASI SECARA UMUM DAN DALAM

PERSPEKTIF ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan


Mata Kuliah : Investasi Syariah
Dosen Pengampu : Dr. Fatimah Riswati, SE., M.S.

Disusun Oleh:

1. Putri Aulia D K (16011038)


2. Nur Laili (16011045)
3. Ayu Maulita Sari (16011051)
4. Tommy Wahyu Budi S (16011061)
5. Dewi Ratnasari (16011098)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Materi dari makalah ini adalah ”Investasi Secara Umum Dan Dalam Perspektif
Islam”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan untuk mata kuliah
“Investasi Syariah”.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang memberikan
semangat dan motivasi. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih atas
kontribusi yang telah diberikan.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam susunan
makalah ini baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Sebab itu dengan kerendahan hati
penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan segala saran dan kritik agar dapat terus
memperbaiki makalah ini. Penulis juga mengharapkan semoga kehadiran makalah ini bisa
memberikan manfaat kepada pembaca. Amin.

Surabaya, September 2019


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................................ii

Daftar isi .........................................................................................................................iii

Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Tujuan ............................................................................................................2

Bab 2 Pembahasan ......................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Investasi ....................................................................................... 3


2.2 Dasar Hukum Investasi .................................................................................. 4
2.3 Asas dan Tujuan Investasi..............................................................................6
2.4 Sektor Investasi............................................................................................10

Bab 3 Penutup .............................................................................................................. 12


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 12

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan teknologi, kemajuan dalam bidang ekonomi juga turut memberikan
kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal ekonomi, kini telah dimulai suatu
era dimana perekonomian dunia dapat berkembang secara pesat dan arus perekonomian antar negara
semakin mudah. Hal ini terbukti dari adanya kerjasama antar negara dalam bidang perekonomian
seperti ASEAN Economic Community (AEC). ASEAN Economic Community atau yang lebih dikenal
dengan istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan integrasi ekonomi tingkat regional
ASEAN dalam bentuk pasar bebas yang memudahkan aliran barang, jasa, investasi dan modal antar
negara ASEAN.
Bersamaan dengan laju pertumbuhan ekonomi terutama yang dirasakan oleh masyarakat yang
terbukti dari peningkatan pendapatan atau kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana
(infrastruktur) serta usia produktif masyarakat terbatas oleh waktu sedangkan keinginan masyarakat
tidak terbatas oleh waktu, maka masyarakat mayoritas sudah mulai menyadari betapa pentingnya
mengumpulkan dan mengembangkan asset guna mencukupi semua kebutuhan dimasa yang akan
datang. Dalam hal ini, pelaksanaan investasi adalah hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat.
Namun, sering tidak dipahami seperti apakah investasi tersebut? Bagaimana
masyarakat bisa berinvestasi sesuai dengan tujuannya? Dan bagaimana masyarakat memilih
investasi yang baik dengan pertimbangan pengembalian besar dengan risiko yang relatif
rendah? Masyarakat terkadang tidak menyadari bahwa mereka telah melakukan investasi,
misalnya dengan menabung. Karena kurang pahamnya masyarakat terhadap proses
pelaksanaan investasi seperti dicontohkan masyarakat melakukan investasi portofolio
“sampah” atau bahkan tertipu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, maka pemahaman
secara menyeluruh terkait investasi baik dari manfaat investasi itu sendiri, tujuan investasi,
bentuk-bentuk investasi, keuntungan melakukan investasi, serta resiko apa saja yang dapat
dialami selama melakukan investasi sangat perlu untuk dilakukan.
Data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi OJK pada pertengahan bulan
Desember 2017 adalah terdapat 21 entitas yang diduga melakukan praktek bisnis dan
investasi yang mencurigakan dengan janji return yang sangat tinggi. Temuan tersebut
menunjukkan bahwa praktik kotor dalam bisnis dan investasi hidup dan mengancam
masyarakat. Tentu masyarakat yang tidak melek investasi dan prinsip berinvestasi yang aman
akan banyak yang tertipu oleh iming-iming return yang begitu tinggi.

1
Dalam islam investasi merupakan bagian dari fikih muamalah, maka berlaku kaidah
“hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya” (Djazuli. A 2006). Aturan ini dibuat karena ajaran Islam menjaga hak
semua pihak dan menghindari saling menzalimi satu sama lain. Hal ini menuntut para
investor untuk mengetahui batasan-batasan dan aturan investasi dalam Islam, baik dari sisi
proses, tujuan, dan objek dan dampak investasinya. Namun demikian, tidak semua jenis
investasi diperbolehkan syariah seperti kasus bisnis yang diungkapkan di atas yaitu
mengandung penipuan dan kebohongan atau mengandung unsur-unsur kegiatan yang
dilarang syariat Islam. Di sinilah Islam hadir dengan membawa ajaran rahmatan li al-‘ālamīn
(rahmat bagi seluruh alam) dengan memberikan panduan prinsip syariah dalam berinvestasi
agar tidak terjerumus ke dalam bisnis yang dilarang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian investasi?


2. Apa dasar hukum investasi?
3. Apa asas dan tujuan investasi?
4. Apa saja sektor dalam berinvestasi?

1.3 Tujuan

1. Untuk memahami pengertian investasi.


2. Untuk mengetahui dasar hukum investasi.
3. Untuk mengetahui asas dan tujuan investasi.
4. Untuk mengetahui sektor investasi.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Investasi


Dalam perhitungan pendapatan nasional, pengertian investasi adalah pengeluaran
untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk
mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan
digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa di masa depan (Maharani 2016).
Pengertian investasi menurut Sunariyah (2004:4) dalam bukunya Pengantar Pengetahuan
Pasar Modal mengatakan bahwa Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih
aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan di masa-masa yang akan datang. Selanjutnya menurut Jogiyanto (2010:5) dalam
bukunya Teori Portofolio dan Analisis, investasi adalah mengatakan bahwa penundaan
konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke aktiva produktif selama periode waktu tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu aktivitas,
berupa penundaan konsumsi di masa sekarang dalam jumlah tertentu dan selama periode
waktu tertentu pada suatu asset yang efisien oleh investor, dengan tujuan memperoleh
keuntungan di masa yang akan datang pada tingkat tertentu sesuai dengan yang diharapkan,
tentunya yang lebih baik dari pada mengkonsumsi di masa sekarang.
Sedangkan investasi menurut islam adalah penanaman dana atau penyertaan modal
untuk suatu bidang usaha tertentu yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah, baik objeknya maupun prosesnya. Islam mengajarkan umatnya untuk
berusaha mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat. Memperoleh
kehidupan yang baik di dunia dan diakhirat ini yang dapat menjamin tercapainya
kesejahteraan lahir dan batin. Salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan itu adalah dengan
melakukan kegiatan investasi. Investasi sesungguhnya merupakan kegiatan yang sangat
beresiko karena berhadapan dengan dua kemungkinan yaitu untung dan rugi artinya ada
unsur ketidakpastian. Dengan demikian perolehan kembalian suatu usaha tidak pasti dan
tidak tetap. Suatu saat mungkin mengalami keuntungan banyak, mungkin sedang-sedang saja
(lumayan), hanya kembali modal mungkin pula bangkrut dan kena tipu.
Oleh sebab itu Islam memberi rambu-rambu atau batasan-batasan tentang investasi
yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh pelaku bisnis seperti
parainvestor, pedagang, suppliyer dan siapapun yang terkait dengan dunia ini. Bukan hanya

3
itu, beberapa hal seperti pengetahuan tentang investasi akan ilmu-ilmu yang terkait butuh
diperdalam agar kegiatan investasi yang kita kerjakan bernilai ibadah, mendapatkan kepuasan
batin serta keberkahan di dunia dan akhirat.
Berikut ini beberapa ayat tentang seruan untuk berinvestasi:
1) QS. Al-Hasyr : 18
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2) QS. Lukman : 34
Yang artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.
dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Secara garis besar ke dua ayat tersebut menganjurkan secara moral untuk berinvestasi
sebagai bekal hidup di dunia dan di akhirat karena dalam Islam semua jenis kegiatan kalau
diniati sebagai ibadah akan bernilai akhirat juga. Sebab tiada seorangpun di dunia ini yang
bisa mengetahui apa yang akan diperbuat atau diusahakan serta peristiwa apa yang akan
terjadi besok. Sedangkan hasilnya akan seperti apa ditentukan hanya oleh Allah yang
mengetahui sukses-tidaknya suatu investasi. Yang penting dan dinilai oleh Allah niat atau
amal nyata serta dengan tujuan hanya mengharap ridha Allah semata.

2.2 Dasar Hukum Investasi


Dasar hukum penanaman modal di Indonesia diawali dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu
diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian
dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal.
Selanjutnya dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan
mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman
4
modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan
modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; serta menghadapi
perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama
internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan
kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi
nasional, pada tahun 2007 pemerintah mengesahkan Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Yang didalamnya mengatur segala
ketentuan dalam berinvestasi sehingga mampu dijadikan sebagai payung hukum bagi
pelaksanaan dan peningkatan investasi di Indonesia.
Sedangkan hukum dalam Islam adalah agama yang pro-investasi, karena di dalam
ajaran Islam sumber daya (harta) yang ada tidak hanya disimpan tetapi harus diproduktifkan,
sehingga bisa memberikan manfaat kepada umat (Hidayat 2011). Hal ini berdasarkan firman
Allah swt.: “supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kalian”. (QS. al-Hasyr [59]: 7)
Oleh sebab itu dasar pijakan dari aktivitas ekonomi termasuk investasi adalah Al-Qur’an dan
hadis Nabi saw. Selain itu, karena investasi merupakan bagian dari aktivitas ekonomi
(muamalah māliyah), sehingga berlaku kaidah fikih, muamalah, yaitu “pada dasarnya semua
bentuk muamalah termasuk di dalamnya aktivitas ekonomi adalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya.” (Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000). Regulasi
investasi syariah di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN (Surat Berharga Syariah Negara).
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syari'ah
Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi
Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
(HMETD) Syariah
Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah

5
Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN
Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back
Fatwa No. 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back
Fatwa No. 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased
Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Fatwa No. 124/DSN-MUI/XI/2018 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam
Pelaksanaan Layanan Jasa Penyimpanan dan Penyelesaian Transaksi Efek Serta
Pengelolaan Infrastruktur Investasi Terpadu.

2.3 Asas dan Tujuan Investasi


Lahirnya UU Penanaman Modal menunjukkan ciri khas tersendiri yaitu dengan
sejumlah asas yang menjiwai norma dan upaya untuk menangkap nilai-nilai yang hidup
dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional maupun di dunia internasional.
Artinya, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum internasional, maka berbagai nilai
yang dianggap telah menjadi norma universal diakomodasikan ke dalam hukum nasional.
Adapun asas-asas yang terkandung dalam Pasal 3 ayat (1) UU No 25 Tahun 2007 Penanaman
Modal ialah
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan
dalam bidang penanaman modal;
2. Asas keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal;
3. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
4. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan
pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara
penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari
suatu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya;

6
5. Asas kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara
bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat;
6. Asas efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal
dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha
yang adil, kondusif, dan berdaya saing;
7. Asas berkelanjutan, yaitu asas yang terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam
segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
8. Asas berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
9. Asas kemandirian, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal
asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi; dan
10. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya
menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam sekatuan ekonomi nasional.
Adapun tujuan diselenggarakannya penanaman modal terdapat dalam Pasal 3 Ayat (2)
UU Penanaman Modal yang terdiri dari:
1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
2. menciptakan lapangan kerja;
3. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
4. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
5. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
6. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
7. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;
dan
8. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan asas islam dalam berinvestasi yang harus dijalankan oleh para pihaknya
antara lain:
1. Asas Tauhid
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat Islam.
Setiap bagunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid.
Artinya dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai
ketuhanan. Dalam bermuamalah yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya
7
menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan.
Paling tidak dalam setiap melakukan kegiatan bermuamalah ada semacam keyakinan dalam
hati bahwa, Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berda
bersama kita.
2. Asas Keadilan dan Kesejajaran
Prinsip keadilan dalam bermuamalah adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara
para pihak yang melakukan akad. Keadilan dalam hal ini dapat dipahami sebahgai upaya
dalam menempatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang melakukan muamalah,
misalnya keadilan dalam pembagian bagi hasil (nisbah) antara pemilk modal dan pengelola
modal. Kesejajaran berkaitan dengan kewajiban terjadinya sirkulasi kekayaan pada semua
anggota masyarakat dan mencegah terjadinya konsentrasi penguasaan ekonomi hanya pada
segelintir orang.
3. Asas Kebenaran: Kebajikan dan kejujuran (Etika Islam)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran
dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi)
proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya
meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam
sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu
pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
4. Asas Kehendak Bebas
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus
memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban
setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
5. Asas Pertanggung Jawaban
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabiliats. Untuk memenuhi tuntunan keadilan
dan kesatuan, manusia perlu mempertanggung-jawabkan tindakanya. Secara logis prinsip ini
berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas
dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya. Manusia

8
memiliki pertanggung-jawaban terhadap dirinya sendiri, terhadap masyarakat dan terhadap
lingkungannya, yang pada akhirnya harus dipertanggung-jawabkan terhadap Allah.
Dalam Islam berbisnis tidak selalu berorentasi kepada profit oriented melainkan
dikenal juga yang namanya orientasi sosial dengan tujuan untuk saling tolong-menolong
dengan semata-mata memperoleh ridha dari Allah SWT. Oleh karena itu dalam Islam
dikenal konsep alturisme dan hakikat kehidupan dunia ini adalah mencari bekal untuk
akhirat. Hal ini merupakan konsep perilaku seorang muslim yang mempengaruhi
aktivitasnya di dunia, termasuk tujuan dalam berinvestasi. Al-dunya mazra’at al-akhirat.
Seorang muslim melakukan investasi guna membiayai kepentingan sosial seperti
membiayainoperasional yayasan yatim piatu, yayasan pendidikan, yayasan kesehatan, dan
LSM-LSM lainnya. Yang semuanya itu dilakukan untuk memperoleh keberkahan berupa
kemudahan, kebaikan, kelancaran, dan kebahagian dunia akhirat dari Allah SWT.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah apabila seseorang ingin melakukan investasi
hendaknya memperhatikan etika norma dan moral yang mana dilarang dan yang mana
diperbolehkan oleh agama, Selain itu juga harus tunduk serta mematuhi undang-undang
positif yang mengatur keberadaan investasi yang tidak bertentangan dengan Al-quran, Al-
hadits, ijmak dan qiyas yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.
Konsep Islam menunjukkkan bahwa semua harta benda dan seluruh alat produksi
pada hakekatnya adalah mutlak milik Allah, sedangkan manusia hanya sebatas mendapatkan
amanah untuk mengelolanya agar bermanfaat untuk kehidupannya. Islam sebagai suatu
agama yang melihat aktivitas usaha investasi sebagai perwujudan akan keberadaan manusia
sebagai penguasa di muka bumi (khalifah fil ard) serta implementasi makna
ibadah kepada Sang Pencipta, sangat mencela adanya sumberdaya yang tidak dimanfaatkan
dengan baik. Al-Qur’an secara tegas telah melarang manusia untuk melakukan segala
macam penimbunan harta, sebagaimana firman Allah “...dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (Qs. At-Taubah: 34)

2.4 Sektor Investasi


Secara umum aset sektor yang dapat menjadi saran investasi terbagi menjadi dua,
yaitu pada sektor riil dan sektor finansial. Investasi di sektor riil adalah menanamkan modal
atau membeli aset produktif untuk menghasilkan suatu produk tertentu melalui proses

9
produksi. Jenis investasi dalam aset riil adalah rumah, tanah dan emas. Sedangkan investasi
di sektor finansial yaitu suatu aktivitas jual beli aset keuangan atau surat-surat berhrga
dengan harapan dapat memperoleh keuntungan. Jenis investasi dalam aset finansial
antara lain tabungan, deposito, reksadana, obligasi, saham, dsb.

Sektor investasi baik secara umum ataupun dalam islam yang memenuhi syariah
islam pada dasarnya adalah hampir sama. Yang membedakan dari keduanya adalah sistem
atau ketentuan dalam pelaksanaannya. Seperti halnya investasi konvensional, investasi
syariah juga terdiri dari beberapa jenis. Jenis-jenis investasi syariah berikut ini memiliki sifat
yang berbeda dan dapat dijadikan pilihan berinvestasi secara syariah. Oleh karena itu sangat
dianjurkan untuk memahami terlebih dahulu masing-masing jenisnya supaya tidak menyesal
dan bisa memaksimalkan pilihan.

1. Deposito Syariah

Jenis investasi syariah yang pertama adalah deposito syariah. Sistem dari deposito secara
umum adalah melakukan penyimpanan dalam jangka waktu tertentu untuk beberapa hal.
Misalnya kesehatan, pendidikan, rumah, dan sebagainya. Jadi, pengertian deposito secara
sederhana adalah simpanan berjangka. Semua bank konvensional menyediakan layanan ini
bagi siapa saja yang ingin menikmati masa tua atau masa depan lebih tertata dengan
ketersediaan dana simpanan. Yang membedakan deposito syariah dengan konvensional
adalah sistem bagi hasil yang disetujui pada saat perjanjian atau akad. Hal ini menyebabkan
kelebihan laba yang sudah diputar tidak diberikan dalam bentuk bunga tetapi bagi hasil tadi.
Jumlah bagi hasil sangat relatif tergantung dari masing-masing bank. Untuk waktu
penyimpanannya bisa dimulai dari 1 bulan dan tidak dibatasi sampai berapa lama, karena
sifat deposito memang berjangka panjang.

2. Saham Syariah
Yang perlu dipahami sejak awal adalah jual beli saham bukanlah sebuah perjudian. Karena
itulah jual beli saham dapat diatur dengan menggunakan sistem syariah. Setiap perusahaan
memiliki bukti kepemilikan modal yang dibuat dalam lembaran. Lembaran inilah yang
selanjutnya disebut saham. Harga saham sangat berkaitan dengan laporan keuangan suatu
perusahaan. Seperti halnya trader lain, trader saham syariah bisa memilih berbagai jenis
perusahaan yang menurutnya bisa melonjakkan harga di masa mendatang. Namun, karena
diatur berdasarkan syariat agama maka perusahaan tersebut tidak bisa sembarangan menjual
pada sang trader. Yang bisa menjual sahamnya untuk trader syariah adalah perusahaan yang

10
tidak menjual produk atau jasa dengan label haram sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI).

3. Obligasi Syariah
Jenis investasi syariah yang dapat dijalankan ialah sukuk atau obligasi syariah. Sukuk dalam
bahasa Arab bermakna kepemilikian atau sertifikat. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 32/DNS-MUI/IX/2002 pengertian obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi
Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil / margin / fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo. Manfaat sukuk dapat dirasakan oleh Mudharib (emiten) berupa tambahan modal kerja
sebagai upaya dalam mencari dana. Sedangkan bagi investor ialah mendapatkan investasi
tentunya dengan besaran porsi yang telah ditetapkan.

4. Reksadana Syariah
Jenis investasi syariah yang kedua ialah reksadana syariah. Dikutip dari situs bank yang
menawarkan jasa reksadana syariah, yakni BNI (Bank Negara Indonesia) Syariah, reksadana
syariah adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
sebagai pemilik harta (shabib al-mal / Rabb al-mal). Dana ini selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek oleh manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal menurut ketentuan
dan prinsip syariah Islam. Pada konsep reksadana syariah ini tidak berbeda jauh dengan
reksadana konvensional.

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa investasi merupakan komitmen
atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan dan kemaslahatan di masa yang akan datang. Investasi merupakan
kegiatan yang sangat dianjurkan dalam Islam bahkan benih dasarnya sudah ada di dalam Al-
Qur’an salah satunya adalah QS. Al-Hasyr : 18 dan QS. Lukman : 34 dan diperkuat dengan
Fatwa-fatwa MUI yang disahkan oleh DNS Indonesia mengenai Investasi Syariah.
Dasar prinsip investasi syariah adalah semua bentuk investasi pada dasarnya adalah
boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya, yaitu apabila ditemukan kegiatan
terlarang dalam suatu kegiatan bisnis, baik objek maupun caranya (prosesnya). Karena itu
untuk menghindari kegiatan yang tidak sesuai syariah, islam mengatur asas-asas dalam
berbisnis, dalam hal ini berinvestasi yaitu Asas Tauhid, Asas Keadilan dan Kesejajaran, Asas
Kebenaran: Kebajikan dan kejujuran (Etika Islam), Asas Kehendak Bebas dan Asas
Pertanggung-jawaban. Sedangkan secara umum asas berinvestasi sebagiamana telah diatur
dalam UU No 25 Tahun 2007.
Secara umum aset sektor yang dapat menjadi saran investasi terbagi menjadi dua,
yaitu pada sektor riil dan sektor finansial. Sektor investasi baik secara umum ataupun dalam
islam yang memenuhi syariah islam pada dasarnya adalah hampir sama. Yang membedakan
dari keduanya adalah sistem atau ketentuan dalam pelaksanaannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Nuril Amalia. 2017. Investasi: Analisis Dan Relevansinya Dengan Ekonomi Islam.
Malia: Jurnal Ekonomi Islam Volume 8, Nomor 2, P-ISSN (Cetak) : 2087-9636; E-ISSN
(Online) : 2549-2578

Pardiansyah, Elif. 2017. Investasi dalam Perspektif Ekonomi Islam: Pendekatan Teoritis dan
Empiris. Economica: Jurnal Ekonomi Islam – Volume 8, Nomor 2 (2017): 337 - 373
ISSN: 2085-9325 (print); 2541-4666 (online).

Sakinah. 2014. Investasi Dalam Islam. Jurnal, Iqtishadia V o l. 1 No. 2.

http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2007/25TAHUN2007UU.htm

https://www.finansialku.com/investasi-syariah-di-indonesia/

https://zonaekis.com/prinsip-prinsip-dasar-dalam-etika-bisnis-
islam/https://www.kompasiana.com/latifrizqon/5a579f34bde57519374dd9f2/investasi-dalam-
islam-dan-penerapanya?page=2

http://www.ibec-febui.com/macam-investasi-syariah/

https://www.cekaja.com/investasi/news/147375-5-reksadana-saham-syariah-terbaik-agustus-
2019.html

13

Anda mungkin juga menyukai